Laporan Pendahuluan Ggk.docx

  • Uploaded by: nurhudaya
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Ggk.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,924
  • Pages: 27
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT GGK (GAGAL GINJAL KRONIK)

OLEH: RAHMAWATI 70300116007

PRESEPTOR LAHAN

(

PRESEPTOR INSTITUSI

)

(

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2018

)

BAB I KONSEP MEDIS

A. Defenisi Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulusfiltration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap ( Doenges, 1999 ) Kegagalan

ginjal

kronis

terjadi

bila

ginjal

sudah

tidak

mampu

mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. ( Barbara C Long, 1996 ) Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001) Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 2006) CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh

gagal dalammempertahankan

metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadiuremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

B. Etiologi Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999) Penyebab GGK menurut Price, 1992, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain: 1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik 2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis 3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renali 4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif 5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal 6. Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis 7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal 8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra

C. Patofisiologi Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul

disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996 ) Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 ). Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu: 1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal) Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik. 2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal) Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri. 3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia) Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992 )

D. Manefestasi Klinis Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 ) : 1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi 2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 ) antara lain : hipertensi,(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

E. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Sementara massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal tidak mampu mengatur cairan, elektrolit, dan sekresi hormone. a. Natrium. Bila GFR turun di bawah 20-25 mL/menit, ginjal menjadi tak mampu mengekskresi beban natrium ataupun menyimpan natrium; ini sering menyebabkan retensi natrium dengan akibat edema, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. b. Air. Sementara fungsi ginjal memburuk, kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin menjadi terganggu, dan kadar urin menjadi isotonik. Tetapi, mekanisme rasa haus yang masih utuh biasanya dapat mempertahankan keseimbangan air sampai perjalanan penyakit telah lanjut.

c. Kalium. Keseimbangan kalium dipertahankan oleh peningkatan sekresi di tubulus distal dan peningkatan ekskresi gastrointestinal lewat peningkatan kadar aldosteron. d. Keseimbangan asam-basa. a. Asidosis hiperkloremik. Asidosis metabolik hiperkloremik tanpa celah anion (nonanion gap) dapat terjadi pada awal gagal ginjal, terutama pada pasien dengan penyakit tubulointerstisial yang kronis. Ini terjadi karena ginjal tidak mampu meningkatkan produksi amonia dan ekskresi ion hidrogen. b. Asidosis dengan kenaikan celah anion. Asidosis metabolik celah anion terjadi akibat akumulasi anion fosfat dan sulfat yang tak terukur.8 e. Kalsium, fosfor, dan magnesium. Hipokalsemia terjadi akibat menurunnya produksi 1,25-dihidroksikolekalsiferol (vitamin D) oleh ginjal, yang menyebabkan berkurangnya absorbsi kalsium oleh sistem gastrointestinal. Sementara GFR menurun, ekskresi fosfat juga berkurang, mengakibatkan peningkatan fosfor serum. Hiperfosfatemia juga menyebabkan berkurangnya kadar ion kalsium dalam serum. Hipokalsemia merangsang sekresi hormon paratiroid (PTH), yang mengakibatkan reabsorbsi tulang dan pembebasan kalsium dari tulang, mengakibatkan penyakit tulang hiperparatiroid (osteitis fibrosa). Hipermagnesemia biasanya ringan dan asimtomatis.8 f. Anemia. Anemia umumnya terjadi akibat menurunnya eritropoetin pada ginjal. Sediaan apus darah tepi mengungkapkan anemia normokromik, normositik dengan sedikit sel burr dan sel helmet. 2. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi : a. Foto polos abdomen, biasa tampak batu radio-opak b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan2

c. Pielografi antegrad atau retograd dilakukan sesuai indikasi d. Ultrasonografi ginjal Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi. e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi. 3. Pemeriksaan Biopsi ginjal Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, di mana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasikontra dilakukan pada keadaan di mana ukuran ginjal yang sudah mengecil ( contracted kidney ), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan obesitas

F. Komplikasi 1. Penyakit tulang. Hipokalsemia akibat penurunan sintesis 1,25-(OH)2D3, hiperfosfatemia, dan resistensi terhadap kerja PTH di perifer, semuanya turut menyebabkan penyakit tulang renal. 2. Penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab mortalitas tertinggi pada pasien gagal ginjal kronis. 3. Anemia. Kadar eritropoetin dalam sirkulasi rendah. Eritropoetin rekombinan parenteral meningkatkan kadar hemoglobin, memperbaiki toleransi terhadap aktivitas fisik, dan mengurangi kebutuhan transfusi darah. 4. Disfungsi seksual. Menurunnya libido dan impotensi sering terjadi. Hiperprolaktinemia ditemukan pada setidaknya sepertiga jumlah pasien, menyebabkan efek inhibisi sekresi gonadotropin

G. Penatalaksanaan 1. Manfaat obat dalam terapi penyakit ginjal kronik a. Diuretik Diuretik

(obat

untuk

meningkatkan

pengeluaran

urine)

membantu

pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat membantu menurunkan tekanan darah. b. Obat antihipertensi Sebagian besar penderita penyakit ginjal kronik mengalami tekanan darah tinggi.

Oleh

karena

itu,

diperlukan

obat

antihipertensi

untuk

mempertahankan agar tekanan darah tetap dalam batas normal dan dengan demikian, akan memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh tingginya tekanan darah. c. Eritropoietin (Epo) Salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormone eritropoietin (Epo). Hormone ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah. Penyakit ginjal kronik menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan sehingga menimbulkan anemia. Oleh karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi anemia yang diakibatkan oleh penyakit ginjal kronik. Epo biasanya diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali/minggu. d. Zat besi Zat besi (ferrous sulphate) sering kali bermanfaat untuk membantu mengatasi anemia yang diakibatkan kekurangan Fe pada pasien dengan penyakit ginjal kronik. Suplemen zat besi diberikan dalam bentuk tablet atau injeksi. e. Suplemen kalsium dan kalsitriol Pada penyakit ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif) dan kalsium.

2. Modifikasi gaya hidup 1) Diet Perencanaan menu makanan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi. Kebutuhan akan zat gizi ini berbeda-beda, tergantung stadium penyakit ginjal kronik yang dialami. Secara umum, penderita penyakit ginjal kronik dianjurkan untuk ; diet rendah garam (sodium) yang bermanfaat membantu mengendalikan tekanan darah dan mencegah tertimbunnya kelebihan cairan tubuh, dan diet rendah fosfat (800-1000 mg/hari). 2) Olahraga Olahraga

bermanfaat

membantu

mengendalikan kadar

gula darah,

menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan tekanan darah, dan mengurangi kelebihan berat badan. Selain dari segi fisik, olahraga juga berpengaruh positif terhadap kesehatan mental dan emosional. 3) Menjaga berat badan dalam batas normal Mengurangi kelebihan berat badan dapat membantu menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol/lemak darah. Sebagai pedoman, indeks massa tubuh (body mass index) normal yang dianjurkan : 18,5 sampai dengan 24,9 kg/m2. 4) Berhenti merokok Merokok dapat mengakibatkan kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga kolesterol mudah tersangkut dan membentuk timbunan plak pada dinding pembuluh darah. Endapan kolesterol menyebabkan dinding pembuluh darah menebal dan mengeras sehingga rongga pembuluh darah mengalami penyempitan. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya aliran darah yang menuju ginjal dan meningkatnya tekanan darah. Oleh karena itu, individu dengan penyakit ginjal kronik yang memiliki kebiasaan merokok, sangat di anjurkan untuk sedapat mungkin berhenti merokok.10 3. Non farmakologis

a. Pengaturan asupan protein : 1) Pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan toleransi pasien 2) Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari 3) Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB ideal/hari b. Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/kgBB ideal/hari c. Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh d. Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total e. Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari f. Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari g. Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari h. Kalsium : 1400-1600 mg/hari i. Besi : 10-18 mg/hari j. Magnesium : 200-300 mg/hari k. Asam folat pasien HD : 5 mg l. Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss). Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan di antara waktu HD<5% BB kering.

H. Prognosis Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu: 1. Stadium pertama disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan pasien asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.

2. Stadium kedua perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, bila lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat di atas

batas normal.

Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, bergantung pada kadar protein dalam makanan. Pada stadium insufisiensi ginjal ini mulai timbul gejala-gejala nokturia dan poliuria ( akibat gangguan kemampuan pemekatan). Gejala-gejala ini timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. 3. Stadium ketiga adalah stadium akhir gagal ginjal progresif yang disebut penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia. ESRD terjadi apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10ml per mennit atau kurang. Pada keadaan ini, kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan.

BAB II KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al, 2001). 1. Identitas klien 2. Keluhan utama 3. Riwayat penyakit saat ini 4. Riwayat penyakit dahulu 5. Riwayat penyakit keluarga 6. Pemeriksaan fisik Menurut Doenges (1999), hal-hal yang dikaji pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu: 1. Aktivitas istirahat Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise gangguan tidur (insomnia / gelisah atau samnolen) Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak. 2. Sirkulasi. Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi ; nyeri dada (angina). Tanda : Hipertensi; Distensi Vena Jugularis, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan. Distrimia jantung. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial ( Respon terhadap akumulasi sisa). Pucat : kulit coklat kehijauan, kuning, kecendrungan perdarahan.

3. Integritas Ego Gejala : Faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya. Peresaan tak berdaya, tidak ada harapan, tak ada kekuatan. Tanda : Menolak , ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian. 4. Eliminasi Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut). Abdomen kembung, diare atau konstipasi. Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat berawan. Oliguria dapat menjadi anuria. 5. Makanan Cairan. Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi).Anoreksia nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia). Penggunaan diuretik. Tanda : Distensi abdomen/ asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan tugor kulit / kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga. 6. Neurosensori. Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom “kaki gelisah”, kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas / kesemutan dan kelemahan. Khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer). Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapangan perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadarn, stupor, koma. Penurunan DTR. Tanda Chovostek dan Trousseau positif kejang, fasikulasi otot, aktifitas kejanng. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis. 7. Nyeri / Kenyamanan.

Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki ( memburuk saat malam hari). Tanda : Perilaku berhati – hati / distraksi, gelisah. 8. Pernafasan. Gejala : Nafas pendek, dispnea nocturnal paroksimal : batuk dengan tanda sputum kental dan banyak. Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (pernafasan kusmaul).Batuk produktif dengan sputum merah muda – encer (edema paru). 9. Keamanan. Gejala : Kulit gatal. Ada / berulang infeksi. Tanda : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi) normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuhlebih rendah dari normal (efek GGK/ depresi respon imun). Petekie, area ekomosis pada kulit. Fraktur tulang, defosit fosfat kalsium (klasifikasi metastik) pada kulit.Jaringan lunak, sendi : Keterbatasan gerak sendi. 10. Seksualitas Gejala : Penurunan libido, amionorea, infertilitas. 11. Interaksi Sosial. Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tk mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga. 12. Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpanjar pada toksin , contoh obat, racun lingkungan penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.

B. Diagnosa keperawatan 1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O. 2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan. 4. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik, sirkulasi, gangguan turgor kulit (edema), penurunan aktivitas/mobilisasi. 5. C. Intervensi No. Diagnosa

1.

Tujuan

keperawatan

Hasil

Gangguan

NOC :

keseimbangan dan berhubungan udem

cairan elektrolit dengan

sekunder:

dan

Kriteria Intervensi

NIC :

a. Electrolit

and

base balance b. Fluid balance

b. Pasang urin kateter jika

c. Hydration

diperlukan dilakukan

seimbang oleh karena tindakan

c. Monitor

hasil

lab

yang

keperawatan

sesuai dengan retensi cairan

Kelebihan

(BUN , Hmt , osmolalitas

selama

….

volume

cairan

teratasi

dengan kriteria:

urin ) d. Monitor vital sign

a. Terbebas dari edema, efusi, anaskara

e. Monitor indikasi retensi /

kelebihan cairan (cracles,

b. Bunyi nafas bersih, tidak

a. Pertahankan catatan intake

dan output yang akurat

volume cairan tidak Setelah

retensi Na dan H2O.

acid

ada

CVP , edema, distensi vena leher, asites)

dyspneu/ortopneu

f.

c. Terbebas dari distensi

Kaji lokasi dan luas edema

g. Monitor masukan makanan

vena jugularis,

/ cairan

d. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan

h. Monitor status nutrisi i.

kapiler paru, output jantung dan vital sign

Berikan

diuretik

sesuai

interuksi j.

DBN

Kolaborasi pemberian obat: ....................................

e. Terbebas

dari

k. Monitor berat badan

kelelahan, kecemasan

l.

Monitor elektrolit

atau bingung

m. Monitor tanda dan gejala

dari od 2.

Perubahan

nutrisi: NOC:

NIC:

kurang dari kebutuhan a. Nutritional tubuh dengan

berhubungan

Adequacy of nutrient

anoreksia, b. Nutritional

mual, muntah

status: a. Kaji adanya alergi makanan

Status

b. :

food and Fluid Intake c. Weight Control Setelah tindakan

Kolaborasi dengan ahli gizi

untuk

menentukan

kalori

dan

yang

dibutuhkan pasien

keperawatan kurang

teratasi dengan indikator:

mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi d.

Ajarkan pasien bagaimana

a. Albumin serum

membuat

b. Pre albumin serum

harian.

c. Hematokrit d. Hemoglobin

capacity

nutrisi

dilakukan c. Yakinkan diet yang dimakan

selama….nutrisi

e. Total

jumlah

iron

catatan

makanan

e. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah binding f. Monitor makan

lingkungan

selama

Jumlah limfosit

g.

Jadwalkan pengobatan dan

tindakan

tidak

selama

jam

makan h.

Monitor turgor kulit

i. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht j. Monitor mual dan muntah k.

Monitor pucat, kemerahan,

dan

kekeringan

jaringan

konjungtiva l. Monitor intake nuntrisi m. Informasikan pada klien dan keluarga

tentang

manfaat

nutrisi n.

Kolaborasi dengan dokter

tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan. o.

Atur posisi semi fowler atau

fowler tinggi selama makan p.

Kelola

pemberan

anti

emetik:..... q.

Anjurkan banyak minum

r. Pertahankan terapi IV line Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik

papila

lidah

dan

cavitas oval 3.

Gangguan fisik dengan

mobilitas NOC : berhubungan keletihan,

edema ekstremitas.

a. Joint

NIC : Movement

:

Exercise therapy : ambulation

Active a. Monitoring

b. Mobility Level

d. Transfer performance dilakukan

tindakan

keperawatan

fisik

teratasi

meningkat

dalam aktivitas fisik b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas c. Memverbalisasikan perasaan

dalam

dan

ambulasi

sesuai

c. Bantu

dengan

klien

untuk

menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan

e. Kaji

f. Latih

berpindah

lain

tentang

kemampuan

pasien

pemenuhan

d. Memperagakan

Bantu

dengan

pasien

dalam mobilisasi

kemampuan

penggunaan

b. Konsultasikan

teknik ambulasi

meningkatkan kekuatan

latihan

kebutuhan

dengan kriteria hasil: a. Klien

lihat respon pasien saat

terapi fisik tentang rencana

selama….gangguan mobilitas

sign

sebelm/sesudah latihan dan

c. Self care : ADLs

Setelah

vital

alat untuk

mobilisasi (walker)

dalam kebutuhan

ADLs secara mandiri sesuai kemampuan g. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. h. Berikan alat Bantu jika

klien memerlukan i. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

4.

Risiko tinggi terhadap NOC : kerusakan kulit dengan status sirkulasi,

integritas a. berhubungan gangguan

Tissue Integrity : a. Anjurkan

Skin

aktivitas/mobilisasi

Mucous

untuk

menggunakan pakaian yang

b.Hindari kerutan padaa tempat

Tissue

tidur

Perfusion:perifer d.

pasien

longgar

Status Nutrisi

gangguan c.

penurunan

and

Membranes

metabolik, b.

turgor kulit (edema),

NIC : Pressure Management

Dialiysis

c. Jaga kebersihan kulit agar Access

Integrity

tetap bersih dan kering d.Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

Setelah

dilakukan e. Monitor kulit akan adanya

tindakan

keperawatan

selama…. integritas terjadi

kemerahan

Gangguan f. Oleskan kulit

dengan

tidak kriteria

hasil:

baik

yang tertekan aktivitas

dan

mobilisasi pasien

bisa h.Monitor status nutrisi pasien

dipertahankan b. Melaporkan

atau

minyak/baby oil pada derah

g.Monitor

a. Integritas kulit yang

lotion

i. Memandikan pasien dengan adanya

sabun dan air hangat

gangguan sensasi atau j. Gunakan nyeri pada daerah kulit

pengkajian

risiko

untuk memonitor faktor risiko

yang

mengalami

gangguan

pasien (Braden Scale, Skala Norton)

c. Menunjukkan pemahaman

k.Inspeksi kulit terutama pada dalam

tulang-tulang yang menonjol

proses perbaikan kulit

dan titik-titik tekanan ketika

dan

merubah posisi pasien.

mencegah

terjadinya

sedera l. Jaga kebersihan alat tenun

berulang d. Mampu

m. melindungi

kulit

dan

mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami e. Status nutrisi adekuat f. Sensasi

dan

kulit normal

warna

Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk pemberian tinggi protein, mineral dan vitamin n.Monitor serum albumin dan transferin

DAFTAR PUSTAKA

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010. Penyakit Ginjal Kronis : Panduan Praktis Untuk Pengertian dan Menejemen. AS: Oxford University Press Doenges Marlyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. (Edisi 3), (Ahli Bahasa 1 Made Kriase)), Jakarta : EGC Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Volume 2). Bandung : Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan Brunnner dan Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Price S.A and Wilson L.M,. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (Edisi 6) Buku II. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G bare (2009) Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah edisi 8. Jakarta : EGC Suyono dan Slamet. 2001., Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Wilkinson, Judith M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan: diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT GGK (GAGAL GINJAL KRONIK)

OLEH: RAHMAWATI 70300116007

PRESEPTOR LAHAN

(

PRESEPTOR INSTITUSI

)

(

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2018

)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) DI RUANGAN MAMMINASA BAJI RSUD LABUANG BAJI

A. Identitas klien a. Inisial klien b. Umur c. Pekerjaan d. Pendidikan e. Suku f. Agama g. Status perkawinan h. Alamat i. Sumber informasi j. Ruamg rawat k. No. rekam medic l. Tanggal/jam masuk m. Tanggal/jam pengambilan data n. Diagnose

Identitas penanggung jawab a. Nama b. Pekerjaan c. Alamat d. Hubungan dengan klien

B. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama b. Keluhan saat ini

c. Riwayat opname d. Riwayat pengobatan C. Keadaan umum a. Kesadaran b. Pengetahuan tentang penyakit

D. Kebutuhan dasar 1. Rasa nyaman nyeri a. Suhu b. Nyeri 2. Nutrisi a. TB b. BB c. Kebiasaan makan d. Porsi makan dihabiskan e. Nafsu makan f. Makanan yang disukai g. Diet 3. Kebersihan perorangan a. Kebiasaan mandi b. Cuci rambut c. Kebiasaan gosok gigi d. Kebersihan badan e. Keadaan rambut f. Keadaan kuku 4. Cairan a. Kebiasaan minum b. Jenis

c. Turgor kulit d. Kongjugtiva e. Terpasang infuse 5. Aktivitas dan latihan a. Aktivitas waktu luang b. Aktivitas/hobby c. Kesulitas bergerak d. Kekuatan otot 6. Eliminasi a. Kebiasaan BAB b. Kebiasaan BAK c. Abdomen d. Tidak terpasan kateter urine

7. Oksigenasi a. Nadi b. Pernapasan c. Tekanan darah d. Tidak ada bunyi napas tambahan e. Riwayat penyakit 8. Tidur dan istirahat a. Kebiasaan tidur b. Lama tidur Siang Malam c. Keluhan 9. Pencegahan terhadap bahaya a. Penglihatan

b. Pendengaran c. Penciuman d. Perbaaan 10. Neurosensoris a. Rasa ingin pinsan/pusingstroke b. Kejang c. Memori 11. Kemananan a. Alergi/sensivitas b. Perubahan system imun c. Riwayat cedera kecelakan d. Fraktur e. Aktivitas 12. Seksualitas 13. Keseimbangan dan peningkatan hubungan resiko serta interaksi social a. Lama perkawinan b. Masalah kesehatan c. Cara mengatasi d. Peran dalam keluarga e. Komunikasi f. Spiritual

GENOGRAM

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

Related Documents


More Documents from "Dwi suci rhamdanita"

Laporan Pendahuluan Ggk.docx
November 2019 25
Psoriasis.docx
May 2020 10
Askep Osteoporosis.docx
November 2019 22
Lp Ckd Vv.docx
November 2019 18
Tugas 3 Gadar Overdosis.docx
November 2019 24