SEMINAR KASUS ASUHAN KEPERAWATAN OKSIGEN HIPERBARIK PADA Tn.B DENGAN DIAGNOSA MEDIS ULKUS FRAKTUR TIBIA DI LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S., Phys. SURABAYA
TANGGAL 11 s.d 16 MARET 2019
Disusun Oleh: Kelompok 7
1. Aris Sucipto, S.Kep.
131823143037
2. Rafidah Azizah, S.Kep.
131823143066
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan asuhan keperawatan hiperbarik oksigen pada Tn. S dengan diagnosa medis Diabetes Mellitus di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi S., Phys Surabaya yang telah dilaksanakan mulai tanggal 11-13 Maret 2019 dalam rangka pelaksanaan praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah di Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut (LAKESLA) Drs. Med. R. Rijadi S., Phys Surabaya. Telah disetujui untuk dilaksanakan Seminar Kasus di Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut (LAKESLA) pada hari Kamis, 14 Maret 2019.
Disahkan, Pembimbing Akademik
Maret 2019
Pembimbing Klinik
Sugianto
Lingga Curnia Dewi, S,Kep.Ns., M.Kep. NIP. 199012162018083201
Mengetahui Kepala Ruangan
Maedi, S.Kep. Mayor Laut (K) NRP. 14608/P
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, Rahmat, dan Ridha-Nya alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Asuhan Keperawatan Hiperbarik Oksigen pada Tn. S dengan Diagnosa Medis Diabetes Mellitus di LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S., Phys Surabaya”. Laporan yang telah disusun oleh penulis ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas pada praktik profesi keperawatan Program Studi S1 Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kolonel Laut (K) dr. Sapta Prihartono, Sp.B., Sp.BA., selaku Kalakesla Drs. Med R. Rijadi S., Phys Surabaya yang telah memberikan kesempatan serta fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik 2. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan, fasilitas kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. 3. Dr. Kusnanto, S.Kp, M.Kes, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini. 4. Letkol Laut (K) dr. Jan Arif Kadarman, Sp.P., selaku Kabag diklitbang Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan arahan dan bimbingan penyusunan dan penyelesaian makalah ini 5. Mayor Laut (K) Maedi S.Kep Selaku kepala ruangan di Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan arahan dan bimbingan penyusunan dan penyelesaian makalah ini. 6. Serka Taukhid, S.Pd Selaku pembimbing klinik di Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan motivasi, dukungan, arahan dan bimbingan penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
iii
7. Makhfudli, S.Kep., Ns., M.Ked.Trop. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Profesi Ners (P3N) Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program Profesi Ners. 8. Lingga Curnia Dewi, S,Kep.Ns., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Terima kasih atas kesabaran dalam memberikan bimbingan, masukan arahan dan saran kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik.Akhirnya penyusun berharap semoga semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan bagi yang membaca.
Surabaya, 13 Maret 2019
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Cover .........................................................................................................
I
Lembar Pengesahan .................................................................................
Ii
Kata Pengantar ........................................................................................
Iii
Daftar Isi ...................................................................................................
v
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................
2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................
2
1.4 Manfaat Penulisan ...........................................................................
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Fraktur ...............................................................................
4
2.1.1 Definisi Fraktur ...........................................................................
4
2.1.2 Jenis Jenis Fraktur .......................................................................
4
2.1.3 Etiologi ........................................................................................
4
2.1.4 Manifestasi Klinis .......................................................................
5
2.1.5 Patofisiologi ................................................................................
5
2.1.6 Penatalaksanaan ..........................................................................
6
2.1.7 Komplikasi ..................................................................................
7
2.2 Konsep Terapi Oksigen Hiperbarik ...............................................
7
2.2.1 Definisi Hiperbarik Oksigen ......................................................
7
2.2.2 Manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik ..........................................
7
2.2.3 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ..........................................
8
v
2.2.4 Kontra Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ..............................
9
2.2.5 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ....................................
9
2.3 Hubungan Terapi Hiperbarik Dengan Fraktur Tibia......................
9
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Terapi Oksigen Hiperbarik ............
10
2.5 WOC Fraktur Tibia ........................................................................
18
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS 3.1 Pengkajian ......................................................................................
19
3.2 Analisa Data ...................................................................................
23
3.3 Diagnosa Keperawatan Hiperbarik ................................................
24
3.4 Intervensi Keperawatan ..................................................................
25
3.5 Implementasi Keperawatan ............................................................
29
3.6 Evaluasi Keperawatan ....................................................................
31
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan ....................................................................................
32
4.2 Saran ...............................................................................................
33
DDAFTAR PUSTAKA ............................................................................
34
vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun sedang berkembang (Buckley R, et.al, 2008). Di antara berbagai penyebab trauma, transfer energi tinggi dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian adalah yang paling banyak ditemukan (Roshan A. & Ram S., 2008). Sebanyak 1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia selama tahun 2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum trauma dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51,66%) pasien, 30% terjadi akibat kecelakaan kerja/olahraga dan 18% akibat kekerasan rumah tangga (Kahlon, Hanif & Awais, 2004). Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi adalah insiden fraktur ekstremitas bawah yaitu sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang (Depkes RI, 2009). Berdasarkan data dari rekam medis RS Fatmawati di ruang Orthopedi periode Januari 2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskeletal, termasuk yang mengalami fraktur Tibia Fibula berjumlah 31 orang (5,59%). Fraktur tibia merupakan fraktur yang paling sering dari semua fraktur tulang panjang. Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan 11,5 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas inferior. Fraktur di ekstremitas inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia. Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang serta bagaimana mengatasinya, tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh meliputi bagaimana mekanisme terjadinya fraktur, jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, saraf dan diperhatikan lokasi kejadian serta
1
2
waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal (Alexa, 2010). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menghasilkan suatu alat terapi yang disebut Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT) atau yang disebut dengan terapi oksigen dalam tekanan tinggi. Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT) atau terapi oksigen hiperbarik adalah terapi medis yang menempatkan pasien dalam suatu ruangan udara bertekanan tinggi daripada tekanan udara atmosfer (hingga mencapai 3 ATA). Terapi oksigen hiperbarik dapat dipergunakan dalam suatu terapi. Peranan oksigen pada penyembuhan luka telah lama dipelajari dan diterima. Oksigen molekuler berperan sebagai nutrien untuk replikasi fibroblas, mobilitas makrofag, pertumbuhan jaringan granulasi, neovaskulerisasi, dan fungsi-fungsi penting lainnya dalam penyembuhan luka. Pemberian oksigen dengan
bertambahnya
tekanan
meningkatkan
fagositosis
dengan
cara
meningkatkan tegangan oksigen lokal, sehingga setingkat dengan fungsi normal fagositik. Terapi ini menunjukkan efek memperbaiki hipoksia jaringan, meningkatkan perfusi, mengurangi edema, menurunkan sitokin inflamasi, meningkatkan proliferasi fibroblas, produksi kolagen, dan angiogenesis. Terapi oksigen hiperbarik dapat digunakan sebagai terapi ulkus post fraktur bersamaan dengan terapi lain seperti debridemen luka, perawatan luka, mengurangi tekanan pada kaki, asupan nutrisi, dan penggunaan antibiotik. Berdasarkan uraian tersebut, maka kami menyusun laporan seminar kasus dengan judul Asuhan Keperawatan Hiperbarik Oksigen pada pasien dengan Diagnosa Medis Ulkus Fraktur Tibia di LAKESLA Drs. Med. R Rijadi. Phys Surabaya. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan oksigen hiperbarik pada pasien dengan diagnosa medis Ulkus Fraktur Tibia di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi., S.Phys Surabaya? 1.3 Tujuan Penulisan Mahasiswa dapat memahami dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan hiperbarik oksigen pada pasien dengan diagnosa medis Ulkus Fraktur Tibia di LAKESLA Drs. Med. R Rijadi., S.Phys Surabaya.
3
1.4 Manfaat Penulisan 1. Mahasiswa mampu memahami konsep Fraktur Tibia 2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar Terapi Hiperbarik Oksigen (THBO) 3. Mahasiswa dapat memahami manfaat Terapi Hiperbarik Oksigen (THBO) terhadap Ulkus Fraktur Tibia 4. Mahasiswa mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan hiperbarik oksigen pada pasien Ulkus Fraktur Tibia mulai dari pre-HBO, intra-HBO, dan Post-HBO.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Fraktur 2.1.1 Definisi Fraktur Fraktur adalah tulang patah yang bisa bersifat patahan sebagian atau patahan utuh pada tulang yang disebabkan oleh pukulan langsung atau pelintiran. Fraktur sering terjadi pada anak-anak. Fraktur bisa mengkhawatirkan jika terjadi kerusakan pada lempeng pertumbuhan, yaitu area tulang tempat pertumbuhan terjadi karena kerusakan pada area ini bisa menyebabkan pertumbuhan yang tidak teratur atau pemendekan dari tulang (Purwoko, 2006) 2.1.2 Jenis Jenis Fraktur Menurut Suratun (2008) menjelaskan jenis-jenis fraktur yaitu: a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran (dari yang normal). b. Fraktur tidak komplet : patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. c. Fraktur tertutup (fraktur simpel) : patah tulang, tidak menyebabkan robeknya kulit. d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) : patah yang menembus kulit dan tulang berhubungan dengan dunia luar. e. Fraktur kominitif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen f. Fraktur green stick : fraktur yang salah satu sisi tulang patah sedang satu sisi lainnya membengkok g. Fraktur kompresi : dengan tulang mengalami kompresi (tulang belakang) h. Fraktur depresi : fraktur yang tulang fragmen tulangnya terdorong ke dalam (tulang tengkorak dan wajah). 2.1.3 Etiologi Menurut Batticaca (2008), etiologi dari fraktur yaitu: a. Kecelakaan di jalan raya (penyebab paling sering) b. Olahraga
4
5
c. Menyelam pada air yang dangkal d. Luka tembak atau luka tikam e. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medula spinalis seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medula spinalisdan akar;bmielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non-infeksi; osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra; siringmielia; tumor infiltrasi maupunkompresi; dan penyakit vaskular. 2.1.4 Manifestasi Klinis Tanda dan gejala patah tulang ialah bengkak, kelihatan merah, deformitas, ekimosis, spasme otot, nyeri, dan kadang-kadang tulang kelihatan sudah tidak selari atau bentuk anggota yang patah itu tidak normal (Yasin, 2008). a. Spasme otot : spasme otot skelet secara luas didefinisikan sebagai kontraksi
tanpa sadar yang abnormal dari otot skelet (Buler, 1961). Traval, (1960) mengungkapkan bahwa ketika otot dikenai stimulus mekanik, emosional, infeksius, metabolik atau nutrisi yang noksius, otot-otot hanya akan bereaksi dalam satu hal yakni menjadi spasme dan memendek. b. Ekimosis : ekimosis adalah tanda memar atau tanda biru kehitaman,
merupakan daerah makula besar akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan subkutan dan kulit, walaupun ekimosis sering ditemukan pada trauma, tetapi ekimosis yang luas dapat menggambarkan kelainan trombosit atau gangguan pembekuan (Sabiston, 1992) c. Nyeri : nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbea-beda bagi setiap orang (Tjay, 2007) 2.1.5 Patofisiologi Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadikerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebutadalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkanhematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang
6
yangmengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai denganvasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan prosespenyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudianmerangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yangmensuplai organ-organ yang lain.
Hematon
menyebabkn
dilatasi
kapiler
di
otot,
sehingga
meningkatkantekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan proteinplasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentukakan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement. 2.1.6 Penatalaksanaan Pengobatan fraktur bersifat individual dan didasarkan pada usia dan status kesehatan umum klien, dan jumlah serta lokasi dari fraktur. Pengobatan medis termasuk pemberian analgesik sesuai kebutuhan untuk mengatasi nyeri, dan jika nyeri hebat, dilakukan blok saraf regional (interkosta) atau anestesia epidura (Asih, 2004). Ada beberapa pengobatan medis lainnya antara lain (Tucker, 1999), yaitu a. Antibiotik : Merupakan obat yang sangat penting dan digunakan untuk
memberantas berbagai penyakit infeksi. Zat kimia ini dihasilkan oleh mikroorganisme, terutama jamur dan bakteri tanah, dan mempunyai khasiat bakteriostatik atau bakterisid terhadap satu atau beberapa mikroorganisme lain yang rentan terhadap antibiotik (Sumardjo, 2009). b. Traksi : Suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah atau dislokasi
ke tempat yang normal kembali dengan menggunakan daya tariktertentu atau dengan kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh, yang diindikasikan pada pasien dengan fraktur dan pasien dislokasi (Ningsih, 2009). c. Sedatif : Sedatif-hipnotik dapat mengatasi ansietas, sedangkan dalam dosis
besar dapat menginduksi tidur (Joewana, 2005). d. Analgesik : Istilah kimia untuk zat-zat yang dapat menurunkan rasa sakit,
seperti heroin, opium, pethidine, dan codeine. Efek penghilang rasa sakit
7
dimunculkan dengan mereduksi kepekaan fisik dan emosional individu, serta memberikan penggunanya rasa hangat dan nyaman (Amriel, 2007). 2.1.7 Komplikasi a. Non-union : akibat imonilisasi yang tidak adekuat atau adanya fraktur
patologis. b. Mal-union : penyembuhan dengan angulasi yang buruk. c. Nekrosis avaskular : gangguan aliran darah yang menyebabkan kematian
tulang; lokasi yang paling sering terkena adalah kaput femur, kutub proksimal skapoid, dan kaput talus. d. Osteoartritis : proses degeneratif dini pada sendi akibat malalignment
yang buruk. e. Osteoporosis : akibat penggunaan yang tidak benar, dan bentuk yang
paling berat, atrofi sudect, dapat menyebabkan nyeri dan pembengkakan jaringan lunak. (Patel, 2006).
2.2 Konsep Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB) 2.2.1
Definisi Hiperbarik Oksigen Terapi oksigen hiperbarik atau Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT)
adalah terapi dimana pasien berada dalam suatu ruangan udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) dan menghirup 100% oksigen yang mana tekanan oksigen tersebut lebih tinggi daripada tekanan udara atmosfir (hingga mencapai 2,4 ATA) (Oktaria, 2009). Terapi HBO (Hyperbaric Oxygen) merupakan cara untuk meningkatkan kadar oksigen jaringan, dengan jalan mengurangi pembengkakan akibat vasokonstriksi pembuluh darah. Pada saat yang bersamaan, TOHB juga meningkatkan kadar oksigen dalam darah (Neubauer, 1998). Oksigen tersebut diharapkan mampu menembus sampai ke jaringan perifer yang kekurangan oksigen, sehingga suplai nutrisi dan oksigen terpenuhi, sehingga jaringan luka dapat melakukan metabolisme dan fungsinya (Smeltzer, 2002). 2.2.2
Manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik
Menurut Mahdi (2009), terapi hiperbarik memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
8
1. Kelainan atau penyakit penyelaman Terapi HBO digunakan untuk kelainan atau penyakit penyelaman seperti dekompresi, emboli gas dan keracunan gas. 2. Luka penderita Diabetes Mellitus Luka pada penderita diabetes merupakan salah satu komplikasi yang paling ditakuti karena sulit disembuhkan. Paling sering terjadi pada kaki dan disebabkan oleh bakteri anaerob. Pemberian terapi HBO dapat membunuh bakteri tersebut dan mempercepat penyembuhan luka. 3. Sudden Deafness Sudden Deafness adalah penyakit tuli atau tidak mendengar yang terjadi secara tiba-tiba, hal ini bisa terjadi karena infeksi (panas terlebih dahulu), bunyi-bunyian yang keras atau
penyebab lain yang tidak diketahui.
Dengan melakukan terapi hiperbarik oksigen dapat segera sembuh atau terhindar dari tuli permanen. 4. Manfaat Lain dari Terapi Hiperbarik Oksigen a. Keracunan gas CO2. b. Cangkokan kulit. c. Osteomyelitis. d. Ujung amputasi yang tidak sembuh. e. Rehabilitasi paska stroke. f. Alergi. 2.2.3
Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik Terapi HBO diberikan pada pasien dengan penyakit klinis yang
berhubungan dengan asupan oksigen dalam darah seperti diabetes dengan gangrene atau ulkus diabetikum dan luka bakar. Selain itu, terapi HBO dapat diberikan pada pasien dengan penyakit klinis: (Lakesla, 2009) 1. Emboli paru 2. Arthritis, osteomyelitis, fraktur tulang, varises, arthralgia 3. Penyakit jantung coroner, hipertensi 4. Penyakit vaskuler perifer, anemia, insufisiensi arteri perifer 5. Migraine, nyeri kepaka, vertigo, dan paresthesia
9
6. Oto-rhyno-laryngologi (Sudden Deafness, Tinitus, OMA/OMK, Rhinitis alergi) 7. Asfiksia 8. Stroke 9. Dermatitis alergi 2.2.4
Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
Pada keadaan tertentu, terapi HBO tidak dapat diberikan, seperti pada kasus: (Lakesla, 2009) 1. ISPA, sinusitis kronis, influenza 2. Demam tinggi 3. Epilepsi 4. Emfisema disertai retensi CO2 5. Kerusakan paru asimptomatik 6. Infeksi virus 2.2.5
Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik Komplikasi dapat terjadi saat dilakukan terapi oksigen hiperbarik jika
terdapat kesalahan dalam valsavah maupun kesalahan dalam melakukan terapi oksigen hiperbarik, seperti barotrauma pada telinga, sinus, paru, gigi mengalami trauma yang diakibatkan terapi, keracunan oksigen, gangguan neurologis
terjadi
akibat
tingginya
kadar
ksigen
dan
dapat
pula
mengakibatkan katarak (Mahdi, 2009).
2.3 Hubungan Terapi Hiperbarik dengan Fraktur Tibia Tekanan oksigen normal pada tulang yang sehat adalah sekitar 45 mmHg oksigen di bawah kondisi ruangan. Jaringan tulang yang terinfeksi dan nekrotik menyebabkan penurunan tekanan oksigen yaitu 23 mmHg. Hal ini menyebabkan gangguan vaskular, pembentukan jaringan parut pada jaringan tulang yang terinfeksi. Sehingga untuk memperbaiki kondisi tersebut dibutuhkan tekanan oksigen sekitar 30- 40 mmHg. Tekanan ini dibutuhkan untuk pembentukan neurovaskularisasi dalam jaringan yang mengalami iskemik dan meningkatkan killing leukosit.Walaupun pemberian antibiotik dapat membunuh meikoorganisme dalam jaringan lunak di area infeksi dan operasi menghilangkan jaringan yang
10
mati pada tulang yang terinfeksi namun HBO memperbaiki respon host dengan membuat lingkungan lebih menguntungkan untuk membunuh leukosit oksidatif, neurovaskularisasi dan resorspsi tulang yang mengalami iskemik dan tersinfeksi. Selian itu terapi HBO meningkatkan transportasi dan menambahkan kemanjuran terapi antibiotik karena pemberian antibiotik akan terhambat jika terdapat area yang mengalami hipoksia (Wibowo, 2015). Secara garis besar pemakaian dan mekanisme oksigen hiperbarik dalam proses penyembuhan luka dapat dijelaskan sebagai berikut: Hipoksia pada luka dapat dikoreksi dengan terapi oksigen yang bervariasi dari pemakaian intalasi oksigen 40% pada tekanan udara bebas hingga oksigen 100% pada tekanan 2,5 Tekanan Atmosfir Absolut (ATA). Tekanan yang tinggi diperlukan untuk oksigenasi di pusat luka kronis yang hipoksia. Terapi oksigen hiperbarik pada tekanan 2 ATA memperlihatkan terjadinya peningkatan oksigenasi jaringan yang mengalami hipoksia. Koreksi secara intermiten pada luka yang hipoksia dengan terapi oksigen dapat meningkatkan replikasi fibroblas dan produksi kolagen. Meningkatnya tekanan oksigen pada luka dapat meningkatkan aktifitas leukosit untuk membunuh bakteri patogenik (Wibowo, 2015). Sel PMN merupakan sel yang bertanggung jawab terhadap perlawanan infeksi bakteri. Dengan menggunakan model S.aureus, Mader menunjukkan hubungan proporsional antara tekanan oksigen dan kemampuan fagosit. Meningkatkan oksigen hingga 150 mmHg dan 760 mmHg membunuh sebagian besar S.aureus. Penelitian menunjukkan hasil terapi penyembuhan luka fraktur membaik dengan terapi oksigen hiperbarik. Fibroblast tidak dapat mensintesa kolagen atau migrasi ke daerah terinfeksi apabila tekanan oksigen kurang dari 20 mmHg. Meningkatkan tekanan oksigen di atas 200 mmHg mengembalikan aktifitas fibroblastik ke dalam fungsi normal. Hiperbarik pada penyembuhan luka adalah perbaikan perfusi jaringan, peningkatan replikasi fibroblast dan produksi kolagen, dan meningkatkan kemampuan fagositik leukosit (Wibowo, 2015). 2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Terapi Oksigen Hiperbarik Menurut Lakesla (2009), Konsep dasar asuhan keperawatan pada terapi oksigen hiperbarik adalah sebagai berikut:
11
1.
Pengkajian
a.
Pre HBO 1) Observasi TTV 2) Ambang demam 3) Evaluasi tanda – tanda flu 4) Auskultasi paru 5) Uji GDA pada pasien dengan IDDM 6) Observasi cedera ortopedik dalam luka trauma 7) Tes pada toksiskasi karbondioksida/oksigen 8) Uji ketajaman penglihatan 9) Mengkaji tingkat nyeri 10) Penilaian status nutrisi
Zat dan benda yang dilarang dibawa masuk saat terapi HBO berjalan: 1. Semua zat yang mengandung minyak dan alkohol (parfum, hairspray, deodorant, dsb) 2.
Pasien harus melepas semua perhiasan cincin, kalung dan jam tangan
3.
Lensa kontak harus dilepas karena berpotensi membentuk gelembung antara kornea dengan lensa
4.
Alat bantu dengar juga harus dilepas karena memicu percikan listrik dalam chamber
5.
Menggunakan pakaian berbahan katun 100% untuk meminimalkan terjadinya proses luka bakar apbila terjadi kebakaran didalam chamber.
6.
Menggunakan obat pre medikasi pada pasien dengan klaustrofobia (diberikan paling tidak 30 menit sebelum mulai terapi HBO)
b.
Intra HBO 1) Mengamati tanda dan gejala barotrauma, keracunan oksigen dan komplikasi/efek samping yang ditemukan saat terapi HBO 2) Mendorong pasien untuk menggunakan kombinasi teknik valsavah manuver yang paling efektif dan aman 3) Pasien perlu diingatkan bahwa valsavah manuver hanya untuk digunakan selama dekompresi dan mereka perlu bernafas secara normal selama terapi
12
4) Jika pasien mengalami nyeri ringan hingga sedang, hentikan dekompresi hingga nyeri reda. Jika nyeri tidak kunjung reda, pasien harus diukeluarkan dari chamber dan diperiksa oleh dokter THT 5) Untuk mencegah barotrauma GI, ajarkan pasien bernafas normal (jangan menelan uadara) dan menghindari makanan yang memproduksi gas 6) Pantau adanya klaustrofobia, ajak ngobrol agar pasien terdistraksi 7) Monitor pasien selama dekompresi darurat untuk tanda-tanda pneumonia 8) Segera cek gula darah jika terdapat tanda hipoglikemia c.
Post HBO 1) Untuk pasien dengan tanda barotrauma, uji ontologis harus dilakukan 2) Tes gula darah pada pasien dengan IDDM 3) Pasien dengan iskemia trauma kaut, sindrom kompartemen, nekrosis dan paska implan harus dilakukan penilaian status neurovaskular dan luka 4) Pasien dengan keracunan CO mungkin memerluka tes psikometri atau tingkat karboxi hemoglobin 5) Pasien dengan insufisisensi arteri akut retina memerlukan hasil pemeriksaan pandangan yang luas 6) Pasien dirawat karena dekompresi sickness, emboli gas asteri atau edema cerebral harus dilakukan penilaian neurologis 7) Pasien yang mengonsumsi obat anti ansietas dilarang menggunakan kendaraan
2.
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan terapi HBO 1) Kecemasan b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksiegn hiperbarik dan prosedur keperawatan 2) Resti cidera b/d transfer pasien (in/out) dari ruangan, ledakan peralatan, kebakaran atau peralatan dukungan medis 3) Resti barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru paru atau gas embolik cerebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang HBO
13
4) Resti toksisitas oksigen b/d pemberian oksigen 100% pada tekanan atmosfer yang meningkat 5) Resti untuk pengiriman gas yang tidak memadai b/d sistem pengiriman dan kebutuhan pasien/ keterbatasan 6) Kecemasan dan ketakutan b/d ruang HBO yang tertutup 7) Rasa sakit terkait dengan masalah medis klinis 8) Ketidaknyamanan b/d perubahan suhu dan kelembaban di ruang HBO 9) Koping individu inefektif b/d stress mengatasi penyakit atau kurangnya dukungan psikososial 10) Resti disritmia b/d patologi penyakit 11) Defisist volume cairan b/d dehidrasi 12) Perubahan perfusi jaringan cerebral b/d keracunan oksigen, dekompresi, infeksi akut, gas emboli, dll 13) Resti perubahan dalam kenyamanan, cairan dan elektrolit b/d mual, muntah 14) Defisit pemeliharaan kesehatan b/d defisit pengetahuan untuk manajemen luka kronis, pembatasan penyakit dekompresi lebih lanjut, melaporkan gejala setelah keracunan CO.
14
3. Intervensi Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Pasien dan/atau keluarga akan menyatakan: 1. Alasan untuk terapi oksigen hiperbarik 2. Tujuan terapi 3. Prosedur yang terlibat dengan terapi oksigen hiperbarik 4. Potensi bahaya dari terapi oksigen hiperbarik
No
Diagnosa
1
Kecemasan b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksigen hiperbarik dan prosedur keperawatan
2
Potensi cedera yang berkaitan dengan pasien transfer in/out dari ruangan; ledakan; peralatan;
Pasien tidak mengalami cidera tambahan
3
Potensi barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru – paru atau gas emboli serebral b/d perubahan tekanan udara didalam
Tanda – tanda yang terjadi dari barotrauma akan segera ditangani dan segera dilaporkan
Intervensi 1. Dokumentasikan pemahaman pasien/keluarga tentang pemikiran dan tujuan terapi HBO, prosedur yang terlibat dan potensi bahaya terapi HBO 2. Mengidentifikasi hambatan pembelajaran 3. Mengidentifikasi kebutuhan belajar termasuk informasi mengenai hal-hal berikut 4. Memberikan kesempatan terus untuk diskusi dan intruksi 5. Menyediakan pasien dan atau keluarga dengan brosur informasi mengenai terapi HBO 6. Menjaga pasien /keluarga diberitahu tentang semua prosedur. 7. Dokumentasikan pasien/keluarga terhadap lingkungan serta terapi HBO 1. Membantu transportasi pasien dari ruangan chamber 2. Mengamankan peralatan di dalam chamber sesuai protap 3. Memantau peralatan saat terjadi perubahan tekanan dan volume 4. Mengikuti prosedur pencegahan pemadam kebakaran sesuai protap 5. Memonitor adanya udara di IV dan tekanan tubing line invasif (udara harus dikeluarkan dari tabung) 6. Dokumentasikan saat mengoperasikan HBO chamber pra-intra-post 1. Kolaborasi: Pemberian dekongestan ssi advis dokter sebelum perawatan terapi oksigen hiperbarik 2. Saat persiapan terapi,instruksikan pasien untuk melakukan valsavah manuver; menelan; mengunyah; menguap; atau memiringkan kepala 3. Menilai kemampuan pasien dalam beradaptasi terhadap perubahan tekanan yang cepat 4. Mengingatkan pasien untuk bernafas
15
ruang oksigen hiperbarik
4
Potensi toksisitas oksigen b/d pemberian oksigen 100% pada tekanan yg meningkat
Tanda dan gejala keracunan akan segera ditangani
5
Kecemasan dan ketakutan b/d perasaan terhadap ruangan tertutup chamber
Pasien dapatberadaptasi terhadap terapi HBO dalam ruang chamber
6
Rasa sakit yg berkaitan dengan masalah medis
Pasien merasa nyeri berkurang
7
Ketidaknyam anan b/d
Pasien akan mentolerir suhu pada
secara relaks saat terapi HBO (terdapat perubahan tekanan) 5. Konfirmasi pengisian NS pada ET/manset trach sebelum diberikan tekanan 6. Memberitahukan operator bila pasien tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan tekanan 7. Dokumen penilaian 8. Observasi ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap tekanan (pre,intra,post) 9. Peningkatan kedalaman nafas 10. Observasi tanda pneumothorax (nyeri dada yang tajam, kesulitan bernafas, gerakan abnormal pada dinding dada, takikardi) 11. Kolaborasi dengan dokter 1. Penilaian hasil laporan pasien ke dokter hiperbarik mengenai TTV, riwayat penggunaan steroid, aspirin, dosis tinggi vit C 2. Memantau pasien selama terapi HBO apakah terdapat gejala toksisitas oksigen pada SSP spt: numbness, tingling, dengung di telinga, pusing, penglihatan kabur, gelisah, mual, kejang 3. Merubah ukuran oksigen jika terjadi tanda dan gejala toksisitas oksigen dan beritahukan pada dokter hiperbarik 4. Observasi tanda toksisitas pada pasien spt: sesak, batuk kering,sulit bernafas 1. Menilai pasien dengan riwayat klaustrofobia 2. Observasi kecemasan pasien selama perawatan terapi oksigen seperti gelisah dan merasa terjebak 3. Menjalin kontak mata dengan pasien 4. Meyakinkan keamanan pasien 5. Dokumentasi hasil 1. Observasi rasa sakit yg dirasakan pasien selama terapi HBO 2. Kolaborasi pemberian analgesik serta keefektifannya dan dokumentasikan 3. Bantu reposisi pasien untuk kenyamanan 1. Menilai kenyamanan pasien dengan kelembapan dan suhu
16
perubahan suhu pada chamber HBO
ruangan
2. Menawarkan tindakan pasien misalnya selimut
8
Potensi individu inefektif b/d stres menghadapi penyakit dan sistem dukungan psikososial
Pasien memenuhi prosedur terapi HBO
9
Potensi disritmia b/d patologi penyakit
Tanda gejala disritmia segera mendapat penanganan
10
Potensi defisit cairan b/d dehidrasi
11
Perubahan perfusi jaringan serebral b/d keracunan CO, dekompresi,g as emboli
Tanda dan gejala defisit cairan segera mendapat penanganan Tanda dan gejala penurunan fungsi neurologis segera mendapatkan penanganan
1. Memberikan dukungan dan dorongan 2. Membahas kemampuan pasien untuk mengatasi masalah, beri reinforcement positif dan bantu dalam memberi problem solving yang sesuai 3. Memfasilitasi komunikasi antara pasien dengan anggota staf terapi HBO lainnya 4. Mendorong pasien mnegungkapkan perasaannya 5. Dokumentasikan mengenai penilaian dan diskusi 1. Monitor dan dokumentasikan TTV pasien 2. Memonitor dan dokumentasi tanda tanda hipokalemia 3. Mempertahankan iv line jika tersedia 4. Melaporkan dokter hiperbarik jika diperlukan 1. Menilai keseimbangan cairan dan elektrolit dan hidrasi 2. Monitor tanda vital
12
Potensi perubahan kenyamanan cairan dan elektrolit b/d mual muntah Pemeliharaan kesehatan b/d defisit pengetahuan untuk manajemen
13
Perasaan mual dan muntah pasien dapat berkurang
Pasien/keluarga melaporkan gejala post terapi HBO
kenyamanan
1. Lakukan pengkajian neurologis sebelum perawatan 2. Memantau dan mendokumentasikan fungsi motorik dan sensorik pasien 3. Berikan dukungan emosional 4. Kolaborasi dengan dokter hiperbarik bila terdapat perubahan yang signifikan
1. Menilai keluhan mual 2. Menjaga jalan nafas untuk mencegah aspirasi 3. Beritahu dokter jika pasien mual 4. Kolaborasi pemasangan NGT bila ada indikasi 1. Menilai untuk defisit pengetahuan yang berkaitan dengan patologi yang mendasari 2. Diskusikan dengan pasien tentang kebutuhan keluarga termasuk biaya 3. Mendiskusikan tentang cara
17
luka kronis, pembatasan penyakit dekompresi lebih lanjut
pemeliharaan penyembuhan luka 4. Mendiskusikan tentang pemeliharaan dekompresi,
cara
18
WOC FRAKTUR TIBIA Trauma langsung
Trauma tidak langsung
Kondisi patologis
Fraktur
Diskontinuitas tulang
Pergeseran fragmen tulang
Nyeri akut
Perubahan jaringan sekitar
Spasme otot
Kerusakan fragmen tulang
Pergeseran fragmen tulang
Deformitas
Gangguan fungsi ekstremitas
Peningkatan tekanan kapiler
Pelepasan histamin
Protein plasma hilang
Kerusakan fragmen tulang
Tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari kapiler
Melepaskan katekolamin
Hambatan mobilitas fisik
Edema
Metabolism asam lemak
Laserasi kulit
Penekanan pembuluh darah
Bergabung dengan trombosit
Kehilangan volume cairan
Kerusakan intergritas kulit: resiko infeksi
Emboli
Putus vena/arteri
perdarahan Kehilangan volume cairan
HBOT
Ruangan bertekanan tinggi
Menyumbat pembuluh darah Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Resiko syok hipovolemik Pemberian oksigen 100%
Kurang pengetahuan
Perubahan tekanan udara di RUBT Resiko keracunan oksigen Resiko barotrauma
Ansietas
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
3.1 Pengkajian Tanggal Pendaftaran : 8 Maret 2019
Jam Pendaftaran
:-
Tanggal Pengkajian
: 11 Maret 2019
No. RM
: xxxx
Jam Pengkajian
: 11.00
Diagnosa Masuk
: Fraktur Tibia
Terapi HBO ke
: 18
IDENTITAS 1. Nama Pasien
: Tn. B
2. Umur
: 68 tahun
3. Suku/Bangsa
: Jawa/ Indonesia
4. Pendidikan
: SMA
5. Pekerjaan
: Purna TNI AU
6. Alamat
: Wismasuropodo
KELUHAN UTAMA DCS
:-
Klinis
: Ulkus fraktur tibia. Pasien mengeluh terkadang masih nyeri di
daerah luka pada kaki bagian kiri. Kebugaran : -
RIWAYAT PENYAKIT 1. Riwayat Penyakit Sekarang Senin, 11 Maret 2019 Tn.B datang bersama anaknya untuk menjalani Terapi Hiperbarik Oksigen pada pukul 10.00 WIB dengan diagnosa ulkus fraktur tibia sejak bulan Februari. Pasien mendapat terapi HBO yang pertama adalah pada 4 Februari 2019. Tn. B sudah mendapatkan 17 sesi terapi HBO kemudian pada hari Senin tanggal 11 Maret merupakan terapi HBO sesi ke 18. Setelah mendapatkan terapi klien mengatakan jika badan terasa lebih segar dan terdapat perkembangan yang bagus pada lukanya.
19
20
2. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien sebelumnya pernah dirawat di RS 5 tahun yang lalu. MRS selama kurang lebih satu bulan dilakukannya pemasangan pen karena fraktur clavicula sinistra dan tidak ada kontra indikasi untuk dilakukan TOHB.
3. Riwayat Penyakit Kontraindikasi Absolute Pneumothoraks: Sudah terapi/ Belum terapi Relatif ISPA
Operasi Telinga
Sinusitis
Kerusakan Paru
Kejang
Asimptomatik
Emphisema + Retensi O2
Infeksi Virus
Panas Tinggi
Spherositosis Kongenitas
Operasi Dada
Neuritis Optik
4. Riwayat Penyakit Keluarga -
Jenis penyakit : tidak ada keluarga yang menderita penyakit diabetes, darah tinggi, dan jantung serta belum ada keluarga yang melakukan TOHB sebelumnya.
-
Genogram
:
21
PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Kesadaran : Compos mentis Tanda Vital: TD 120/70
HR 76x/m
RR 18x/m
S: -
2. Keadaan Fisik Kepala
: Simestri, warna rambut hitam dan beruban, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan
Mata
: Mata simetris, tidak anemis.
Hidung
: Pasien tidak terdapat masalah. Bernafas normal, tidak ada kotoran didalamnya
Telinga
: Telinga normal, bersih, tidak ada serumen.
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Tenggorokan: Tidak ada nyeri telan 3. Sistem Neurologis GCS: E: 4
V: 5
M: 6
Keluhan Pusing: Ya/Tidak P: Q: R: S: T: 4. Sistem Pernafasan Keluhan
: Sesak / Nyeri Waktu Nafas / Orthopnea / Tidak ada keluhan
Batuk
: Produktif / Tidak Produktif
Irama Nafas: Teratur / Tidak 5. Sistem Kardiovaskuler Irama Jantung
: Reguler / Irregular
CRT
: < 2 sekon
Akral
: Hangat / Kering / Merah / Basah / Pucat / Panas / Dingin
Nyeri Dada
: tidak ada nyeri tekan pada daerah dada
6. Sistem Pencernaan
22
Mulut
: Bersih / Kotor / Berbau
Membran Mukosa : Lembab / Kering / Stomatitis Tenggorokan
: Sakit menelan / Sulit menelan / Plembesaran tonsil / tidak terdapat masalah
Peristaltik
: 18x/m
BAB
: 1-2x/hari
Terakhir Tanggal : 11 Maret 2019,
pagi sebelum berangkat ke Lakesla Konsistensi
: Keras / Lunak / Cair / Lendiri / Darah
Diit
: Padat / Lunak / Cair
Nafsu makan
: Baik / Menun
Porsi makan
: Habis / Tidak / Keterangan
Frekuensi : 4x/hari
7. Sistem Perkemihat Keluhan kencing
: Ada / Tidak ada
Keterangan
: -
Perkemihan
: Spontan / Alat bantu
Sebutkan
: -
Produksi urine
:
Warna :
Bau :
8. Sistem Muskuloskeletal Pergerakan sendi : Bebas / Terbatasnya / Tidak
Keterangan: -
Spaik/Gips
: Ya / Tidak
Keterangan: -
Sistem integument : Ya / Tidak
Keterangan: -
Kekuatan Otot
: atas 5 4; bawah 3 4
Kelainan ekstremitas : tidak ada kelainan/ kecacatan dinkes 9. Sistem Integumen Pitting edema
: Ada / Tidak ada
Luka
: Ada / Tidak ada
Grade:
Jenis: Ulkus
Lama: 1 bulan
Warna: merah
Luas:
Kedalaman:
Infeksi:
23
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, Ekg, Usg, dll
Keterangan: Grafik Kindwall merupakan grafik yang digunakan sebagai panduan untuk untuk TOHB pada pasien dengan masalah klinis. 3.2 Analisa Data Data DS: pasien mengatakan bisa melakukan valsava
Etiologi Ruangan udara dengan tekanan tinggi (2,4 ATA)
DO: pasien bisa menunjukkan teknik valsava dengan benar
Perubahan tekanan udara di dalam ruangan
Masalah Risiko Barotrauma
Penekanan pada membran tympani
Resiko barotrauma DS: pasien dapat menjelaskan habwa terapi hiperbarik adalah pemberian O2 100% DO: pasien mengjhisap oksigen murni 3X30 menit.
DS: pasien mengatakan terapi HBO ke 18
Terapi HBO
Risiko keracunan O2
Pemberian O2 100%
Risiko Keracuna O2
Terapi HBO
Risiko Cidera
24
Keterbatasan gerak DO : -Skala kekuatan otot 5 4 3 4 -Pasien perlu bantuan ketika masuk kedalam ruangan (chamber) -Bagian pintu masuk dan dalam chamber kecil memiliki ruang gerak terbatas
Pintu masuk ruangan (chamber) kecil
Pasien transfer in/out
Resiko cidera
3.3 Diagnosa Keperawatan Hiperbarik
1. Resiko barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru-paru b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik. 2. Resiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan atmosfir meningkatkan. 3. Resiko cidera b/d pasien transfer in/out dari ruang chamber, ledakan peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis.
25
3.4 Intervensi Keperawatan No
Jam
1. 11.30
Diagnosa Keperawatan (Tujuan, Kriteria Hasil) Risiko barotrauma ke telinga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli serebral b.d. kurang pengetahuan tentang teknik valsava dan perubahan tekanan udara didalam ruangan oksigen hiperbarik Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan terapi HBO selama 2 jam, diharapkan tidak terjadi barotrauma telinga, sinus gigi, dan paru-paru, atau gas emboli serebral dengan Kriteria Hasil: 1. Pasien tidak mengeluh nyeri pada telinga, sinus gigi dan paru-paru 2. Tidak ditemukan tanda-tanda barotrauma berupa: a. Ketidakmampuan untuk menyamakan telinga, nyeri telinga, dan telinga berdarah b. Kecepatan dan kedalaman napas meningkat c. Nyeri dada yang tajam, napas cepat dan abnormalitas gerak dada.
Intervensi Pre HBO 1. Periksa Vital sign dan kondisi kesehatan pasien 2. Sebelum perawatan instruksikan pada pasien tentang teknik pengosongan telinga, dengan cara menelan, mengunyah, menguap modifikasi manuver valsava. Intra HBO 1. Kaji kemampuan pasien melakukan teknik pengosongan telinga saat tekanan dilakukan dengan valsava. 2. Lakukan tindakan keperawatan : a. Ingatkan pasien untuk bernapas dengan normal selama perubahan tekanan, b. Beritahukan operator ruang multiplace jika pasien tidak dapat menyesuaikan persamaan tekanan. 3. Monitor secara berkelanjutan untuk mengetahui tanda-tanda dan gejala barotrauma termasuk: a. Ketidakmampuan untuk menyamakan telinga, atau sakit di telinga dan / atau sinus (terutama setelah pengobatan awal, dan setelah perawatan berikutnya) b. Peningkatan kecepatan dan / atau kedalaman pernafasan c. Tanda dan gejala dari pneumotoraks, termasuk: 1) Tiba-tiba nyeri dada tajam 2) Kesulitan, bernafas cepat 3) Gerakan dada abnormal pada sisi yang terkena, dan 4) Takikardi dan / atau kecemasan Post HBO 1. Kaji kondisi pasien dan pastikan tidak ada tanda – tanda Barotrauma. 2. Dokumentasi kegiatan
2. 11.30
Risiko keracunan oksigen b.d. Pre HBO pemberian oksigen 100% selama 1. Catat hasil pengkajian pasien dari
26
tekanan atmosfir meningkat. dokter hiperbarik : Tujuan: Setelah dilakukan asuhan a. Peningkatan Suhu tubuh keperawatan dengan terapi HBO b. Riwayat kejang selama 2 jam, diharapkan tidak c. Hasil tekanan darah terjadi keracunan oksigen d. Status perfusi Jaringan Perifer e. Faktor risiko tinggi lainnya Kriteria Hasil: 1. Pasien tidak mengeluh pusing. 2. Tidak ditemukan tanda-tanda Intra HBO keracunan oksigen berupa: 1. Monitor kondisi pasien saat terapi a. Mati rasa dan berkedut berlangsung dan dokumentasikan b. Vertigo tanda dan gejala dari keracunan c. Penglihatan kabur oksigen pada sistem saraf pusat : d. Mual a. mati rasa dan berkedut b. Telinga berdenging atau halusinasi pendengaran c. Vertigo d. penglihatan kabur e. gelisah dan mudah tersinggung f. mual (Catatan: Toksisitas oksigen pada SSP dapat mengakibatkan kejang) 2. Laporkan pada operator untuk mengubah sumber oksigen 100% untuk pasien jika tanda-tanda dan gejala muncul, dan beritahukan kepada dokter hiperbarik. 3. Monitor pasien selama terapi oksigen hiperbarik dan dokumentasikan tanda dan gejala keracunan oksigen paru, termasuk: a. Nyeri dan rasa terbakar di dada b. sesak di dada c. batuk kering (terhenti-henti) d. kesulitan menghirup napas penuh, dan e. Dispneu saat bergerak Post HBO 1. Kaji kondisi klinis pasien dan pastikan tidak ada tanda–tanda keracunan oksigen. 2. Beritahukan dokter hiperbarik jika tanda-tanda dan gejala keracunan oksigen paru muncul. 3. 11.30
Risiko cidera yang b/d pasien Pre HBO transfer in/out dari ruang chamber, 1. Bina Hubungan Saling ledakan peralatan, kebakaran, antara petugas dan Pasien
Percaya
27
dan/atau peralatan dukungan medis Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan terapi HBO selama 2 jam, diharapkan tidak terjadi cidera Kriteria Hasil: 1) Pasien keluar chamber dengan kondisi aman 2) Tidak terjadi kebakaran 3) Tidak ditemukan cidera pada tubuh pasien 4) Tidak ada barang-barang kontraindikasi TOHB yang terbawa masuk chamber
2. Periksa Vital Sign pasien, dan kondisi klinis. 3. Bantu pasien masuk ke ruang Chamber dengan tepat dan hati – hati. 4. Ingatkan barang-barang yang tidak boleh dibawa 5. Ikuti prosedur pencegahan kebakaran sesuai kebijakan yang ditentukan dan prosedur pelaksanaan terapi HBO. Intra HBO 1. Amankan peralatan di dalam ruang sesuai dengan kebijakan dan prosedur pelaksanaan terapi HBO. 2. Observasi kondisi pasien selama pemberian terapi HBO di dalam Chamber 3. Bantu pasien memenuhi kebutuhan selama di dalam chamber dan posisikan pasien dengan nyaman di kursi. Post HBO 1. Bantu pasien keluar ruangan/ chamber 2. Periksa kondisi pasien dan pastikan tidak ada cedera pada pasien.
28
3.5 Implementasi No 1
Tanggal 11 Maret 2019
Jam 11.00
Imlementasi Pre HBO Membina hubungan saling percaya dengan pasien Melakukan pengkajian pada pasien Melakukan observasi TTV, Tekanan Darah: 120/70 mmHg, Nadi: 76x/menit, RR: 18x/menit. Mengkaji kemampuan klien melakukan teknik valsava dengan benar Mengingatkan kembali pada pasien tentang barang-barang yang tidak boleh dibawa kedalam chamber Membantu klien memasuki ruang chamber dan mengantarkan ke kursi yang telah disediakan
Paraf Perawat
Intra HBO 1. Mengatur dan menginstruksikan klien posisi yang paling nyaman 2. Mengecek kembali barang-barang yang tak boleh dibawa masuk ke dalam chamber 3. Mengingatkan kembali untuk melaksanakan valsava manuver ketika tekanan chamber dinaikkan 4. Membantu memasangkan oksigen masker pada klien 5. Memonitor kondisi pasien saat terapi berlangsung, cek adanya tanda-tanda barotrauma dan keracunan oksigen 6. Mengkaji nyeri klien dengan melihat respon non verbal
Perawat
14.15 Post HBO 1. Membantu pasien keluar chamber 2. Mengevaluasi keluhan pasien setelah melakukan terapi HBO 3. Mengevaluasi tanda-tanda barotrauma: Tidak ditemukan adanya nyeri telinga, perdarahan pada telinga,mimisan 4. Tidak ditemukan peningkatan kecepatan dan kedalaman napas maupun nyeri ketika bernapas 5. Mengevaluasi gejala dari keracunan oksigen pada sistem saraf pusat : a. Mati rasa dan berkedut b. Telinga berdenging
Perawat
1. 2. 3.
4. 5.
6.
12.00
29
6. 7.
8. 9.
10.
c. Vertigo d. Penglihatan kabur e. Gelisah dan mudah tersinggung f. Mual Menganjurkan untuk sering berlatih menggerak gerakkan sisi yang lemah. Mengajarkan klien teknik distraksi dan relaksasi ketika nyeri muncul serta kompres di bagian paha atau tungkai atas Merapikan dan membersihkan chamber Melakukan asistensi perawatan luka dengan menggunakan teksik steril pada kaki kiri Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada catatan keperawatan hiperbarik
30
3.6 Evaluasi Keperawatan Hari/ Tanggal/ Jam Senin/ 11 Maret 2019
No Dx 1
Senin/ 11 Maret 2019
2
Senin/ 11 Maret 2019
3
Evaluasi
Paraf
S: Klien mengatakan tidak mengalami keluhan nyeri pada telinga dan kepala dan tidak terdapat pengeluaran darah dari hidung atau telinga O: Klien mampu melakukan valsava manuver dengan menutup hidung dan dibantu dengan mengunyah permen serta minum, tidak ada tanda barotrauma seperti nyeri telinga, sakit kepala, tuli ringan, bercak darah di hidung A: Masalah barotrauma tidak terjadi P: Lanjutkan terapi HBO ke 19
perawat
S:
perawat
Klien mengatakan tidak mengeluh, sesak, vertigo, mual, maupun penglihatan kabur. Klien merasa lebih segar O: RR18x/menit, klien tampak tenang, tidak muncul tanda keracunan. Seperti: a. Mati rasa dan berkedut b. Telinga berdenging c. Vertigo d. Penglihatan kabur e. Gelisah dan mudah tersinggung f. Mual A: Masalah keracunan oksigen tidak terjadi P: Lanjutkan terapi HBO ke 19 S: Klien mengatakan baik baik saja dan tidak mengalami cidera saat masuk, di dalam, dan keluar dari chamber O: Pasien masuk dan keluar chamber dengan menggunakan kursi roda. Kegiatan HBOT berjalan lancar dan sesuai prosedur, tidak terjadi kebakaran maupun ledakkan. Keluarga tampak memahami cara melakukan rom pasif kepada klien. A: Masalah cidera tidak terjadi P: Lanjutkan terapi HBO ke 19
perawat
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan Hasil pengkajian menunjukkan pasien Tn.B dengan diagnosa medis ulkus fraktur tibia telah menjalani terapi oksigen hiperbarik sejak Februari 2019. Tn. B sudah mendapatkan 17 sesi terapi HBO kemudian pada hari Senin tanggal 11 Maret merupakan terapi HBO sesi ke 18. Setelah mendapatkan terapi ke 18 pasien dan keluarga merasa jika luka pada kaki mengalami penutupan yang sangat baik, awalnya tidak ada daging dan terlihat tulang, sekarang sudah tumbuh daging dan bekas jahitan sudah mulai menutup. Berdasarkan hasil pengkajian yang ditemukan pada Tn. B, maka ditemukan masalah keperawatan yaitu Risiko barotrauma dan risiko keracunan oksigen, serta risiko cidera. Intervensi dan implementasi dilakukan pada Tn. B dilakukan untuk memonitor agar resiko tidak terjadi pada pasien. Untuk intervensi dan implementasi resiko keracunan oksigen meliputi, meonitor kondisi pasien saat terapi berlangsung dan dokumentasikan tanda dan gejala dari keracunan oksigen pada sistem saraf pusat, meonitor pasien selama terapi oksigen hiperbarik dan dokumentasikan tanda dan gejala keracunan oksigen paru, melaporkan pada petugas atau dokter jika terjadi tanda-tanda keracunan, dan mengevaluasi hasil dari terapi yang dilakukan pasien. Sedangkan pada diagnosa resiko barotrauma dilakukan intervensi dan implementasi yaitu, mengatur posisi yang nyaman untuk klien, mengecek kembali barang-barang yang tak boleh dibawa masuk ke dalam chamber, mengingatkan kembali untuk melaksanakan valsava manuver ketika tekanan chamber dinaikkan, membantu memasangkan oksigen masker pada klien, dan memonitor kondisi pasien saat terapi berlangsung, cek adanya tanda-tanda barotrauma. Setelah mengikuti terapi HBO ke 11 hingga terakhir yaitu ke 18 kondisi luka pasien mengalami perbaikan yaitu luka mulai menutup, tumbuh daging dan pasien merasa tubuh menjadi lebih bugar sehingga dapat tidur dengan nyenyak di malam hari. Terapi oksigen hiperbarik efektif untuk pasien ulkus fraktur tibia dengan hasil perbaikan pada luka yang dialami pasien karena terapi HBO
32
32
meningkatkan suplai oksigen ke jaringan sehingga mempercepat proses regenerasi jaringan.
4.2 Saran Berdasarkan pengamatan selama praktek di Lakesla Drs. Med. Rijadi. S., Phys Surabaya, saran yang dapat diberikan penulis untuk perbaikan pelayanan di Lakesla meliputi: 1. Bagi Lakesla Drs. Med. Rijadi. S., Phys Surabaya a. Diharapkan terdapat ruangan untuk pre dan post TOHB serta terdapat rute atau alur pasien TOHB masuk sampai keluar. b. Diharapkan terdapat pengarahan setiap pasien apakah pasien masuk ke chamber kecil atau besar serta dilakukan pemeriksaan fisik di setiap chamber, sehingga tidak akan ada pasien yang terlewat dilakukannya pemeriksaan fisik khususnya observasi sebelum pasien dilakukan TOHB. c. Diharapkan terdapat petugas kesehatan yang mengevaluasi hasil dari pre dan post terapi HBO kepada pasien sehingga respon pasien sebelum dan sesudah terapi dapat diketahui. 2. Bagi Mahasiswa Praktek Profesi Universitas Airlangga Diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan wawasan seputar terapi oksigen hiperbarik sebelum profesi di Lakesla sehingga memudahkan dalam praktik profesi di tempat tersebut dan mendaptkan ilmu yang lebih banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA Amriel, Reza I. 2007.Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba. Jakarta:Salemba Bhutani S, Vishwanath G. Hyperbaric oxygen and wound healing. Indian J Plast Surg. 2012;45:316-24. Braddom,
Randolph
L. Physical
Medicine
and
Rehabilitation. 3rd
ed.
Philadelphia: W.B. Saunders, 2006. Canale, S. Terry, and James H. Beatty, eds. "Fractures and Dislocation, Part XV." Campbell's Operative Orthopaedics. 11th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2007. Fransisca B. Baticaca. 2008. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan. Jakarta. Salemba Medika Greenspan A. Imaging Modalities in Orthopedics in Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd ed Vol 1. 2001. Lippincott Williams & Wilkins.Ch.4,185-96 Joewana, Satya, 2005. Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan Zat. Psikoaktif, Penyalahgunaan Napza/Narkoba Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta Lakesla,2009,Ilmu Kesehatan Penyelamatan dan Hiperbarik, Surabaya:Lembaga Kesehatan dan Kelautan TNI AL. Latham E, et al. Hyperbaric Oxygen Therapy. E medicine [online]. 2010 [cited 2011 Jan 20]. Available from:URL: http://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview Ludwig O, Bisschop P, Veer TJ. A System of Orthopaedic Medicine Vol. 1. Elsevier Health Sciences.p.68-72 Lukman & Ningsih, Nurna (2009). Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system Muskuloskeletal.Jakarta : Salemba Medika Mathieu D. Handbook on hyperbaric medicine. Netherlands: Springer; 2006. McRae R. Practical Fracture Treatment, 3rd ed, Churcill Livingstone. London: 1999. p. 285-290.
34
34
Patel, R. R. 2006. Lecture Notes Radiologi Ed II. Jakarta: Erlangga Medical Series Purwoko, S. (2006).Pertolongan Pertama dan RJP. Edisi IV. Jakarta: Arcan Ramesh C, Tolhurst S, et al. Orthopedic Surgery in CURRENT Diagnosis and Treatment: Surgery 13th ed. 2011. Philadelphia:McGraw Hill Company. Sabiston.,
1992.
Buku
Ajar
Ilmu
Bedah
Bagian
Pertama.
Penerbit
BukuKedokteran EGC, Jakarta Sjamsuhidayat R dan Jong W D. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC:Jakarta. 2004. Bab 40,hal.841-89. Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. Apley's Concise System of Orthopaedics and Fractures 3rd ed. 2005.USA:Oxford University Press. Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Suratun, Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan SistemGastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media. Susan Martin Tucker.(1999).Standar Perawatan Pasien; EGC; Jakarta Tintinalli JE. Stapczynski S, et al. Tintinalli's Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide, 7th ed.2004. Philadelphia:McGraw Hill Company. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: Elex MediaKomputindo Wade R, Juan F, et al. Immediate Management of Musculoskeletal Trauma in CURRENT
Diagnosis
&
Treatment
in
Orthopedics.
2011.
Philadelphia:McGraw Hill Company. Wibowo A. Oksigen hiperbarik: Terapi percepatan penyembuhan luka. Juke Unila. 2015;5:124-8. Wibowo, A. 2015. Oksigen Hiperbarik: Terapi Percepatan Penyembuhan Luka. Vol 5 (9). Lampung: Juke Unila.