LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid. Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok.(Efiaty Arsyad S,Dr,Sp.THT, 2000). Faringitis Akut yaitu radang tenggorok yang disebabkan oleh organisme virus hampir 70% dan streptokakus group A adalah organisme bakteri yang umum berkenaan dengan faringitis akut yang kemudian disebut sebagai “streepthroat” Faringitis Akut Adalah suatu penyakit peradangan tenggorok (faring) yang sifatnya akut (mendadak dan cepat memberat. Faringitis kronik umumnya terjadi pada individu dewasa yang bekerja/tinggal dengan lingkungan berdebu, menggunakan suara berlebihan, menderita akibat batuk kronik, penggunaan habitual alkohol dan tembakau. B. Etiologi Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV. Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A (organism bakteri paling umum yang berkenaan dengan faringitis akut, yang kemudian disebut sebagai “strep throat”), korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae. Faringitis akut adalah bakteri atau virus yang ditularkan secara droplet infection atau melalui bahan makanan / minuman / alat makan. Penyakit ini dapat sebagai permulaan penyakit lain, misalnya : morbili, Influenza, pnemonia, parotitis , varisela, arthritis, atau radang bersamaan dengan infeksi jalan nafas bagian atas yaitu: rinitis akut, nasofaringitis, laryngitis akut, bronchitis akut. Kronis hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak mukosa menebal serta hipertropi kelenjar limfe dibawahnya dan dibelakang arkus faring posterior (lateral band). Adanya mukosa dinding posterior tidak rata yang disebut granuler. Sedangkan faringitis kronis atropi sering timbul bersama dengan rinitis atropi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
C. Manifestasi Klinis Baik pada infeksi virus maupun bakteri, gejalanya sama yaitu nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Selaput lendir yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau ringan dan tertutup
oleh
selaput
yang
berwarna
keputihan
atau
mengeluarkan
nanah.
Gejala - gejala lainnya adalah: a) Demam b) Pembesaram kelenjar getah being di leher. c) Peningkatan jumlah sel darah putih. Jenis faringitis Faringitis Virus Biasanya
tidak
Faringitis Bakteri ditemukan
nanah
di Sering ditemukan nanah di tenggorokan
tenggorokan Demam ringan atau tanpa demam
Demam ringan sampai sedang
Jumlah sel darah putih normal atau agak Jumlah sel darah putih meningkat ringan meningkat
sampai sedang
Kelenjar getah bening normal atau sedikit Pembengkakan ringan sampai sedang membesar
pada kelenjar getah bening
Tes apus tenggorokan memberikan hasil Tes apus tenggorokan memberikan hasil negatif
positif untuk strep throat
Pada biakan di laboratorium tidak tumbuh Bakteri bakteri
tumbuh
laboratorium
pada
biakan
di
D. PATOFISIOLOGI Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan 18 Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Streptococcus ß hemolyticus group A memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada miokard dan dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi (Bailey, 2006; Adam, 2009).
E. PATHWAY FARINGITIS
Inflamasi
Demam
Nyeri
Edema mukosa Mukosa kemerahan
Kesulitan menelan
Batuk
Sputum mukosa
Penguapan Gangguan nutrisi Resiko defisit volume cairan Pembersihan jalan nafas tidak efektif Droplet
Resiko penularan
F. Komplikasi Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler. Abses peritonsiler terjadi a) Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru. b) Demam rheumatic akut (3-5 minggu setelah infeksi),poststreptococcal glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses c) Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barré syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring (Kazzi,at.al.,2006). G. Penatalaksanaan Apabila penyebabnya diduga infeksi firus, pasien cukup diberikan analgetik dan tablet isap saja.Antibiotika diberikan untuk faringitis yang disebabkan oleh bakteri Gram positif disamping analgetika dan kumur dengan air hangat.Penisilin dapat diberikan untuk penyebab bakteri GABHS, karena penisilin lebih kemanjurannya telah terbukti, spektrum sempit,aman dan murah harganya.. Dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 250 mg, 2 atau 3 kali sehari untuk anak-anak,dan 250 mg 4 kali sehari atau 500 mg 2 kali sehari selama 10 hari.Apabila pasien alergi dengan penisilin, dapat diganti dengan eritromisin.(Alan,at.al.,2001).
H. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Kultur tenggorok merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri GABHS. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik.Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %.Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari. a) GABHS rapid antigen detection test merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki resiko sedang, atau jika seorang dokter tidak nyaman memberikan terapi antibiotik dengan resiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh adalah positif maka pengobatan antibiotik yang tepat, namun jika hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow – up b) Hasil kultur tenggorok negatif c) Rapid antigen detection tidak sensitive untuk Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen lainnya
I. ANALISA DATA
Symtom DS = Klien mengeluh
Etilogi
Problem
Imunitas menurun
Bersihan jalan nafas
lemas,sakit
tidak efektif
menelan,demam,batuk
Minum es
kering sejak 3 hari yang lalu
Masuk Bakteri/virus
DO = faring tampak merah,tonsil membesar, TD : 110/80 mmHg
Reaksi Inflamasi Nyeri
Batuk
N : 80 x / m S
: 38,3 ° C
Faringitis
Kesulitan menelan
Sputum
bersihan jalan Nafas tidak efektif
Gangguan nutrisi Demam
Penguapan
Resti Devisit Volume cairan
Diagnosa Keperawatan a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang kental b) Nyeri berhubungan dengan reaksi inflamasi c) Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan demam, ketidakcukupan pemasukan oral d) Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan intake yang kurang sekunder dengan kesulitan menelan.
Intervensi : 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang kental Tujuan: bersihan jalan nafas efektif
ditujukkan dengan tidak ada sekret yang
berlebihan Intervensi Keperawatan : a. Identifikasi kualitas atau kedalaman nafas pasien R/ : mengetahui kemampuan ekspansi paru b. Monitor suara nafas tambahan R/ : mengetahui adanya c. Anjurkan untuk minum air hangat R/ : air hangat membantu mengencerkan sekret d. Ajari pasien untuk batuk efektif R/ : batuk efektif termasuk cara yang mudah untuk mengeluarkan sekret e. Kolaborasi untuk pemberian ekspektoran R/ : agar pasien lebih mudah mengeluarkan sekret.
2. Nyeri berhubungan dengan reaksi inflamasi Tujuan
: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan dan kolaboratif
untuk pemberian analgetik Intervensi Keperawatan: a. Kaji lokasi,intensitas dan karakteristik nyeri
R/ : mudah menentukan kualitas nyeri b. Identifikasi adanya tanda-tanda radang R/ : untuk mengetahui adanya infeksi c. Monitor aktivitas yang dapat meningkatkan nyeri R/ : mengetahui ADL pasien yang beresiko memperburuk keadaan d. Kompres es di sekitar leher R/ : untuk mengurangi rasa nyeri di sekitar leher e. Kolaborasi untuk pemberian analgetik R/ : Analgetik membantu mengurangi rasa nyeri
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan demam, ketidakcukupan pemasukan oral. Tujuan: Resiko tinggi defisit volume cairan dapat dihindari Intervensi Keperawatan : a. Monitor intake dan output cairan R/ : untuk mengetahui kebutuhan cairan pasien b. Monitor timbulnya tanda-tanda dehidrasi R/: mencegah terjadinya syok c. Berikan intake cairan yang adekuat R/: untuk mengganti kehilangan cairan serta memulihkannya d. Kolaborasi pemberian cairan secara parenteral (jika diperlukan) R/ : mencukupi kebutuhan cairan yang adekuat
4. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan intake yang kurang sekunder dengan kesulitan menelan Tujuan: gangguan pemenuhan nutrisi teratasi setelah dilakukan asuhan keperawatan yang efektif Intervensi Keperawatan : a. Monitor balance intake dengan output R/ : mengetahui kebutuhan nutrisi pasien setiap hari b. Timbang berat badan tiap hari R/ : untuk mengetahui status gizi pasien
c. Berikan makanan cair / lunak R/ : memudahkan makanan masuk ke lambung d. Beri makan sedikit tapi sering R/ : makanan sedikit tapi sering baik untuk pasien yang mengalami gangguan pencernaan e. Kolaborasi pemberian roborantia R/ : terapi roborantina melengkapi kebutuhan gizi pasien
Daftar Pustaka Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. Jakarta: EGC. Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. Efiaty Arsyad S,Dr,Sp.THT, 2000, Buku Ajar Ulmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Balai Penerbit FKUI, Jakarta Sabiston David. C, Jr. M.D, 1994, Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta http://id.wikipedia.org