LAPORAN KASUS BLOK ELEKTIF
KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI BAWAH UMUR DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA DILIHAT DARI SUDUT PANDANG PELAKU DI POLRES JAKARTA TIMUR
DISUSUN OLEH: ANGGRIANI RAHAYU 1102015025 KELOMPOK 2 DOMESTIC VIOLENCE TUTOR: Dr. Werda Indriarti Sp.S
UNIVERSITAS YARSI TAHUN AJARAN 2018-2019
KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI BAWAH UMUR DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA DILIHAT DARI SUDUT PANDANG PELAKU DI POLRES JAKARTA ABSTRAK Latar Belakang: Kekerasan seksual pada anak merupakan masalah global yang akan berdampak panjang, antaralain dapat timbulnya masalah kesehatan di kemudian hari, trauma yang berkepanjangan bahkan hingga dewasa. Kekerasan seksual pada anak diakibatkan terlalu tingginya libido pelaku kekerasan seksual atau hasrat seksual yang abnormal (tidak nomal). Pelaku kejahatan melampiaskan libidonya pada anak dikarenakan lebih mudah untuk memperkosa secara paksa karena perbedaan kekuatan fisik yang lebih jauh. Akhir – akhir ini banyak terjadi kasus pelecehan seksual terhadap anak dimana pelakunya adalah orang dewasa dan kebanyakan pelakunya adalah orang-orang yang di kenal korban. Deskripsi kasus: Tn. S seorang pemulung menyetubuhi anak kandung perempuannya (An. R) yang berusia 10 tahun sebanyak dua kali melalui vagina dan anal. Akibat perbuatan tersangka tersebut korban tertular kuman penyakit kelamin gonorrhoe yang diidap tersangka dan akhirnya meninggal dunia karena infeksi yang menyebar ke seuruh tubuh korban sehingga menimbulkan kegagalan fungsi tubuh berbagai organ. Diskusi: Kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa kekerasan fisik, psikis dan seksual. Kekerasan seksual berupa pemaksaan dalam berhubungan seksual. Banyak kasus kekerasan seksual pada anak berhubungan dengan konsumsi alkohol, disebutkan biasanya pelaku merupakan orang yang ketergantungan atau sering mengkonsumsi alkohol. Penyebab terjadinya kejahatan seksual pada anak dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu faktor intern yang terdapat di dalam diri individu pelaku (Kejiwaan, Biologis dan Moral) dan faktor eksternal yang terdapat di luar diri pelaku (Sosial Budaya, Ekonomi, Media Massa dan Putusan Hakim). Kesimpulan: Kekerasan seksual dapat dilakukan oleh orang terdekat dan orang terpercaya. Adanya permasalahan dalam pernikahann, serta ketiadaan salah satu orang tua yang menyebabkan kurangnya pengawasan dan perlindungan terhadap anak, keadaan-keadaan tersebut memicu hasrat seksual pelaku untuk melakukan tindakan kejahatan seksual. Kata kunci: KDRT, kekerasan seksual anak
I.
Pendahuluan Menurut Klasifikasi Data Perkara Umum yang ditangani Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur Tahun 2012 s/d Bulan Oktober 2018 jumlah jenis kasus seksual sebanyak 43 kasus, salah satu diantaranya terdapat kasus kekerasan seksual pada anak. Kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual (CASAT Programme, Child Development Institute; Boyscouts of America; Komnas PA). Kekerasan seksual pada anak merupakan masalah global yang akan berdampak panjang, antaralain dapat timbulnya masalah kesehatan di kemudian hari, trauma yang berkepanjangan bahkan hingga dewasa (Noviana, 2015). Penyebab kekerasan seksual pada anak diakibatkan terlalu tingginya libido pelaku kekerasan seksual, salah satu faktor utama pendorong munculnya libido adalah pornografi dan alasan lain penyebab terjadinya kekerasan seksual pada anak dikarenakan hasrat seksual yang abnormal (tidak nomal). Pelaku kejahatan melampiaskan libidonya pada anak dikarenakan lebih mudah untuk memperkosa secara paksa karna perbedaan kekuatan fisik yang lebih jauh (Syahputra R, 2018). Pelaku kekerasan seksual dapat berasal dari orang dekat korban seperti ayah tiri, tetangga, saudara, ataupun orang terpercaya lain (Mannat, Shradha dan Sreekumaran, 2014). Undang-undang (UU) No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak sangat jelas menyatakan bahwa ancaman pelaku
kekerasan seksual dijerat dengan hukuman maksimal 15 tahun dan apabila pelakunya orang yang dekat, hukumannya menjadi 20 tahun. Kekerasan seksual pada anak mendorong anak menjadi tertutup untuk melaporkan masalah seksual kepada orang tua maupun aparat penegak hukum. Perlu pelatihan untuk mencegah kekerasan seksual yang dapat terjadi kapanpun dan di manapun anak berada dan diterapkannya hukuman yang sesuai dan adil bagi pelaku kekerasan seksual pada anak. II.
Deskripsi Kasus Tn. S tempat/tanggal lahir di Pemalang, 20 April 1954, Agama Islam, Pekerjaan sebagai pemulung menyetubuhi anak kandung perempuannya bernama An. R yang berusia 10 tahun 6 bulan. Tersangka menyetubuhi anaknya sebanyak 2 kali, yang pertama kali terjadi pada hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012 sekitar jam 03.00 WIB dan kedua kalinya terjadi pada hari Jumat tanggal 19 Oktober sekitar jam 11.30 WIB, dan kedua persetubuhan tersebut tersangka lakukan di tempat tinggal tersangka dan keluarga beralamat di Kp. Rawabebek RT/RW 002/001 Kel. Pulogebang Kec. Cakung, Jaktim. Tn. S tidak pernah sekolah dari kecil hingga dewasa karena tidak ada biaya dan pekerjaannya dari sebelum menikah sampai menikah dan punya anak adalah pemulung. Tersangka menikah sebanyak 2 kali yang pertama dengan seorang wanita bernama DAR, selama kurang lebih 10 tahun tersangka menikah dengan DAR dan tidak memiliki anak, sampai akhirnya tersangka berpisah dengan DAR karena DAR memiliki suami lain, selanjutnya tersangka menikah dengan istri tersangka yang bernama ASRI dan pernikahannya dikaruniai 6 anak dan salah satunya korban An. R yang merupakan anak terakhir.Tersangka menjelaskan awalnya istri tersangka ASRI sakit tumor ganas, dan karena sakit tersebut istri tersangka dioperasi dan dirawat dari tanggal 14 Oktober 2012 s/d 19 Oktober 2012. Kemudian pada hari Selasa dini hari tanggal
16 Oktober 2012 sekira jam 03.00 WIB, tersangka membangunkan anaknya yang bernama An. R (korban) untuk bangun dan menyuruh korban pindah ke bawah karpet hitam. Setelah korban pindah ke karpet hitam, tersangka pun langsung mencopot celana panjang beserta celana dalam korban, tersangka langsung menindih badan korban dan kemudian memasukkan alat kelamin tersangka ke dalam vagina korban. Setelah melakukan tindakan tersebut, tersangka melihat bahwa terdapat darah yang tembus di celana korban akan tetapi tersangka tidak berkata apa-apa dan ke kamar mandi, sedangkan korban melanjutkan tidur. Keadaan vagina korban sebelum tersangka menyetubuhi pertama kali masih bagus, bersih dan tidak ada luka dan belum tumbuh bulu sedikitpun. Pada saat tersangka menyetubuhi korban pertama kali, terdapat perlawanan korban dengan mencoba mendorong badan pada saat tersangka menindihnya, dan tersangka melihat wajah korban merasa kesakitan ketika tersangka memasukkan alat kelaminnya ke dalam lubang vagina. Pada saat menyetubuhi korban pertama kalinya, terdapat 3 anak tersangka yang lain sedang tidur disamping tersangka dan korban. Pada hari Jumat, 19 Oktober 2012 sekitar jam 11.30 WIB tersangka melihat korban sedang bermain masak-masakan di belakang rumah, dan kemudian tersangka menghampiri korban dan menyuruh korban tidur, selanjutnya tersangka menidurkan korban di lantai dan langsung melepaskan rok dan celana dalam korban dan tersangka melepaskan celananya, menindih badan korban dan kemudian tersangka langsung memasukkan alat kelaminnya ke dalam lubang vagina, korban namun merintih kesakitan dan korban mendorong badan tersangka, karena hal itu tersangka panik karena korban terus saja berontak karena panic tersangka langsung memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus korban. Tersangka melakukan perbuatan tersebut pada anaknya An. R karena tersangka tidak mendapatkan penyaluran sex dimana istri tersangka pada saat itu sedang di rawat di Rs. Persahabatan selama
kurang lebih 1 minggu, namun tersangka akui waktu itu hanya khilaf dan sangat menyesal setelah melakukan perbuatan tersebut pada korban. Alasan tersangka lebih memilih An. R dibandingkan anaknya yang lain karena korban umumnya lebih muda dan cenderung pendiam. Tersangka menjelaskana memang semenjak muda sebelum menikah sudah hobby melakukan hubungan badan, dimana tersangka seringkali membayar “Jablay” Setelah menikah dengan DAR sudah tidak bermain lagi dengan “Jablay”. Namun, ketika tersangka minta berhubungan dengan ASR, sang istri lebih sering menolak karena alasan kecapean. Akhirnya tersangka ke kamar mandi dan kemudian onani untu mengeluarkan sperma, sedangkan istri lebih memilih untuk tidur. Tersangka juga pernah memiliki penyakit kelamin Sifilis disebabkan karena tersangka ssering melakukan hubungan dengan wanita yang berbeda-beda. Setelah kejadian tersebut, terdapat perubahan sikap dari An. R, korban jika sekolah selalu minta diantar dan menangis kejar tidak seperti biasanya, selalu mencuci celana dalam dan celananya sendiri biasanya masih dicucikan, terlihat kurus dan jika berjalan seperti orang menahan sakit jalannya ngegang. Sekitar awal November An. R sering mengeluh sakit kepala, badan panas dan demam, ASR melihat wajahnya pucat dan tidak seceria dulu, An. R dibantu kakaak-kakaknya untuk berobat sampai ganti dokter tapi tidak sembuh-sembuh sampai akhirnya korban kejang-kejang dan dibawa ke Rs. Persahabatan korban tidak sadarkan diri. Pada akhirnya dokter menemukan bahwa vagina korban sudah tidak utuh dan anus korban juga sudah rusak, korban pun selama dirawat tidak ada perubahan hingga akhirnya korban meninggal dunia karena tertular penyakit kelamin akibat kuman gonorrhoe karena infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh korban sehingga menimbulkan kegagalan fungsi tubuh berbagai organ. Akibat perbuatan Tn. S, tersangka terkena tindak pidana menyetubuhi anak dan tindak pidana kekerasan seksual dalam rumah tangga dan tindak pidana menyetubuhi anak di bawah umur sebagaimana dimaksud dalama pasal 81 UU RI No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan pasal 46 UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dan pasal 287 KUHP Jo pasal 65 KUHP.
III.
Diskusi Kekerasan dalam rumah tangga suatu tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis dan keharmonisan hubungan (Novero J, Sularto, Tti W, 2017). Kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa kekerasan fisik, psikis dan seksual. Kekerasan fisik dilihat dari apakah korban pernah didorong,
digigit,
ditampar,
ditendang,
atau
dipukul
dengan
menggunakan tangan maupun dengan menggunakan suatu benda, dijambak pada bagian rambut, diseret di lantai, atau diserang dengan menggunakan pisau maupun senjata tajam lainnya. Kekerasan psikis dapat berupa ancaman, dilarang bertemu sanak saudara ataupun teman, dan dilarang menghubungi keluarganya., sedangkan kekerasan seksual berupa pemaksaan dalam berhubungan seksual (Wafa, 2014). Di Indonesia kasus kekerasan seksual setiap tahun mengalami peningkatan, korbannya bukan hanya dari kalangan dewasa saja sekarang sudah merambah ke remaja, anak-anak bahkan balita. Kasus kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat dari waktu ke waktu. lebih tragis lagi pelakunya adalah kebanyakan dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar anak itu berada, antara lain di dalam rumahnya sendiri, sekolah, lembaga pendidikan, dan lingkungan sosial anak (Noviana, 2015). Pelaku kekerasan seksual adalah orang dewasa dan kebanyakan pelakunya adalah orang-orang yang di kenal si korban (Syahputra R, 2018). Ketiadaan salah satu atau kedua orang tua kandung dan adanya masalah dalam pernikahan orang tua juga menjadi salah satu penyebab paling banyak terjadinya kasus ini (Mannat, Shradha dan Sreekumaran, 2014).
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2011 saja telah terjadi 2.275 kasus kekerasan terhadap anak, 887 kasus diantaranya merupakan kekerasan seksual anak. Pada tahun 2012 kekerasan terhadap anak telah terjadi 3.871 kasus, 1.028 kasus diantaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak. Tahun 2013, dari 2.637 kekerasan terhadap anak, 48 persennya atau sekitar 1.266 merupakan kekerasan seksual pada anak. Faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan seksual pada anak dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu seperti: a. Faktor kejiwaan b. Faktor biologis (kebutuhan makanan, kebutuhan seksual dan kebutuhan proteksi). Kebutuhan akan seksual sama dengan kebutuhan-kebutuhan lain yang menuntut pemenuhan. c. Faktor moral Faktor ekstern adalah faktor yang berada diluar pelaku seperti: a. Faktor sosial budaya. Akibat modernisasi berkembanglah budaya yang semakin terbuka dan pergaulan yang semakin bebas. b. Faktor ekonomi. Keadaan ekonomi yang sulit menyebabkan seseorang memiliki pendidikan yang rendah dan selanjutnya akan membawa dampak kepada baik atau tidak baiknya pekerjaan yang diperoleh. Secara umum, seseorang yang memiliki tingkat pendidikan rendah cenderung mendapatkan pekerjaan yang tidak layak. Akibatnya terjadi peningkatan kriminalitas. c. Faktor media massa. Media massa merupakan sarana informasi didalam kehidupan seksual. Pemberitaan tentang kejahatan seksual yang sering diberitahukan secara terbuka dan didramatisasi umumnya digambarkan tentang kepuasan pelaku. Hal seperti ini
dapat merangsang para pembaca khususnya orang yang bermental jahat memperoleh ide untuk melakukan kejahatan tersebut. d. Faktor putusan hakim memutus perkara dengan adil sesuai dengan prinsip-prinsip dalam kode etik seorang hakim. Tetapi dari banyak kasus-kasus hakim memberikan putusan sanksi yang tidak adil yang tidak sesuai dengan kejahatan yang diperbuat. (Syahputra R, 2018). Pelaku pelecehan seksual menurut Collier (1992) terbagi dalam: 1. Normal dari sisi kejiwaan, karena baru berani melakukan pelecehan seksual apa-bila beramai-ramai dan tidak punya keberanian mental apabila sendirian. 2. Abnormal atau mempunyai kelainan jiwa dari segi kejiwaan, karena berani melakukan tindak pelecehan walaupun hanya seorang diri yang biasanya dalam golongan ini tindak pelecehan seksual yang dilakukannya langsung mengarah pada masalah seksualitas bahkan berani melakukan pelecehan dan secara fisik seperti memegang bagian terlarang dari dirinya terhadap perempuan yang menjadi sasaran pelecehannya (Novita R, Luluk D dan Agnes I, 2018). Terdapat literature yang menyebutkan bahwa pada banyak kasus kekerasan seksual pada anak berhubungan dengan konsumsi alkohol. Disebutkan biasanya pelaku merupakan orang yang ketergantungan atau sering mengkonsumsi alkohol. Disebutkan dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan pelaku (E. Anne et.al., 2010) (Wafa, 2014). Dalam kasus ini terjadi kasus kekerasan seksual pada anak dibawah umur yang dilakukan oleh ayah kandungnya, alasan tersangka melakukan perbuatan tersebut karena tersangka tidak mendapatkan penyaluran sex dimana istri tersangka pada saat itu sedang di rawat di Rs. Persahabatan selama kurang lebih 1 minggu. Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis bahwa ternyata tersangka memiliki dorongan libido seksual yang sangat kuat dan sudah melakukan sktifitas seks dalam usia muda serta biasa melakukan
aktifitas seks secara anal kepada kedua istrinya. Perkembangan moral dan nilai religiusitas tidak terbentuk dimana dalam usia kritis (tahap perkembangan kanak-kanak) ia sudah keluar dari rumah hidup dijalan dan tidak pernah mengenyam pendidikan sementara kakak atau adiknya sekolah. Pilihan ini dibiarkan oleh orangtua tersangka dan tersangka menjadi pemulung dan hidup di jalan. Hal yang kurang sesuai antara pemaparan literature dan kasus ini adalah pelaku bukan pengkonsumsi alkohol dimana pada literature salah satu jurnal disebutkan salah satu hal yang paling banyak menjadi penyebab
terjadinya
kekerasan
seksual
pada
anak
adalah
ketergantungan tersangka akan alkohol yang akhirnya mempengaruhi pikiran dan perilaku tersangka.
IV.
Pandangan Islam Terhadap Kekerasan Seksual Pada Anak Dalam pandangan Hukum Islam, tindak pidana kekerasan seksual merupakan perbuatan yang dilarang. Perbuatan yang dilarang ini disebut juga dengan jarimah. Jarimah merupakan larangan-larangan Syara’ yang diancamkan oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir. Kerugian ini dapat berupa rasa trauma atau rasa malu kepada keluarga atau masyarakat. Akibat jarimah perkosaan (zina) dibagi dua, yaitu: Jika pelaku masih bujang, maka ia dikenai hukuman had dengan hukuman dicambuk/dera 100 (seratus) kali dan pengasingan (ada yang menafsirkan diusir ke luar daerah). Jika pelaku telah beristri atau bersuami, maka hukumannya adalah dirajam atau dilempari batu sampai meninggal dunia. Adapun perbedaan antara hukuman zina dengan hukuman terhadap tindak pidana pemerkosaan adalah, bahwa hukuman zina dikenakan kepada kedua belah pihak (lakilaki dan perempuan) sedangkan untuk hukuman perkosaan dikenakan kepada pelakunya (Sukardi D, 2017).
Pelecehan seksual merupakan bagian dari bentuk zina yang dilakukan oleh pelaku. Tidak hanya sebagai praktik penyimpangan seksual
yang
melanggar segala norma yang berlaku, namun perbuatan tersebut sangat merusak masa depan bangsa. Itulah sebabnya Islam sangat menaruh perhatian terhadap perkara yang berkaitan dengan birahi seksual manusia. Sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk (QS. al-Isra’ (17): 32) Seks merupakan salah satu anugrah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia. Muslim yang baik menurut agama dan adat ialah yang mampu memelihara kemaluannya dari perbuatan maksiat yang dilarang oleh agama.Jika agama memandang dakwah atau misi sebagai sesuatu yang penting, maka berbicara mengenai seks dan segala hal yang berkaitan dengannya adalah sama pentingnya. Sebab hal ini menentukan bagaimana peran dari kedudukan agama dalam masyarakat tersebut (Nursia, 2016). Upaya Pencegahan Pelecehan Seksual Adapun upaya-upaya yang bersifat preventif dalam pendidikan Islam untuk mengatasi maraknya pelecehan seksual terhadap anak, yaitu:
1. Menjauhkan anak dari potensi birahi seksual Dalam pendidikan
Islam, menjauhkan anak dari sesuatu yang dapat membangkitkan berahi adalah cara yang tepat untuk menyelamatkan anak. Terkait dengan pesan Rasulullah Saw. tersebut kepada para orang tua, dalam sabdanya:
Artinya: Telah menceritakan kepada kami dari Bani Hisyam, dari Ismail, dari Abi Hamzah, Abu Daud berkata, Rasulullah Saw bersabda: ‘’Perintahkan anak-anakmu melakukan shalat ketika mereka telah berumur 7 tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkannya. Ketika mereka berumur 10 tahun, pisahkanlah tempat tidur mereka.’’ (HR.Abu Dawud Nomor 495). 2. Sejak dini harus sudah diajarkan bagi anak laki-laki auratnya adalah antara pusar dan lutut. Sedangkan, untuk anak perempuan seluruh tubuh, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Jadi, seharusnya anak tidak boleh dibiarkan telanjang sambil lari kesana kemari. Demikian juga, ketika si kecil perempuan akan diajak keluar rumah, pastikan disediakan busana muslimah untuknya. Hal ini akan membekas kuat dalam diri anak jika dilakukan terus menerus. Ketika anak sudah menginjak besar, dia sudah dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar. 3. Kenalkan anak pada anggota tubuh beserta fungsinya
Sejak usia dini, usahakan anak telah mengenal bagian tubuhnya beserta fungsinya. Dengan menggunakan istilah langsung anggota tubuh tersebut tanpa mengkonotasikan kepada nama-nama lain. Orang tua jangan malu untuk menyebut kemaluan anak dengan
nama sebenarnya (vagina atau penis). Kalau orang tua merasa risih menyebutnya, dapat menggunakan istilah ‘’farji atau aurat’’. Demikian juga berikan penjelasan akan fungsinya masingmasing. Keseluruhan hal ini bertujuan agar anak tersebut tidak mudah dibodoh-bodohi oleh para predator anak. 4. Bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain
Bagian anggota tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain, yaitu dimulai dari bagian bahu sampai kelutut. Apalagi alat kelamin anak tidak boleh dilihat ataupun disentuh oleh orang lain. Walaupun masih usia batita sekalipun. Mengajarkan anak untuk membersihkan dirinya sendiri ketika selesai buang air kecil ataupun besar.
5. Jangan biasakan disentuh oleh orang lain kecuali orangtua
Para orangtua jangan menyentuh anak dengan sentuhan yang dapat
mengarahkan
pada
aktifitas
seksual.
Misalnya,
membangunkan anak dengan mengelus-elus pahanya, mencium anak di daerah-daerah yang tidak pantas, membersihkan alat kelamin anak sambil diperrmainkan, dan memangku anak yang sudah beranjak remaja. Perlakuan ini akan mengajarkan anak untuk berbuat yang tidak baik. Akibatnya, ketika ada pelaku pelecehan yang memperlakukan anak demikian, anak akan membuat pembenaran bahwa orang tuanya pun terbiasa memperlakukannya seperti itu. 6. Menanamkan jiwa amar makruf nahi munkar
Firman Allah SWT dalam Qs. Ali Imran (3):110
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Dalam hal ini anak dilatih untuk berani berkata ‘’tidak’’ dan melaporkan jika ada orang yang berani berbuat cabul terhadap dirinya. Hal tersebut dapat melatih anak untuk melawan dengan menggunakan seluruh kekuatan fisiknya jika ada yang berani berbuat yang tidak baik terhadap dirinya. Dibalik semua itu, hal yang paling penting adalah mencintai anak dengan sepenuh hati (Nursia, 2016).
V.
Kesimpulan Tidak semua yang disebutkan literature sama dengan yang terjadi pada kasus kekerasan Tn. S dimana pelaku bukan peminum alkohol. Namun hal lainnya seperti mayoritas kekerasan seksual pada anak dilakukan oleh orang terdekat korban dan orang terpercaya. Penyebab terjadinya kejahatan seksual pada anak dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu faktor intern (Kejiwaan, Biologis dan Moral) dan faktor eksternal (Sosial Budaya, Ekonomi, Media Massa dan Putusan Hakim). Selain itu bisa terdapat masalah dalam pernikahan orang tua korban, serta ketiadaan salah satu orang tua korban yang menyebabkan kurangnya pengawasan dan perlindungan sesuai dengan keadaan yang dialami korban An R. Keadaan - keadaan diatas memicu hasrat seksual tersangka hingga dapat melakukan hal ini. Disebutkan secara jelas bahwa kekerasan seksual atau pelecehan di bawah umur dilarang oleh Allah SWT haram hukumnya serta sanksinya secara jelas terdapat dalam hukum islam.
VI.
Ucapan Terimakasih
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena dengan
rahmat
dan
ridhaNya
saya
dapat
mengerjakan
dan
menyelesaikan tugas ini dengan baik. Ucapan terima kasih saya berikan kepada dosen pembimbing saya, dr. Werda Indriarti Sp.S Sp.PD yang telah meluangkan waktunya serta mengajarkan kelompok kami dengan baik dalam mengerjakan laporan ini. Terima kasih pula kepada dr. Ferryal Babeth Sp.F selaku dosen pengampu sertadr. HJ. R.W. Susilowati, M.Kes dan DR. Drh. Hj. Titiek Djannatun sebagai koordinator blok elektif. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Polres Jakarta Timur atas bantuannya yang sudah meluangkan waktunya untuk kami dan kepada teman-teman sekelompok domestic violence 2 terimakasih atas kerjasamanya dalaam proses pembuatan laporan kasus. DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama RI, al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya. Diterjemahkan Oleh Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Quran Departemen Agama RI Semarang: Karya Toha Putra, 2002. E. Anne Lown, Madhabika B, Rachael A et al. 2010. Child physical and sexual abuse: a comprehensive look at alcohol consumption patterns, consequences and dependence from the national alcohol survey. Wiley Online Library. doi: [10.1111/j.1530-0277.2010.01347.x] (Diakses pada tanggal 15 November 2018) http://bakohumas.kominfo.go.id Mannat, Shradha S dan Sreekumaran N. 2014. An Epidemiological Overview of Child Sexual Abuse. Journal of Family Medicine and Primary Care. doi: [10.4103/2249-4863.148139] https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4311357/ (Diakses pada tanggal 14 November 2018) Nursia. 2016. Pencegahan Pelecehan Seksual pada Anak Perpektif Islam. An-Nisa’. Vol.
IX
No.2.
http://e-jurnal.stainwatampone.ac.id/index.php/an-
nisa/article/view/187 (Diakses pada tanggal 18 November 2018)
Novero J, Sularto, Tti W. 2017. Tinjauan Kriminologis Kekerasan Rumah Tangga Terhadap
Istri
Di
Kota
Semarang.
Diponegoro
Law
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/article/view/17300
Journal. (Diakses
pada tanggal 15 November 2018) Noviana Ivo. 2015. Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya.
Jakarta:
Sosio
Informa
Vol.
01
No.
1.
https://media.neliti.com/media/publications/52819-ID-kekerasan-seksualterhadap-anak-dampak-d.pdf (Diakses pada tanggal 14 November 2018) Novita R, Luluk D, Agnes I. 2018. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban
Tindak
Pidana
Pelecehan
Seksual.
Lontar
http://jom.untidar.ac.id/index.php/lontarmerah/article/view/237
Merah. (Diakses
pada tanggal 14 November 2018) Sukardi D. 2017. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kejahatan Seksual Dalam Perspektif Hukum Positif dan Islam. Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam. Vol.2. No.1 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/mahkamah/article/view/16 65 (Diakses pada tanggal 14 November 2018) Syahputra R. 2018. Penanggulanagan Terhadap Tindakan Kekerasan Seksual Pada Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Perlindungan Anak. Lex Crimen. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/20010 (Diakses pada tanggal 14 November 2018) Wafa M K Fageeh. 2014. Factors associated with domestic violence: a crosssectional survey among women in Jeddah, Saudi Arabia. BMJ Open. https://bmjopen.bmj.com/content/4/2/e004242 (Diakses pada tanggal 15 November 2018)