Laporan Kasus Kelompok 1aa.docx

  • Uploaded by: DwilySundariSimamora
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Kelompok 1aa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,814
  • Pages: 47
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHOLELITIASIS I.

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP KOLELITIASIS A.1. Defenisi Kolelitiasis Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu. Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan

dengan

batu

empedu

yang

tersangkut

pada

duktus

kistik,

menyebabkan distensi kandung empedu. (Doenges, Marilynn, E). Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Smeltzer, Suzanne, C. 2010) Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu (Brunner & Suddarth, 2010). A.2. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu A.2.1. Anatomi Kandung Kemih Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah

lobus

kanan

hati.

Kandung

empedu mempunyai

fundus,

korpus,

infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu.(Albert et al, 2016) Ukuran kandung empedu pada orang dewasa adalah 7 cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30 ml. Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan

ikat

longgar,

yang

mengandung

vena

dan

saluran

limfatik

yang

menghubungkan kandung empedu dengan hati. Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum, dan kolum (Avunduk, 2002). Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju ke duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis. Ketika duktus sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus hepatikus komunis,

maka terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus biliaris komunis secara umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian menuju ampula Vateri (Avunduk, 2002). Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang berasal dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat bervariasi pada tiap tiap orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan (Debas, 2004). Aliran vena pada kandung empedu biasanya melalui hubungan antara vena vena kecil. Venavena ini melalui permukaan kandung empedu langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan akhirnya menuju vena portal.

Aliran limfatik dari kandung empedu menyerupai aliran venanya. Cairan

limfa mengalir dari kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan masuk ke sebuah nodus atau sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan masuk ke nodus pada vena portal.

Kandung empedu diinervasi oleh cabang dari saraf simpatetik dan

parasimpatetik, yang melewati pleksus seliaka. Saraf preganglionik simpatetik berasal dari T8 dan T9. Saraf postganglionik simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan berjalan bersama dengan arteri hepatik dan vena portal menuju kandung empedu. Saraf parasimpatetik berasal dari cabang nervus vagus (Welling & Simeone, 2009). Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.(Albert et al, 2016)

Gambar 1. Gambaran anatomi kandung empedu (Winslow T, 2015)

A.2.2. Fisiologi Kandung Kemih Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200 ml/hari.Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.(Albert et al, 2016). Menurut Albert et al, 2016 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu : 1. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain :

asam empedu

membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal. 2. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati. Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.

Pengaturan

produksinya

dipengaruhi

mekanisme

umpan

balik

yang

dapat

ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.(Albert et al, 2016). A.3. PATOFLOWDIAGRAM A.3.1 Etiologi Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. Statis

empedu

dalam

kandung

empedu

dapat

mengakibatkan

supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsurunsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau

keduanya

dapat

menyebabkan

statis. Faktor

hormonal

(hormon

kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu. Infeksi

bakteri

dalam

saluran

empedu

dapat

berperan

dalam

pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/ pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab terbentuknya batu.(Keshav et al, 2015; Albert et al, 2016) A.3.2 Faktor Presipitasi Cholelitiasis a. Jenis Kelamin Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena cholelitiasis dibandingkan

dengan

pria,

dikarenakan

oleh

hormon

esterogen

ang

berpengsruh terhadap peningkatan ekskresi kolesterol oleh kandung empedu, penggunaan

pil

kontrasepsi

dan

terapi

hormon

(esterogen)

dapat

meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktifitas pengosongan kandung empedu.

b. Umur Resiko

untuk

terkena

cholelitiasis

meningkat

dengan

sejalan

bertambahnya usia. Orang dengan usia >60 tahun lebih cenderung untuk terkena cholelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda. c. Berat Badan Orang dengan berat badan tinggi mempunai resiko lebih tinggi untuk terjadi cholelitiasis, dikarenakan dengan tingginya Body Mass Index (BMI) maka kadar kolesterol didalam kandung empedu tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi konstraksi atau pengosongan kandung empedu. d. Makanan Intake rendah klorida, kehilangan erat badan yang cepat mengakibatkan gangguang terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. e. Faktor Genetik Orang dengan riwayat keluarga cholelitiasis mempunyai resiko yang lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga. f.

Aktifitas Fisik Kekurangan aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya cholelitiasis, dikarenakan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

g. Infeksi Bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu, mucus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi.

A.3.3 Faktor Predisposisi Cholelitiasis a.

Perubahan Komposisi Empedu Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu ang sangan jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu untuk membentuk batu empedu.

b. Statis Empedu dalam Kandung Empedu Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan super saturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau

keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu. c. Infeksi Bakteri Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mucus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi-pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab terbentuknya batu. A.3.4 Patofisiologi Cholelitiasis Seperti telah disebutkan sebelumnya, sembilan puluh persen kasus kolesistitis melibatkan batu di saluran sistikus (kolesistitis kalkulus), dan 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis kalkulus. Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga menyebabkan distensi kandung empedu. Biasanya sumbatan ini adalah disebabkan adanya batu empedu yang mempunyai 2 tipe yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Pada batu kolesterol, empedu yang disupersaturasi dengan kolesterol dilarutkan dalam daerah hidrofobik micelle, kemudian terjadinya kristalisasi dan akhirnya prepitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain membentuk matriks batu. Pada batu pigmen, ada dua bentuk yakni batu pigmen murni dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil, sangat keras dan penampilannya hijau sampai hitam. Proses terjadinya batu ini berhubungan dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap di dalam empedu. Sirosis dan statis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen.(Albert J, 2016) Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan cairan empedu menjadi stasis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu diikuti reaksi inflamasi atau peradangan dan supurasi. Seiring membesarnya ukuran kantong empedu, aliran darah dan drainase limfatik menjadi terganggu hingga menyebabkan terjadinya di dinding kandung empedu iskemia, nekrosis mukosa dan jika lebih berat terjadinya ruptur.(Albert J,2016) Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus tidaklah jelas, namun beberapa teori mencoba menjelaskan. Radang mungkin terjadi akibat kondisi dipertahankannya konsentrat empedu, zat yang sangat berbahaya,

di kandung empedu, pada keadaan tertentu. Misalnya pada kondisi puasa berkepanjangan,

kantong

empedu

tidak

pernah

menerima

stimulus

dari

kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan demikian, empedu terkonsentrasi

dan tetap stagnan di lumen.(Keshav et al, 2015; Albert et al,

2016)

Gambar3. Kolesistitis Akut yang disebabkan oleh batu empedu.(Albert J,2016) Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu terkonsentrasi di dalam kandung empedu, larutan akan berubah menjadi jenuh dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari larutan akan membentuk Kristal

mikroskopis.

Kristal

terperangkap

dalam

mukosa

bilier,

akan

menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh endapan dan batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu.(Debas,2004) Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena mengandung garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati memproduksi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol.(Debas,2004) Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi,

seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinat mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu pigmen hitam.(Debas,2004) Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat.(Debas,2004) Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu

ke

bilirubinat

waktu, dan

batu

kolesterol

bisa

garam

kalsium,

mengumpulkan

lalu

menghasilkan

proporsi

kalsium

campuran

batu

empedu.(Debas,2004) Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi keluhan pada pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu empedu yang menyumbat duktus sistikus dan biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrum, mungkin dengan penjalaran ke punggung. Respon nyeri, gangguan gastrointestinal

dan

anoreksia

akan

meningkatkan

penurunan

intake

nutrisi.(Debas,2004) Respon

komplikasi

akut

dengan

peradangan

akan

memberikan

manifestasi peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan meningkatkan kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalami kelelahan. Respon adanya batu akan dilakukan intervensi medis pembedahan, intervensi litotripsi atau intervensi endoskopi.(Debas,2004) A.3.5. Manifestasi Klinis Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah nyeri perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif dan

nyerinya bersifat konstan. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda.(Debas,2004) Tanda

peradangan

peritoneum

seperti

peningkatan

nyeri

dengan

penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskular dan ekstraselular. Pada pemeriksaan fisik, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkostae kuadran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti yaitu Murphy sign positif menandakan adanya peradangan kandung empedu. Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin<4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik misalnya duktus koledokus. Gejalanya juga bertambah buruk setelah makan makanan yang berlemak. Pada pasien-pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja.(Parmar et al, 2015). Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien dengan

inflamasi

kandung

empedu

akut

yang

sudah

parah

walaupun

sebelumnya tidak terdapat tanda-tanda kolik kandung empedu.(Parmar et al, 2015) a. Kolik Billier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.

b. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. c. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. d. Kolesistitis Akut Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai kolelitiasis dan

keadaan

ini

timbul

akibat

obstruksi

duktus

sistikus

yang

menyebabkan peradangan organ tersebut. Respon peradangan dapat dicetuskan tiga faktor yaitu: a) inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan distensi menyebabkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu, b) inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin, c) inflamasi bakteri yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesititis akut. Pasien dianggap menderita kolesistitis akut jika mereka memiliki kriteria berikut.(Saquib, 2013) 1. Nyeri akut region hypochondria kanan dan / atau nyeri epigastric durasi > 8-12 jam. 2. Nyeri tekan/ teraba massa di kuadran kanan atas. 3. Peningkatan suhu (> 37.50C) dan / atau leukositosis (> 10x109 / L). 4. Bukti kolesistitis akut pada ultrasonografi. e. Koledokolitiasis dan Kolangitis Batu kandung empedu dapat bermigrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruksif, kolangitis dan pankreatitis. Tujuh puluh empat pasien dengan koledokolitiasis simtomatik memperlihatkan bahwa nyeri dan ikterus merupakan gejala utama.

f.

Kolesistolitiasis Kolesistolitiasis atau kolesistitis kalkulosus yaitu adanya batu di dalam kandung empedu yang biasanya disertai proses inflamasi. Batu empedu yang terdapat di dalam kandung empedu dapat memberikan gejala nyeri akut episodik akibat kolesistitis akut, kolik bilier, rasa tidak nyaman pada perut yang berulang dan kronik akibat episode berulang dari kolik bilier ringan atau gejala-gejala dyspepsia. Tertanamnya batu dalam leher kandung empedu diduga menyebabkan spasme belakang, kandung empedu di daerah kosong dan nyeri berhenti, dan jika batu tetap berada di leher kandung empedu akan terjadi nyeri yang terus menerus. Cairan

empedu

yang

terperangkap

akan

berubah

komposisinya

menyebabkan inflamasi lokal dan menyebabkan rasa nyeri yang menetap beberapa saat, Isi kandung empedu dapat terinfeksi akibat adanya toksemia yang dapat menyebabkan empiema, gangren atau perforasi. Kontraksi kandung empedu akibat batu adalah penjelasan tradisional terhadap post prandial discomfort, tetapi tidak terdapat hubungan yang jelas antara gejala ini dengan adanya batu empedu pada populasi umum. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda toksemia, kuadran kanan atas abdomen secara klasik ditemukan Murphy’s sign. Pada kasus yang lebih lanjut dapat diraba massa inflamasi akibat pembengkakan kandung empedu yang dikelilingi oleh omentum.(Albert et al, 2016). A.3.5. Pemeriksaan Radiologi 1. Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Gambar 5. USG batu empedu (Nathanson, 2009) 2. CT-Scan Metode ini juga merupakan pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis.

Gambar 6. CT scan abdomen (Nathanson,2009) 3. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam

duktus koledukus dan

duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu,

selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang

disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.

Gambar 7.ERCP(Nathanson,2009) Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas penunjang yang murah, tidak invasif, aman dan tersedia dengan potensi sangat akurat untuk pencitraan pada pasien suspect cholelithiasis (Raymond, 2007). Pemeriksaan ultrasonografi pada perut kanan atas merupakan suatu metode pilihan untuk mendiagnosis cholelithiasis. Tingkat sensitivitasnya lebih dari 95% untukmendeteksi cholelithiasis dengan diameter 1,5 mm atau lebih.(Freeman et al, 2016).

WOC KOLELITIASIS Obesitas

Wanita (4x lebih beresiko)

Obat kontrasepsi

estrogen as.empedu

Usia > 40 th

fx tubuh & kontrol thdp kolesterol

Sirosis hati, hemolisis

Diet serat kolesterol

Infeksi percabangan bilier

Pigmen emoedu (bilirubin) takterkonyugasi

Empedu litogenik

kolesterol

Presipitasi (pengendapan)

Supersaturasi kolesterol

BATU PIGMEN

Pembentukan kristal kolesterol

KOLELITIASIS

BATU KOLESTEROL

(Batu Empedu) Intake makanan (terutama lemak)

Batu terdorong menuju duktus sistikus

Sekresi kolesitokinin oleh dinding duodenum

Obstruksi duktus sistikus

Kontraksi kantung empedu

Distensi kantung empedu Fundus empedu menyentuh dinding abdomen pd kartilago koste 9 & 10

Gangguan aliran empedu ke duodenum

Aliran balik cairan empedu ke hepar, melalui darah

Absorbsi vit. A, D, E, K terganggu

jmlh bilirubin dlm darah

Iritasi dinding duktus sistikus akibat gesekan dg batu

Respon inflamasi

Ikterus

Gesekan empedu dg dinding abdomen

Defisiensi vit, K

MK : Disfungsional Motilitas Gastrointestinal

Terjadi penumpukan bilirubin pd lapisan bawah kulit

Peradangan disekitar hepatobilier Pengeluaran SGPT, SGOT (iritatif pd sal.cerna Merangsang sist.saraf parasimpatis

permeabilitas vasa & perubahan hemodinamik peristaltik usus dan lambung Penumpukan cairan diinterstisial

Nyeri abdomen kuadran kanan atas

MK : Nyeri Akut

Gangguan pembekuan darah normal

MK : Resiko Perdarahan

Makanan tertahan di lambung Gatal2

tekanan intraabdomen

MK : Resiko Kerusakan Integtitas Kulit Penekanan pd lambung

produksi as. lambung

Mual

Muntah, Anoreksia

MK : Resiko Ketidakseimbangan volume cairan

B. KONSEP KEPERAWATAN Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik untuk merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang melibatkan lima fase berikut i: pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi, evaluasi. Proses Asuhan Keperawatan terdiri dari beberapa tahap : 1. Pengkajian Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan . Data yang dikumpulkan meliputi : a. Identitas 1) Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya. 2) Identitas penanggung jawab Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat. b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas. 2) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut. 3) Riwayat kesehatan yang lalu Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat sebelumnya. 4) Riwayat kesehatan keluarga Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis

c. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan Umum a) Penampilan Umum Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien b) Kesadaran Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien. c) Tanda-tanda Vital Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS) 2) Sistem endokrin Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu. d. Pola aktivitas 1) Nutrisi Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan 2) Aktivitas Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran bedrest 3) Aspek Psikologis Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati 4) Aspek penunjang a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase serum meningkat) b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan Menurut Nic & Noc

No 1

Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Tujuan Setelah dilakukan Asuhan keperawatan jam tingkat kenyamanan klien meningkat dengan kriteria hasil: a. Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3 b. Ekspresi wajah tenang c. Klien dapat istirahat dan tidur

Intervensi Manajemen nyeri : a. Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan. c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya. d. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan. e. Kurangi faktor presipitasi nyeri. f. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis) g. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.. h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. i. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri. j. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil. Administrasi analgetik :. a. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi. b. Cek riwayat alergi c. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal. d. Monitor TTV e. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul. f. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2

Ketidakseimba ngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Setelah dilakukan asuhan keperawatan jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH: a. BB stabil, b. Nilai laboratorium terkait normal, c. Tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi a. Kaji adanya alergi makanan. b. Kaji makanan yang disukai oleh klien. c. Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien. d. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya. e. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi. f. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. g. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. Monitor Nutrisi a. Monitor BB jika memungkinkan b. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan. c. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan. d. Monitor adanya mual muntah. e. Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb. f. Monitor intake nutrisi dan kalori. g. Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.

3

Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur · invasive. · ·

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH: Tdk ada tanda-tanda infeksi AL normal V/S dbn

Kontrol infeksi : a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. b. Batasi pengunjung bila perlu. c. Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya. d. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan. e. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. f. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

g. Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat. h. Lakukan dresing infus dan dan kateter setiap hari Sesuai indikasi i. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan j. Berikan antibiotik sesuai program. Proteksi terhadap infeksi a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal. b. Monitor hitung granulosit dan WBC. c. Monitor kerentanan terhadap infeksi d. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan. e. Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas. f. Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika perlu g. Dorong istirahat yang cukup. h. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan. i. Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program. j. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi. k. Laporkan kecurigaan infeksi. 4

Sindrom defisit self care b.d kelemahan

Setelah dilakukan askep jam ADLs terpenuhi dg KH: 1. Klien bersih, tidak bau 2. Kebutuhan seharihari terpenuhi

Self Care Assistence a. Bantu ADL klien selagi klien belum mampu mandiri b. Pahami semua kebutuhan ADL klien c. Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan non verbal klien akan kebutuhan ADL d. Libatkan klien dalam pemenuhan ADLnya e. Libatkan orang yang berarti dan layanan pendukung bila dibutuhkan f. Gunakan sumber-sumber atau fasilitas yang ada untuk mendukung self care g. Ajari klien untuk melakukan self care secara bertahap

h. Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara aman (lakukan supervisi agar keamnanannya terjamin) i. Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan self care di RS j. Beri reinforcement atas upaya dan keberhasilan dalam melakukan self care 5

Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga

Setelah dilakukan askep jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH: 1. Keluarga menjelaskan tentang penyakit, p erlunya pengobata n dan memahami perawatan 2. Keluarga kooperative dan mau kerjasama saat dilakukan tindakan

Mengajarkan proses penyakit a. Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit b. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit c. Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan d. Identifikasi penyebab penyakit e. Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit. f. Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan. g. Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik. h. Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan

Tinjauan Kasus : a. Pengkajian Dewasa >18-60 tahun  Nama : Mr. M  Umur (tahun) : 49  Jenis Kelamin : Laki-Laki  Masuk Melalui : IGD  Menggunakan : tempat tidur  Jam Masuk : 16.00 Wib  Perawat yang mengantar : Ns. Tiara  Gelang identitas : sudah terpasang  Diagnosis Medis Masuk : cholelitiasis, cholesistitis ikteric obstruktif ec susp mirizziis sindrome Keluhan Utama dan riwayat penyakit

: nyeri perut kanan atas

akut,

Observasi dan Pengkajian

:

 Tekanan darah (mmHg)  Nadi (x/menit) Irama nadi Intensitas Nadi  Pernafasan (x/menit) Irama Pernafasan  Suhu (*C) Lokasi pengambilan suhu  Berat badan (Kg)  Tinggi Badan (cm)  Riwayat Alergi Penyebab Alergi

: : : : : : : : : : : :

Kapan terakhir kejadian alergi Bentuk reaksi alergi  Kebiasaan tidur siang Kebiasaan tidur malam Masalah dalam tidur Penggunaan obat tidur

: : : : : :

120/90 98 teratur kuat 20 Teratur 38 Axila 74 165 Ya - Penicilin - Ikan Tongkol saat pasien masih lajang gatl-gatal, bengkak 8 jam 1-2 Jam tidak ada tidak ada

 Status Pernikahan Jumlah Anak  Keluhan Nyeri Skala Nyeri

: : : :

Menikah 4 orang Ya 3, (Numerik)

Skiring Dan Scoring  Skrining Gizi (MST) total skor  Pengkajian Resiko Jatuh (morse)  Pengkajian resiko dekubitus (Braden)  Skirining Fungsional

: :0 : 35 : 17 : 15

Pengkajian Sosial Ekonomi  Bahasa yang dipakai sehari-hari  Tingkat pendidikan terakhir  Hobi  Tinggal bersama siapa  Penggunaan waktu luang

: : : : : :

Pengkajian Psikologis  Pola mengatasi masalah  Keterampilan interaksi  Pola kognitif

: : Tenang : mudah memahami : mudah memahami

Indonesia Master nonton berita istri dan anak kumpul bersama keluarga

Pengkajian Spritual  Keyakinan  Praktek keagamaan  Harapan pasien terhadap pengobatan

: : Islam : Shalat 5 waktu : cepat sembuh

Anamnesa Keluhan utama

: nyeri perut kanan atas

Riwayat penyakit sekarang

:

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas dan nyeri nya sampai menembus ke punggung yang sudah dirasakan pasien sejak 1 bulan ini, tetapi memberat kurang lebih 2 minggu ini, awalnya nyeri hilang timbul, tetapi 2 minggu ini nyeri bersifat terus menerus dan sampai keringat dingin untuk menahan nyeri nya Sudah minum anti nyeri, nyeri berkurang sebentar lalu nyeri kembali Demam sudah 3 hari ini Mual ada tapi tidak sampai muntah Buang angin ada Nafsu makan menurun BAB belum ada 1 minggu ini Riwayat makan yang tinggi lemak Pasien sudah di diagnosa dengan Kolelitiasis, pasien biasa berobat ke RS lain



       

Riwayat penyakit dahulu

: Hipertensi disangkal, DM disangkal

Riwayat operasi

: tidak ada

Tindakan sebelumnya

: tidak ada

Permeriksaan fisik Berat Badan

: 74 kg

Tinggi Badan

: 165 cm

IMT

: 27

Keadaan umum : Compos mentis Tanda-tanda vital TD: 120/90 mmHg HR: 88 x/menit RR: 18 x/menit Suhu: 36,6 oC

Head to toe Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera ikhterik, edema tidak ada

THT

: MT intak, hiperemis tidak ada, rhinorea tidak ada, deformitas tidak ada, tonsil T1/T1, faring hiperemis tidak ada

Paru

: simetris, retraksi tidak ada, sonor, vesikuler pada kedua lapang paru, ronkhi tidak terdengar, wheezing tidak terdengar

Jantung

: batas jantung dalam batas normal, mumur tidak terdengar, gallop tidak terdengar

Abdomen

: tidak membuncit, bising usus normal, defens muscle tidak ada swepel, hepar lien tidak teraba, Murphy Sign (+)

Genitourinarius: deformitas tidak ada, nyeri ketok CVA tidak ada Ekstremitas

: deformitas tidak ada, edema tidak ada, hiperemesis tidak ada, ROM normal

Kulit

: tidak ada kelainan

Sistem saraf

: refleks cahaya ada, wajah simetris, kaku kuduk tidak ada, motorik 5/5 5/5, sensorik baik, RF: APR (+/+), KPR (+/+), RP (+/+)

b. Pemeriksaan Diagnostik 1. Laboratorium Hematologi Lengkap Required Hemoglobin Leukosit Basofil Eusinofil Neutrofil Limfosit Monosit Laju endap darah (LED) Eritrosit Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit

Result 13,00 16,30 0,00 1,00 83,00 9,00 7,00 9,00

Units g/dL 103/µL % % % % % mm/jam

Reference 13,2-17,3 4,8-10,8 0-1 2-4 50-70 25-40 2-8 0-15

5,34 35,70 66,90 24,30 36,40 376,00

106/µL % fL pg g/dL 103/µL

4,40-5,90 40,0-52,0 79,0-99,0 27,0-31,0 33,0-37,0 150-440

Kimia darah Required Bilirubin total Bilirubin direct Bilirubin indirect

Result 4,37 3,15 1,22

Units mg/dL mg/dL mg/dL

Reference 0,1-1,00 0,0-0,2 <0,70

Result Kuning tua Agak keruh 1,01 8,00 +1 Negatif +2 +2 +3 +3 Positif +2 “”

Units

Reference

18,20 39,90 0,87 16,50 18,80 0,30

/µL /µL /µL /µL /µL /µL

Urine Lengkap Required Warna Kejernihan Berat jenis pH Protein Glukosa Keton Darah samar Bilirubin Urobilinogen Nitrit Lekosit esterase Sedimen (mikroskopis) Eritrosit Lekosit Silinder Sel epitel Bakteri Kristal

0,0-13,6 0,0-13,2 0,00-0,40 0,0-5,2 0,0-26,4

2. Radiologi Thorax AP/PA : rontgenologi tidak tampak kelainan pada COR dan Pulmo, tidak tampak TB, pulomonum atau kelainan lain MRCP Kontras: cholecystitis acute dengan mutiple cholelithiasis. Tidak tampak cholestasis c. Therapi 1. Diet : Lunak 2. IVFD : NS/8 jam Asering + torasik/8 jam Asering/8 jam RL/8 jam 3. Obat per oral : 4. Obat injeksi : Ketorolac Tromethamine 30 mg/ml Tramal 50 mg Kalnex 500 mg Ondansentron HCl 8 mg Primperan 10 mg Paracetamol 10 mg Ceftriaxone1g Omeperazole 40 mg Torasic 30 mg

d. Analisa data Nama pasien/ Umur No. Rekan Medik Ruang rawat / Kamar Diagnosa medik NO. 1.

DATA DS: 

DO:  

Pasien mengatakan sakit pada bagian perut sebelah kanan atas Skala nyeri 7 (numerik) Pasien tampak meringis

: : : :

Tn.MR/49 thn 00570887 Hopea-A / 5020 Kolelitiasis

MASALAH Nyeri Akut

ETIOLOGI Penumpukan komponen empedu

Perubahan cairan empedu dan produksi empedu

Terbentuk inti yang lambat laun akan berubah menjadi batu

Kristal atau batu bergerak atau bergeser

Menggesek mukosa saluran empedu

Nyeri Akut

2.

DS:

Risiko Jatuh 

DO:  

3.

Pasien mengatakan badan terasa lemah

Kelemahan

Skala morse 35 Pasien tampak melakukan mobilisasi diatas tempat tidur

DS:

Risiko jatuh

Hipertermi 

DO:   

Pasien mengatakan badannya panas Suhu 38,4 o C (axila) Wajah tampak kemerahan Pasien tampak menggigil

Penurunan kekuatan

Obstruksi duktus sistikus dan duktus biliaris

Distensi duktus biliaris dan peningkatan kontraksi peristaltik

Respon sistemik inflamasi

Suhu tubuh meningkat

4

DS:

Risiko Infeksi 

DO: 

 





Pasien mengatakan sekitar luka insisi bedah terasa gatal Tidak ada kemerahan disekitar insisi bedah Sekitar luka tidak ada teraba panas Tidak ada pembengkakan di sekitar insisi bedah Pasien mengatakan nyeri disekitar insisi bedah Tidak ada kehilangan fungsi disekitar insisi bedah

Prosedur pembedahan Trauma jaringan Risiko infeksi

e. Asuhan Keperawatan Nama pasien/ Umur No. Rekan Medik Ruang rawat / Kamar Diagnosa medik

: : : :

Tn.MR/49 thn 00570887 Hopea-A / 5020 Kolelitiasis

PRE OPERASI NO 1.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Nyeri akut b/d distensi abdomen

TUJUAN

RENCANA TINDAKAN

Setelah dilakukan asuhan keperawatan , nyeri pasien berkurang atau nyeri tidak dirasakan lagi, dengan kriteria hasil:  Skala nyeri berkurang atau tidak ada  Klien tampak tenang

 Observasi TTV  Kaji nyeri secara komprehensif  Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi (menonton TV, membaca buku dan mendengarkan musik)  Atur posisi pasien senyaman mungkin  Kolaborasi tindakan medis dengan pemberian analgesik sesuai program

07:45

IMPLEMENTASI TANGGAL 14-01-2019 Mengkaji nyeri dan lokasi: pasien mengatakan nyeri di perut sebelah kanan atas, sambil menunjuk lokasi nyeri

08:00

Memberikan terapi Paracetamol drip

09:00

Mengajarkan dalam

10:15

Mengatur mungkin

JAM

11:00

13:15

teknik

posisi

relaksasi

pasien

nafas

EVALUASI

TTD & NAMA

S : Pasien mengatakan nyeri terasa di perut bagian kanan atas O : -Skala nyeri 7 (skala numerik) -Pasien tampak meringis menahan sakit A : Nyeri belum teratasi P : Intervensi keperawatan dilanjutkan

senyaman

Mengukur TTV TD= 120/70 mmHg HR= 68 x/mnt RR= 18 x/mnt Suhu= 38,4 o C

  

Menanyakan keluhan pasien ulang  

Observasi TTV Kaji nyeri secara komprehensif Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi (menonton TV, membaca buku dan mendengarkan musik) Atur posisi pasien senyaman mungkin Kolaborasi tindakan medis dengan pemberian analgesik sesuai program

2

Resiko jatuh b/d kelemahan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pasien tidak jatuh, dengan kriteria hasil:  lingkungan aman  pasien dan keluarga dapat mencegah resiko jatuh  pasien tidak jatuh  pasien dapat beratifitas dengan bantuan minimal

 Observasi TTV  Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan  Tempat tidur dalam posisi rendah, penerangan cukup, lantai tidak licin, side rails tempat tidur terpasang, roda tempat tidur terkunci dan pasien ditemani keluarga minimal 1 orang  Anjurkan untuk menekan bel bila memerlukan bantuan

09:10

Menjelaskan manfaat penggunaan gelang resiko jatuh dan stiker resiko jatuh, cara menghindari kejadian jatuh terjadi, seperti:  Memastikan posisi tempat tidur rendah  Roda tempat tidur terkunci  Side rails terpasang  Lantai tidak licin  Pencahayaan terang  Pasien ditunggu keluarga 1 orang

09:30

Memasang gelang resiko jatuh pada pasien dan memasang stiker jatuh di tempat tidur pasien dan pintu kamar pasien

S : tidak ada jatuh O : - Skala Morse : 35 - Gelang kuning terpasang di tangan, stiker resiko jatuh di tempat tidur dan pintu kamar pasien Pasien dapat menjelaskan cara menghindari kejadian jatuh terjadi - Posisi tempat tidur rendah, Roda tempat tidur terkunci, Side rails terpasang, lantai tidak licin, pencahaaan terang dan pasien ditunggu keluarga 1 orang A : Resiko jatuh sebagian teratasi P : Intervensi keperawatan dilanjutkan   

Observasi TTV Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan Tempat tidur dalam posisi rendah, penerangan cukup, lantai tidak licin, side rails tempat tidur terpasang, roda tempat tidur terkunci dan pasien ditemani keluarga minimal 1 orang



3

Hipertermi b/d peningkatan leukosit dan suhu tubuh (mekanisme kompensasi tubuh)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, hipertermi tidak ada, dengan kriteria hasil:  TTV dalam rentang normal  Pasien akan menunjukka n termoregula si  Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermi

 Observasi TTV  Anjurkan cukup minum  Berikan kompres hangat atau dingin  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian tipis  Monitor tanda tanda kekurangan cairan  Kaji keluhan; demam, pusing, mual dan nyeri  Laksanakan tindakan kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik

08:00

Memberikan terapi Paracetamol drip

08:05

Menganjurkan pasien banyak minum dan memberikan kompres hangat atau dinginserta menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis

08:15

Mengkaji tanda tanda kekurangan cairan seperti bibir tampak kering, rasa haus yang berlebih

Anjurkan untuk menekan bel bila memerlukan bantuan

S : pasien mengatakan badan terasa panas O : Bibir tampak kering, turgor kulit baik A : Masalah hipertermi belum terataasi P : Intervensi dilanjutkan  Observasi TTV  Anjurkan cukup minum  Berikan kompres hangat atau dingin  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian tipis  Monitor tanda tanda kekurangan cairan  Kaji keluhan; demam, pusing, mual dan nyeri  Laksanakan tindakan kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik

NO 1.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Nyeri akut b/d distensi abdomen

TUJUAN

RENCANA TINDAKAN

Setelah dilakukan asuhan keperawatan , nyeri pasien berkurang atau nyeri tidak dirasakan lagi, dengan kriteria hasil:  Skala nyeri berkurang atau tidak ada  Klien tampak tenang

 Observasi TTV  Kaji nyeri secara komprehensif  Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi (menonton TV, membaca buku dan mendengarkan musik), apabila nyeri  Atur posisi pasien senyaman mungkin  Kolaborasi tindakan medis dengan pemberian analgesik sesuai program

07:50

IMPLEMENTASI TANGGAL 15-01-2019 Mengkaji nyeri dan lokasi: pasien mengatakan nyeri di perut sebelah kanan atas, sambil menunjuk lokasi nyeri

08:00

Memberikan terapi Paracetamol drip

08:10

Menganjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam, apabila nyeri

10:00

Mengatur mungkin

11:00

Mengukur TTV TD= 110/70 mmHg HR= 71 x/mnt RR= 20 x/mnt Suhu= 37,6 oC

JAM

13:00

posisi

pasien

senyaman

EVALUASI

TTD & NAMA

S : Pasien mengatakan nyeri masih terasa di perut bagian kanan atas O: -Skala nyeri 6 (skala numerik) -Pasien tampak meringis menahan sakit A : Nyeri teratasi sebagian P : Intervensi keperawatan dilanjutkan   

Mengkaji ulang keluhan pasien

 

Observasi TTV Kaji nyeri secara komprehensif Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi (menonton TV, membaca buku dan mendengarkan musik) Atur posisi pasien senyaman mungkin Kolaborasi tindakan medis dengan pemberian analgesik sesuai program

2

Resiko jatuh b/d kelemahan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pasien tidak jatuh, dengan kriteria hasil:  lingkungan aman  pasien dan keluarga dapat mencegah resiko jatuh  pasien tidak jatuh  pasien dapat beratifitas dengan bantuan minimal

 Observasi TTV  Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan  Tempat tidur dalam posisi rendah, penerangan cukup, lantai tidak licin, side rails tempat tidur terpasang, roda tempat tidur terkunci dan pasien ditemani keluarga minimal 1 orang  Anjurkan untuk menekan bel bila memerlukan bantuan

08:00

08.20

Memastikan pasien dalam keadaan aman untuk menghindari kejadian jatuh, seperti:  Memastikan posisi tempat tidur rendah  Roda tempat tidur terkunci  Side rails terpasang  Lantai tidak licin  Pencahayaan terang  Pasien ditunggu keluarga 1 orang Mendekatkan alat-alat yang dibutuhkan pasien, seperti: bell, remote AC dan TV

S : tidak ada jatuh O: - Skala Morse 35 - Gelang kuning terpasang di tangan, stiker resiko jatuh di tempat tidur dan pintu kamar pasien - Pasien menerapkan cara menghindari kejadian jatuh yang telah diajarkan sebelumnya - Posisi tempat tidur rendah, Roda tempat tidur terkunci, Side rails terpasang, lantai tidak licin, pencahaaan terang dan pasien ditunggu keluarga 1 orang A : Resiko jatuh sebagian teratasi P : Intervensi keperawatan dilanjutkan   

Observasi TTV Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan Tempat tidur dalam posisi rendah, penerangan cukup, lantai tidak licin, side rails tempat tidur terpasang, roda tempat tidur terkunci dan pasien ditemani keluarga minimal 1 orang



3

Hipertermi b/d peningkatan leukosit dan suhu tubuh (mekanisme kompensasi tubuh)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, hipertermi tidak ada, dengan kriteria hasil:  TTV dalam rentang normal  Pasien akan menunjukka n termoregula si  Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermi

 Observasi TTV  Anjurkan cukup minum  Berikan kompres hangat atau dingin  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian tipis  Monitor tanda tanda kekurangan cairan  Kaji keluhan; demam, pusing, mual dan nyeri  Laksanakan tindakan kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik

08:00

Memberikan terapi Paracetamol drip

08:05

Menganjurkan pasien banyak minum dan memberikan kompres hangat atau dinginserta menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis

10:10

Mengkaji tanda tanda kekurangan cairan seperti bibir tampak kering, rasa haus yang berlebih

Anjurkan untuk menekan bel bila memerlukan bantuan

S : pasien mengatakan badan masih terasa panas O : Bibir tampak kering, turgor kulit baik A : Masalah hipertermi teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan  Observasi TTV  Anjurkan cukup minum  Berikan kompres hangat atau dingin  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian tipis  Monitor tanda tanda kekurangan cairan  Kaji keluhan; demam, pusing, mual dan nyeri  Laksanakan tindakan kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik

NO 1.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Nyeri akut b/d distensi abdomen

TUJUAN

RENCANA TINDAKAN

Setelah dilakukan asuhan keperawatan , nyeri pasien berkurang atau nyeri tidak dirasakan lagi, dengan kriteria hasil:  Skala nyeri berkurang atau tidak ada  Klien tampak tenang

 Observasi TTV  Kaji nyeri secara komprehensif  Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi (menonton TV, membaca buku dan mendengarkan musik), apabila nyeri  Atur posisi pasien senyaman mungkin  Kolaborasi tindakan medis dengan pemberian analgesik sesuai program

07:50

IMPLEMENTASI TANGGAL 16-01-2019 Mengkaji nyeri dan lokasi: pasien mengatakan nyeri di perut sebelah kanan atas, sambil menunjuk lokasi nyeri

08:00

Memberikan terapi Paracetamol drip

08:10

Menganjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam, apabila nyeri

10:00

Mengatur mungkin

11:00

Mengukur TTV TD= 110/70 mmHg HR= 71 x/mnt RR= 20 x/mnt Suhu= 38 oC

JAM

13:00

posisi

pasien

senyaman

EVALUASI

TTD & NAMA

S : Pasien mengatakan nyeri masih terasa di perut bagian kanan atas O: -Skala nyeri 6 (skala numerik) -Pasien tampak meringis menahan sakit A : Nyeri teratasi sebagian P : Intervensi keperawatan dilanjutkan   

Mengkaji ulang keluhan pasien

 

Observasi TTV Kaji nyeri secara komprehensif Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi (menonton TV, membaca buku dan mendengarkan musik) Atur posisi pasien senyaman mungkin Kolaborasi tindakan medis dengan pemberian analgesik sesuai program

2

Resiko jatuh b/d kelemahan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pasien tidak jatuh, dengan kriteria hasil:  lingkungan aman  pasien dan keluarga dapat mencegah resiko jatuh  pasien tidak jatuh  pasien dapat beratifitas dengan bantuan minimal

 Observasi TTV  Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan  Tempat tidur dalam posisi rendah, penerangan cukup, lantai tidak licin, side rails tempat tidur terpasang, roda tempat tidur terkunci dan pasien ditemani keluarga minimal 1 orang  Anjurkan untuk menekan bel bila memerlukan bantuan

08:00

08.20

Memastikan pasien dalam keadaan aman untuk menghindari kejadian jatuh, seperti:  Memastikan posisi tempat tidur rendah  Roda tempat tidur terkunci  Side rails terpasang  Lantai tidak licin  Pencahayaan terang  Pasien ditunggu keluarga 1 orang Mendekatkan alat-alat yang dibutuhkan pasien, seperti: bell, remote AC dan TV

S : tidak ada jatuh O: - Skala Morse 35 - Gelang kuning terpasang di tangan, stiker resiko jatuh di tempat tidur dan pintu kamar pasien - Pasien menerapkan cara menghindari kejadian jatuh yang telah diajarkan sebelumnya - Posisi tempat tidur rendah, Roda tempat tidur terkunci, Side rails terpasang, lantai tidak licin, pencahaaan terang dan pasien ditunggu keluarga 1 orang A : Resiko jatuh sebagian teratasi P : Intervensi keperawatan dilanjutkan   

Observasi TTV Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan Tempat tidur dalam posisi rendah, penerangan cukup, lantai tidak licin, side rails tempat tidur terpasang, roda tempat tidur terkunci dan pasien ditemani keluarga minimal 1 orang



3

Hipertermi b/d peningkatan leukosit dan suhu tubuh (mekanisme kompensasi tubuh)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, hipertermi tidak ada, dengan kriteria hasil:  TTV dalam rentang normal  Pasien akan menunjukka n termoregula si  Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermi

 Observasi TTV  Anjurkan cukup minum  Berikan kompres hangat atau dingin  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian tipis  Monitor tanda tanda kekurangan cairan  Kaji keluhan; demam, pusing, mual dan nyeri  Laksanakan tindakan kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik

08:00

Memberikan terapi Paracetamol drip

08:05

Menganjurkan pasien banyak minum dan memberikan kompres hangat atau dinginserta menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis

10:10

Mengkaji tanda tanda kekurangan cairan seperti bibir tampak kering, rasa haus yang berlebih

Anjurkan untuk menekan bel bila memerlukan bantuan

S : pasien mengatakan badan terasa panas O : Bibir tampak kering, turgor kulit baik A : Masalah hipertermi teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan  Observasi TTV  Anjurkan cukup minum  Berikan kompres hangat atau dingin  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian tipis  Monitor tanda tanda kekurangan cairan  Kaji keluhan; demam, pusing, mual dan nyeri  Laksanakan tindakan kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik

POST OPERASI NO 1.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Nyeri akut b/d luka insisi

TUJUAN

RENCANA TINDAKAN

JAM

Setelah dilakukan asuhan keperawatan , nyeri pasien berkurang atau nyeri tidak dirasakan lagi, dengan kriteria hasil: - skala nyeri berkurang atau tidak ada - klien tampak tenang

- Observasi TTV - Kaji nyeri secara komprehensif Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi (menonton TV, membaca buku dan mendengarkan musik) - Atur posisi pasien senyaman mungkin - Kolaborasi tindakan medis dengan pemberian analgesik sesuai program

13:30

14:00

IMPLEMENTASI TANGGAL 17-01-2019 Mengkaji nyeri dan lokasi: pasien mengatakan nyeri di perut sebelah kanan atas, sambil menunjuk lokasi nyeri Memberikan terapi obat analgetik: - Fentanyl 50 mg/12 jam IV - Tramal 50 mg/8 jam IV - Torasic 30 mg/8 jam - Paracetamol 100ml/8 jam IV Drip

14:10

Menganjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam, apabila nyeri

14:30

Mengatur mungkin

16:30

Mengukur TTV TD= 130/80 mmHg HR= 83 x/mnt RR= 20 x/mnt Suhu= 37,8 o C

19:30

Mengkaji ulang keluhan pasien

posisi

pasien

senyaman

EVALUASI

TTD & NAMA

S : Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan atas bekas operasi O: -Skala nyeri 5 (skala numerik) -Pasien tampak meringis sambil sesekali memegang perutnya A : Nyeri teratasi sebagian P : Intervensi keperawatan dilanjutkan   

 

Observasi TTV Kaji nyeri secara komprehensif Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi (menonton TV, membaca buku dan mendengarkan musik) Atur posisi pasien senyaman mungkin Kolaborasi tindakan medis dengan pemberian analgesik sesuai program

2

Resiko jatuh b/d kelemahan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pasien tidak jatuh, dengan kriteria hasil: lingkungan aman - pasien dan keluarga dapat mencegah resiko jatuh - pasien tidak jatuh - pasien dapat beratifitas dengan bantuan minimal

- Observasi TTV - Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan - Tempat tidur dalam posisi rendah, penerangan cukup, lantai tidak licin, side rails tempat tidur terpasang, roda tempat tidur terkunci dan pasien ditemani keluarga minimal 1 orang - Anjurkan untuk menekan bel bila memerlukan bantuan

13:30

13.35

Memastikan pasien dalam keadaan aman untuk menghindari kejadian jatuh, seperti:  Memastikan posisi tempat tidur rendah  Roda tempat tidur terkunci  Side rails terpasang  Lantai tidak licin  Pencahayaan terang  Pasien ditunggu keluarga 1 orang Mendekatkan alat-alat yang dibutuhkan pasien, seperti: bell, remote AC dan TV

S : tidak ada jatuh O: - Skala Morse : 35 - Gelang kuning terpasang di tangan, stiker resiko jatuh di tempat tidur dan pintu kamar pasien - Pasien menerapkan cara menghindari kejadian jatuh yang telah diajarkan sebelumnya - Posisi tempat tidur rendah, Roda tempat tidur terkunci, Side rails terpasang, lantai tidak licin, pencahaaan terang dan pasien ditunggu keluarga 1 orang A : Resiko jatuh sebagian teratasi P : Intervensi keperawatan dilanjutkan   

Observasi TTV Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan Tempat tidur dalam posisi rendah, penerangan cukup, lantai tidak licin, side rails tempat tidur terpasang, roda tempat tidur terkunci dan pasien ditemani keluarga minimal 1 orang



3

4

Hipertermi b/d peningkatan leukosit dan suhu tubuh (mekanisme kompensasi tubuh)

Resiko infeksi b/d luka insisi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, hipertermi tidak ada, dengan kriteria hasil: - TTV dalam rentang normal - Pasien akan menunjukkan termoregulasi Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermi

- Observasi TTV - Anjurkan cukup minum - Berikan kompres hangat atau dingin - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian tipis - Monitor tanda tanda kekurangan cairan Kaji keluhan; demam, pusing, mual dan nyeri Laksanakan tindakan kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik

16:00

Memberikan terapi Paracetamol drip

16:10

Menganjurkan pasien banyak minum dan memberikan kompres hangat atau dingin serta menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis

18:00

Mengkaji tanda tanda kekurangan cairan seperti bibir tampak kering, rasa haus yang berlebih

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, infeksi tidak terjadi, dengan

- Observasi TTV Ajarkan dan anjurkan keluarga melakukan cuci tangan 6 langkah sebelum dan sesudah

14.00

Memberikan terapi antibiotik ceftriaxone 1gr IV

15.00

Mengkaji tanda tanda infeksi  Tidak ada kemerahan disekitar insisi bedah

Anjurkan untuk menekan bel bila memerlukan bantuan

S : pasien mengatakan badan masih terasa panas O : Bibir tampak kering, turgor kulit baik A : Masalah hipertermi teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan  Observasi TTV  Anjurkan cukup minum  Berikan kompres hangat atau dingin  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian tipis  Monitor tanda tanda kekurangan cairan  Kaji keluhan; demam, pusing, mual dan nyeri  Laksanakan tindakan kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik S : pasien mengatakan luka sekitar insisi bedah terasa nyeri O : Pasien tampak sesekali memegang perut nya

kriteria hasil: tidak ada tanda tanda infeksi - menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat - luka dalam keadaan bersih dan tertutup

kontak dengan pasien Batasi jumlah pengunjung - Pertahankan teknik aseptik saat merawat luka dan mengganti balutan - Observasi keadaan luka - Kolaborasi tindakan medis pemberian antibiotik sesuai program

    15.05

Sekitar luka tidak ada teraba panas Tidak ada pembengkakan di sekitar insisi bedah Pasien mengatakan nyeri disekitar insisi bedah Tidak ada kehilangan fungsi disekitar insisi bedah

Melakukan perawatan luka dengan teknik steril serta membalut luka

A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian P : Intervensi keperawatan dilanjutkan  Observasi TTV  Ajarkan dan anjurkan keluarga melakukan cuci tangan 6 langkah sebelum dan sesudah kontak dengan pasien  Batasi jumlah pengunjung  Pertahankan teknik aseptik saat merawat luka dan mengganti balutan  Observasi keadaan luka  Kolaborasi tindakan medis pemberian antibiotik sesuai program

NO 1.

2

DIAGNOSA KEPERAWATAN Nyeri akut b/d luka insisi

Resiko jatuh b/d kelemahan

TUJUAN

RENCANA TINDAKAN

JAM

Setelah dilakukan asuhan keperawatan , nyeri pasien berkurang atau nyeri tidak dirasakan lagi, dengan kriteria hasil: - skala nyeri berkurang atau tidak ada - klien tampak tenang

- Observasi TTV - Kaji nyeri secara komprehensif Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi (menonton TV, membaca buku dan mendengarkan musik) - Atur posisi pasien senyaman mungkin - Kolaborasi tindakan medis dengan pemberian analgesik sesuai program

13:30

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pasien tidak jatuh, dengan

- Observasi TTV - Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan - Tempat tidur dalam posisi rendah, penerangan cukup,

IMPLEMENTASI TANGGAL 18-01-2019 Mengkaji nyeri dan lokasi: pasien mengatakan nyeri di perut sebelah kanan atas, sambil menunjuk lokasi nyeri

EVALUASI

TTD & NAMA

Memberikan terapi obat analgetik: - Fentanyl 50 mg/12 jam IV - Tramal 50 mg/8 jam IV - Torasic 30 mg/8 jam - Paracetamol 100ml/8 jam IV Drip

S : Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan atas bekas operasi sudah berkurang O : -Skala nyeri 3 (skala numerik) -Pasien tampak tenang A : Nyeri teratasi sebagian P : Intervensi keperawatan dilanjutkan

14:10

Menganjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam, apabila nyeri

 

14:30

Mengatur mungkin

16:30

Mengukur TTV TD= 110/80 mmHg HR= 63 x/mnt RR= 18 x/mnt Suhu= 36 o C

19:30

Mengkaji ulang keluhan pasien

13:30

Memastikan pasien dalam keadaan aman untuk menghindari kejadian jatuh, seperti:  Memastikan posisi tempat tidur rendah  Roda tempat tidur terkunci

14:00

posisi

pasien

senyaman

Observasi TTV Kaji nyeri secara komprehensif  Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi (menonton TV, membaca buku dan mendengarkan musik)  Atur posisi pasien senyaman mungkin  Kolaborasi tindakan medis dengan pemberian analgesik sesuai program S : tidak ada jatuh O: - Skala Morse : 35 - Gelang kuning terpasang di tangan, stiker resiko jatuh di tempat tidur dan

kriteria hasil: lingkungan aman - pasien dan keluarga dapat mencegah resiko jatuh - pasien tidak jatuh - pasien dapat beratifitas dengan bantuan minimal

lantai tidak licin, side rails tempat tidur terpasang, roda tempat tidur terkunci dan pasien ditemani keluarga minimal 1 orang - Anjurkan untuk menekan bel bila memerlukan bantuan

    13.35

Side rails terpasang Lantai tidak licin Pencahayaan terang Pasien ditunggu keluarga 1 orang

Mendekatkan alat-alat yang dibutuhkan pasien, seperti: bell, remote AC dan TV

pintu kamar pasien - Pasien menerapkan cara menghindari kejadian jatuh yang telah diajarkan sebelumnya - Posisi tempat tidur rendah, Roda tempat tidur terkunci, Side rails terpasang, lantai tidak licin, pencahaaan terang dan pasien ditunggu keluarga 1 orang A : Resiko jatuh sebagian teratasi P : Intervensi keperawatan dilanjutkan   



Observasi TTV Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan Tempat tidur dalam posisi rendah, penerangan cukup, lantai tidak licin, side rails tempat tidur terpasang, roda tempat tidur terkunci dan pasien ditemani keluarga minimal 1 orang Anjurkan untuk menekan bel bila memerlukan bantuan

3

4

Hipertermi b/d peningkatan leukosit dan suhu tubuh (mekanisme kompensasi tubuh)

Resiko infeksi b/d luka insisi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, hipertermi tidak ada, dengan kriteria hasil: - TTV dalam rentang normal - Pasien akan menunjukkan termoregulasi Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, infeksi tidak terjadi, dengan kriteria hasil: tidak ada tanda tanda infeksi - menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat - luka dalam keadaan bersih dan tertutup

- Observasi TTV - Anjurkan cukup minum - Berikan kompres hangat atau dingin - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian tipis - Monitor tanda tanda kekurangan cairan Kaji keluhan; demam, pusing, mual dan nyeri Laksanakan tindakan kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik - Observasi TTV Ajarkan dan anjurkan keluarga melakukan cuci tangan 6 langkah sebelum dan sesudah kontak dengan pasien Batasi jumlah pengunjung - Pertahankan teknik aseptik saat merawat luka dan mengganti balutan - Observasi keadaan luka - Kolaborasi tindakan medis pemberian antibiotik sesuai

16:00

Mengukur suhu tubuh Suhu= 36 o C

16:05

Memberikan terapi Paracetamol drip

16:10

Menganjurkan pasien banyak minum dan memberikan kompres hangat atau dingin serta menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis

18.00

Mengkaji tanda tanda kekurangan cairan seperti bibir tampak lembab, turgor kulit baik

14.00

Memberikan terapi antibiotik ceftriaxone 1gr IV

15.00

Mengkaji tanda tanda infeksi  Tidak ada kemerahan disekitar insisi bedah  Sekitar luka tidak ada teraba panas  Tidak ada pembengkakan di sekitar insisi bedah  Pasien mengatakan nyeri disekitar insisi bedah  Tidak ada kehilangan fungsi disekitar insisi bedah

15.05

Melepas drain abdomen, melakukan perawatan luka, dan membalut luka

S : pasien mengatakan sudah tidak lagi merasa demam O : Bibir tampak lembab, turgor kulit baik A : Masalah hipertermi teratasi P : Intervensi dihentikan

S : pasien mengatakan nyeri pada luka sekitar insisi bedah sudah berkurang O : Pasien tampak tenang A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian P : Intervensi keperawatan dilanjutkan  Observasi TTV  Ajarkan dan anjurkan keluarga melakukan cuci tangan 6 langkah sebelum dan sesudah kontak dengan pasien  Batasi jumlah

program 

 

pengunjung Pertahankan teknik aseptik saat merawat luka dan mengganti balutan Observasi keadaan luka Kolaborasi tindakan medis pemberian antibiotik sesuai program

NO 1.

2

DIAGNOSA KEPERAWATAN Nyeri akut b/d luka insisi

Resiko jatuh b/d kelemahan

IMPLEMENTASI TANGGAL 19-01-2019 - Pasien acc pulang oleh dokter DPJP

TUJUAN

RENCANA TINDAKAN

JAM

Setelah dilakukan asuhan keperawatan , nyeri pasien berkurang atau nyeri tidak dirasakan lagi, dengan kriteria hasil: - skala nyeri berkurang atau tidak ada - klien tampak tenang

- Observasi TTV - Kaji nyeri secara komprehensif Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi (nafas dalam) dan distraksi (menonton TV, membaca buku dan mendengarkan musik) - Atur posisi pasien senyaman mungkin - Kolaborasi tindakan medis dengan pemberian analgesik sesuai program

14.00

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pasien tidak jatuh, dengan kriteria hasil: lingkungan aman - pasien dan keluarga dapat mencegah resiko jatuh - pasien tidak jatuh

- Observasi TTV - Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan - Tempat tidur dalam posisi rendah, penerangan cukup, lantai tidak licin, side rails tempat tidur terpasang, roda tempat tidur terkunci dan pasien ditemani keluarga minimal 1 orang - Anjurkan untuk menekan bel bila

14.30

- Mengakaji ulang skala morse

14.55

- Melepas infuse pasien

14.45

- Mananyakan keluhan nyeri pasien : “Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang, skala nyeri 1” - Menganjurkan pasien untuk melakukan relaksasi napas dalam jika merasakan nyeri di rumah

TTD & NAMA

EVALUASI S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang O: -Skala nyeri 1 (skala numerik) -Pasien tampak meringis menahan sakit rileks A : Nyeri teratasi P : Intervensi keperawatan dihentikan

15.00 - Mengantar pasien pulang

- Melepas gelang identitas dan gelang kuning pasien 15.00

- Menagantar pasien pulang

S : tidak ada jatuh O: - Skala Morse : 15 - Pasien sudah dapat melakukan mobilisasi secara mandiri - Pasien tampak rileks dan sudah tidak lemas lagi A : Resiko jatuh tidak terjadi P : Intervensi keperawatan dihentikan

3

Resiko infeksi b/d luka insisi

- pasien dapat beratifitas dengan bantuan minimal Setelah dilakukan asuhan keperawatan, infeksi tidak terjadi, dengan kriteria hasil: tidak ada tanda tanda infeksi - menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat - luka dalam keadaan bersih dan tertutup

memerlukan bantuan

- Observasi TTV Ajarkan dan anjurkan keluarga melakukan cuci tangan 6 langkah sebelum dan sesudah kontak dengan pasien Batasi jumlah pengunjung - Pertahankan teknik aseptik saat merawat luka dan mengganti balutan - Observasi keadaan luka - Kolaborasi tindakan medis pemberian antibiotik sesuai program

14.15

14.25

- Mengganti verban dan mengkaji tanda-tanda infeksi pada luka insisi bedah  Tidak ada kemerahan disekitar insisi bedah  Disekitar luka tidak teraba panas  Tidak ada pembengkakan di sekitar insisi bedah  Pasien mengatakan nyeri disekitar insisi bedah  Tidak ada kehilangan fungsi disekitar insisi bedah

15.00

- Mengajarkan pasien untuk melakukan perawatan luka di rumah - Mengantar pasien pulang

S : Pasien mengetahui tanda tanda infeksi pada luka O: Pasien dapat menjelaskan kembali tanda tanda infeksi dengan baik - Pasien dapat mengulangi cara merawat luka dengan baik A : Resiko infeksi teratasi P : Intervensi keperawatan dihentikan

Related Documents

Laporan Kasus
June 2020 61
Laporan Kasus
June 2020 56
Laporan Kasus
June 2020 53
Laporan Kasus
June 2020 47
Laporan Kasus
July 2020 55

More Documents from "Himmah Binafsiha"