Laporan Kasus Saraf (vina).docx

  • Uploaded by: alfredadevina
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Saraf (vina).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,378
  • Pages: 49
BAB I STATUS PENDERITA NEUROLOGI 1.1. IDENTIFIKASI Nama

: Ny. I

Umur

: 45 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Desa Kemuh Induk Kec. Pulau Beringin, OKU Selatan

Agama

: Islam

MRS Tanggal

: 15 Juni 2017

1.2. ANAMNESA (Alloanamnesa) (Tanggal 3 Januari 2017) Penderita dirawat di bagian syaraf RSUD Palembang BARI karena tidak bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai dan lengan kiri yang terjadi secara tiba-tiba disertai tidak dapat menelan dan berbicara. ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS), saat penderita sedang aktifitas (setelah mandi), tiba-tiba penderita mengalami kelemahan pada tungkai dan lengan kiri tanpa disertai kehilangan kesadaran. Saat terjadi serangan, penderita lemas tanpa diserta sakit kepala, mual, muntah, kejang dan gangguan rasa pada sisi yang lemah. Saat serangan penderita mengalami jantung berdebardebar yang disertai sesak nafas. Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikiran, baik lisan, tulisan maupun isyarat.Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapan secara lisan, tulisan maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita tidak mengot dan tidak dapat bicara. Penderita tidak memiliki riwayat darah tinggi dan kencing manis. Riwayat penyakit jantung sejak 4 tahun yang lalu. Keluarga penderita mengaku bahwa penderita minum obat secara teratur dan terkontrol, namun 2 bulan terakhir penderita menghentikan pengobatan. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat merokok atau minum alkohol tidak ada. Penyakit seperti ini diderita untuk kedua kalinya. Pertama kali terjadi 1

2

kelemahan pada tungkai dan lengan kanan ± 4 tahun yang lalu, kondisi terakhir penderita bisa berjalan namun dibimbing. Serangan yang kedua adalah yang sekarang.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK(Tanggal 3 Januari 2017) Status Praesens Kesadaran

Status Internus : E4M6Vafasia

Jantung

murmur (+), gallop (-)

motorik

Gizi

: Cukup

: BJ I & II Irreguler,

Paru-paru

: Vesikuler (+),

ronkhi

(-), wheezing (-) Suhu Badan

: 36,7C

Hepar

: Tidak teraba

Nadi

: 80x/menit,

Lien

: Tidak teraba

Anggota gerak

: Akral hangat

irreguler. Pernapasan

: 23x/menit

Tekanan Darah

: 110/70mmHg Genitalia

: Tidak diperiksa

Status Psikiatrikus Sikap

: Kooperatif

Ekspresi muka

: Wajar

Perhatian

: Ada

Kontak psikis

: Ada

Status Neurologikus KEPALA Bentuk

: Brachiocephali

Ukuran

: Normocephali

Simetris

: Simetris

LEHER Sikap

: Tegak

Deformitas

: Tidak ada

Torticollis

: Tidak ada

Tumor

: Tidak ada

Kaku kuduk

: Tidak ada

Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

3

SYARAF-SYARAF OTAK 1. N. Olfaktorius

Kanan

Kiri

Penciuman

:

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Anosmia

:

Tidak ada

Tidak ada

Hyposmia

:

Tidak ada

Tidak ada

Parosmia

:

Tidak ada

Tidak ada

Kanan

Kiri

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

2. N. Optikus Visus

:

Campur visi

:

Anopsia

:

Tidak ada

Tidak ada

Hemianopsia

:

Tidak ada

Tidak ada

Fundus okuli -

Papil edema

:

Tidak diperiksa

-

Papil atrofi

:

Tidak diperiksa

-

Perdarahan retina

:

Tidak diperiksa

3. N. Oculomotorius, Trochlearis dan Abducens Kanan

Kiri

Diplopia

:

Tidak ada

Tidak ada

Celah mata

:

Simetris

Simetris

Ptosis

:

Tidak ada

Tidak ada

Sikap bola mata -

Strabismus

:

Tidak ada

Tidak ada

-

Exopthalmus

:

Tidak ada

Tidak ada

-

Enopthalmus

:

Tidak ada

Tidak ada

-

Deviation conjugae

Tidak ada

Tidak ada

Ke segala arah

Ke segala arah

Gerakan bola mata

:

:

4

Pupil

:

-

Bentuk

Bulat

Bulat

-

Diameter

:

Ø 3 mm

Ø 3 mm

-

Iso/anisokor

:

Isokor

Isokor

-

Midriasis/miosis

:

Tidak ada

Tidak ada

-

Refleks cahaya

:

-

:



Langsung

:

Positif

Positif



Konsensuil

:

Positif

Positif



Akomodasi

:

Positif

Positif

:

Negatif

Negatif

Argyl Robetson

4. N. Trigeminus Motorik

Kanan

Kiri

-

Menggigit

:

Tidak dapat menggigit

-

Trismus

:

Ada

Ada

-

Refleks kornea

:

Ada

Ada

Sensorik -

Dahi

:

Positif

Positif

-

Pipi

:

Positif

Positif

-

Dagu

:

Positif

Positif

5. N. Facialis Motorik

Kanan

Kiri

-

Mengerutkan dahi

:

Simetris

Simetris

-

Menutup mata

:

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-

Menunjukkan gigi

:

Simetris

-

Lipat nasolabialis

:

Simetris

-

Bentuk muka

:



Istirahat

:

Simetris



bicara/bersiul

:

Belum dapat dinilai

5

Sensorik -

2/3 depan lidah

:

Normal

Otonom -

Salivasi

:

Tidak ada kelainan

-

Lakrimasi

:

Tidak ada kelainan

Chvostsek’s sign

:

Tidak ada kelainan

6. N. Cochlearis Kanan

Kiri

Suara bisikan

:

Terdengar

Terdengar

Detik arloji

:

Terdengar

Terdengar

Test Weber

:

Tidak dilakukan pemeriksaan

Test Rinne

:

Tidak dilakukan pemeriksaan

7. N. Vagus Arcus pharynx

:

Simetris

Uvula

:

Di tengah

Gg. Menelan

:

Ada

Suara bicara

:

Tidak ada

Denyut jantung

:

Ada, atrial fibrilasi  murmur (+)

Refleks

:

-

Muntah

: Tidak dilakukan pemeriksaan

-

Batuk

: Tidak dilakukan pemeriksaan

-

Oculocardiac

: Tidak dilakukan pemeriksaan

-

Sinus caroticus

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Sensorik -

1/3 belakang lidah

:

Tidak dilakukan pemeriksaan

8. N. Acessorius

-

Mengangkat bahu

Kanan

Kiri

Kuat

Cukup

6

-

Memutar kepala

Tidak ada hambatan

9. N. Hypoglossus Kanan

Kiri

Menjulurkan lidah

:

Simetris

Fasikulasi

:

Tidak ada

Atrofi papil lidah

:

Tidak ada

Dysarthria

:

Negatif

COLUMNA VERTEBRALIS Kyphosis

: Tidak ada

Scoliosis

: Tidak ada

Lordosis

: Tidak ada

Gibbus

: Tidak ada

Deformitas

: Tidak ada

Tumor

: Tidak ada

meningocele

: Tidak ada

Hematoma

: Tidak ada

Nyeri ketok

: Tidak ada

E. Badan dan Anggota Gerak Motorik Lengan

Kanan

Kiri

-

Gerakan

:

Kuat

Cukup

-

Kekuatan

:

5

4

-

Tonus

:

kenyal

Eutonia

-

Refleks fisiologis 

Biceps

:

Hiperefleks

Hiperefleks



Triceps

:

Hiperefleks

Hiperefleks



Periost Radius

:

Hiperefleks

Hiperefleks

7

 -

Periost Ulna

:

Refleks patologis

:

 -

Hoffman Tromner :

Trofik

:

Tungkai

Hiperefleks

Hiperefleks

Negatif

Negatif

Eutrofi

Eutrofi

Kanan

Kiri

-

Gerakan

:

Kuat

Cukup

-

Kekuatan

:

5

4

-

Tonus

:

Kenyal

Eutonia

-

Klonus

:

-



Paha

:

positif

Positif



Kaki

:

positif

Positif



KPR

Normal

Normal



APR

Normal

Normal

Refleks patologis 

Babbinsky

:

Negatif

Negatif



Chaddock

:

Negatif

Negatif



Oppenheim

:

Negatif

Negatif



Gordon

:

Negatif

Negatif



Schaeffer

:

Negatif

Negatif



Rossolimo

:

Negatif

Negatif



Mendel Bechtereyev

-

:

Negatif

Refleks kulit perut 

Atas

:

Tidak ada kelainan



Tengah

:

Tidak ada kelainan



Bawah

:

Tidak ada kelainan



Tropik

:

Tidak ada kelainan

Negatif

8

SENSORIK Tidak ada kelainan rasa pada sisi yang lemah (defisit sensorik)

F. GAMBAR

Gerakan : cukup Kekuatan : 4 Refleks fisiologis : Hiperefleks Refleks Patologis : negatif

-

Gerakan : kuat Kekuatan : 5 Refleks fisiologis : Hiperefleks Refleks Patologis : negatif

Gerakan : cukup Kekuatan : 4 Refleks fisiologi : normal Refleks patologis  Babinsky (-)  Chaddock (-)  Oppenheim (-)  Gordon (-)  Schaeffer (-)  Rossolimo (-)  Mendel Bechterew (-)

-

Gerakan : kuat Kekuatan : 5 Refleks fisiologi : normal Refleks patologis  Babinsky (-)  Chaddock (-)  Oppenheim (-)  Gordon (-)  Schaeffer (-)  Rossolimo (-)  Mendel Bechterew (-)

Keterangan: Hemiparese duplex (sekarang kiri)

9

G. Gejala Rangsal Meningeal Kanan

Kiri

-

Kaku kuduk

:

Negatif

-

Kernig

:

Negatif

Negatif

-

Lassergue

:

Negatif

Negatif

-

Brudzinsky

:



Neck

:

Negatif

Negatif



Cheek

:

Negatif

Negatif



Symphisis

:



Leg I

:

Negatif

Negatif



Leg II

:

Negatif

Negatif

Negatif

H. Gait dan Keseimbangan Gait

Keseimbangan

-

Ataxia

: Tidak diperiksa

-

Romberg

: Tidak diperiksa

-

Hemiplegic

: Tidak diperiksa

-

Dysmetri

: Tidak diperiksa

-

Scissor

: Tidak diperiksa

 Jari-jari

: Tidak diperiksa

-

Propulsion

: Tidak diperiksa

 Jari-hidung

: Tidak diperiksa

-

Histeric

: Tidak diperiksa

 Tumit-tumit

: Tidak diperiksa

-

Limping

: Tidak diperiksa

 Dysdiadochokinesis

: Tidak diperiksa

-

Steppage

: Tidak diperiksa

 Trunk ataxia

: Tidak diperiksa

-

Astasia-abasia

: Tidak diperiksa

I. Gerakan Abnormal -

Tremor

: Tidak ada

-

Chorea

: Tidak ada

-

Athetosis

: Tidak ada

-

Ballismus

: Tidak ada

-

Dystoni

: Tidak ada

 Limb ataxia

: Tidak diperiksa

10

-

Myoclonic

: Tidak ada

J. Fungsi Vegetatif -

Miksi

: Tidak ada kelainan

-

Defekasi

: Normal

-

Ereksi

: Tidak diperiksa

K. Fungsi Luhur -

Afasia sensorik

: Tidak ada

-

Afasia motorik

: Ada

-

Afasia nominal

: Tidak ada

-

Apraksia

: Tidak ada

-

Agrafia

: Tidak ada

-

Alexia

: Tidak ada

1.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH PEMERIKSAAN Hb Hematokrit Trombosit Hitung Jenis Leukosit Trigliserida Colesterol Total Colesterol HDL Colesterol LDL Asam Urat

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

14,9 44 213.000 0/2/3/71/19/5

g/dl % /ul %

10.400 80 225 35 174 5,00

/ul Mg/dl Mg/dl Mg/dl Mg/dl Mg/dl

13 – 15 38 – 54 150.000 - 400.000 0-1/1-3/2-6/5070/20-40/2-8 5.000-10.000 < 200 < 200 >65 < 130 2,4 – 5,7

URINE

: tidak diperiksa

FAECES

: tidak diperiksa

LIQUOR CEREBROSPINALIS : tidak diperiksa

11

1.5 PEMERIKSAAN KHUSUS CT Scan Kepala Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan : Hipodens hemisphere cerebri dextra

EKG Kesan : Atrial Fibrilasi 1.6 RINGKASAN ANAMNESA Penderita dirawat di bagian syaraf RSUD Palembang BARI karena tidak bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai dan lengan kiri yang terjadi secara tiba-tiba disertai tidak dapat menelan dan berbicara. ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS), saat penderita sedang aktifitas (setelah mandi), tiba-tiba penderita mengalami kelemahan pada tungkai dan lengan kiri tanpa disertai kehilangan kesadaran. Saat terjadi serangan, penderita lemas tanpa diserta sakit kepala, mual, muntah, kejang dan gangguan rasa pada sisi yang lemah. Saat serangan penderita mengalami jantung berdebardebar yang disertai sesak nafas. Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikiran, baik lisan, tulisan maupun isyarat.Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapan secara lisan, tulisan maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita tidak mengot dan tidak dapat bicara. Penderita tidak memiliki riwayat darah tinggi dan kencing manis. Riwayat penyakit jantung sejak 4 tahun yang lalu. Keluarga penderita mengaku bahwa penderita minum obat secara teratur dan terkontrol, namun 2 bulan terakhir penderita menghentikan pengobatan. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat merokok atau minum alkohol tidak ada. Penyakit seperti ini diderita untuk kedua kalinya. Pertama kali terjadi kelemahan pada tungkai dan lengan kanan ± 4 tahun yang lalu, kondisi terakhir penderita bisa berjalan namun dibimbing. Serangan yang kedua adalah yang

12

sekarang.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Kesadaran

: E4M6Vafasia motorik

Gizi

: Cukup

Suhu Badan

: 36,7C

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 23 x/menit

Tekanan Darah

: 110/70mmHg

Status Neurologicus MOTORIK Lengan

Kanan

Kiri

-

Gerakan

:

Kuat

Cukup

-

Kekuatan

:

5

4

-

Tonus

:

kenyal

Eutonia

-

Refleks fisiologis

-



Biceps

:

Hiperefleks

Hiperefleks



Triceps

:

Hiperefleks

Hiperefleks



Periost Radius

:

Hiperefleks

Hiperefleks



Periost Ulna

:

Hiperefleks

Hiperefleks

Refleks patologis

: Negatif

Negatif

Eutrofi

Eutrofi

Kanan

Kiri

 -

Hoffman Tromner :

Trofik

:

Tungkai -

Gerakan

:

Kuat

Cukup

-

Kekuatan

:

5

4

13

-

Tonus

:

-

Klonus

:

-

Kenyal

Eutonia



Paha

:

positif

Positif



Kaki

:

positif

Positif



KPR

Normal

Normal



APR

Normal

Normal

Refleks patologis 

Babbinsky

:

Negatif

Negatif



Chaddock

:

Negatif

Negatif



Oppenheim

:

Negatif

Negatif



Gordon

:

Negatif

Negatif



Schaeffer

:

Negatif

Negatif



Rossolimo

:

Negatif

Negatif



Mendel Bechtereyev

:

Negatif

Negatif

GRM : Tidak ada Fungsi Luhur : Tidak ada kelainan

DIAGNOSA Diagnosa klinik

: Hemiparese duplex tipe spastik + parese n IX dan N X tipe sentral + Afasia motorik subcortical

Diagnosa topik

: Subkorteks hemisferium cerebri dextra

Diagnosa etiologi

: Emboli cerebri

PENGOBATAN  Non-medikamentosa •

Elevasi kepala 30o



Bed rest



Diet cair via NGT

14



Diet jantung

 Medikamentosa •

IVFD RL gtt 20 x/m



Inj. Citicoline 2x250 mg/iv



Inj. Ranitidine 2 x 25 mg/iv



Neurodex 1x1 tab/oral



Aspilet 1 x 80 tab/oral



Atrovastatin 1 x 20 mg/oral

PROGNOSA Quo ad Vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad Functionam

: Dubia ad bonam

15

1.7 DISKUSI KASUS A. Diagnosis banding Topik

1) Lesi di Cortex hemisferium -

Defisit Motorik

Pada penderita ditemukan gejala:

Hemiparese duplex tipe spastic Tidak ada kejang pada sisi yang

-

Gejala iritatif

-

Gejala Fokal (kelumpuhan tidak sama berat)

-

lemah

Kelumpuhan dirasakan sama berat

Gejala defisit sensorik pd sisi yang Tidak ada gangguan rasa pada sisi lemah

yang lemah

* Jadi, kemungkinan lesi di cortex Hemisferium cerebri dextra dapat disingkirkan 2) Lesi di subcortex Hemisferium Cerebri

Pada penderita ditemukan gejala:

dextra, gejalanya: -

Ada gejala defisit motorik

Hemiparese duplex tipe spastic

-

Ada afasia motorik subkortikal

Terdapat fasia motorik subkortikal

* Jadi, Kemungkinan lesi disubkorteks hemisferium cerebri dexra belum dapat disingkirkan 3) lesi di kapsula Interna hemisferium cerebri

Pada penderita ditemukan gejala:

dextra, gejalanya: -

Ada hemiparese/hemiplegia typical

Hemiparese duplex tipe spastic Tidak ada parese N.VII sinistra

-

Parase N.VII dekstra tipe sentral

tipe sentral

-

Parase N.XII dextra tipe sentral

Tidak da parese N.XII tipe sentral

-

Kelemahan di lengan dan tungkai sama Kelemahan di lengan dan tungkai berat

sama berat

* Jadi, kemungkinan lesi di kapsula interna hemisferium cerebri dextra dapat disingkirkan

16

Kesimpulan diagnosis topik yaitu lesi di subcortex hemisferium cerebri dextra

B. Diagnosis Banding Etiologi 1) Thrombosis cerebri

Pada penderita ditemukan gejala :

-

Tidak ada kehilangan kesadaran

Tidak ada kehilangan kesadaran

-

Terjadi saat istirahat

Terjadi saat Aktifitas

Jadi kemungkinan etiologi thrombosis cerebri dapat disingkirkan 2) Emboli cerebri

Pada penderita ditemukan gejala :

-

Kehilangan kesadaran <30menit

Tidak ada kehilangan kesadaran

-

Ada arterial fibrilasi

Ada atrial fibrilasi

-

Terjadi saat aktifitas

Terjadi saat aktifitas

Jadi kemungkinan etiologi emboli cerebri belum dapat disingkirkan 3) Hemorrhagia cerebri

Pada penderita ditemukan gejala :

-

Kehilangan kesadaran >30menit

Tidak ada kehilangan kesadaran

-

Terjadi saat beraktifitas

Terjadi saat aktivitas

-

Didahului sakit kepala, mual, Tidak ada mual, muntah muntah

-

Riwayat hipertensi

Tidak ada riwayat hipertensi

Jadi kemungkinan etiologi Hemorrhagia cerebri dapat disingkirkan Kesimpulan : Diagnosis etiologi yaitu Emboli Cerebri Kesimpulan Diagnosis A. Diagnosis Klinis Hemiparese duplex tipe spastik + parese n IX dan N X tipe sentral + Afasia motorik subcortical B. Diagnosis Topik Subcortex hemisferium cerebri dextra C. Diagnosis Etiologi Emboli Cerebri

17

1.8 LEMBAR FOLLOW UP Tanggal / Pkl 16 Juni 2017

Perjalanan Penyakit

Instruksi / Rencana Therapy - IVFD RL gtt 20

S : Tidak bisa bicara dan susah menelan O : GCS : E4M6Vafasia motorik

x/m

KU : Tampak Sakit Sedang

-

TD : 120/70

Citicoline

2x250 mg/iv

ND : 82 x/m

-

RR : 22 x/m T

Inj.

Inj. Ranitidine 2 x 25 mg/iv

: 37,6 C

-

Pletaal 1 x 100 mg tab/oral

-

Pemeriksaan Fisik Motorik

LKA

LKI

TKA

TKI

Luas

Luas

Gerakan

Luas

Luas

Kekuatan

5

4

5

4

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Tonus

Atrovastatin 1 x 20 mg/oral

-

Paracetamol 3x500 mg

-

Mecobalamin 3 x 500 mg

Refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Biceps

Hiperefleks

Hiperefleks

Triceps

Hiperefleks

Hiperefleks

P. Radius

Hiperefleks

Hiperefleks

P. Ulna

Hiperefleks

Hiperefleks

APR

Normal

Normal

KPR

Normal

Normal

Refleks Patologis

Kanan

Kiri

Babinsky

Negatif

Negatif

Chaddock

Negatif

Negatif

Oppenheim

Negatif

Negatif

Gordon

Negatif

Negatif

Schaffer

Negatif

Negatif

-

Diet cair 1800 kkal via NGT

18

Rossolimo

Negatif

Negatif

Mendel Bachtereyeu

Negatif

Negatif

Gerak Rangsang Meningeal Kaku Kuduk : Negatif Kernig

: Negatif

Lassegeu

: Negatif

Brudzinsky : Negatif

Fungsi Luhur

: afasia motorik

Fungsi Sensoris : Tidak ada kelainan Fungsi Motorik : Tidak ada kelainan

A: -

Diagnosa Klinis

: Hemiparase Duplex Tipe

Spastik + Parase N IX dan N X tipe sentral + Afasia Motorik subcorticalis -

Diagnosa Topik

: Subkorteks hemisferium

cerebri sinistra 17 Juni 2017

Diagnosa Etiologi : Emboli cerebri

S : Tidak bisa bicara, susah menelan, dan sesak

-

nafas

x/m (micro)

O : GCS : E4M6Vafasia motorik KU : Tampak Sakit Sedang

-

O2 NRM 8 l/m

-

Inj. Ceftriaxone 2 x

TD : 100/70 ND : 90 x/m

1 gr -

RR : 30 x/m T

IVFD RL gtt 10

: 36,8 C

Inj. Dexamethasone 3 x 1 amp

-

Jantung : BJ I dan II irreguler, murmur (+)

Inj.

Citicoline

2x250 mg/iv -

Inj. Ranitidine 2 x 25 mg/iv

19

-

Pemeriksaan Fisik Motorik

LKA

LKI

TKA

TKI

Luas

Luas

Gerakan

Luas

Luas

Kekuatan

5

4

5

4

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Tonus

Pletaal 1 x 100 mg tab/oral

-

Atrovastatin 1 x 20 mg/oral

-

Mecobalamin 3 x 500 mg

Refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Biceps

Hiperefleks

Hiperefleks

Triceps

Hiperefleks

Hiperefleks

P. Radius

Hiperefleks

Hiperefleks

P. Ulna

Hiperefleks

Hiperefleks

APR

Normal

Normal

KPR

Normal

Normal

Refleks Patologis

Kanan

Kiri

Babinsky

Negatif

Negatif

Chaddock

Negatif

Negatif

Oppenheim

Negatif

Negatif

Gordon

Negatif

Negatif

Schaffer

Negatif

Negatif

Rossolimo

Negatif

Negatif

Mendel Bachtereyeu

Negatif

Negatif

Gerak Rangsang Meningeal Kaku Kuduk : Negatif Kernig

: Negatif

Lassegeu

: Negatif

Brudzinsky : Negatif

Fungsi Luhur

: afasia motorik

Fungsi Sensoris : Tidak ada kelainan

-

Diet cair 1800 kkal via NGT

-

Konsul Sp. PD

20

Fungsi Motorik : Tidak ada kelainan

A: -

Diagnosa Klinis

: Hemiparase Duplex Tipe

Spastik + Parase N IX dan N X tipe sentral + Afasia Motorik subcorticalis -

Diagnosa Topik

: Subkorteks hemisferium

cerebri sinistra -

Diagnosa Etiologi : Emboli cerebri

21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabangcabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1 Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah

22

orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.1

23

Gambar 2.1 Vaskularisasi

2.2 Fisiologi Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1 Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta

24

suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1 Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.2

2.3

Definisi Stroke Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu

gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik. Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO).3 Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).4 Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.5

2.4. Epidemiologi Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per

25

1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000 penduduk).6

2.5.

Etiologi Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering

disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.7 1.

Emboli Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.8 a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:  Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;  Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis;  Fibralisi atrium;  Infark kordis akut;  Embolus yang berasal dari vena pulmonalis  Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus sistemik; b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:  Embolia

septik,

misalnya

dari

abses

paru

atau

bronkiektasis.  Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.  Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).

26

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.7 2. Trombosis Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).7

2.6

Faktor Risiko Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke non hemoragik, yakni: 7,8 1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade) 2. Hipertensi 3. Merokok

27

4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi atrium kiri) 5. Hiperkolesterolemia 6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi mengalami stroke non hemoragik.7 2.7 Klasifikasi Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1 1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. 2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. 3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) Gejala neurologik makin lama makin berat. 4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu Berdasarkan subtipe penyebab :9 a. Stroke lakunar Terjadi

karena

penyakit

pembuluh

halus

hipersensitif

dan

menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah satu dari cabangcabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-

28

pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis. b. Stroke trombotik pembuluh besar Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik. c. Stroke embolik Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari. d. Stroke kriptogenik Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis yang ekstensif.

2.8

Patofisiologi Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya

adalah

aterosklerosis,

dengan

mekanisme

thrombosis

yang

menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara: 1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.

29

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom. 3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek. Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang. Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke

30

iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel. Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral ↓

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob

Aktivitas elektrolit terganggu

Asam laktat ↑

Na & K pump gagal

Nekrotik jaringan otak

Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan penglihatan, afasia

2.9. Gejala 2,10,11 Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah: a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.

31

i.

Buta mendadak (amaurosis fugaks).

ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan. iii. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral)

dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi

sumbatan.

b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior. i.

Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.

ii. Gangguan mental. iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh. iv. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air. v.

Bisa terjadi kejang-kejang.

c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media. i.

Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.

ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).

d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar. i.

Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.

ii. Meningkatnya refleks tendon. iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh. iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepalaberputar (vertigo). v.

Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

vi. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara (disatria).

32

vii. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi). viii. Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim). ix. Gangguan pendengaran. x.

Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior i.

Koma

ii.

Hemiparesis kontra lateral.

iii.

Ketidakmampuan membaca (aleksia).

iv.

Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur i.

Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia

ii.

motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasiasensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.

iii.

Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.

Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara

kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata,

tetapi

dapat

membaca

huruf.

Lateral

alexia

adalah

33

ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia. iv.

Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.

v.

Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.

vi.

Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).

vii.

Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.

viii.

Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.

ix.

Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.

x.

Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.

2.10. Diagnosis10 Diagnosis didasarkan atas hasil: a. Penemuan Klinis i. Anamnesis Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke. ii. Pemeriksaan Fisik

34

Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya. b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium i. Pemeriksaan Neuro-Radiologik Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA). ii. Pemeriksaan lain-lain Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).

Sistem skor Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat penting dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf ketepatan pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik yang dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter yang bekerja di daerah terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat terbatas dan belum tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya CT-Scan). Untuk itu beberapa peneliti mencoba membuat perbedaan antara kedua jenis stroke dengan menggunakan tabel dengan sistem skor.

35

Siriraj-score :

Algoritma Stroke Gajah Mada (ASGM) :

2.11. Penatalaksanaan Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.12 1. Penatalaksanaan Umum a. Airway and breathing Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi.13

36

b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik kristaloid atau koloid 1500-2000 ml dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan hindari cairan mengandung glukosa dan isotonic.Pemberian nutria per oral jika fungsi menelanya baik.jika fungsi menelannya terganggu sebaiknya dianjrkan melalui selang nasogastrik.13 c. Pengontrolan gula darah Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis.Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi.Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.13 Kadar glukosa darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 15 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia diatasi dengan dextrose 40% iv sampaoi kembali normal dan di cari penyebabnya.13 d. Posisi kepala pasien Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.13 e. Pengontrolan tekanan darah Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki

37

kemampuan vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.13 Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani.13 Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal

15

mg/jam.

Pilihan

terakhir

dapat

diberikan

nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.13

38

Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan.Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.13 Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat diberikan13 1.

TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.

2.

TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam.

3.

Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.

f. Pengontrolan demam Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah

39

penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.13 g. Pengontrolan edema serebri Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat13 h. Pengontrolan kejang Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan13

2. Penatalaksanaan Khusus a. Terapi Trombolitik Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.14 Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.14 Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6

40

jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%.Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.15 Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas.Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe

Study

Group (MAST-E)

dengan

menggunakan

streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan15. b.

Antikoagulan Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang

mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli.Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut 15. 1) Warfarin Segera diabsorpsi dari gastrointestinal.Terkait dengan protein plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam

41

dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal. 2) Heparin Merupakan

acidic

mucopolysaccharide,

sangat

terionisir.Normal terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan.Heparin melepas lipoprotein lipase.Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali normal.Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit)15. c. Hemoreologi Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit,

keadaan

ini

menimbulkan

darah. Pentoxyfilline merupakan

obat

gangguan yang

pada

aliran

mempengaruhi

hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan

dengan

cara:

meningkatkan

fleksibilitas

eritrosit,

menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset15.

42

d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit) Aspirin Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2.Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius. Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.15 Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan12hydroxy-eicosatetraenoic

acid, hasil

samping

kreasi

asam

arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase).Sintesis senyawa ini tidak

dipengaruhi

oleh

dosis

rendah

aspirin,

walaupun

penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin.15 Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen

43

merusak

pembentukan

agregasi

platelet.Sayang

ada

yang

mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.15

2.12.Komplikasi Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.15 1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun agak jarang (10-20%) 2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi. 3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

2.13.Prognosis Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan.Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang

44

dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.13

45

BAB III ANALISA KASUS

Penderita dirawat di bagian syaraf RSUD Palembang BARI karena kelemahan pada tungkai dan lengan kiri yang terjadi secara tiba-tiba disertai tidak dapat menelan dan berbicara, tanpa adanya penurunan kesadaran dan mual muntah. Saat serangan penderita mengalami jantung berdebar-debar yang disertai sesak nafas. Berdasarkan hasil anamnesis, etiologi pada kasus ini mengarah pada stroke non-hemorragik. Didapatkan Siriraj skor dan skor gajah Mada pada pasien: Siriraj skor: Rumus : (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 70) – (3 x 1) – 12 = - 8 Skor Gajah Mada: Nyeri kepala (-), Penurunan kesadaran (-), Refleks Babinsky (-)  stroke iskemik/non-hemorragic. Dimana, stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Keluhan tidak dapat menelan dan bicara saat serangan menandakan bahwa terjadi parase pada nervus IX dan X tipe sentral. Hal ini juga didukung berdasarkan hasil pemeriksaan nervi cranialesnya. Dari

hasil

anamnesis

diketahui

bahwa

penderita

tidak

dapat

mengungkapkan isi pikiran, baik lisan, tulisan maupun isyarat.Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapan secara lisan, tulisan maupun isyarat. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami afasia motorik, afasia motorik adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak mampu mengungkapkan isi pikiran, baik lisan tulisan maupun isyarat. Hal ini terjadi karena rusaknya area Broca di gyrus frontalis inferior (area broadmann 44 dan 45). Selain itu, penderita memiliki riwayat penyakit jantung sejak 4 tahun yang lalu. Berdasarkan teori disebutkan bahwa penyakit jantung merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke pada kasus ini.

46

Penyakit seperti ini diderita untuk kedua kalinya. Pertama kali terjadi kelemahan pada tungkai dan lengan kanan ± 4 tahun yang lalu, Serangan yang kedua adalah yang sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami hemiparese duplex (sebelah kanan kasus lama, sebelah kiri kasus baru) tipe spastik. Hemiparese duplex merupakan kelemahan pada sebagian tubuh pada kedua sisi yang terjadi bukan dalam waktu yang sama. Dimana diagnosis klinis ini ditegakkan selain berdasarkan anamnesis, juga pemeriksaan neurologis yaitu ditemukan kelemahan pada keempat ekstremitas disertai hiperefleks pada pemeriksaan refleks fisiologisnya. Penyakit seperti ini diderita untuk kedua kalinya. Dimana stroke berulang mempengaruhi prognosis penderita yaitu meningkatkan risiko kematian, rawat inap yang lebih lama dan risiko menimbulkan kecacatan yang lebih buruk. Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang didapatkan pada CT scan adanya gambaran hipodens pada hemisphere cerebri dextra. Hal ini memberikan kesan adanya kerusakan jaringan/iskemik pada bagian otak sebelah kanan  stroke infark. Selain itu, berdasarkan hasil EKG, didapatkan adanya kesan Atrial fibrilasi. Dimana hal ini menunjukkan bahwa diagnosis etiologi pada kasus ini yaitu emboli cerebri. Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, didaptkan cholesterol total dan LDL meningkat yang menandakan dislipidemia. Dimana Dislipidemia juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya stroke. Penatalaksanaan yang diberikan pada kasus ini yaitu elevasi kepala 30o dimana menaikkan kepala dari temapat tidur bertujuan untuk menurunkan TIK dan O2 NRM 8 l/m, dimana hipoksia harus dihindari karena merupakan vasodilator serebral yang poten yang menyebabkan penambahan volume darah otak sehingga meningkatkan tekanan intrakranial. Pada kasus ini karena penderita mengalami dislipidemia, maka pemberian obat atrovastatin sudah tepat diberikan. Atrovastatin adalah sejenis obat statin (HMG-CoA reductase inhibitors) yang berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh. Pada kasus ini, diberikan juga aspilet. Dimana Obat ini menghambat

47

sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Sehingga merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Citicolin diberikan untuk memperbaiki membran sel saraf melalui peningkatan sintesis phospoyidylcholine dan memperbaiki neuron kolinergik yang rusak. Neurodex adalah vitamin neurotropik yang diperlukan unruk menjaga sistem saraf supaya dapat bekerja dengan baik serta dibutukan untuk melindungi dan membantu perbaikan kerusakan sel saraf. Paracetamol diberikan sebagai anti-piretik karena pada kasus ini pasien mengalami demam .

48

DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82. 2. Sutrisno, A, 2007. Stroke Sebaiknya Anda Tahu Sebelum AndaTerserang Stroke. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 3. Bustan, Mn, 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. PT. Rineka Cipta : Jakarta. 4. Lumbantobing, S.M, 2003. Neurogeriatri. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 5. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82. 6. Davis PG, Wagganer JD. 2005. Lipid and Lipoprotein Metabolism. In: Moffatt RJ, Stamford B, editors. Taylor & Francis Group 7. Hassmann

KA.

Stroke,

Ischemic.

[Online].

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview 8. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006. 9. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8. 10. Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 11. Sugianto, P, 2001. Gangguan Fungsi Luhur Pada Penderita Stroke. Berkala Ilmiah Kesehatan Fatmawati, Vol.3 No.8.

49

12. Chusid, JG 1993; Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional, cetakan

ke empat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

13. Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProsesPenyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta. 14. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 15867. 15. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73

Related Documents


More Documents from "Intan Ekaverta"