Laporan Pendahuluan Utek (sectio Caesarea) (1).docx

  • Uploaded by: El Ly
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Utek (sectio Caesarea) (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,517
  • Pages: 44
I.

Konsep Penyakit 1. Anatomi dan Fisiologi Menurut Fatmawati & Purwaningsih, (2010:1) mengatakan bahwa sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2, yaitu : 1.1 Genetalia Eksterna

Gambar 1.1 Anatomi Fisiologi eksterna Sumber: Hetty Astri, 2016 a. Vulva Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethae

externum,

kelenjar-kelenjar pada dinding vagina. b. Monspubis/monsveneris Lapisan lemak dibagian anterior symphisis os pubis. Pada masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis. c. Labia Mayora Lapisan lemak lanjutan mons pubis kearah bawah belakang, banyak mengandung plekus vena. Homolog embriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum rotundum uteri berakhir pada atas labia mayora. Dibagian bawah perineum, labia mayora menyatu (pada commisura posterior).

d. Labia minora Lapisan jaringan tipis dibalik labia mayora,tidak mempunyai folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabuut saraf.

e. Clitoris Terdiri dari caput/glans clitoris yang terletak dibagian superior vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam didalam dinding anterior vagina. Homolog embriologi dengan penis pada pria. Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitive.

f. Vestibulum Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang orificium, yaitu orificium urethae externum, intoritus vagine, ductus glandulae bartholinii kanan-kiri, dan duktus skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen imperforate) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi terkumpul dirongga genitalia interna.

g. Vagina Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri dibagian cranial dan dorsal sampai ke vulva dibagian kaudal ventral. Daerah disekitar cervix disebut fornix,, dan dibagi dalam 4 kuadran : fomix anterior, fomix posterior, dan fomix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang elastic. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus haid. Fungsi

vagina : untuk mengeluarkan eksresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan). Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fomicer anterior, posterior, dan lateralis disekitar servix uteri.

h. Perineum Daerah antara tepi bawah vulva dengan bawah tepi bawah anus. Batas otot-otot diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis. Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomy) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah rupture.

1.2 Genitalia Interna

Gambar 2.1 Anatomi fisiologi Interna Sumber: Hardin Baruhi, 2014

a. Uterus Suatu organ muscular berbentuk seperti buah pir. Dilapisi peritonium (serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai implantasi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri. Dinding rahim terdiri dari 3 lapisan yaitu: 1) Lapisan serosa (lapisan peritonium) di luar. 2) Lapisan otot (lapisan miometrium) di tengah. 3) Lapisan mukosa (endometrium) di dalam. Fungsi utama uterus: 1) Setiap bulan berfungsi dalam pengeluaran darah haid dengan adanya

perubahan dan pelepasan

dari

endometrium. 2) Tempat janin tumbuh dan berkembang. 3) Tempat melekatnya plasenta. 4) Pada kehamilan, persalinan dan nifas mengadakan kontraksi

untuk

memperlancar

persalinan

dan

kembalinya uterus pada saat involusi.

b. Serviks Uteri (mulut rahim) Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan/menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar didalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium uteri eksternum (luar,arah vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri inernu (dalam, arah cavum)

sebelum

melahirkan

(nullipara/primigravida)

lubang

ostium externum bulat kecil, setelah/riwayat melahirkan (primipara/multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah kekaudal posterior, setinggi spina inchiadica. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung gliko protein kaya karboohidrat (musin) dan larutan berbagai garam, eptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks dipengaruhi siklus haid.

c. Corpus uteri (batang/badan rahim) Terdiri dari: paling luar lapisan serosa/peritonium yang melekat pada ligamentum letum uteri diintra abdomen, tengah lapisan muscular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar kedalam arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan endometrium yang melapisi cavum dinding uteri, menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi, fundus uteri berada diatas vesika urinaria. Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervarriasi selama pertumbuhan dan perkembangan wanita.

d. Ligamenta Penyangga Uterus Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligametum cardinal, ligamentum ovarii, ligamentum sacrouteria propium, ligamentum infudibulopelvicum, ligamentum vesicouteria, ligamentum rectouterina. e. Vaskularisasi Uterus

Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/ illiaca

interna,

serta

arteri

ovarica

cabang

aorta

abdominalis. f. Salping/Tuba Falopii Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri. Dinding tuba terdiri dari lapisan: serosa, muscular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia. Terdiri dari pars interstilitas, pars isthmica, pars ampularis, serta pars infudibulum dengan fimbria, dengan karak teristik silia dan ketebalan dinding yang berbedabeda pada setiap bagiannya.

1)

Pars isthmica (proksimal/isthmus)

Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat stingter uterotuba pengendali transfer gamet.

2)

Pars ampuris (medial/ampula)

Tempat yang sering terjadi fertilitasi adalah daerah ampula/infudibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini. 3)

Pars infudibulum (distal)

Dilengkapi

dengan

fimbriae

serta

ostium

tubae

abdominale pada ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi “menangkap” ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan membawanya kedalam tuba. 4)

Mesosalping

Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus) 5)

Ovarium

Organ endokrin berbentuk oval, terletak didalam rongga peritonium, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula. Ovarium berfungsi dalam pembentukkan dan pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal promordial dilapisan terluar epitel ovarium dikorteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna

folikel,

progesterone

oleh

korpus

luteum

pascaovulasi). Berhubungan pars infudibulum tuba falopii melalui pelekatan fimbriae. Fimbriae “menangkap” ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi. Ovarium terfiksasi oleh ligamentum

ovarii

infudibulopelvicum

dan

proprium, jaringan

ikat

ligamentum mesovarium.

Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

2. Definisi Sectio Caesaria Menurut Amru Sofian, (2012:108) mengatakan bahwa Sectio caesarea adalah salah satu melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.

Menurut Harry Oxoron, (2005:634) mengatakan bahwa sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus.

Menurut Anita Lockhart, (2014:249) mengatakan bahwa sectio caesarea adalah tindakan melahirkan bayi melalui insisi (membuat sayatan) didepan uterus.

Menurut

Sarwono, (2005:133) mengatakan bahwa sectio caesarea

adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.

Jadi sectio caesarea adalah suatu tindakan melalui proses insisi pada dinding uterus melalui dinding perut guna melahirkan janin dengan berat janin diatas 500 gram.

3. Etiologi Menurut Nuraif, A.H & Kusuma, H, (2012:507) mengatakan bahwa etiologi sectio caesarea dibagi menjadi 2, yaitu : a. Etiologi yang berasal dari Ibu Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada, disproporsisi sefalo pelvic (disproporsi janin / panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia - eklamsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya). b.

Etiologi yang berasal dari janin Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstrasi.

4. Tanda dan Gejala

5. Pathway 6. Pemeriksaan Penunjang 7. Penatalaksanaan Medis

A. Rencana Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 2. Diagnosa Keperawatan 3. Intervensi Keperawatan

2

Definisi Sectio Caesaria 2.1.2.1 Pengertian Sectio Caesarea

2.1.2.2 Etiologi

2.1.2.3 Jenis-jenis operasi sectio caesarea Menurut Nuraif, A.H & Kusuma, H,(2013:507) jenisjenis operasi sectio caesarea dibagi menjadi 4, yaitu : a. Sectio caesarea abdomen Sectio caesarea transperitonealis b. Sectio caesarea vaginalis Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kroning 2) Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr 3) Sayatan huruf T (T-incision) c. Sectio caesarea klasik (Corporal) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.

Tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena memiliki banyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi berulang yang memiliki banyak perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan. d. Sectio caesarea ismika (Profunda) Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm.

2.1.2.4

Patofisiologi Perubahan yang terjadi selama masa nifas post sectio caesarea antara lain: Uterus, setelah plasenta dilahirkan uterus merupakan alat yang keras karena kontraksi dan reaksi ototototnya. Fundus uteri ±3 jari di bawah pusat, ukuran uterus mulai dua hari berikutnya akan mengecil hingga hari kesepuluh tidak teraba dari luar. Invulsi uterus terjadi karena masing-masing sel menjadi kecil, yang disebabkan oleh proses antitoksis dimana zat protein dinding pecah, diabsorbsi dan dibuang melalui air seni. Sedangkan pada endomentrium menjadi luka dengan permukaan kasar, tidak rata kira-kira sebesar telapak tangan. Luka pada endometrium akan mengecil hingga sembuh dengan pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka, mulai dari

pinggir dan

dasar luka.Pembuluh darah uterus yang saat hamil dan membesar akan mengecil kembali karena tidak dipergunakan lagi.Dinding perut melonggar dan elastisitasnya berkurang akibat peregangan dalam waktu lama (Rustam M, 2008).

Sectio Caesarea Luka post operasi

Post anasthesi

Penurunan medulla oblongata Penurunan refleksi batuk Akumulasi sekret

Penurunan kerja pons

Pembedahan : Jaringan terputus

Post partum nifas

Jaringan terbuka Proteksi kurang

Penurunan kerja otot eliminasi Penurunan peristaltik usus Konstipasi

Merangsang area senosrik Gangguan rasa nyaman Nyeri

Distensi kandung kemih

Udem dan memar di uretra

Invasi bakteri Resiko infeksi

Penurunan sensitivitas & sensasi kandung kemih

Obstruksi jalan nafas

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Gangguan eliminasi urin

Psikologi

Penurunan progesteron & estrogen

Penambahan anggota baru Merangsang pertumbuhan kelenjar susu & pertumbuhan

Kontraksi uterus Involusi

Masa nifas

Tuntutan anggota baru

Peningkatan hormone prolaktin Bayi menangis

Perubahan pola peran Adekuat

Tidak Adekuat

Merangsang laktasi oksitosin Kelemahan

Pengeluaran lochea

perdarahan Ejeksi ASI Gangguan pola tidur

Hb

Kurang O2

Kelemahan

Defisit perawatan diri

Efektif

Tidak efektif

Nutrisi bayi terpenuhi

Bengkak

Kurang informasi ttg perawatan payudara

Terhentiya proses menyusui

Terhentinya Proses menyusui

Defisit pengetahuan Ketidakefektifan pemberian ASI

Nutrisi bayi kurang dari kebutuhan dari

Gambar 2.3 Modifikasi Nanda Nic Noc 2015 2.1.2.5 Tanda dan gejala Menurut Nuraif, A.H & Kusuma, H, (2012:506) tanda dan gejala dari sectio caesarea yaitu : a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior) b. Panggul sempit c. Disporsi sefalopelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan ukuran panggul d. Rupture uteri mengancam

e. Partus lama (prolonged labor) f. Partus tak maju (obstructed labor) g. Distosia serviks h. Pre-eklamsia dan hipertensi i. Malpresentasi janin 1) Letak lintang 2) Letak bokong 3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) 4) Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil 5) Gemeli

2.1.2.6 Pemeriksaan penunjang Menurut

Mitayani,

(2013:113)

pemeriksaan

penunjang dari sectio caesarea yaitu : a. Hitung darah lengkap, golongan darah (ABO) dan percocokansilang, serta Coombs. b. Urinalisis: menentukan kadar albumin/glukosa tipe II. c. Pelvimetri: menentukan CPD. d. Amniosentesis: mengkaji maturitas paru janin. e. Ultrasonografi: melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin. f. Tes stres kontraksi atau tes non-stress: mengkaji respons janin terhadap gerakan/stress dari pola kontraksi uterus/pola abnormal. g. Pemantauan elektronik kontinu: memastikan status janin/aktivitas uterus. Menurut Nuraif, A.H & Kusuma, H, (2015: 109) pemeriksaan penunjang dari sectio caesarea, yaitu: a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin. b. Pemantauan EKG.

c. JDL dengan dimferensial. d. Elektrolit. e. Hemoglobin/Hematokrit. f. Golongan darah. g. Urinalisis. h. Amniosentesis terhadapa paru janin sesuai indikasi. i. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi. j. Ultrasound sesuai pesanan.

2.1.2.7 Penatalaksanaan Menurut Cuningham, F Garry, (2005:223) mengatakan bahwa penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea, yaitu : a. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat. b. Fundus

uteri

harus

sering

dipalpasi

untuk

memastikan bahwa uterus tetap kontraksi dengan kuat. c. Analgesia diberikan. d. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam. e. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah pembedahan. f. Ambulasi, satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari tempattidur dengan bantuan orang lain. g. Perawatan luka pada hari ke-3, tiap hari diperiksa kondisi balutan.

h. Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari

setelah

pembedahan

untuk

memastikan

perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovelemia. i. Mencegah infeksi pasca operasi, antibiotic, setelah janin lahir.

2.1.2.8 Komplikasi Menurut

Rasjidi

(2009)

mengatakan

bahwa

komplikasi sectio caesarea yaitu : kerusakan organorgan seperti vesika urinaria dan uterus saat dilangsungkannya

operasi,komplikasi

anastesi,

perdarahan, infeksi dan tromboemboli. Kematian ibu lebih besar jika dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Sulit untuk memastikan hal tersebut terjadi apaokah dikarenakan prosedur operasinya atau karena alasan yang menyebabkan ibu hamil tersebut harus dioperasi. Takipneu sesaat pada bayi baru lahir lebih sering terjadi pada persalinan sectio caesarea dan kejadian-kejadian trauma persalinan tidak dapat disingkirkan. Resiko jangka panjang yang dapat terjadi adalah terjadinya plasenta previa, solusio plasenta akrata dan ruptur uteri. Menurut Jas Steer, et.all (2011:1277) komplikasi dari sectio caesarea, yaitu : Cesarean delivery is a major abdominal surgical procedure and is thus subject to the standard complication-medical,

anesthesic,

and

surgical-

associated with a laparotomy. It is beyond the scope of this chapter to deal with all the potential

complicatons that may sarround a cesarean birth. However,

maternal

morbidity

and

mortality

associated with cesarean delivery are increased in wome with cesarean delivery are increased wome with preexisting medical disorders. The long-term complication of caesarean sectio are increasingly being recognized, particulary plasenta accreta and cesarean scar ectopic pregnancy.

2.1.2.9 Prognosis Menurut Maryunani, A, (2014:223) mengatakan bahwa prognosis sectio caesarea terdiri dari : a. Dulu angka mordalitas dan mortilitas untuk ibu dan janin tinggi. b. Pada masa sekarang, oleh karena kemajuan yang pesat dalam teknik operasi, anastesi, penyediaan cairan darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun. c. Angka kematian pada rumah sakit dengan fasilitas operasi baikdan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2/1000. d. Nasib janin yang ditolong secara section caesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. e. Menurut data dari Negara dengan pengawasan antenatal

yang

baik

dan

fasilitas

neonatal

sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4-7%.

2.2 Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Sectio Caesarea

2.2.1 Menurut

Mitayani,

(2009:112)

tinjauan

teoritis

asuhan

keperawatan sectio caesarea adalah sebagai berikut : 2.2.1.1 Sirkulasi a. Hipertensi b. Terdapat perdarahan vagina 2.2.1.2 Integritas ego Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan refleksi negative pada kemampuan sebagai wanita. 2.2.1.3 Makanan cairan Nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, dan edema sebagai tanda-tanda hipertensi kerena kehamilan (HKK) . 2.2.1.4 Nyeri/ketidaknyamanan a. Distosa b. Persalinan lama/disfungsional, kegagalan induksi c. Terdapat nyeri tekan uterus 2.2.1.5 Keamanan a. Penyakit hubungan seksual aktif (misalnya herpes) b. Prolaps tali pusat, distress janin c. Ancaman kelahiran janin yang premature d. Presentasi bokong dengan versi sefalik eksternal yang tidak berhasil e. Ketuban pecah selama 24 jam atau lebih lama f. Adanya

komplikasi

ibu

seperti

HKK,

diabetes,penyakit ginjal atau jantung, serta infeksi asendens.

2.2.1.6 Seksualitas a. Disporsisi sefalopelvik (CPD).

b. Kehamilan multiple atau gestasi (uterus sangat distensi). c. Melahirkan

secara

bedah

uterus

atau

serviks

sebelumnya. d. Tumor/neoplasma yang menghambat pelvis/jalan lahir. 2.2.1.7 Penyuluhan/pembelajaran Kelahiran caesarea yang tidak direncanakan, dapat memengaruhi kesiapan dan pemahaman ibu terhadap prosedur.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan 2.2.2.1

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas (mokus dalam berlebihan), jalan nafas alergik (respon obat anastesi).

2.2.2.2

Nyeri

berhubungan

dengan

agen

injuri

fisik

(pembedahan, trauma jalan lahir, episiotomi). 2.2.2.3

Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan kurangnyya pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi postpartum, kurangnya informasi tentang perawatan payudara. 2.2.2.4

Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan denggan kurang pengetahuan Ibu, terhentinya proses menyusui.

2.2.2.5

Gangguan

eliminasi

urine

berhubungan

dengan

penurunan sensitivitas & sensasi kandung kemih. 2.2.2.6

Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan, bayi menangis.

2.2.2.7

Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko: episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan (sectio caesarea).

2.2.2.8

Defisit perawatan diri: mandi / kebersihan diri, makan, toileting b.d kelemahan/kelelahan postpartum.

2.2.2.9

Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus, penurunan kerja otot eliminasi.

2.2.2.10 Defisit

pengetahuan:

perawatan

post

partum

berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan payudara & penanganan post partum.

2.2.3 Intervensi Keperawatan 2.2.3.1

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas (mokus dalam berlebihan), jalan nafas alergik (respon obat anastesi). Kriteria Hasil: a. Jalan nafas tetap paten. b. Tidak ada suara nafas yang tidak biasa. c. Kadar gas arteri tetap dalam nilai normal. Intervensi dan rasional : a. Kaji status pernafasan sekurangnya setiap 4 jam atau menurut standar yang ditetapkan . Rasional: untuk mendeteksi tanda awal bahaya. b. Gunakan posisi fowler dan sangga lengan pasien. Rasional: untuk embantu bernafas dan ekspansi dad serta ventilasi lapangan paru basilar. c. Bantu pasien untuk mengubah posisi, batuk, dan bernafas dalam setiap 2 sampai 4 jam. Rasional : untuk membantu mengeluarka sekresi dan mempertahankan patensi jalan nafas. d. Isap sekresi sesuai keperluan. Rasional: menstimulasi batuk dan membersihkan jalan nafas.

e. Berikan cairan (sekurang - kurangnya 3 liter setiap hari) Rasional: untuk memastikan hidrasi yang adekuat dan mencairkan sekresi, kecuali dikontraindikasikan.

2.2.3.2

Nyeri

berhubungan

dengan

agen

injuri

fisik

(pembedahan, trauma jalan lahir, episiotomi). Kriteria Hasil : a. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan teknik manajemen nyeri b. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) c. Mampu menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Intervensi dan rasional : a. Minta pasien untuk menggambarkan nyerinya dan kaji gejala-gejala fisiknya yang mengidentifikasi nyeri . Rasional:

pengkajian

kembali

yang

kontinu

memungkinkan modifikasi rencana perawatan yang diperlukan. b. Berikan obat yang dianjurkan untuk mengurangi nyeri. Rasional: untuk mengurangi nyeri c. Periksa keefektifan pengobatan setelah 30 menit. Rasional: untuk memantau pengurangan nyeri dan membina tingkat kepercayaan yang diperlukan untuk hubungan terapeutik d. Minta pasien untuk membantu menentukan tujuan pengurangan

nyeri

(meliputi

pengurangan

ketergantungan pada analgesik) dan menyusun suatu rencana untuk mengendalikan nyeri.

Rasional: tindakan ini memberikan rasa kendali pada pasien e. Ajarkan pasien teknik pengendalian nyeri alternatif, seperti relaksasi. Rasional: untuk mengurangi ketergantungan terhadap analgesik.

2.2.3.3

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang nutrisi post partum Kriteria hasil : a. adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan b. berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan c. mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi d. tidak ada tanda malnutrisi e. menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan, tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. Intervensi dan rasional : a. Timbang dan catat berat badan pasien pada jam yang sama setiap hari. Rasional: untuk mendapatkan pembacaan yang paling akurat. b. Pantau asupan dan haluaran pasien. Rasional: karena berat badan dapat meningkat sebagai akibat dari retensi cairan. c. Berikan perawatan hidung setiap 4 jam. Rasional: untuk mencegah ulserasi dan kerusakan kulit.

d. Ganti balutan gastrostomi setiap hari atau sesuai petunjuk. Rasional: untuk mempertahankan integritas kulit. e. Kaji dan catat bising usus pasien satu kali setiap pergantian tugas jaga. Rasional:

untuk

memantau

peningkatan

dan

penurunannya.

2.2.3.4

Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan ibu, terhentinya proses menyusui Kriteria hasil : a. Ibu dan bayi akan mengalami keefektifan pemberian ASI yang ditunjukkan oleh pengetahuan ibu dalam kemantapan pemberian ASI dan pemeliharaan pemberian ASI b. Bayi akan menunjukkan kemantapan pemberian ASI yang dibuktikan oleh indicator : 1) Kesejajaran dan latch on yang benar. 2) Mencengkeram dan mengompres areola tepat. 3) Mengisap dan menempelkan lidah bayi dengan benar. 4) Suara menelan yang dapat didengar. 5) Minimal menyusu delapan kali sehari 6) Kepuasan bayi setelah menyusu. 7) Kenaikan berat badan sesuai usia. Intervensi : a. Kaji pengetahuan dan pengalaman ibu dalam pemberian ASI. Rasional: pengetahuan dan pengalaman ibu merupakan hal terpenting dalam keefektifan pemberian ASI.

b. Kaji kemampuan bayi untuk latch on dan menghisap secara efektif. Rasional: kemampuan bayi untuk menghisap merupakan salah satu indikator keefektifan pemberian ASI. c. Instruksikan pada ibu dalam teknik menyusui yang benar. Rasional: teknik menyusui yang benar adalah dengan

satu

tangan

yaitu

telapak

tangan

memegang bokong bayi dan kepala bayi dilengan agar memudahkan posisi ibu dan ibu tidak membungkuknsaat menyusui . d. Instruksikan pada ibu untuk menggunakan kedua payudaranya setiap kali menyusui, dimulai dengan satu sisi payudara secara bergantian. Rasional:

kedua

payudara

harus

seimbang

diberikan pada bayi agar bayi mendapat ASI yang berkualitas. e. Instruksikan pada ibu tentang kebutuhan untuk istirahat yang adekuat dan asupan cairan. Rasional: istirahat yang cukup dan asupan cairan yang adekuat sangat diperlukan untuk ibu menyusui.

2.2.3.5 Gangguan

eliminasi

urine

berhubungan

dengan

penurunan sensitivitas&sensasi kandung kemih. Kriteria hasil: a. Pasien mempertahankan keseimbangan cairan: asupan sebannding dengan haluaran. b. Pasien mengungkapkan peningkatan kenyamanan. c. Komplikasi dapat dicegah atau diminimalkan.

d. Pasien

dan

anggota

kelaurga

atau

asangan

mendemonstrasikan keterampilan mengelola masalah eliminasi urine. Intervensi dan rasional: a. Pantau status neuromuskular dan pola berkemih pasien: dokumentasikan dan laporkan asupan dan haluaran. Rasional: pengukuran asupa dan haluaran yang akurat sangat penting untuk pemberian terapi penggantian cairan yang benar. b. Berikan perawatan untuk kondisi perkemihan pasien dengan tepat dan sesuai program. Rasional: untuk memanfaatkan setiap tindakan yang endukung pemulihan. c. Peringatkan pasien dan anggota keluarga atau pasangan akan tanda dan gejala penuhnya kandung kemih: gelisah, ketidaknyamanan paada abdomen, berkeringat, menggigil. Rasional: penddikan kesehatn yang adekuat akan meningkatkan kemampuan pasieen dan anggota keluarga untuk mempertahankan tingkat kesehatan dan mmencegah pasien dari tindaakan membahayakan diri. d. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan keluhannya tentang masalah perkemihan. Rasional: mendengar aktif menunjukkan respek kepada pasien: pengungkapan secara bebas dapat membantu mengethui ketakutan pasien.

2.2.3.6 Ganggguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan. Kriteria hasil :

a.

jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari

b.

pola tidur dalam batas normal

c.

perasaan segar sesudah tidur atau istirahat

d.

mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur.

Intervensi dan rasional : a.

Tanyakan kepada pasien faktor lingkungan apa saja yang membuat sulit tidur. Rasional: Tidur dilingkungan asing atau baru cenderung mempengaruhi tidur REM atau nonREM.

b.

Tanyakan kepada pasien perubahan apa yang dapat memfasilitasi tidur. Rasional: tindakan ini memungkinkan pasien untuk berperan aktif dalam penanganan.

c.

Segera buat perubahan apa pun yang mungkin untuk mengakomodasi

pasien

contoh

mengurangi

kegaduhan, mengubah pencahayaan, menutup pintu. Rasional: tindakan ini mendorong istirahat. d.

Rencanakan jadwal pemberian pengobatan disekitar jadwal tidur pasien. Rasional: untuk memungkinkan istirahat yang maksimal.

e.

Buat

rencana

kesempatan

detail

tidur

untuk

tanpa

memberi

ada

gangguan

pasien bila

memungkinkan. Rasional: tindakan ini memungkinkan asuhan keperawatan yang konsisten dan memberikan waktu tidur tanpa gangguan kepada pasien.

2.2.3.7

Resiko Infeksi berhubungan dengan faktor resiko : episiotomy, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan. Kriteria hasil : a. klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. b. mendeskripsikan proses penularan penyakit faktor yang

mempengaruhi

penularan

serta

penatalaksanaannya. c. menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. d. jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukkan perilaku hidup sehat. Internsi dan rasional : 1) Meminimalkan resiko infeksi pada pasien, seperti: a)

mencuci

tangan

sebelum

dan

sesudah

memberikan perawatan. Mencuci tangan adalah salah satu

cara terbaik

untuk

mencegah

penularan pathogen. b) Menggunakan

sarung

tangan

untuk

mempertahankan asepsis pada saat memberikan perawatan langsung. Rasional: sarung tangan dapat melindungi tangan pada saat memegang luka yang dibalut atau melakukan berbagai tindakan. 2) Pantau suhu minimal setiap 4 jam dan catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi segera. Rasional:

suhu

yang

meningkat

setelah

pembedahan dapat merupakan tanda komplikasi pulmonal, infeksi luka, infeksi saluran kemih.

3) Lakukan kultur urine, sekresi pernafasan, drainase luka, atau darah sesuai dengan kebijakan rumah sakit dan program dari dokter. Rasional: tindakan ini dapat mengidentifikasi pathogen dan menjadi pedoman terapi antibiotic. 4) Bantu pasien mencuci tangan sebelum dan sesudah makan

dan

setelah

dari

kamar

mandi,

menggunakan pispotnatau urinal. Rasional: mencuci tangan mencegah penyebaran pathogen terhadap objek dan makanan lain. 5) Bantu

pasien

bila

memungkinkan

untuk

meyakinkan bahwa area perianal bersih setelah eliminasi. Rasional: membersihkan area perianal dengan menyeka dari area yang sedikit kontaminasinya (meatus

urinarius)

kontaminasinya

kearea

(anus)

yang

terbanyak

membantu

mencegah

injeksi genitourinaria. 2.2.3.8

Defisit perawatan diri: mandi / kebersihan diri, makan,

toileting

berhubungan

dengan

kelemahan/kelelahan postpartum. Kriteria Hasil: a. Kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi. b. Komplikasi dapat dihindari atau diminimalkan. c. Pasien menyampaikan perasaan keterbatasan. d. Pasien atau pemberi asuhan melakukan program higiene dan mandi setiap hari.

Intervensi dan Rasional: a. Observasi

tingkat

pergantian tugas jaga.

funsional

pasien

setiap

Rasional: melalui tindakan ini, perawat dapat menentukan tindakan yang sesuai untu memenuhi kebutuhan pasien. b. Lakukan program penanganan terhadap penyebab gangguan muskuloskeletal. Rasional: penanganan gharus dilakukan secara konsisten untuk mendorong kemandirian pasien. c. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan keluhan menegnai defisit perawatan. Rasional: untuk embantu pasie mencapai tingkat fungsonal tertinggi sesuai kemampuannya. d. Pantau pencapaian mandi dan higiene setiap hari. Tetapkan tujuan mandi da higiene. Hargai pencapaian mandi dan higiene. Rasional:

penguatan

dan

penghargaan

akan

mendorong pasien untuk terus berusaha. e. Sediakan alat bantu, seperti sikat gigi berpegang panjang, untuk mandi dan perawatan higiene. Rasional:

alat

bantu

yang

tepat

akan

meninnngkatkan kemandirian.

2.2.3.9 Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus, penurunan kerja otot eliminasi. Kriteria hasil: a.

Asupan caran dan serat pasien dapat dikaji.

b.

Pasien menggunakan commode disamping tempat tidur atau berjalan ke toilet.

c.

Pasien

melaporkan

keinginan

defekasi,,

bila

memungkinkan. d.

Pasien

mmenjelaskan

mengeliminasi konstipasi.

tindakan

yang

dapat

Intervensi dan rasional: a.

Pantau frekuensi dan karakteristik feses pasien. Rasional: sebagai acuan rencana penanganan yang efektif.

b.

Pantau dan catat asupan dan keluaran cairan pasien. Rasional:

asupan

cairan

tidk

adekuat

menyebabkann feses keras dan konstipasi. c.

Berikan privasi untuk eliminasi. Rasional: peningkatkan fungsi fisiologis.

d.

Dorong pasien untuk menggunakan commode disamping tempat tidur atau berjalan ke toilet. Rasional: penggunaan pispot dapat menghambat pengaturan posisi normal untuk pengeluaran feses, sehingga akan memperburuk konstipasi.

e.

Susun

rencana

dann

implementasi

program

defekasi individual bersama pasien. Rasional: untuk menentukan jadwal eliminasi dengan teratur.

2.2.3.10 Defisit

pengetahuan:

perawatan

post

partum

berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penanganan post partum. Kriteria hasil : a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan. b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.

c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.

Intervensi dan rasional : b. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik. Rasional: memudahkan melakukan intervensi sampai mana batas pengetahuan klien. c. Periksa

keakuratan

umpan

balik

untuk

memastikan bahwa pasien memahami program terapi dan informasi lainnya yang relevan. Rasional: ada atau tidaknya umpan balik dari pasien menadakan tingkat pengetahuan pasien. d. Lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini. Rasional: memudahkan melakukan intervensi sampai mana batas pengetahuan klien. e. Tentukan motivasi klien untuk mempelajari informasi tertentu Rasional: motivasi sangat diperlukan untuk menambah pengetahuan. f. Beri

penyuluhan

sesuai

dengan

pemahaman klien. Rasional: keakuratan pemberian informasi.

G. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Doenges (2000, p.217) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien dengan vulnus laseratum di perlukan data-data sebagai berikut:

tingkat

 Aktifitas atau istirahat Gejala : merasa lemah, lelah. Tanda :perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas.  Sirkulasi Gejala : perubahan tekanan darah atau normal. Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.  Integritas ego Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.  Eliminasi Gejala :konstipasi, retensi urin. Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.  Neurosensori Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri. Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera , kemerah-merahan.  Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan. Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa tidur.   Kulit Gejala : nyeri, panas. Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.

2.2.4 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan 2.2.4.1

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia) atau kehilangan gastrik berlebihan. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 hari keperawatan masalah Kekurangan volume cairan dapat teratasi Kriteria evaluasi :

a. Tanda vital stabil (dan mendekati aman nadi 80-88 x/menit, tekanan darah 100-140/80-90 MmHg, suhu tubuh 36,5-37,4º celcius, respiratory rate 20-22 x/menit. b. Nadi perifer teraba pada arteri radialis, arteri brakialis, arteri dorsalis pedis. c. Tugor kulit dan pengisisan kapiler baik dibuktikan dengan capillary refill kurang dari 2 detik. d. Keluaran urine dalam kategori aman (lebih dari 100 cc/hari sampai batas normal 1500 cc-1700 cc/hari) e. Kadar elektrolit urine dalam batas normal dengan nilai natrium 130-220 meq/24 jam, kalium 25-100 meq/24 jam, klorida 120-250 meq/liter, magnesium 1,0-2,5 mg/dl. f. Intervensi untuk etiologi diuresis osmosis : 1) Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat tentang lama dan frekuensi urine Rasional : membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Semakin tinggi lama frekuensi urine maka semakin banyak resiko kehilangan cairan 2) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah Rasional : penurunan volume cairan darah (hipovolemi)

akibat

diuresis

osmosis

dapat

dimanisfestasikan oleh hipotensi, takikardi, nadi teraba lemah 3) Kaji suhu, warna, tugor kulit dan kelembabannya Rasional : dehidrasi yang disertai demam akan teraba panas, kemerahan dan kering di kulit.

Sedangkan penurunan tugor kulit sebagai indikasi penurunan volume cairan pada sel. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, tugor kulit dan membrane mukosa Rasional : nadi yang lemah, pengisian kapiler yang lambat sebagai indikasi penurunan cairan dalam tubuh. Semakin lemah dan lambat dalam pengisian semakin tinggi derajat kekurangan cairan. Pantau masukan dan pengeluaran , catat jenis (1) Balance cairan = (jumlah 1 intake + jumlah 2 + jumlah 3) – (jumlah 1 output + jumlah 2 + jumlah 3) (2) Jumlah 1,2,3 untuk memudahkan jumlah setiap shift jaga (3) Apabila dalam pengurangan didapatkan hasil plus (berlebih) atau minus (kurang) maka dimasukkan ke table hari berikutnya Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti dan membaiknya fungsi ginjal. 1) Ukur berat badan setiap hari Rasional : memberikan gambaran status cairan dalam tubuh (60-70 % berat badan berasal dari cairan) 2) Pertahankan untuk memberikan cairan 1500-2500 ml atau dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan Rasional : mempertahankan komposisi cairan dalam tubuh, volume sirkulasi dan menghindari over load jantung.

3) Batasi intake cairan yang mengandung gula dan lemak misalnya cairan dari buah yang manis seperti semangka atau dari minuman seperti susu. Rasional : menghindari kelebihan ambang ginjal menurunkan tekanan osmosis. Intervesi keperawatan untuk etiologi peningkatan rangsangan gastric : (1)

Batasi intake cairan ynag merangsang gaster dan saluran pencernaan seperti soda, kopi. Rasional : menghindari rangsanga lambung yang berlebihan.

(2)

Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri

abdomen,

muntah

dan

distensi

lambung Rasional : kekurangan cairan dan elektrolit mengubah mobilitas jantung, yang sering kali akan menimbulkan muntah atau secara potensial akan menimbulkan muntah dan kekurangan cairan Kolaborasi (a) Berikan terapi cairan normal satu atau setengah normal salin dengan atau tanpa dektrosa Rasional : untuk mengganti cairan dengan cepat. Tipe dan jumlah dari cairan

tergantung

pada

derajat

kekurangan cairan dan respon pasien secara individual. (b) Pemasangan kateter urine (kalau perlu)

Rasional : memberikan pengukuran yang

tepat

atau

akurat

terhadap

pengukuran pengeluaran urine. (c) Pantau

pemeriksaan

laboratorium

seperti hematokrit, osmolaritas darah, natrium Rasional

:

hematokrit

tingkat

hidrasi

meningkat

dan

(mengkaji seringkali

akibat

kenaikan

kemokonsentrasi yang terjadi setelah diuresis osmotic), osmolaritas darah (meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemi dan dehidrasi), natrium (kadar

natrium

mencerminkan

yang

tinggi

kehilangan

cairan/

dehidrasi berat atau reabsorbsi natrium dalam

berespon

terhadap

sekrei

aldosteron) (d) Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau melalui oral sesuai indikasi Rasional : kekurangan kalium dan elektrolit akan mempengaruhi system tubuh misalnya penurunan eksitasi persarafan. Kalium harus ditambahkan pada

intravena

untuk

mencegah

hipokalemia (e) Kolaborasi pemberian obat anti emetik seperti metokloperamid dan obat diare non spesifik seperti loperamid HCL. Furazolidone dan obat antibiotic diare

seperti

metronidazol,

(disesuaikan

dengan

tetrasiklin jenis

mikro

organismenya) Rasional : mengurangi stimulus gaster. Obat diare membantu memadatkan tinja

dan

membatasi

pertumbuhan

mikro organisme. 2.2.4.2

Perubahan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan ketidak cukupan insulin atau penurunan masukan oral Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari keperawatan masalah Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi Kriteria evaluasi: 1) Pasien tidak lemah atau penurunan tingkat kelemahan 2) Peningkatan berat badan atau berat bafan ideal atau normal 3) Lingkar lengan meningkat atau mendekati 10 cm 4) Nilai laboratorium hemoglobin untuk pria 13-16 gr/dl, untuk wanita 12-14 gr/dl. Untuk etiologi ketidakcukupan insulin ktiteria hasil ditambah dengan : 5) Nilai laboratorium yang terkait diabetes mellitus normal (terutama GDS 60-100 mg/dl, kolesterol total 150-250 mg/dl, protein total 6-7,0 gr/dl) Sedangkan untuk etiologi penurunan masukan oral criteria hasil ditambahkan dengan : 6) Pasien habis 1 porsi makan setiap kali makan (sesuai jumlah kalori yang dianjurkan) 7) Pasien tidak mengeluh mual lagi Intervensi untuk etiologi kekurangan insulin :

a) Timbang berat badan atau ukur lingkar lengan setiap hari sesuai dengan indikasi b) Rasional

:

mengkaji

indikasi

terpenuhinya

kebutuhan nutrisi dan menentukan jumlah kalori yang harus dikonsumsi. c) Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar gula yang dimiliki (dengan memakai rumus kebutuhan kalori untuk laki-laki = berat badan ideal x 30, sedangkan untuk wanita berat badan ideal x 25) Rasional : menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan sel untuk mengambil glukosa d) Libatkan keluarga pasien pada dalam memantau waktu makan, jumlah nutrisi Rasional : meningkatkan partisipasi keluarga dan mengontrol

masukan

nutrisi

sesuai

dengan

kemampuan untuk menarik glukosa dalam sel. e) Observasi tanda-tanda hipoglikemi (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing, sempoyongan) Rasional : karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi, gula darah akan berkurang dan sementara pasien tetap diberikan insulin maka hipoglikemi dapat terjadi. Kolaborasi : (1) Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, PH dan HCO3. Rasional : Gula darah akan menurun perlahan dengan

penggunaan

terapi

insulin

terkontrol.

Dengan pemberian insulin dosis optimal glukosa

dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Peningkatan aseton, PH dan HCO3 sebagai indikasi kelebihan benda keton. (2) Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan tehnik intravena secara intermitten atau secara continue Rasional : insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan ke dalam sel, pemberian melalui intravena merupakan rute pilihan utama karena absorbsi dari jaringan subkutan mungkin tidak mennetu/sangat lambat. (3) Lakukan konsultasi dengan ahli diet Rasional

:

kebutuhan

diet

penderita

harus

disesuaikan dengan jumlah kalori karena kalau tidak terkontrol akan beresiko hiperglikemia. (4) Berikut diet 60 % karbohidrat, 20 % protein, dan 20 % lemak dan penataan makan dan pemberian makanan tambahan Rasional : intake kompleks karbohidrat (jagung, wortel, brokoli, buncis, gandum) berdampak pada penekanan kadar glukosa darah, kebutuhan insulin, menurunkan kadar kolesterol, dan meningkatkan rasa kenyang. Intervensi untuk etiologi penurunan intake oral : a) Auskultasi

bising

usus,

catat

adanya

nyeri

abdomen/perut kembung, mual, muntah Rasional : peningkatan peristaltic usus sebagai indikasi peningkatan rangsang gaster b) Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makanan sesuai dengan indikasi

Rasional

:

meningkatkan

memberikan

informasi

rasa

pada

keterlibatannya keluarga

untuk

memahami kebutuhan nutrisi pasien c) Anjurkan pasien makan makanan sedikit dan sering (sesuai

dengan

jumlah

kalori

yang

boleh

dikonsumsi) Rasional : menurunkan beban kerja gaster dan usus sehingga

rangsangan

gastrointestinal

menjadi

berkurang. Kolaborasi : (1) Pemberian

anti

mual

dan

muntah

(seperti

metocloperamid) Rasional : mengurangi rangsangan gaster untuk mengeluarkan makanan atau minuman yang masuk

2.2.4.3 Nyeri akut (misalnya kaki) berhubungan dengan agen fisik Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam keperawatan masalah Nyeri akut (misalnya kaki) dapat teratasi Kriteria evaluasi : 1) Pasien melaporkan nyeri berkurang / hilang dalam 48 jam 2) Ambulasi secara normal menahan beeban berat badan sempurna sempurna saat pulang 3) Ekspresi wajah pasien tidak terlihat meringis kesakitan 4) Nadi 80-84 x/menit 5) Skala nyeri 0 atau 1 atau 2 atau 3 Intervensi :

a) Tentukan karakteristik nyeri berdasarkan deskripsi pasien

(tergantung

pada

pasien

yang

mengekspresikan) Rasional : menetapkan dasar untuk mengkaji perbaikan/perubahan pada nyeri b) Letakkan ayunan kaki di atas tempat tidur/anjurkan untuk menggunakan pakaian tidur yang longgar saat bangun Rasional : menghindari tekanan langsung pada area yang

cidera

yang

dapat

mengakibatkan

vasokontriksi/ peningkatan nyeri c) Berikan analgetik per oral setiap 8 jam sesuai kebutuhan Rasional : menurunkan ambang nyeri yang dialami oleh pasien melalui serabut syaraf d) Anjurkan pasien untuk memulai aktivitas tidak tergesa dan mendadak Rasional : meningkatkan rasa perhatian terhadap benda sekililing dan mengurangi kekakuan otot 2.2.4.4 Resiko infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam keperawatan masalah Resiko infeksi dapat teratasi. Kriteria hasil : 1)

Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan infeksi seperti rubot, kalor, dolor, tumor, fungtioleisa, dan angka leukosit dalam batas 5000-11000 ul.

2) Suhu tubuh tidak tinggi (36,5-37ºc) 3) Hitung jenis leukosit : Basofil (0-1), eosinofil (1-3), neutrofil batang (2-6), neutrofil segemn (50-70), limfosit (20-40), monosit (2-8) Intervensi :

a) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan Rasional : memastikan kondisi pasien pada periode peradangan atau sudah terjadi infeksi. Terjadinya sepsis dapat dicegah lebih awal b) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci

tangan,

memakai

handscoon,

masker,

kebersihan lingkungan Rasional : meminimalkan invasi mikroorganisme c) Pertahankan tehnik aseptik dan sterilisasi alat pada prosedur invasive Rasional : invasi alat dapat menjadi mediator masuknya mikroorganisme d) Anjurkan untuk makan sesuai jumlah kalori yang dianjurkan terutama membatasi masuknya gula Rasional : menurunkan resiko kadar gula darah tinggi

yang merupakan media terbaik

untuk

pertumbuhan mikroorganisme e) Bantu pasien untuk personal hygiene Rasional

:

menurunkan

resiko

invasi

mikroorganisme Kolaborasi : (1)Berikan obat antibiotik yang sesuai Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis (2)Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai dengan indikasi Rasional

:

untuk

mengidentifikasi

organisme

sehingga dapat memilih atau memberikan terapi antibiotik yang terbaik. 2.2.4.5 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera fisik

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 jam keperawatan masalah Kerusakan integritas kulit dapat teratasi. Kriteria hasil : 1) Terjadi perbaikan status metabolic yang dibuktikan oleh gula darah dalam batas normal dalam 36 jam. 2) Bebas dari drainase purulen dalam 48 jam 3) Menunjukan tanda-tanda penyembuhan dengan tepi luka bersih dalam 60 jam 4) Tidak terdapat pembengkakan pada luka Intervensi untuk etiologi perubahan status metabolik : a) Kaji kondisi luka pada jaringan pasien (terutama area kaki dan punggung) Rasional : mengidentifikasi tingkat metabolism jaringan dan tingkat disintegritas b) Rendam kaki atau punggung (kalau memungkinkan dengan ember khusus) dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan betadine (yang diencerkan) atau perhidrol 3 kali sehari selama 15 menit Rasional : membersihkan luka, efektif untuk membantu

penyembuhan

dan

meningkatkan

sirkulasi metabolic c) Rawat luka dengan tehnik steril dan kaji area luka setiap kali mengganti balutan Rasional

:

mencegah

peningkatan

presentasi

mikroorganisme akibat kelainan metabolic (glukosa tinggi) dan memberikan informasi tentang efektifitas terapi d) Balut luka dengan kassa steril Rasional : menjaga kebersihan luka / meminimalkan kontaminasi asing

Intervensi untuk etiologi kerusakan sirkulasi : a) Dapatkan kultur drainase luka saat masuk Rasional : mengidentifikasi pathogen penyebab disintegrasi kulit dan terapi pilihan b) Berikan dilokasasilin 500 mg per awal setiap 6 jam, mulai

jam

10.00

malam

amati

tanda-tanda

hipersensitivitas Rasional

:

pengobatan

infeksi/pencegahan

komplikasi c) Kaji area luka setiap kali merawat luka dan mengganti balutan Rasional : mengidentifikasi tingkat sirkulasi pada luka (Riyadi & Sukarmin. 2013)

DAFTAR RUJUKAN

Betteng R, Pangemanan D, & Mayulu N. (2014), Jurnal e-Biomedik: Analis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Diabetes Mellitus Tipe II Pada Wanita Usia Produktif Dipuskesmas Wawonasa. Vol. 2. No.2. Black,

A.J.Kimberly. 2011.Kapita Selekta Keperawatan. Edisi 2.Jakarta: EGC.

Penyakit

dengan

Implikasi

Bustan, (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. Debora, Oda. 2011. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika. Deswita, D. (2011). Pemeriksaan Pitting Edema. (internet). Termuat dalam: http://desideswita.wordpress.com/2011/04/01/pemeriksaan-pitting-edema/ (diakses pada tanggal 02 Juli 2015).

Digiulio,M, et al 2007 diabetic syndrom, Proses penyakit Diabetes Mellius. Jakarta, Gramedia Dewanto, George. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC Fatimah Noor, F. (2015), J Najority: Diabetes Mellitus Tipe II. Vol.4. Hal. 93 . Feigin, Valery. 2009. Diabetes: Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Diabetes. PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia: Jakarta. Kemenkes RI. (2014), Infodatin. Pusat Data – Data Informasi Kementrian Kesehatan RI: Situasi Dan Analisis Diabetes. Kusuma, H. & Nurarif, A. H. (2012). Handbook Health Student. Yogyakarta: Mediaction Publishing. Mansjoer et al. (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid I, Fakultas Kedokteran UI: Media Aesculapius

Related Documents


More Documents from "adel lita"