IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny. K
Umur
: 35 Tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Kebonharjo 2/5 tanjungmas, Kabupaten Semarang
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: SMU
Status
: Menikah
No.CM
: 138xxx-2017
Tanggal masuk RS
: Selasa, 5 Desember 2017
Tanggal keluar RS
: Sabtu, 9 Desember 2017
ANAMNESIS Anamnesis dilakukan dengan autoanamnesa pada pasien dan alloanamnesa pada keluarga pasien pada hari rabu tanggal 6 Desember 2017, pukul 16.15 WIB di bangsal dahlia. 1. Keluhan Utama Nyeri kepala post trauma kecelakaan lalu lintas. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Menurut keterangan pasien dan keluarga pasien, 1 hari yang lalu 20 menit SMRS pasien mengalami kecelakaan
terjatuh dari sepeda motor setelah
ditabrak kendaraan motor dari samping dengan kecepatan ±30 km saat ingin putar balik arah. Saat kejadian pasien tidak menggunakan pengaman kepala (helm) dan pasien telempar tidak jauh dari sepeda motor yang dikendarainya, pasien terjatuh di aspal rata dengan posisi badan sebelah kanan dahulu yang menyentuh aspal menggunakan tangan dan kaki kanan sebagai tumpuan kemudian kepala bagian belakang terbentur aspal cukup keras. Dan sesaat setelah kejadian pasien tidak sadarkan diri. Kemudian oleh penabrak, pasien dibawa ke IGD RSUD Ambarawa. Menurut keterangan keluarga pasien yang didapatkan dari penabrak, pasien sadar kurang lebih 15 menit setelah
1
tertabrak. Saat ditanyakan mengenai kejadian, pasien ingat proses kejadian sampai tidak sadarkan diri. Pasien juga merasakan nyeri kepala, pusing, nyeri seperti ditekan, bila diberi skala nyeri pasien memberikan skala nilai 6/10 dari nyeri yang dirasakannya, lokasi nyeri di kepala bagian belakang, nyeri menetap terus-menerus,pasien mengatakan saat di IGD nyeri kepala disertai mual dan muntah 1x, muntah berupa makanan, tidak disertai darah, nyeri dirasakan mengganggu pasien, nyeri disertai bengkak merah pada kepala belakang pasien. Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan saraf otak lainnya seperti sulit bicara dan menelan, gangguan fungsi luhur seperti gangguan memori dan membaca, gangguan motorik seperti kelemahan anggota tubuh, gangguan sensibilitas seperti rasa baal ditubuh, dan gangguan otonom seperti gangguan buang air kecil dan buang air besar. Pasien kemudian melakukan foto rontgen kranium dan hasilnya tidak terdapat fraktur dibagian kranium. Pasien dirawat di Bangsal Dahlia RSUD Ambarawa untuk mendapatkan penanganan lanjut oleh dokter spesialis saraf.
3. Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat trauma sebelumnya: disangkal b. Riwayat kejang: disangkal c. Riwayat hipertensi: disangkal d. Riwayat diabetes mellitus: disangkal e. Riwayat cefalgia kronis: disangkal f. Riwayat penyakit jantung: disangkal g. Riwayat konsumsi minuman beralkohol: disangkal h. Riwayat konsumsi obat-obatan terlarang: disangkal 4. Riwayat Penyakit Keluarga a. Riwayat hipertensi: disangkal b. Riwayat diabetes mellitus: disangkal
2
5. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tidak merokok. Pasien juga tidak mengonsumsi minuman keras serta tidak mengonsumsi obat-obatan terlarang. Kegiatan sehari-hari pasien adalah sebagai ibu rumah tangga. 6. Anamnesis Sistem a. Sistem Serebrospinal Nyeri kepala (+),pusing (+), mual (+), muntah (-), pingsan (-), kelemahan anggota gerak (-), perubahan tingkah laku (-), wajah merot (-), bicara pelo (-), kesemutan/baal (-), BAB (n), BAK (n) b. Sistem Kardiovaskuler Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), nyeri dada (-) c. Sistem Respirasi Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-) d. Sistem Gastrointestinal Mual (-), muntah (-), BAB (n) e. Sistem Muskuloskeletal Kelemahan anggota gerak (-) f. Sistem Integumen Memar pada kepala bagian belakang telinga kanan, pinggang kanan, siku tangan kanan dan ibu jari kaki kanan sudah membaik / (-) g. Sistem Urogenital BAK (n)
RESUME ANAMNESIS Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan cedera kepala setelah mengalami kecelakaan ditabrak mobil dari belakang 1 hari yang lalu. Pasien kehilangan kesadaran sekitar 15 menit. Saat sadar, pasien ingat kronologi kecelakaan. Pasien juga merasakan nyeri kepala, dimulai saat pasien sadar, nyeri seperti ditekan, bila diberi skala nyeri pasien memberikan skala nilai 6/10 dari nyeri yang dirasakannya, lokasi nyeri di kepala bagian belakang, nyeri menetap terus-menerus,pasien mengatakan saat di IGD nyeri kepala, pusing disertai mual dan muntah 1x, muntah berupa makanan, tidak
3
disertai darah. Pasien Pada saat perawatan di bangsal Wijaya Kusuma, pasien dilakukan pemeriksaan head CT- Scan, pemeriksaan laboratorium dan konsul dokter spesialis bedah. Pasien mendapatkan perawatan inap selama 5 hari. pasien diperbolehkan pulang sambil dilakukan rawat jalan lalu disarankan kontrol 5 hari kemudian
DIAGNOSIS SEMENTARA 1. Diagnosis Klinis Cephalgia post trauma kepala, Pusing berputar 2. Diagnosis Topis -
Intrakranial
-
Ekstrakranial
3. Diagnosis Etiologi -
Traumatic Brain Injury primary
-
Traumatic Brain Injury Secondary
DISKUSI I Dari anamnesa didapatkan pasien sempat tidak sadarkan diri setelah tertabrak mootor dari arah samping. Hal ini dapat disebabkan karena terganggunya fungsi otak yang dapat disebabkan oleh cedera kepala. Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami cedera kepala tumpul dimana pasien mengalami kecelakaan yaitu ditabrak oleh motor dan terbentur oleh aspal. Dari anamnesis juga didapatkan bahwa kemungkinan
pasien mengalami cedera kepala sedang karena pasien
sempat tidak sadar dan tidak didapatkan kelainan neurologis. Pasien sempat tidak sadarkan diri disebebkan karena batang otak mengalami akselerasi yaitu gerakan yang cepat dan mendadak kemudian teregang dan terjadi blokade reversible pada lintasan retikularis asendens difus kemudian otak tidak mendapat input aferan mengakibatkan pingsan.
CEDERA KEPALA Definisi
4
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik1,2. Epidemiologi Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai dirumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB)4. Insidens cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 49-53% dari insiden cedera kepala, 20-28% lainnya karena jatuh dan 3-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga, dan rekreasi. Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkuaumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60-70% dengan CKR, 15-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35-50% akibat CKB, 5-10% CKS, sedangkan CKR tidak ada yang meninggal4. Klasifikasi 1. Mekanisme Cedera Kepala Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput duramater menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul2. 2. Beratnya Cedera Glascow Coma Scale (CGS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala2. Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala secara langsung2. a. Cedera Kepala Ringan (GCS 14-15)
5
b. Cedera Kepala Sedang (GCS 9-13) c. Cedera Kepala Berat (GCS≤8), (Greenberg, 2001) Catatan: Pada pasien cedera kranioserebral dengan GCS 13-15, pingsan >10 menit, tanpa defisit neurologik, tetapi pada hasil screening otaknya terlihat perdarahan, diagnosisnya bukan cedera kranioserebral ringan (CKR)/komosio, tetapi menjadi cedera kranioserebral berat (CKB). Menurut Perdossi (2006), cedera kepala diklasifikasikan menjadi: a. Minimal (Simple head injury) 1) Tidak ada penurunan kesadaran 2) Tidak ada amnesia post trauma 3) Tidak ada defisit neurologi 4) GCS = 15 b. Ringan (Mild head injury) 1) Kehilangan kesadaran <10 menit 2) Tidak terdapat fraktur tengkoak, kontusio atau hematom 3) Amnesia post trauma <1 jam 4) GCS = 13-15 c. Sedang (Moderate head injury) 1) Kehilangan kesadaran antara >10 menit sampai 6 jam 2) Terdapat lesi operatif intrakranial atau abnormal pada CT Scan 3) Dapat disertai fraktur tengkorak 4) Amnesia post trauma 1-24 jam 5) GCS = 9-12 d. Berat (Severe head injury) 1) Kehilangan kesadaran lebih dari 6 jam 2) Terdapat kontusio, laserasi, hematom, edema serebral abnormal pada CT Scan 3) Amnesia post trauma >7 hari 4) GCS = 3-8 3. Morfologi Cedera Secara morfologi, kejadian cedera kepala dibagi menjadi2. a. Fraktur Kranium
6
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci2. Tanda-tanda tersebut antara lain: 1) Ekimosis periorbital (Raccon eye sign) 2) Ekimosis retro aurikuler (Battle sign) 3) Kebocoran CSS (Rhonorrea, Ottorhea) 4) Parese nervus facialis (N VII) b. Lesi Intrakranial c. Perdarahan Epidural Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regio temporal atau temporoparietal akibat pecahnya arteri meningea media. Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologis berupa pupil
anisokor,
hemiparese,
papil
edema
dan
gejala
herniasi
transcentorial. Perdarahan epidural di fossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi di oksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervus kranialis. Ciri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung2. d. Perdarahan subdural Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan sinus venosus duramater atau robeknya araknoidea. Perdarahan terletak diantara duramater dan araknoidea. SDH ada yang akut dan kronik. Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak, mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan kesadaran. Gambaran CT Scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk bulan sabit. Bila darah lisis menjadi cairan, disebut higroma (hidroma) subdural3. Perdarahan subdural terbagi atas 3 bagian, yaitu2.
7
1) Perdarahan subdural akut Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang orak. Perdarahan subdural akut memberi gejala dalam 24 jam. 2) Perdarahan subdural subakut Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 25-65 jam setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran. 3) Perdarahan subdural kronis Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik. e. Perdarahan subarachnoid Terjadi pada ruang sub arachnoid (piamater dan arachnoid). Biasanya kondisi ini disebabkan oleh trauma yang merusak pembuluh darah. Perdarahan subarachnoid juga sering terjadi pada kondisi nontrauma seperti aneurisma dan malformasi arteri-vena. Gejala yang ditimbulkan antara lain nyeri kepala didaerah suboksipital secara tiba-tiba, pusing, mual, muntah, demam, reflek patologi (+), gangguan kesadaran dan kaku kuduk. Pemeriksaan CT Scan untuk kondisi ini memiliki spesifitas yang rendah. Oleh karena itu seringkali dilakukan CT Angiografi untuk mengecek perdarahan subarachnoid2. f. Perdarahan intraserebral dan kontusio Perdarahan intraserebral disebabkan oleh jejas terhadap arteri atau vena yang ada di bagian parenkim otak. Region frontal dan temporal merupakan daerah yang paling sering terkena, namun selain itu dapat pula
8
terjadi di lobus parietalis maupun pada serebelum. Kontusio intraserebral yang dapat terjadi karena trauma melalui jejas coup atau countercoup. Jika kepala bergerak saat terjadi jejas, kemungkinan kontusio terjadi disisi yang jauh dari tempat terjadinya jejas (countercoup). Apabila dua pertiga lesi adalah darah, jejas tersebut disebut perdarahan. Gejala klinis pada perdarahan intraserebral yaitu: adanya penurunan kesadaran, defisit neurologis, tanda-tanda peningkatan TIK, hemiplegi (gangguan fungsi motoric/sensorik pada satu sisi tubuh), papilledema (pembengkakan mata). Pada hasil CT Scan didapatkan hasil CT Scan yang abnormal dan pada pemeriksaan cairan serebrospinal didapatkan cairan yang berdarah. Tata laksana sedikit kompleks karena mempertimbangkan region serta luas dari perdarahan yang sering terjadi2. 1) Perdarahan <25 cm ditatalaksana secara konservatif bila tidak ada herniasi 2) Perdarahan >15 cm pada region frontal posterior/inferior dan temporal memerlukan pembedahan 3) Perdarahan pada batang otak, ganglia basal atau thalamus ditatalaksana secara konservatif. Patofisiologi Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi deselerasi gerakan kepala3,4. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselerasideselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
9
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup)3,4. Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi3,4.
Penatalaksanaan 1. Pasien dalam Keadaan Sadar (GCS=15) a. Simple Head Injury (SHI) Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran sama sekali dan tidak ada defisit neurologik, dan tidak ada muntah. Tindakan hanya perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi. Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga diminta mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai kesadaran menurun saat diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit dibangunkan, pasien harus segera dibawa kembali ke rumah sakit. b. Pasien mengalami penurunan kesadaran setelah trauma kranioserebral, dan saat diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini kemungkinan mengalami Cedera Kranioserebral Ringan (CKR). 2. Pasien dengan Kesadaran Menurun a. Cedera Kranioserebral Ringan (GCS=13-15) Umumnya didapatkan perubahan orientasi atau tidak mengacuhkan perintah, tanpa disertai defisit fokal serebral. Dilakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis. Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan hematoma intrakranial, misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, dan gejala-gejala lateralisasi (pupil anisokor, refleks patologis positif). Jika dicurigai ada hematoma, dilakukan CT Scan. Pasien Cedera Kranioserebral Ringan (CKR) tidak perlu dirawat jika:
10
1) Orientasi (waktu dan tempat) baik 2) Tidak ada gejala fokal neurologik 3) Tidak ada muntah atau sakit kepala 4) Tidak ada fraktur tulang kepala 5) Tempat tinggal dalam kota 6) Ada yang bisa mengawasi dengan baik dirumah, dan bila dicurigai ada perubahan kesadaran, segera dibawa kembali ke RS. b. Cedera Kranioserebral Sedang (GCS=9-12) Pasien dalam kategoti ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner. Urutan tindakan: 1) Periksa dan atasi gangguan jalan nafas (Airway), pernafasan (Breathing), dan sirkulasi (Circulation) 2) Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan cedera organ lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas, lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kearah leher atau fiksasi tulang ekstremitas bersangkutan 3) Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya 4) Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral lainnya. c. Cedera Kranioserebral Berat (GCS=3-8) Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel. Bila didapatkan fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila ada luka terbuka dan ada perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk pertolongan pertama. Tindakan sama dengan cedera kranioserebral sedang dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di ICU. Disamping kelainan serebral juga bisa disertai kelainan sistemik. Pasien cedera kranioserebral berat sering berada dalam keadaan hipoksi, hipotensi, dan hiperkapni akibat gangguan kardiopulmoner. 3. Tindakan di Unit Gawat Darurat dan Ruang Rawat a. Resusitasi dengan tindakan Airway, Breathing, dan Circulation (ABC) 1) Jalan nafas (Airway)
11
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi. Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal. Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir, atau gigi palsu. Jika muntah, pasien dibaringkan miring. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi muntahan. 2) Pernafasan (Breathing) Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral disebabkan oleh depresi pernafasan yang ditandai dengan pola pernafasan Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral, atau ataksik. Kelainan perifer disebabkan oleh aspirasi, trauma dada, edema paru, atau infeksi. Tatalaksana: a) Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menig, intermitten b) Cari dan atasi faktor penyebab c) Kalau perlu pakai ventilasi 3) Sirkulasi (Circulation) Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg yang hanya saktu kali saja sudah dapat meningkatkan risiko kematian dan kecacatan. Hipotensi kebanyakan terjadi akibat faktor ekstrakranial, berupa hipovolemia karena perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung/pneumotoraks, atau syok septik. Tatalaksananya dengan cara menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung, mengganti darah yang hilang, atau sementara dengan cairan isotonik NaCl 0,9%. b. Pemeriksaan fisik Setelah resusitasi ABC, dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, tensi, nadi, pola, dan frekuensi respirasi, pupil (besar, bentuk, dan reaksi cahaya), defisit fokal serebral dan cedera ekstrakranial. Hasil pemeriksaan dicatat dan dilakukan pemantauan ketat pada hari-hari pertama. Bila terdapat perburukan salah satu komponen, penyebabnya dicari dan segera diatasi. c. Pemeriksaan radiologi
12
Dibuat foto kepala dan leher, bila didapatkan fraktur servical, Collar yang telah terpasang tidak dilepas. Foto ekstremitas, dada, dan abdomen dilakukan atas indikasi. CT Scan otak dikerjakan bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematoma intrakranial. d. Pemeriksaan radiologi Dibuat foto kepala dan leher, bila didapatkan fraktur servical, Collar yang telah terpasang tidak dilepas. Foto ekstremitas, dada, dan abdomen dilakukan atas indikasi. CT Scan otak dikerjakan bila indikasi : Indikasi 1. Bila secara klinis didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan berat. 2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak. 3. Ada nya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii. 4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran. 5. Sakit kepala yang hebat. 6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak. 7. Mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebra
e. Pemeriksaan laboratorium 1) Hb, leukosit, diferensiasi sel Penelitian di RSCM menunjukkan bahwa leukositosis dapat dipakai sebagai salah satu indikator pembeda antara kontusio (CKS) dan komosio (CKR). Leukosit >17.000 merujuk pada CT scan otak abnormal, sedangkan angka leukositosis >14.000 menunjukkan kontusio meskipun secara klinis lama penurunan kesadaran <10 menit dan nilai SKG 13-15 adalah acuan klinis yang mendukung ke arah komosio.Prediktor ini bila berdiri sendiri tidak kuat, tetapi di daerah tanpa fasilitas CT scan otak, dapat dipakai sebagai salah satu acuan prediktor yang sederhana.
13
2) Gula darah sewaktu (GDS) Hiperglikemia reaktif dapat merupakan faktor risiko bermakna untuk kematian dengan OR 10,07 untuk GDS 201-220mg/dL dan OR 39,82 untuk GDS >220 mg/dL. 3) Ureum dan kreatinin Pemeriksaan fungsi ginjal perlu karena manitol merupakan zat hyperosmolar yang pemberiannya berdampak pada fungsi ginjal.Pada fungsi ginjal yang buruk, manitol tidak boleh diberikan. 4) Analisis gas darah Dikerjakan pada cedera kranioserebral dengan kesadaran menurun. pCO2 tinggi dan pO2 rendah akan memberikan luaran yang kurang baik. pO2 dijaga tetap >90mm Hg, SaO2>95%, dan pCO230-35 mmHg. 5) Elektrolit (Na, K, dan Cl) Kadar elektrolit rendah dapat menyebabkan penurunan kesadaran. 6) Albumin serum (hari 1) Pasien CKS dan CKB dengan kadar albumin rendah (2,7-3,4g/dL) mempunyai risiko kematian 4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan kadar albumin normal. 7) Trombosit, PT, aPTT, fibrinogen Pemeriksaan dilakukan bila dicurigai ada kelainan hematologis. Risiko late hematoma perlu diantisipai. Diagnosis kelainan hematologis ditegakkan bila trombosit <40.000/mm, kadar fibrinogen <40mg/mL, PT >16 detik, dan aPTT >50 detik. f. Manajemen tekanan intracranial (TIK) meninggi Peninggian tekanan intrakranial terjadi akibat edema serebri dan/atau hematoma intrakranial. Bila ada fasilitas, sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK normal adalah 0-15 mm Hg. Di atas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan cara: 1) Posisi tidur: Bagian kepala ditinggikan 20-30 derajat dengan kepala dan dada pada satu bidang. 2) Terapi diuretik:
14
a) Diuretik osmotik (manitol 20%) dengan dosis 0,5-1 g/kgBB, diberikan dalam 30 menit. Untuk mencegah rebound, pemberian diulang setelah 6 jam dengan dosis 0,25-0,5/kgBB dalam 30 menit. Pemantauan: osmolalitas tidak melebihi 310 mOsm. b) Loop diuretic (furosemid) Pemberiannya bersama manitol, karena mempunyai efek sinergis dan
memperpanjangefek osmotik serum manitol. Dosis: 40
mg/hari IV. g. Nutrisi Pada cedera kranioserebral berat, terjadi hipermetabolisme sebesar 2-2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Pada pasien dengan kesadaran menurun, pipa nasogastrik dipasang setelah terdengar bising usus.Mula-mula isi perut dihisap keluar untuk mencegah regurgitasi sekaligus untukmelihat apakah ada perdarahan lambung. Bila pemberian nutrisi peroral sudah baik dan cukup, infus dapat dilepas untuk mengurangi risiko flebitis. h. Neurorestorasi/rehabilitasi Posisi baring diubah setiap 8 jam, dilakukan tapotase toraks, dan ekstremitas digerakkan pasif untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik.Kondisi kognitif dan fungsi kortikal luhur lainperlu diperiksa. Saat Skala Koma Glasgow sudah mencapai 15, dilakukan tes orientasi amnesia Galveston (GOAT ). Bila GOAT sudah mencapai nilai 75, dilakukan pemeriksaan penapisan untuk menilai kognitif dan domain fungsi luhur lainnya dengan Mini-Mental State Examination (MMSE); akan diketahui domain yang terganggu dan dilanjutkan dengan konsultasi ke klinik memori bagian neurologi. Prognosis Setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5–10%. Sindrom pascakonkusi
15
berhubungan
dengan
sindrom
kronis
nyeri
kepala,
keletihan,
pusing,
ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali berturnpangtindih dengan gejala depresi. Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala antara lain: cedera otak sekunder akibat hipoksia dan hipotensi, edema serebral, peningkatan tekanan intra kranial, herniasi jaringan otak, infeksi, hidrosefalus.
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari rabu tanggal 6 Desember 2017, pukul 16.45 WIB di bangsal dahlia. -
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
-
Kesadaran
: Compos mentis
-
GCS
: E4M6V5
-
Vital Sign
:
a. TD
: 130/80 mmHg
b. Nadi
: 90 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
c. RR
: 20 x/menit
d. Suhu
: 36,50C
-
Status Gizi
: Normoweight
-
Status Internus
:
a. Kepala
: Mesocephal, nyeri kepala atas + skala 3/10, hematoma –
b. Mata
: Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor 3mm/3mm, edema pupil -/-, reflek pupil direk +/+, reflek pupil indirek +/+, reflek kornea +/+, ptosis c. Telinga
: Serumen -/-, sekret -/-, nyeri mastoid -/-, hematoma
belakang telinga kanan (+) d. Hidung
: Nafas cuping hidung -/-, sekret -/-, septum deviasi -/-
e. Mulut
: Bibir sianosis (-), karies dentis (-)
f. Leher
: Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (normal)
g. Thorax
:
16
1) Cor
:
-
Inspeksi
: Tidak tampak ictus cordis
-
Palpasi
: Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
-
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
-
Auskultasi : Bunyi jantung I & II + normal, bising -, gallop –
2) Pulmo Depan Inspeksi Palpasi
:
Dextra Pergerakan simetris, retraksi (-) Vokal fremitus normal kanan = kiri
Sinistra Pergerakan simetris, retraksi (-) Vokal fremitus normal kanan = kiri
Sonor seluruh lapang paru
Sonor seluruh lapang paru
SD paru vesikuler (+), suara tambahan paru: wheezing (-), ronki (-)
SD paru vesikuler (+),suara tambahan paru: wheezing (-), ronki (-)
Perkusi Auskultasi
3)Abdomen : -
Inspeksi
: Dinding abdomen datar, spider naevi -, warna kulit
sama dengan warna kulit sekitar -
Auskultasi : Bising usus + normal
-
Perkusi
: Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
-
Palpasi
: Nyeri tekan abdomen (-), hepar & lien tidak teraba
h. Ekstremitas
-
-
:
1) Atas
: Oedem -/-, CRT <2 detik, akral dingin -/-
2) Bawah
: Oedem -/-, CRT <2 detik, akral dingin -/-
Status Neurologis
:
a. Sikap tubuh
: Simetris
b. Gerakan abnormal
: Tidak ada
c. Cara berjalan
: Normal
Pemeriksaan Saraf Kranial
:
Nervus N. I. Olfaktorius N. II. Optikus
N. III. Okulomotor
Pemeriksaan Daya penghidu Daya penglihatan Pengenalan warna Lapang pandang Ptosis
Kanan Sdn Baik Sdn Sdn –
Kiri Sdn Baik Sdn Sdn – 17
Gerakan mata ke medial Gerakan mata ke atas Gerakan mata ke bawah Ukuran pupil Bentuk pupil Ref. cahaya langsung Ref. cahaya konsensual N. IV. Troklearis Strabismus divergen Gerakan mata ke lat-bwh Strabismus konvergen N. V. Trigeminus Menggigit Membuka mulut Sensibilitas muka Refleks kornea Trismus N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral Strabismus konvergen N. VII. Fasialis Kedipan mata Lipatan nasolabial Sudut mulut Mengerutkan dahi Menutup mata Meringis Menggembungkan pipi Daya kecap lidah 2/3 ant N. Mendengar suara bisik VIII. Vestibulokoklearis Mendengar bunyi arloji Tes Rinne Tes Schwabach Tes Weber N. IX. Glosofaringeus Arkus faring Daya kecap lidah 1/3 post Refleks muntah Sengau Tersedak N. X. Vagus Denyut nadi Arkus faring Bersuara Menelan N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala Sikap bahu Mengangkat bahu Trofi otot bahu N. XII. Hipoglossus Sikap lidah Artikulasi Tremor lidah
Baik Baik Baik 2,5 mm Bulat + + – Baik – + + + + – + – Baik Simetris Simetris + + + + Sdn + + TD TD TD TD Sdn TD – –
Baik Baik Baik 2,5 mm Bulat + + – Baik – + + + + – + Baik Simetris Simetris + + + + Sdn + + TD TD TD TD
90 x/menit Simetris Simetris Normal Normal + + Normal Normal + + Eutrofi Eutrofi Simetris Baik +
18
Menjulurkan lidah Trofi otot lidah Fasikulasi lidah -
Pemeriksaan Motorik
Gerakan
Trofi
+ Eutrofi – :
B
B
5
5
B
B
Kekuatan 5
5
Tonus
N
N
N
N
Eu
Eu
B
B
BB
Eu
Eu
Refleks Fisiologi B
B
Refleks Patologis B B
-
Pemeriksaan Sensibilitas
: Dalam batas normal
-
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif
:
-
-
-
a. Miksi
: BAK normal, inkontinentia urine -, retensio urine -, anuria-
b. Defekasi
: BAB normal, inkontinentia alvi -, retensio alvi –
Koordinasi dan keseimbangan
:
a. Cara berjalan
: Dalam batas normal
b. Tes Romberg
: Negatif (-)
c. Tes telunjuk hidung
: Normal
d. Tes telunjuk telunjuk
: Normal
e. Rebound Phenomenon
: Normal
Pemeriksaan Rangsang Meningeal a. Kaku kuduk
: (-)
b. Kernig
: (-)
c. Brudzinsky I
: (-)
d. Brudzinsky II
: (-)
e. Brudzinsky III
: (-)
f. Brudzinsky IV
: (-)
Pemeriksaan Kognitif
:
:
Secara umum tidak terdapat gangguan fungsi kognitif pada pasien. Pasien dapat dengan mudah menyebutkan tanggal dan hari.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium (6 desember 2017)
19
Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin Leukosit Eritrosit Hematokrit Trombosit MCV MCH MCHC RDW MPV Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit% Monosit% Monosit% Eosinofil% Basofil% Neutrofil% PCT PDW Kimia Klinik Glukosa puasa SGOT SGPT Ureum Kreatinin Asam Urat Cholesterol
Hasil
Nilai rujukan
Satuan
14,3 5,8 4,80 43,8 314 87,7 28,6 32,6 13,5 9,9 1,31 0,07 0,00 (↓) 0,01 10,32 (↑) 17,1 (↓) 4,4 4,4 0,7 (↓) 0,3 88,1 (↑) 0,202 10,2
11,7-15,5 3,6-11,0 3,8-5,2 35-47 150-400 82-98 27-32 32-37 10-16 7-11 1,0-4,5 0,2-1,0 0,04-0,8 0-0,2 1,8-7,5 25 – 40 2–8 2-8 2-4 0-1 50-70 0,2 – 0,5 10 – 18
g/dl ribu juta % ribu fL pg g/dl % mikro m3 103/mikro m3 103/mikro m3 103/mikro m3 103/mikro m3 103/mikro m3 % % % % % % % %
128 16 18 22,5 0,78 (↑) 5,57 189
mg/dL U/L IU/L mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
Trigliserida Serologi HBsAg
103
74 – 106 0 – 35 0 – 35 10 – 50 0,46 – 0,75 2–7 < 200 dianjurkan, 200 – 239 res sedang, > 240 resti 70 – 140
Non Reaktif Non Reaktif
mg/dL -
2. Foto Rontgen Cranium (5 Desember 2017)
20
Gambar 1. Foto Rontgen Cranium
3. CT Scan Kepala Tanpa Kontras (6 desember 2017)
21
-
Tampak soft tissue swelling ekstrakranial regio parietalis dextra.
-
Tak tampak diskontinuitas pada ossa calvaria dan facialis.
-
sulci dan fissure silvii tak tampak menyempit.
-
Batas grey matter dan white matter relative tegas.
-
Tak
tampak
lesi
hiperdens
maupun
hipodens
intracerebral
dan
intracereblral. -
Sistema ventrikel dan sisterna dalam batas normal.
-
Tak tampak pergeseran line mediana.
-
Air celullae mastoidea tampak normodens.
-
Sinus paranassal yang tervisualisasi dalam batas normal.
-
Kesan: a. Gambaran hematom extracranial di region parietalis dextra. b. Tak tampak gambaran brain edema, EDH, SDH, SAH, ICH, IVH.
22
c. Tak tampak fraktur pada sisterna tulang yang tervisualisasi. d. Tak tampak gambaran hematosinus
DIAGNOSIS AKHIR 1. Diagnosis Klinis Cephalgia post cedera kepala sedang, Vomitus 2. Diagnosis Topis Ekstrakranial 3. Diagnosis Etiologi Moderate Traumatic Brain Injury
DISKUSI II Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E4M6V5 yang menunjukkan bahwa pasien compos mentis. Tekanan darah pasien 130/80 mmHg, nadi 90x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup, laju napas 20 x/menit, suhu 36,50C secara aksiler. Tidak didapatkan demam yang merupakan tanda adanya infeksi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri kepala atas + skala 3/10 dan hematoma belakang telinga kanan (+) menandakan nyeri kepala pasien sudah membaik dan hanya meninggalkan memar di belakang telinga kanan. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan peningkatan leukosit, neutrofil, limfosit, neutrofil, serta kolesterol, serta ditemukan penurunan eosinofil. Pada pemeriksaan penunjang CT Scan kepala tanpa kontras ditemukan gambaran hematom extracranial di region parietalis dextra.. Pada pemeriksaan penunjang Foto rontgen cranium di IGD tidak ditemukan adanya fraktur atau cedera kepala lainnya.
PENATALAKSANAAN 1. Farmakologi a. Obat Oral 1) Unalium 2x5 mg b. Obat Injeksi
23
1) Piracetam 2x3 gr 2) Ranitidin 2x1 ampul 3) Ondancetron 3x1 gr 4) Citicolin 2x500 5) Kalmeco 1x1 6) Teranol 2x30 7) Lameson 4x125 mg t.a 8) Kalnex 3x1 gr
c. Obat Infus 1) Asering 12 tpm 2. Non Farmakologi a. Rawat Inap b. Bedrest
PROGNOSIS 1. Death
: Dubia ad bonam
2. Disease
: Dubia ad bonam
3. Disability
: Dubia ad bonam
4. Discomfort
: Dubia ad bonam
5. Dissatisfaction
: Dubia ad bonam
6. Distitution
: Dubia ad bonam
DISKUSI III 1. Farmakologi Obat Oral a. Unalium Unalium adalah obat yang biasa digunakan untuk mencegah serangan migren, gangguan organ keseimbangan di telinga, dan gangguan pembuluh darah di seluruh tubuh yang bisa menyebabkan munculnya gejala seperti pusing, tinitus, dan vertigo5 2. Farmakologi Obat Injeksi a. Piracetam
24
Piracetam adalah kelompok obat nootropik. Obat ini berfungsi mengobati kondisi mioklonus, gejala involusi pada lansia, mengatasi alkoholisme kronik dan kecanduan, serta membantu dalam memulihkan gejala pasca trauma5. b. Citicolin Citicolin golongan nootropik dan neurotonik/ neurotropik, vasodilator perifer & aktivator serebral. Obat resep ini berfungsi mencegah degenerasi saraf dan melindungi kerusakan mata akibat degenerasi saraf optik, meningkatkan phosphatidylcholine, meningkatkan metabolisme glukosa di otak, dan meningkatkan aliran darah dan oksigen otak5. c. Ketorolac Ketorolac adalah salah satu jenis obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs) yang biasanya dipakai untuk meredakan peradangan dan rasa nyeri setelah operasi mata. Selain itu, obat ini juga dapat digunakan untuk mengatasi gatal-gatal pada mata akibat konjungtivitis alergi5. b. Ranitidin Ranitidin adalah obat golongan antasida yang berfungsi menurunkan sekresi asam lambung berlebih5. c. Kalnex Kalnex termasuk golongan obat tranexamic acid. Tranexamic acid digunakan
untuk
membantu
menghentikan
kondisi
perdarahan.
Tranexamic acid merupakan agen antifibrinolytic. Golongan obat ini bekerja dengan menghalangi pemecahan bekuan darah, sehingga mencegah pendarahan5. d. Ondancetron Terjadinya mual dan muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh yang bernama serotonin. Jumlah serotonin dalam tubuh akan meningkat ketika kita menjalani kemoterapi, radioterapi, dan operasi. Seretonin akan bereaksi terhadap reseptor 5HT3 yang berada di usus kecil dan otak, dan membuat kita merasa mual. Ondansetron akan menghambat serotonin bereaksi pada reseptor 5HT3 sehingga membuat kita tidak mual dan berhenti muntah.
25
e. Metilprednisolon Methylprednisolone adalah salah satu jenis obat kortikosteroid yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi reaksi peradangan serta gejalanya, seperti pembengkakan, nyeri, atau ruam. Obat ini biasanya digunakan untuk mengatasi peradangan (inflamasi) dalam berbagai penyakit, misalnya penyakit Crohn, kolitis ulseratif, alergi, arthritis rheumatoid, asma, multiple sclerosis, serta jenis-jenis kanker tertentu5. 3. Farmakologi Obat Infus a. Asering 12 tpm Infus asering diindikasikan untuk perawatan darah dan kehilangan cairan, hipokalsemia,
kekurangan
kalium,
ketidakseimbangan
elektrolit,
inkonsistensi pH, natrium yang rendah dalam darah dan kondisi lainnya5.
FOLLOW UP Tanggal
S
O
A
P
Selasa,
Cedera kepala post
Ku: Lemah
Saraf:
Saraf:
05/12/17
trauma kecelakaan lalu
Kesadaran:
CKS (H+I)
Inj. Citicolin 2x500mg
lintas. pingsan (+) ± 15
Somnolent
Inj. Piracetam 2x3g
menit. Nyeri kepala atas
GCS : E3 V5 M5
Inj. Ranitidin 2x1amp
(+), pusing (+) Mual (+),
TD: 110/70
Inj. Ketorolac 2x30mg
Muntah (+) 1 kali,
N: 70, RR: 20
Inj. ondancetron 3x1
Memar dahi kanan,
S: 36,5
PO Unalium 2x5g
kepala belakang telinga
4
4
Inj. Kalnex 3x1g
kanan, pinggang kanan,
4
4
Inj. lameson 4x125mg
tangan dan kaki kanan
Lab:
Program:
pasien.
Eosinofil 0,01 ↓
Lab darah lengkap
Neutrofil 10,37 ↑
CT Scan kepala tanpa
Limfosit 12,1% ↑
kontras.
Eosinofil 0,1% ↓
Konsul Sp.B
Neutrofil 83,1% ↑ Kreatinin 0,78 ↑ Rabu
Pasien masih
Ku: Lemah
Saraf:
Saraf:
06/12/17
mengeluhkan Nyeri
Kesadaran: CM
CKS
Inj. Citicolin 2x500mg
kepala belakang (+),
GCS : E4 V5 M6
(H+II)
Inj. Piracetam 2x3g
Mual (+), Muntah (-)
TD: 125/77
Inj. Ranitidin 2x1amp
pusing (+) ,Memar dahi
N: 63, RR: 20
Inj. Ketorolac 2x30mg
26
kanan, kepala belakang
S: 36
Inj. ondancetron 3x1
telinga kanan, pinggang
5
5
PO Unalium 2x5g
kanan, tangan dan kaki
5
5
Inj. Kalnex 3x1g
kanan pasien.
CT Scan kepala (+)
Inj. lameson 4x125mg
hasil gambaran
Bedah:
hematom
menambahkan
extracranial di
pemberian terapi
region parietalis
injeksi bioxon
dextra, tidak
2x1,terapi
tampak gambaran
mobilisasi dan diet
brain edema, EDH,
biasa.
SDH, SAH, ICH
Tidak ada tindakan
maupun IVH, tidak
pembedahan.
tampak gambaran
Terapi sesuai Sp.S
hematosinus Kamis
Pasien masih
Ku: Lemah
Saraf:
Saraf:
07/12/17
mengeluhkan Nyeri
Kesadaran: CM
CKS
Inj. Citicolin 2x500mg
kepala atas (+), Mual (-),
GCS : E4 V5 M6
(H+III)
Inj. Piracetam 2x3g
Muntah (-),pusing (-)
TD: 126/85
Inj. Ranitidin 2x1amp
pasien sudah bisa duduk
N: 55, RR: 20
Inj. Ketorolac 2x30mg
di tempat tidur, Memar
S: 36
Inj. ondancetron 3x1
dahi kanan, kepala
5
PO Unalium 2x5g
belakang telinga kanan,
5 5
5
Inj. Kalnex 3x1g
pinggang kanan, tangan
Inj. lameson 4x125mg
dan kaki kanan pasien. Jumat
Pasien mengatakan Nyeri
Ku: Lemah
Saraf:
Saraf:
08/12/17
kepala sudah berkurang,
Kesadaran: CM
CKS
Inj. Citicolin 2x500mg
Mual (-), Muntah (-),
GCS : E4 V5 M6
(H+IV)
Inj. Citicolin 2x500mg
pusing (-), pasien sudah
TD: 130/90
Inj. Piracetam 2x3g
bisa kekamar mandi.
N: 61, RR: 20
Inj. Ranitidin 2x1amp
Memar dahi kanan,
S: 36,5
Inj. Ketorolac 2x30mg
kepala belakang telinga
Inj. ondancetron 3x1
kanan, pinggang kanan,
PO Unalium 2x5g
tangan dan kaki kanan
Motorik :
Inj. Kalnex 3x1g
pasien.
5
5
Inj. lameson 4x125mg
5
5
Program: Bila stasioner besok BLPL
27
Sabtu
Pasien mengatakan
Ku: Lemah
Saraf:
Saraf:
09/12/17
keluhan nyeri kepala,
Kesadaran: CM
CKS
Program:
Mual , Muntah, pusing
TD: 120/80
(H+V)
Hari ini BLPL
sudah tidak ada, .Memar
N: 88, RR: 20
Obat Pulang :
dahi kanan, kepala
S: 36,2
Clobazam 2x5 (malam)
belakang telinga kanan,
5
5
Flunarizin 2x10
pinggang kanan, tangan
5 5
Citicolin 2x500
dan kaki kanan pasien
Ranitidin 2x1
sudah membaik
Paracetamol 2x650
28
DAFTAR PUSTAKA 1. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam :Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisitrauma IKABI, 2004. 2. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000. 3. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta, 2005. 4. Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta, 2004. 5. Adam, R.D, Victor, M. 2005. Principles of Neurology. 7th ed. Mc Graw Hill Inc. Singapore. 6. Aminoff M.J, Greenberg D.A, Simon R.P., 2005, Clinical Neurology, 6th Ed, McGraw Hill, United State of America. 7. Mardjono, M., Sidharta, P., 2000, Neurologi Klinis Dasar, Cetakan kedelapan, PT. Dian Rakyat, Jakarta. 8. Markam, S., Atmadja, D.S., Budijanto, A., 1999, Cedera Tertutup Kepala, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 9. Perdossi, 2006, Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal, PT Prikarsa Utama, Jakarta.
29