Laporan Pendahuluan Pasien Postpartum Sectio Caesarea Di Ruang Arafah 3 Rumah Sakit Umum.docx

  • Uploaded by: Anonymous 6944iSih7V
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Pasien Postpartum Sectio Caesarea Di Ruang Arafah 3 Rumah Sakit Umum.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,501
  • Pages: 14
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN POSTPARTUM SECTIO CAESAREA DI RUANG ARAFAH 3 RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

OLEH: SRI INTAN KHAIRUNNISA 1812101020024

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S) PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2018

A. Definisi Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010). Menurut Amru Sofian (2012) Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin & Hardhi, 2013). Sectio Caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi) (Rasjidi, 2009). B. Etiologi Manuaba (2008) indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab Sectio Caesarea sebagai berikut: 1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion ) Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal. 2. PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi. 3. KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu. 4. Bayi Kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.

Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal. 5. Faktor Hambatan Jalan Lahir Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas. 6. Kelainan Letak Janin a. Kelainan pada letak kepala 1) Letak kepala tengadah : Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul. 2) Presentasi muka : Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %. 3) Presentasi dahi : Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala. b. Letak Sungsang Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki. C. Jenis-Jenis Operasi Sectio Caesarea 1. Abdomen (SC Abdominalis) a. Sectio Caesarea Transperitonealis -

Sectio Caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri.

-

Sectio Caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.

b. Sectio Caesarea ekstraperitonealis Merupakan Sectio Caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis. 2. Vagina (Sectio Caesarea vaginalis) Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila : a. Sayatan memanjang (longitudinal) b. Sayatan melintang (tranversal) c. Sayatan huruf T (T Insisian)

3. Sectio Caesarea Klasik (korporal) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm. 4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda) Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm D. Patofosiologi

E. Manifestasi Klinis Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih komprehensif yaitu, perawatan post operatif dan perawatan post partum. Manifestasi klinis Sectio Caesarea menurut Doenges (2010), antara lain: 1. Nyeri akibat ada luka pembedahan 2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen 3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus 4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak) 5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600-800ml

6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru 7. Biasanya terpasang kateter urinarius 8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar 9. p e n g a r u h a n a s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h 10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler 11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur 12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan F. Komplikasi 1. Infeksi Puerperalis Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda. 2. Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri 3. Komplikasi - komplikasi lain seperti : a. Luka kandung kemih b. Embolisme paru – paru c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik G. Pemeriksaan Penunjang Menurut Doenges (2010), pemeriksaan penunjang pada pasien dengan sectio caesarea adalah sebagai berikut: 1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah 3. Urinalisis / kultur urine 4. Pemeriksaan elektrolit H. Penatalaksanaan Menurut Manuaba (2008), penatalaksanaanya adalah sebagai berikut: 1. Pemberian cairan : Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, Nacl dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. 2. Diet : Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh. 3. Mobilisasi : Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi, miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi, latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler). Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi. 4. Kateterisasi : Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita. 5. Pemberian obat-obatan a. Antibiotik b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan c. Obat-obatan lain 6. Perawatan luka : Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti 7. Perawatan rutin : Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi, dan pernafasan.

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Postpartum Sectio Caesarea A. Pengkajian Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa. 1. Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan. 2. Keluhan utama 3. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus. b. Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan c. Riwayat kesehatan keluarga : Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien. 4. Pola-pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya menjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya b. Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.

c. Pola aktifitas

Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri. d. Pola eleminasi Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB. e. Istirahat dan tidur Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan f. Pola hubungan dan peran Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain. g. Pola penanggulangan stres Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas h. Pola sensori dan kognitif Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya i. Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri j. Pola reproduksi dan sosial Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas. 5. Pemeriksaan fisik a. Kepala Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan b. Leher Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang yang salah c. Mata

Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing d. Telinga Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga. e. Hidung Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping hidung f. Dada Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila mamae g. Abdomen Tampak insisi post op SC, namun pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat. h. Genitalia Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekonium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak. i. Anus Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture j. Ekstermitas Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal. k. Tanda-tanda vital Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun. B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan jalan napas alergik (respon obat anastesi) 2. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan 3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri insisi 4. Resiko syok hipovolemik 5. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko: laserasi jalan lahir

C. Intervensi 1. Dx 1: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan jalan napas alergik (respon obat anastesi) Tujuan: setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan, diharapkan jalan nafas pasien paten Kriteria hasil: - Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) - Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas Intervensi: - Monitor status oksigen pasien Rasional: untuk mengetahui apakah kebutuhan oksigen pasien terpenuhi - Posisikan pasien untuk memaksimalkan jalan nafas Rasional: agar jalan nafas maksimal dan pasien tidak sesak - Identifikasi pasien pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas bantuan Rasional: - Berikan oksigen dengan menggunakan nasal kanul Rasional: untuk membantu pasien bernafas - Berikan bronkodilator bila perlu Rasional: bronkodilator dapat membuka jalan napas 2. Dx 2: Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan Tujuan: setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan, nyeri pasien dapat teratasi Kriteria hasil: - Pasien dapat mengontrol nyeri (mampu menggunakan teknin farmakologi untuk mengurangi nyeri) - Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, tanda dan frekuensi nyeri) Intervensi: - Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan Rasional: untuk mengetahui ketidaknyamanan pasien - Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Rasional: untuk membuat pasien percaya dan mau mengatakan nyerinya - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti cahaya, kebisingan, suhu Rasional: untuk membuat pasien merasa nyaman 3. Dx 3: hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri insisi

Tujuan: setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan pasien dapat melakukan mobilisasi Kriteria hasil: - Pasien dapat melakukan ADL - Pasien mengerti tujuan peningkatan mobilitas - Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan aktivitas Intervensi: - Monitor ttv sebelum/sesudah melakukan perubahan posisi Rasional: untuk mencegah terjadinya perubahan posisi - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Rasional: untuk menyesuaikan dengan kemampuan pasien - Latih pasien dalam melakukan mobilitas secara mandiri sesuai kemampuan Rasional: agar pasien secara perlahan mampu melakukan mobilitas 4. Dx 5: resiko infeksi berhubungan dengan laserasi jalan lahir Tujuan: setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan, infeksi dapat dihindari Kriteria hasil: - Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi - Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi - Jumlah leukosit dalam batas normal - Menunjukkan perilaku hidup sehat Intervensi: -

Cuci tangan menggunakan sabun antimikroba sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan Rasional: untuk memutus rantai terjadinya infeksi

-

Gunakan sarung tangan saat bersentuhan dengan pasien Rasional: untuk mencegah perpindahan kuman infeksius dari perawat ke pasien

-

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

-

Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko Rasional: untuk mencegah infeksi

-

Berikan perawatan kulit pada area luka Rasional: mencegah infeksi

-

Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase Rasional: itu adalah tanda tanda infeksi

-

Ajarkan pasien dan keluarga cara mencegah infeksi

-

Ganti perban penutup luka insisi Rasional: untuk mencegah terjadinya infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC. Manuaba. (2008). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga. Berencana (Edisi 2). Jakarta : EGC Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC ed. Revisi jilid 3. Jogjakarta: Media Action Publishing

Related Documents


More Documents from "athia alit"