LAPORAN KELOMPOK BLOK X NEUROLOGI SKENARIO 1
“PENATALAKSANAAN PASIEN YANG MENDERITA TRANSCIENT ISCHEMIC ATTACK (TIA) MAUPUN YANG TELAH BERLANJUT MENJADI STROKE ”
DISUSUN OLEH :
Nama
Kelompok Nama tutor
: Cherelia Dinar Ciecie Arina Deanita Puspitasari Deliza Ardela Devika Alveus Kristianto E P Andhika Aji N Apriyani Darma W Artha Wahyu W Bening Rahimi T Destia W : A-6 : dr. Margono, MKK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2009
(G0008071) (G0008073) (G0008075) (G0008077) (G0008079) (G0008195) (G0008197) (G0008199) (G0008201) (G0008203) (G0008205)
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Aktivitas manusia bergantung pada pengolahan neuron yang tersendiri, terorganisasi, dan kompleks. Banyak pola neuron penunjang kehidupan, seperti pola yang mengontrol pernafasan dan sirkulasi. Kelemahan tubuh sering terjadi dengan kualitas yang besar maupun kecil. Keadaan ini berhubungan dengan saraf sebagai media penghantar rangsang. Banyak penyakit yang dapat menyebabkan kelemahan anggota gerak baik remanen maupun permanen, salah satunya adalah stroke. Stroke adalah penyakit gangguan fungsi otak akibat adanya defisit neuron. Otak sebagai pengatur semua fungsi dalam homeostasis sangatlah berperan penting. Adanya gangguan pada otak akan menyebabkan tidak terkoordinasinya sistem dalam tubuh. Pada skenario “Kelemahan Anggota Gerak” pasien seorang wanita 64 tahun datang dengan keluhan tiba-tiba terjatuh pada saat bangun tidur dan anggota gerak sebelah kanan kesemutan, tidak bisa digerakkan, dan bicara pelo. Tidak ada riwayat nyeri kepala, penurunan kesadaran, maupun muntah. Dua hari yang lalu pasien tiba-tiba sulit bicara dan kemudian sembuh sendiri tanpa pertolongan dokter. Penderita mempunyai riwayat pernyakit serupa kurang lebih satu tahun yang lalu dan mondok selama seminggu. Setelah mondok, dia sering lupa pada anaknya dan menanyakan hal yang sama padahal sudah dijawab. Kurang lebih sudah empat tahun pasien secara teratur berobat ke puskesmas dan diberi obat antihipertensi oleh dokter. Pasien tersebut juga memiliki kegemaran makan makanan berlemak dan kurang oleh raga. Pasien disarankan untuk menadapatkan perawatan, pengobatan, dan pemulihan anggota geraknya. Pasien dan keluarganya setuju dan menanyakan tentang kesembuhannya. Dari skenario diatas, banyak masalah yang dapat ditemukan dan dapat diklarifikasikan. Dalam mengetahui penyebab masalah dan penyelesaiannya harus diketahui terlebih dahulu fisiologi saraf dalam tubuh dan hubungannya dengan proses homeostasis sehingga mempermudah memecahkan berbagai pertanyaan yang mungin timbul dari kasus tersebut. B. PERUMUSAN MASALAH Masalah yang ditemui dengan adanya penyakit ini adalah 1. Mengapa pasien tiba-tiba terjatuh pada saat bangun tidur? 2. Bagaimanakah mekanisme yang terjadi dalam proses bicara? Gangguan apakah yang menyebabkan dia sulit bicara? Apakah berhubungan dengan N. XII? Mengapa dua hari yang lalu bisa sembuh sendiri? 3. Mengapa anggota gerak sebelah kanan tidak bisa digerakkan? Apakah disebabkan adanya lesi pada hemisferium kiri? Bagaimana mekanisme patologisnya? 4. Nyeri kepala, penurunan kesadaran, dan muntah itu menandakan apa? Mengapa tidak ditemukan gejala tersebut pada pasien? 5. Mengapa setelah gejala penyakit sebelumnya hilang namun kemudian pasien sering lupa? Apakah pasien menderita demensia? 6. Apakah hubungan hipertensi dengan penyakit pasien sekarang? 7. Apakah hubungan penyakit pasien dengan makan makanan berlemak, dan kurang olah raga? 8. Apakah diagnosis penyakit pada pasien ini? Apa etiologinya? Bagaimana patofisiologi, cara mendiagnosis, penatalaksanaannya? 9. Apakah pasien dapat sembuh dari penyakitnya (prognosis)?
C. TUJUAN Tujuan penulisan laporan ini agar mahasiswa mampu 1. Mengetahui dan menjelaskan fisiologis dan anatomis sistem saraf. 2. Mengetahui penyakit, klasifikasi dan patofisiologi dari stroke. 3. Mengetahui penatalaksanaan dan komplikasi dari ikterus pada penyakit stroke. 4. Mengetahui penatalaksanaan terbaik dengan memperhatikan stadium yang diderita pasien saat ini. D. HIPOTESIS Seorang wanita 64 tahun didiagnosis menderita stroke yang berhubungan dengan kegemarannya makan makanan berlemak, dan kurang berolah raga.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUPLAI DARAH SEREBRUM Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak mengandung zat makanan sehingga terhentinya aliran darah serebrum (CBF) selama beberapa detik saja akan menimbulkan gejala disfungsi serebrum. Kerusakan otak irreversibel akan mulai timbul setelah 4 – 6 menit penghentian total pasokan oksigen. CBF normal adalah sekitar 50 ml per gram jaringan otak per menit. Pada keadaan istirahat, otak menerima seperenam darah dari curah jantung dan 20% ekstraksi oksigen.. Bagian otak yang mendapatkan CBF terbatas (antara normal dan infark) disebut penumbra. (Price, 2005) Secara umum, arteri-arteri serebrum bersifat penetrans atau konduktans. Arteri konduktans (karotis; serebri anterior, media, dan posterior; basilaris; serta vertebralis) membentuk suatu jaringan ekstensif di permukaan otak. Arteri penetrans adalah pembuluh penyalur makanan dari arteri konduktans yang masuk ke otak dengan sudut tegak lurus serta menyalurkan darah ke struktur-struktur bawah korteks.. Sirkulasi kedua hemisfer umumnya simetris dengan masing-masing sisi mempertahankan aliran darahnya secara terpisah, namun sering juga terjadi anomali dari distribusi klasik yang umumnya tidak signifikan yang banyak terjadi pada beberapa pasien penderita stroke. (Guyton, 2007) Karena laju metabolisme di substansia gricea lebih cepat daripada substansia alba, jumlah kapiler dan aliran darah juga empat kali lebih besar. Kapiler otak kurang permeabel dibanding kapiler lain yang disebabkan oleh adanya ruang antara sel-sel endotel ditandai dengan tight-junctions untuk mencegah bocornya cairan kapiler. Akibatnya adalah adanya sawar darahotak yang merupakan pertemuan antara darah dan cairan serebrospinalis (LCS). (Price, 2005; Guyton, 2007) B. SERANGAN ISKEMIK TRANSIEN (TIA) TIA adalah serangan-serangan defisit neurologik mendadak dan singkat akibat iskemia fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan kurang dari 24 jam sebagai peringatan dini infark serebrum. Tanda-tandanya serupa dengan angina pada serangan jantung. Apabila tanda-tandanya berlangsung lebih dari 24 jam disebut Reversible Ischemic Neurologik Deficit (RIND) atau stroke ringan yang biasanya penyebabnya adalah stenosis aterosklerotik sebuah arteri karotis yang bermanifestasi pada bising karotis. Stenosis karotis disebabkan oleh plak aterosklerotik, mikroembolus dari plak aterosklerotik, atau menurunnya curah jantung. Tanda utama keterlibatan sistem vertebrobasilar adalah kelemahan bilateral, gangguan penglihatan (seperti amaurosis fugaks yang disebabkan terhentinya CBF di arteri oftalmika), pusing bergoyang, seing jatuh mendadak, rasa baal atau setiap kombinasinya (misalnya gangguan traktus sensorik dan motorik secara bilateral). Apabila arteria subsklavia tersumbat di dekat pangkalnya CBF ke arteria vertebralis dapat berbalik sehingga menjauhi sirkulus Willisi untuk memperdarahi lengan dan menjauhi otak yang disebut subclavean steal syndrome, yang menjadi penyebab TIA vertebrobasilar. Tempat yang sering mengalami obstruksi adalah pada arteri subsklavia sinistra, dekat pangkal arteri vertebralis sinistra. (Price, 2005) C. STROKE 1. Definisi Stroke adalah defisiensi neuron mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai darah otak. (Graber, 2006)
2. Insidensi Di Amerika Serikat insiden stroke diperkirakan 750.000 orang per tahun dan lebih dari separuh meninggal dunia. Dua per tiga kasus strok terjadi pada penderita dengan usia lebih dari 65 tahun. (Price, 2005) 3. Klasifikasi a. Stroke Iskemik Stroke ini terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering menjadi penyebab stroke pada orang usia lanjut, yang seirng mengalami pembentukkan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi stenosis (penyempitan). Arteria serebri media atau anterior lebih jarang menjadi tempat aterosklerosis karena darah terdorong melalui sistem vaskular gradien tekanan. Tetapi pada pembuluh yang menyempit, aliran darah yang lebih cepat melalui lumen yang kecil akan menurunkan gradien tekanan di daerah tersebut. (Price, 2005) Apabila stenosis mencapai suatu tingkat kritis tertentu (80 – 85% luas potongan melintang lumen), maka meningkatnya turbulensi di sekitar penymbatan akan menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran. Sebagian besar stroke ini tidak menimbulkan nyeri , karena jaringan otak tidak peka nyeri. Pembuluh darah di batang otak memiliki banyak reseptor nyeri sehingga cedera pada pembuluh ini dapat menyebabkan nyeri saat serangan iskemik. (Price, 2005) Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). (Misbach, Harmani; 2007) Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal. (Misbach, Harmani; 2007) b. Stroke Hemoragik Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. (Misbach, Harmani; 2007)
Perdarahan Intraserebrum (Parenkimosa) Hipertensif Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke jaringan otak. Hal ini menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan adalah tanda khas pertama terlibatnya kapsula interna. Infark serebrum setelah embolus di suatu arteri otak mungkin terjadi akibat perdarahan bukan embolus itu sendiri. Apabila embolus telah lenyap dibersihkan dari arteri, dinding permbuluh setelah tempat oklusi mengalami perlemahan setelah beberapa hari pertama setelah oklusi sehingga terjadi kebocoran dan perdarahan di tempat ini. (Price, 2005) Perdarahan Subarachnoid Pada perdarahan ini, ada dua kausa utama; ruptur suatu aneurisma vaskular dan truma kepala. Penyulit yang dapat menyebabkan iskemia adalah - Vasospasme reaktif disertai infark - Ruptur berulang - Hiponatremia - Hidrosefalus (Price, 2005) 4.
Gejala Stroke Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena. Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke berikut:
Bicara tidak jelas (rero). Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran. Penglihatan ganda dan pusing. Ketidakseimbangan dan terjatuh. Pingsan. Pergerakan yang tidak biasa. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat atau lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas. (Misbach, Harmani; 2007)
5. Diagnosis a. Anamnesis seputar gejala-gejala penanda stroke. b. Pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan fungsi syaraf. c. Pemeriksaan penunjang Tes Laboratorium Darah Head CT Scan. Pemeriksaan lumbal pungsi
Elektrokardio grafi (EKG) Angiografi cerebral Magnetik Resonansi Imagine (MRI) Ultrasonograf i dopler
untuk mendeteksi adanya masalah lain yang menghambat proses pemulihan seperti penyakit ginjal, penyakit hati, diabetes, infeksi atau dehidrasi stroke non hemorhargi terlihat adanya infark sedangkan pada stroke haemorhargi terlihat perdarahan Diperiksa kimia sitologi, mikrobiologi, virologi . Disamping itu dilihat pula tetesan cairan cerebrospinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya, warna dan tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intra spinal. Pada stroke non hemorargi akan ditemukan tekanan normal dari cairan cerebrospinal jernih. Pemeriksaan pungsi cisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi lumbal. Prosedur ini dilakukan dengan supervisi neurolog yang telah berpengalaman. Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai darah ke otak. d. Elektro Encephalo Grafi Elektro Encephalo Grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang otak, menunjukkan area lokasi secara spesifik. membantu secara spesifik dalam mencari penyebab stroke seperti perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak oklusi atau ruptur. Menunjukkan darah yang mengalami infark, haemorhargi, Malformasi Arterior Vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibanding CT Scan. Mengidentifikasi (Harsono,1996).
penyakit
Malformasi
Arterior
Vena
.
6. Penatalaksanaan Neuroproteksi. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi jaringan. The Cleveland Clinic telah meneliti pemakaian selimut dingin dan mandi air es dalam delapan jamdan mempertahankan hipotermia ke suhu 89,6 oF selama 12 sampai 72 jam sementara pasien mendapat bantuan untuk mempertahankan kehidupan cenderung mengalami lebih sedikit kecacatan (skala Rankin) dan daerah ifark lebih kecil daripada kelompok kontrol.
Pemberian antikoagulan (dikontrindikasikan bila stroke disebabkan oleh fibrilasi atrium). Pemberian Aktivator Plasminogen Jaringan (TPA) sebagai obat trombolisis yang diberikan intravena. Terapi bedah untuk memperbaiki CBF. Fenitoin diberikan intravena untuk mencegah kejang pada kasus stroke akibat perdaraha subarachnoid. Fisioterapi dapat membantu memulihkan kekuatan otot-otot serta mengajarkan bagaimana bergerak yang aman dan nyaman dengan keterbatasan gerak akibat kelemahan otot. Terapi okupasi membantu penderita untuk dapat makan, minum dan berpakaian sendiri. Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara maupun mengerti kembali kata-kata. (Misbach, Harmani; 2007; Price, 2005, Graber, 2006) 7. Prognosis Prognosis pada penyakit ini adalah sesuai dengan tingkat keparahan infark yang terjadi pada pasien. Semakin sering pasien terserang TIA akan semakin banyak kemungkinan terjadinya infark jaringan sehingga mempunyai prognosis buruk.
8.
Pecegahan - Mengurangi makanan berlemak sehingga mengurang resiko tertumpuknya lemak dalam pembuluh darah. - Berolahraga teratur sesuai dengan kondisi kesehatan. - Bila memiliki hipertensi harus terkontrol baik dengan obat-obatan maupun pemeriksaan berkala. - Berhenti merokok dan diusahakan berat badan tetap ideal. (Price, 2005, Graber, 2006)
BAB III DISKUSI DAN PEMBAHASAN Peta Konsep 8 jam
RPD -
-
Hipertensi Penyakit serupa sembuh Sering lupa (apakah demensia?)
TIA Penanganan? Gx keseimbangan Gx saraf motorik Lesi saraf kranial
Gx pemb darah otak tiba-tiba
RPS -
-
Tiba-tiba terjatuh Kesemutan dan tidak bis digerakkannya anggota gerak sebelah kanan Bicara pelo ≠ nyeri kepala, muntah, penurunan kesadaran Sulit bicara sembuh sendiri
Sumbatan pemb.darah karena makanan berlemak ≠ akibat tek. intracranial TIA
Habit -
Makanan makanan berlemak Kurang berolah raga
Dx : Stroke
Iskemik Hemoragik
: Karena sumbatan pemb darah : Karena perdarahan intraserebri
PENATALAKSANAAN???
Pasien datang dengan keluhan terjatuh setelah bangun tidur sebelum masuk tumah sakit. Hal ini berhubungan dengan sistem keseimbangan tubuh. Gangguan sistem sirkulasi darah menyebabkan tidak adanya glukosa dan oksigen yang masuk ke dalam otak. Hal ini berdampak pada tidak terganggunya keseimbangan yang pada akhirnya membuat pasien terjatuh. Fungsi keseimbangan tubuh terdiri dari tiga sistem, yaitu sistem vestibular, sistem visual, dan sistem somatosensorik atau proprioseptik. Sistem vestibular bertanggung jawab untuk mengintegrasikan rangsangan terhadap indera dengan pergerakan tubuh serta menjaga agar suatu obyek berada dalam fokus penglihatan saat tubuh bergerak. Saat kepala bergerak, informasi disampaikan ke labirin, suatu organ di telinga bagian dalam berupa tiga saluran berbentuk setengah lingkaran yang dikelilingi cairan. Labirin lantas menyalurkan informasi gerakan ke saraf vestibular atau nervus VIII yang kemudian membawa informasi ke batang otak, dilanjutkan sampai ke serebelum (bagian otak yang mengontrol koordinasi, keseimbangan pergerakan, tekanan darah, dan kesadaran). Dilihat berdasarkan gejala yang dikeluhkan pasien, terdapat gangguan pada mekanisme ini hingga mengakibatkan ketidaknormalan sistem keseimbangan. Adanya infark pada korteks serebri mengakibatkan banyak gangguan sistem. Penyakit yang diderita pasien tergantung seberapa luas infark yang mungkin terjadi pada pasien. Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, yaitu pasien pernah mengalami gejala serupa dengan penyakit sekarang, dapat diambil kesimpulan bahwa TIA (Transcient Ischemic Attack) yang diderita pasien masih
kambuh kembali. Hal ini dapat ditinjau bahwa dua hari yang lalu pasien mengeluhkan sulit bicara kemudian sembuh sendiri. TIA adalah gejala awal dari stroke yang biasanya sembuh sendiri dalam jangka waktu kurang dari 24 jam. Namun pada keluhan yang dirasakan pasien tadi pagi, belum tentu hal itu adalah TIA. Pasien masih mempunyai harapan kesembuhan karena dalam waktu delapan jam langsung dibawa ke rumah sakit sehingga tidak banyak sel yang telah menjadi infark. Terdapat mekanisme untuk seseorang bicara, dan dimungkinkan bahwa pasien mengalami gangguan pada mekanisme ini. Mekanisme ini dimulai ketika sinyal bunyi diterima area audiorik primer untuk menyandikan sinyal dalam bentuk kata-kata. Kata-kata tersebut diinterpretasikan di area Wernicke. Penentuan buah pikiran dan kata-katapun diproses di area ini. Kemudian dari area ini dijalarkan sinyal ke area Brocca melalui faciculus arkuatus. Kata-kata dibentuk di area ini. Kemudian menjalrakan ke korteks motorik yang pada akhirnya menggerakkan otot-otot lidah, antara lain m.styloglossus, m. Hyoglossus, m.genioglossus) melalui nervus hipoglossus. Nervus cranialis yang lain juga berpengaruh dalam proses bicara, seperti N. vagus, N.facialis. Adanya gangguan pada proses ini menandakan ketidaknormalan mekanisme diatas yang bisa diakibatkan adanya infark pada area-areanya. Pasien dapat sembuh sendiri berarti sel parenkim pada korteks serebri masih belum sepenuhnya kekurangan CBF (aliran darah). Sesuai dengan gejala-gejala yang dikeluhkan pasien, diagnosis penyakit mengarah pada penyakit stroke. Kurangnya aliran darah menuju otak yang diderita pasien disebabkan oleh aktivitas pasien, antara lain makan makanan berlemak, dan jarang berolah raga. Gangguan CBF disebabkan adanya embolus yang berasal dari endapan LDL yang berlebih akibat jarang oleh raja dan ditambah parah oleh kebiasaan merokok. Sekitar 80% kolesterol diproduksi sendiri di dalam tubuh melalui metabolisme hati. Sementara 20 persennya berasal dari luar tubuh. Jika LDL tertimbun, akan membentuk plak di dinding pembuluh darah. Lalu HDL memiliki peran menyingkirkannya. Namun, jika level HDL kurang sementara LDLnya berlebih, maka penumpukan LDL akan semakin nyata. Sehingga, menyebabkan penyempitan di pembuluh darah mana pun di seluruh tubuh atau yang disebut atherosklerosis. Jika pembuluh darah di otak yang tersumbat, bisa terjadi serangan stroke. Kesemutan yang dirasakan pasien merupakan suatu gejala manifestasi dari gangguan sistem saraf sensorik akibat rangsang listrik di sistem itu tidak tersalur secara penuh dengan sebab macam-macam. Yang paling sederhana, misalnya, jalan darah tertutup akibat satu bagian tubuh tertentu ditekuk terlalu lama. Pada orang sensitif, tidur miring terlalu lama saja dapat menyebabkan kesemutan. Juga duduk dengan siku ditekuk. Sistem saraf sensorik mempunyai prosedur kerja baku. Stimulus berupa sentuhan, tekanan, rasa sakit, dan suhu panas atau dingin diterima oleh reseptor di kulit, yang lalu dikirimkan ke saraf tepi, lalu masuk ke dalam susunan saraf pusat di sumsum tulang belakang. Di sini stimulus diteruskan ke atas sampai ke thalamus (pusat penyebaran utama impulsimpuls sensoris) kemudian dikirimkan ke kulit otak ( cerebral cortex ). Setelah mencapai tahap inilah, pasien sadar bahwa dia mulai merasakan kesemutan. Pada riwayat penyakit sebelumnya, yaitu pasien menderita hipertensi. Sejak empat tahun yang lalu, dia rutin berobat ke puskesmas dan diberi obat anti hipertensi oleh dokter. Hipertensi ini berpengaruh pada keparahan stroke. Oleh karena itu, hiertensi merupakan faktor risiko nomor satu orang terkena stroke. Patofisiologi yang terjadi antara hipertensi yang menyebabkan stroke adalah adanya kontraksi pembuluh darah. Pada kasus diatas, embolus dari over kolestrol akan mudah menempel dan menjadi plak di pembuluh darah karena semakin mengecilnya pembuluh darah. Ketika ada embolus yang berukuran sama atau lebih besar dengan diameter pembuluh darah, maka akan menutup pembuluh tersebut. Hal ini akan menyebabkan sel parenkim sebelah proksimal tidak akan teraliri darah hingga menimbulkan infark. Penurunan aliran darah yang diderita pasien akan menyebabkan turunnya ATP yang dihasilkan oleh sel otak, naiknya kalsium intrasel, berhentinya pompa Na-K, dan eksitotoksisitas. Seperti dijelaskan pada bagan berikut ini.
CBF ATP ↓
Eksitotoksisitas
↑ Ca intrasel
Sel-sel otak melepaskan neurotransmitter glutamat berlebih
Pompa Na-K terhenti Neuron membengkak
Melekat di reseptor N-metil-D-Aspartat (NMDA) Aktifkan enzim Nitrat Oksida Sintase (NOS) Terbentuknya molekul gas NO Penguraian dan kerusakan struktur vital akibat DNA lemah Aktifkan PARP Apoptosis INFARK Rusaknya sawar darah otak
Zona hiperfusi mengalirkan darah
Edema interstisium otak akibat ↑ permeabilitas vaskular diarteri yang terkena
↑ Iskemia
Hilangnya autoregulasi CBF tak responsif terhadap perbedaan tekanan dan kebutuhan metabolik ↑ edema otak
↑ TIK
Neuron rusak
Infark yang mungkin telah terjadi pada pasien mengakibatkan hilangnya autoregulasi. Adanya gangguan dalam penyediaan CBF maupun mekanisme lain tidak akan direspons oleh tubuh sehingga tidak akan ada feedback. Konsekuensinya adalah tidak tersedianya aliran darah yang memadai pada otak. Selain itu, peningkatan edema otak, peningkatan tekanan inrakranial, dan kerusakan neuron juga dapat terjadi. Pada hipertensi arteri sistemik CBF mengikuti MAP (Mean Arteri Pressure) sehingga kenaikan kebutuhan aliran darah (kenaikan CBF) akan slalu diikuti kenaikan MAP. Akibatnya kapiler-kapiler otak akan mengalami distensi dan permeabel sehingga terjadi edema di jaringan intertitium dan hilangnya tekanan onkotik. Dapat disimpulkan bahwa hipertensi yang diderita pasien akan semakin parah. Oleh karena itu, pengobatan yang ditujukan juga mencakup pengobatan hipertensinya. Untuk memastikan diagnosis pada pasien ini, dokter dapat melakukan pemerikasaan CTScan atau dengan menggunakan MRI. MRI lebih sensitif dibandingkan dengan CT-Scan sehingga
dapat diketahui dengan jelas seberapa besar bagian dari otak yang mungkin telah mengalami infark. Setelah diketahui seberapa parah tingkat infark pada pasien, dilakukan pengobatan sesuai dengan penyebabnya. Pemberian Aktivator Plasminogen Jaringan (TPA) sebagai obat trombolisis yang diberikan intravena dapat dilakukan mengingat selain emboli yang disebabkan adanya peningkatan kadar LDL juga terjadinya trombus akibat kebiasaan merokok juga dapat terjadi. Terapi bedah untuk memperbaiki CBF juga diperlukan selama tidak merusak bagian otak yang penting. Fenitoin diberikan intravena untuk mencegah kejang pada kasus stroke akibat perdaraha subarachnoid. Pengobatan terhadap hipertensi pasien juga harus dilakukan, namun tidak boleh diberikan antihipertensi dengan cara kerja singkat dosis besar karena dapat memperparah infark. Hal ini disebabkan bahwa dengan penurunan drastis tekanan darah maka akan semakin sedikit aliran darah yang memberikan glukosa dan oksigen otak. Fisioterapi dapat membantu memulihkan kekuatan otot-otot serta mengajarkan bagaimana bergerak yang aman dan nyaman dengan keterbatasan gerak akibat kelemahan otot. Terapi okupasi membantu penderita untuk dapat makan, minum dan berpakaian sendiri. Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara maupun mengerti kembali kata-kata
BAB IV SIMPULAN SIMPULAN DAN SARAN 1. Gangguan sistem sirkulasi darah menyebabkan tidak adanya glukosa dan oksigen yang masuk ke dalam otak. Hal ini berdampak pada tidak terganggunya keseimbangan yang pada akhirnya membuat pasien terjatuh. 2. Adanya bagian dari korteks serebri yang tidak cukup CBF menyebabkan TIA. Gejala pasien dua hari yang lalu hingga sekarang sembuh adalah bagian dari TIA. 3. Sel yang hipoksia pada hemisferium kiri menyebabkan disfungsi saraf pada anggota gerak kanan. 4. Nyeri kepala, penurunan kesadaran, dan muntah adalah gejala dari adanya peningkatan tekanan intrakranial. 5. Pengobatan ditujukan agar emboli akibat kelebihan LDL maupun trombus akibat kebiasaan merokok yang mungkin terjadi tidak lagi menyumbat aliran darah dengan pemberian TPA ataupun antikoagulan. 6. Pengobatan terhadap hipertensi pasien juga harus dilakukan, namun tidak boleh diberikan antihipertensi dengan cara kerja singkat dosis besar karena dapat memperparah infark. 7. Terapi pemulihan anggota gerak juga dibutuhkan agar gejala-gejala yang dikeluhkan pasien (akibat bagian yang tidak mengalami infark) dapat sembuh secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA Dennis L. Kasper, et al. 2005. Harisson’s principle of manual medicine. San fransisco : Mc Graw Hill F Hartanto, Huriawati dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC Graber, Mark. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga University Of Iowa. Jakarta : EGC Guyton, Arthur C dan John E Hall; alih bahasa Setiawan. 1997. Buku ajar Fisiologi kedoketeran, edisi ke-9. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius Misbach, Harmani. 2007. www.medicastore.com/stroke/ Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC. Sherwood, Lauralee.1996. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC