BAGIAN ORTHOPEDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
OPEN FRACTURE 1/3 PROXIMAL OS TIBIA
Oleh: Angga Nugraha Hamid 111 2017 2123
Pembimbing dr. Syarif Hidayatullah. Sp.OT
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ORTHOPEDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2019
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa : Nama
: Angga Nugraha Hamid
Stambuk
: 111 2017 2123
Judul
: Open Fractue 1/3 Proximal Os Tibia
Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Orthopedi, Universitas Muslim Indonesia.
Makassar, Februari 2019
Pembimbing
(dr. Syarif Hidayatullah. Sp.OT)
BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama
: Tn. S
Umur
: 50 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Status perkawinan
: sudah menikah
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Bendoro, Kab. Maros
Suku bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Tanggal masuk RS
: 23 Februari 2019
Jam masuk RS
: 19.00 WITA
ANAMNESIS Diambil secara autoanamnesis pada Selasa 26 Februari 2019 Keluhan Utama Nyeri pada betis sebelah kiri akibat tembakan. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien a.n Tn.S datang ke UGD RS Bhayangkara kota Makassar diantar oleh pihak kepolisian dengan keluhan nyeri pada betis sebelah kiri. Nyeri dikarenakan luka tembak yang dialami oleh Tn.S sejak 1 minggu yang lalu oleh pihak kepolisian. Menurut pasien, kakinya terasa nyeri bila digerakkan, dan berkurang jika diistirahatkan. Terdapat bengkak bila dibandingkan dengan kaki kanan.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat batuk lama, hipertensi, diabetes mellitus, asma, sakit jantung, sakit paru, alergi obat serta makanan, riwayat operasi, dan riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien menyangkal adanya riwayat batuk lama, hipertensi, diabetes mellitus, asma, sakit jantung, sakit paru, alergi obat serta makanan baik pada kedua orangtua maupun pada saudara sekandung. Riwayat Kebiasaan Pasien menyangkal kebiasaan merokok, os mengaku jarang berolahraga.
PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis
Keadaan umum o Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital o Tekanan darah
: 130/80mmHg
o Nadi
: 88x/menit
o Suhu
: 36,5oC
o Pernapasan
: 20 x/mnt
Status gizi o Berat badan
: 75 kg
o Tinggi badan
: 168 cm
o Kesan gizi
: IMT (2,6 ) Obes 1
Kepala
: Normocephali, deformitas (-), rambut hitam tersebar merata, tidak mudah dicabut
Mata
: CA -/-, SI -/-, oedem palpebra -/-, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga
: Nyeri tekan tragus (-),
Hidung
: Ddeformitas (-), deviasi septum (-), secret (-), darah (-), konka hiperemis dan hipertrofi -/-
Mulut
: Bibir normal, tidak terdapat kelainan, tidak terdapat karies, trismus (-), lidah kotor (-), sariawan (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang.
Leher
Thoraks
: KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Bentuk simetris kanan kiri, tidak ada rongga thoraks yang tertinggal gerak napasnya, fokal fremitus +/+ sama kuat kanan dan kiri o Jantung
: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
o Paru
: Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
: Supel, datar, timpani, peristaltic kesan normal, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar lien tidak teraba membesar
Extremitas
: hangat +/+
oedem -/-
+/+
+/-
Status Lokalis
Regio cruris Sinistra o Look
: Tampak luka tembak dengan ukuran 3x2cm, oedem(+), darah (-), deformitas (+),
o Feel
: Teraba hangat (+), nyeri tekan (+), pulsasi a.dorsalis pedis (+), akral hangat (+), krepitasi (+)
o Move
: Terdapat keterbatasan gerak aktif akibat nyeri,
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Tanggal 24 Februari 2019
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Hemoglobin
11,6
12-18g/dl
Hematokrit
33.1
37-54%
Leukosit
9.16
4000-10000/uL
Trombosit
231 ribu
150-400ribu/mm3
Eritrosit
4,04
3,5-5,5juta/mm3
Bleeding time
3’00”
1-7menit
Clotting time
7’30”
< 15menit
Glucotest
112 mg/dl
Radiologi tanggal 23 February 2019
Rongent cruris
Cruris sinistra AP/L
Interpretasi : - Fraktur komunitif 1/3 proximal hingga 1/3 medial os tibia sinistra, tidak tampak perluasan fraktur ke tiba plateu, jaringan luna sekitar terkesan swelling, celah sendi genu baik. Kesan: o Fraktur komunitif 1/3 proximal hingga 1/3 medial os Tibia (S)
DIAGNOSIS KERJA Open fracture 1/3 Proximal Os Tibia Sinistra PENATALAKSANAAN Non-operatif
dilakukan pembersihan pada area luka, luka dibalut
Operatif
Pre Operatif : Puasa 8 jam Pre OP IVFD RL 20 TPM Inj. Cefoperazon 1gr/12 jam Inj. Dexamethason 10 mg/iv Inj. Ondansetron 8 mg/ iv Inj. Ranitidin 50 mg/iv Inj. Ketorolac 80 mg/iv
Operatif Open Reduction Internal Fixation ( ORIF ) + Remove corpus Alienum
Post Operatif Inj. Cefoperazon 1 gr/12 jam Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam Inj ranitidine 1 amp/12 jam Cek Lab Darah Lengkap Ukur drain perhari X-Ray Cruris (S) AP/L
PROGNOSIS Ad vitam
: bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
RESUME Pasien a.n Tn.S datang ke UGD RS Bhayangkara kota Makassar diantar oleh pihak kepolisian dengan keluhan nyeri pada betis sebelah kiri. Nyeri dikarenakan luka tembak yang dialami oleh Tn.S sejak 1 minggu yang lalu oleh pihak kepolisian. Menurut pasien, kakinya terasa nyeri bila digerakkan, dan berkurang jika diistirahatkan. Terdapat bengkak bila dibandingkan dengan kaki kanan. Pada pemeriksaan fisik status lokalis didapatkan:
Regio cruris Sinistra o Look
: Tampak luka tembak dengan ukuran 3x2cm, oedem(+), darah (-), deformitas (+),
o Feel
: Teraba hangat (+), nyeri tekan (+), pulsasi a.dorsalis pedis (+), akral hangat (+), krepitasi (+)
o Move
: Terdapat keterbatasan gerak aktif,
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan:
Laboratorium Tanggal 24 Februari 2019
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Hemoglobin
11,6
12-18g/dl
Hematokrit
33.1
37-54%
Glucotest
112 mg/dl
Foto rongent cruris didapatkan kesan: o Fraktur komunitif 1/3 proximal hingga 1/3 medial os Tibia (S)
Dokumentasi Pre Op :
Intra Op
Post Op.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI OS TIBIA Tulang adalah suatu jaringan dan organ yang terstruktur dengan baik, tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut dengan korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan dilapisi oleh periosteum pada bagian luarnya sedangkan yang membatasi tulang dari cavitas medullaris adalah endosteum , tulang tersusun atas: a. Komponen sel :osteocytus, osteoblastocytus dan osteoclastocytus b. Komponen matrix ossea: serabut-serabut kolagen tipe 1 dan substantia fundamentalis Arsitektur jaringan tulang dikenal dengan 2 jenis yaitu: a. Jaringan tulang dengan arsitektur serupa jala b. Jaringan tulang yang menunjukkan gambaran lembaran-lembaran (lamella ossea). Masing-masing memiliki deretan lacuna ossea yang pada keadaan segar ditempati oleh osteocytus.
Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris. Ini merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke proksimal untuk membentuk articulatio genu dan ke distal terlihat semakin mengecil. Musculus di region cruris dibedakan menjadi tiga kelompok. Yaitu (a) kelompok anterior, (b) kelompok posterior dan (c) kelompok lateralis. Musculus di regio anterior o M. tibialis anterior o M. extensor hallucis longus o M. extensor digitorum longus dan m.peroneus tertius o Musculus regio cruris posterior kelompok superficialis o M. Gastrocnemius o M. Soleus o M. Plantaris o Musculus regio cruris posterior kelompok profunda
M. Popliteus
M. flexor hallucis longus
M. flexor digitorum longus
M. tibialis posterior
Musculus region cruris lateralis
M. peroneus longus
M. peroneus brevis
Definisi Fraktur Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi.(1)
Klasifikasi Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada-tidaknya hubungan patahan tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat(Gustilo-Anderson classification), yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi. Derajat luka terbuka:
Tipe I o
Luka kurang dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak minimal
o Dasar luka bersih o Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusminimal
Tipe II o Luka lebih besar dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak moderat o Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi minimal
Tipe III o Fraktur yang melibatkan kerusakan parah pada jaringan lunak, termasuk struktur otot,kulit dan neurovaskular. o Subtipe IIIA, jaringan lunak masih adekuat tanpa memandang luas luka.Termasuk
didalamnya
fraktur
segmental
atau
fraktur
kominutif. o Subtipe IIIB, hilangnya jaringan lunak disertai pengikisan jaringan periosteal dan tulang tampak dari luar.
o
Subtipe
IIIC,
fraktur
dengan
cedera
arteri
utama
yang
membutuhkan perbaikan segera untuk mempertahankan bagian distal dari fraktur.
Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit atau inkomplit (termasuk fisura dan greenstick fracture), transversa, oblik, spiral, kompresi, simple, kominutif, segmental, kupu-kupu dan impaksi (termasuk impresi dan inklavasi).
Gambar 3.2. Fraktur inkomplit (kiri) dan komplit (kanan)
Gambar 3.3. Klasifikasi fraktur berdasarkan garis fraktur
Klasifikasi berdasarkan garis fraktur A. Fisura tulang disebabkan oleh cedera tunggal hebat atau oleh cedera terus menerus yang cukup lama B. Patah tulang oblik C. Patah tulang transversa D. Patah tulang kominutif E.
Patah tulang segmental
F.
Patah tulang kupu-kupu
G. Green stick fracture, periosteum tetap utuh H. Patah tulang kompresi I.
Patah tulang impaksi
J.
Patah tulang impresi
K. Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif lain
Berdasarkan ada tidaknya pergeseran dari fragmen fraktur dibagi menjadi: displaced dan undisplaced.1 -
Fraktur undisplaced (tidak bergeser). Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
-
Fraktur displaced. Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut dislokasi fragmen. 1. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). 2. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). 3. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi).
Gambar 3.4. Pembagian berdasarkan pergeseran fraktur1,2
Fraktur Diafisis Tibia Mekanisme trauma Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral.Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal.Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka.Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. (1)
Gambar 8.Fraktur diafisis tibia.
Klasifikasi fraktur Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya.(3) Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks. Masing–masing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu(3) A. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal. B. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen. C. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.
Gambar 9.Klasifikasi fraktur diafisis tibia mengikut Orthopaedic Trauma Association (OTA).
Gambar diatas menunjukkan klasifikasi fraktur berdasarkan radiografi, dari sebelah kiri ke arah bawah menunjukkan fraktur tipe simpel, yang terdiri dari spiral, oblik dan transversal. Gambar yang di tengah memperlihatkan fraktur tipe wedge, dari atas ke bawah memperlihatkan tipe spiral, bending, dan fragmen. Gambar sebelah kanan menunjukkan fraktur tipe kompleks, dari atas ke bawah menunjukkan fraktur tipe spiral, segmen dan ireguler(3).
Diagnosis fraktur Anamnesa Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapanterjadinya, jenisnya, berat-ringannya trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitasyang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan perut.
Pemeriksaan Umum Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya: syok pada fraktur multiple, fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.
Patofisiologi fraktur Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang tulang.yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada tulang bermacam-macam antaralain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa teknan berputar, membengkok, kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tuklang sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Pemeriksaan Status Lokalis Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang:
Look Cari apakah terdapat: o Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi dan shortening. o Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur tibia tidak
dapat
berjalan.Lihat
juga
ukuran
panjang
tulang,
bandingkan kiri dan kanan.
Feel 1. T e m p e r a t u r s e t e m p a t ya n g m e n i n g k a t 2. 2 . N ye r i
tekan; nyeri
tekan
ya n g s u p e r f i s i s a l
b i a s a n ya d i s e b a b k a n o l e h k e r u s a k a n jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang. 3. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati. 4. P e m e r i k s a a n v a s k u l e r p a d a d a e r a h d i s t a l trauma berupa
palpasi
a r t e r i r a d i a l i s , arteri
dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
Move,untuk mencari: o Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma. o
Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif atau pasif.
o Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of joint movement (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi) dan kekuatan.
Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan fragmen fraktur. Foto Rontgen harus memenuhi beberapa syarat (rule of two): o Dua pandangan Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dansekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique). o Dua sendi Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
Proses penyembuhan tulang 1. Fase hematoma (dalam waktu 24 jam timbul perdarahan) Apabila terjadi fraktur maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati,yang akan menimbulkan suatu daerah cicin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. 2. Fase proliferasi/inflamasi (Terjadi 1 – 5 hari setelah trauma) Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari perosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler
dalam canalis medullaris. Apabila terjadi robekan hebat pada periosteum maka penyembuhan sel berasal dari sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal penyembuhan fraktur terjadi penambahan jumlah sel-sel osteogenik yang memberikan pertumbuhan yang cepat melebihi sifat tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu kalus dari fraktur akan membentuk satu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologi kalus belum mengandung tulang sehingga masih merupakan suatu daerah radiolusen. 3. Fase pembentukan kalus (terjadi 6 – 10 hari setelah trauma) Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sedasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut “woven bone” (merupakan indikasi radiologi pertama penyembuhan fraktur). 4. Fase konsolidasi (2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh) Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus dapat diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling (waktu lebih 10 minggu) Perlahan –perlahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sum-sum.
Sementara penyembuhan fraktur tulang kanselosa pada metafisis tulang panjang atau tulang-tulang pendek terjadi secara cepat karena beberapa faktor, yaitu : adanya vaskularisasi yang cukup, terdapat permukaan yang lebih luas, kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat, hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur. Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis tulang panjang, tulang pendek serta tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada daerah tulang kanselosa melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Proses osteogenik penyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi trabekula, berproliferasi membentuk woven bone primer di dalam daerah fraktur yang disertai hematoma. Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah fraktur.
Faktor-faktor yang yang mempengaruhi penyembuhan tulang, antara lain : a. Faktor yang mengganggu penyembuhan fraktur 1. Imobilisasi yang tidak cukup o Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi, asalkan persendian proksimal dan distal dari patah tulang turut di imobilisasi. o Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah otot dan didalam lingkaran kulit dalam gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan ekstremitas yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan dapat merangsang perkembangan kalus. Hal ini berlaku utuk patah tulang yang ditangani gips maupun traksi. 2. Infeksi o Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat. o Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang dapat menyebabkan osteomyelitis di kedua ujung patah tulang, sehingga proses penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung. 3. Ruang diantara kedua fragmen serta Interposisi oleh jaringan lunak
o Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua fragmen patah tulang dapat menjadi halangan perkembangan kalus antara ujung patahan tulang. Penyebab yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh kelebihan traksi atau karena tonus dan tarikan otot. 4. Gangguan perdarahan setempat o Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang baru merupakan syarat mutlak penyatuan fraktur. 5. Trauma lokal ekstensif 6. Kehilangan tulang 7. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang 8. Keganasan lokal 9. Penyakit tulang metabolik (mis; penyakit paget) 10. Radiasi (nekrosis radiasi) 11. Nekrosis avaskuler o Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasyang baik, maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi akan tetapi bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian maka akan menghambat penyembuhannya. 12. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendalan) 13. Usia (lansia sembuh lebih lama) Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling tulang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah. 14. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)
Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur 1. Imobilisasi fragmen tulang 2. Kontak fragmen tulang maksimal 3. Asupan darah yang memadai (dengan syarat imobilisasi yang baik)
4. Nutrisi yang baik 5. Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang 6. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid kalsitonin, vitamain D, steroid anabolic 7. Potensial listrik pada patahan tulang Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar ½ waktu penyembuhan pada dewasa.
Penatalaksanaan 1. Konservatif Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk immobilisasi,dipasang sampai diatas lutut. Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada angulasidan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu(union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi dengan gips biasanyasulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan
tumpuan
pada tendo patella
(gips Sarmiento)
yang biasanya
dipergunakan setelah pembengkakan mereda atauterjadi union secara fibrosa. 2. Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif,fraktur tidak stabil dan adanya nonunion. Metode pengobatan operatif
adalah
sama
ada pemasangan
plate
dan
screw,
atau
nail intrameduler, atau pemasangan screw semata-mataatau pemasangan fiksasi eksterna. Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia: o Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan jaringanyang hebat atau hilangnya fragmen tulang. o Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu: o Absolut
Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan Operasi dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.
Cidera
vaskuler
sehingga
memerlukan
operasi
untuk
memperbaikijalannya darah ditungkai.
Fraktur dengan sindroma kompartemen.
Cedera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga mengurangi nyeri. o
Relatif , jika adanya:
Pemendekan
Fraktur tibia dengan fibula intak
Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Fiksasi eksternal a. Standar Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multiple yang hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan penyembuhan. Dibawah ini merupakan gambar dari fiksasi eksternal tipe standar: (3)
Gambar 11. Fiksasi Interna Standar
b. Ring Fixators Ring fixatorsdilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakansejenis cincin dan kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannyaadalah dapat digunakan untuk fraktur ke arah proksimal atau distal.Caraini baik digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah inimerupakan gambar pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia(3):
Gambar 12.Ring Fixators c. Open reduction with internal fixation (ORIF) Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai kemetafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitugerakan sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnyaterjadi komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakangambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF(3):
Gambar 13. ORIF
d. Intramedullary nailing Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbukaatau tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulangyang cidera dan menghindarkan trauma pada jaringan lunak. Di bawah iniadalah gambar dari penggunaan intramedullary nailing(3):
Gambar 14.Intramedullary nailing
Komplikasi fraktur Komplikasi segera o Lokal:
Kulit dan otot; berbagai vulnus, kontusio, avulsi
Vaskular; terputus, kontusio, perdarahan-
Organ dalam; jantung, paru-paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta), bulibuli(pada fraktur pelvis)
Neurologis; otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
o Umum:
Trauma multiple
Syok
Komplikasi dini o Lokal: Nekrosis kulit,otot, sindroma kompartemen, thrombosis, infeksi sendi, osteomyelitis. o Umum: ARDS, tetanus
Komplikasi lama o Lokal:
Tulang: malunion, nonunion, delayed union; osteomyelitis; gangguan pertumbuhan; patah tulang rekuren.
Sendi: ankilosis, penyakit degeneratif sendi pasca trauma
Miositis osifikan
Distrofi reflex
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi,cetakan ke-V. Jakarta: Yarsif Watampone, 2008. 332-334. 2. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC, 2005. 840-841. 3. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2000.346-370. 4. Price, Sylvia Anderson (1995). Phatophysiology: Clinical Concept of Disease Process.Alih bahasa: Peter Anugerah, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4 vol. 2. Jakarta :EGC. 5. Brinker. Review Of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001. 127-135. 6. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2. Jakarta: EGC, 2000.284.