Aksyar Vani.docx

  • Uploaded by: abanvandiego
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aksyar Vani.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,729
  • Pages: 26
AKUNTANSI TRANSAKSI MUDHARABAH A. Definisi dan Penggunaan Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka bumi. Dan berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka menjalankan suatu usaha, atau berdagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata al-qardhu yang berarti potongan, karena pemilik memotong sebagain hartanya untuk diperdagangkan dan memperolah sebagian keuntungan. Kadang-kadang juga dinamakan dengan muqaradhah yang berarti sama-sama memiliki hak untuk mendapatkan laba karena si pemilik modal memberikan modalnya sementara pengusaha meniagakannya dan keduanya sama-sama berbagi keuntunga. Sedangkan secara istilah, mudharabah adalah akad penyerahan modal oleh pemilik modal kepada pengelola untuk diperdagangkan dan keuntungan dimiliki bersama antara keduanya sesuai dengan persyaratan yang mereka buat. Adapun sacara teknis, Antonio (2001) mendefinisikan mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana salah satu pihak menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Kemudian berdasarkan PSAK 105 mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana. Dalam mudharabah unsur terpenting adalah kepercayaan, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Kepercayaan itu penting karena dalam akad mudharabah, pemilik dana tidak boleh ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau proyek yang dibiayai dengan dana pemilik dana tersebut. Kecuali sebatas memberikan saran dan melakukan pengawasan pada pengelola dana. Sedangkan apabila usaha tersebut mengalami kerugian yang mengakibatkan sebagian atau mungkin seluruh modal yang ditanam oleh pemilik dana itu habis maka yang menanggung kerugian adalah pemilik dana. Namun jika kerugian terjadi karena kelalaian pengelola, maka pengelola harus menanggung sendiri. Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa mudharabah adalah akad kerja sama antara pemilik dana dan pengelola dana dalam mendirikan usaha tertentu untuk saling menguntungkan. Di mana besarnya proporsi bagi hasil berdasarkan kesepakatan bersama. B. Jenis- Jenis Mudharabah 

Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah muqayyadah yaitu mudharabah yang pemilik dananya memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai lokasi, cara, dan atau objek investasi atau sektor usaha. Dalam PSAK 105 par. 7 tantang mudharabah, batasan tersebut bisa berupa: 1. Tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana lainnya; 2. Tidak menginvestasikan dananya pada teransaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau jaminan; Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan. Dalam praktik perbankan mudharabah Muqqayadah terdiri atas dua jenis yaitu Mudharabah Muqqayadah Executing dan Mudharabah Muqqayadah Channeling. Pada Mudharabah Muqqayadah executing, bank syariah sebagai pengelola menerima dana dan dari pemilik dana dengan pembatasan dalam hal tempat, cara, dan atau objek investasi. Akan tetapi, bank syariah memiliki kebebasan dalam melakukan seleksi terhadap calon mudharib yang layak meneglola dana tersebut. Sementara itu, pada Mudharabah Muqqayadah Channeling, bank syariah tidak memiliki kewenangan dalam menyeleksi calon mudharib yang akan mengelola dana tersebut. 

Mudharabah Muthlaqah

Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek investasi. Dalam hal ini, pemilik dana memberi kewenangan yang sangat luas kepada mudharib untuk menggunakan dana yang diinvestasikan. Dalam perbankan syariah kontrak mudharabah muthlaqah digunakan untuk tabungan maupun pembiayaan. Pada tabungan mudharabah, penabung berperan sebagai pemilik dana, sedang bank sebagai pengelola yang mengkontribusikan keahliannya dalam mengelola dana penabung. Sedangkan pada investasi mudharabah, bank berperan sebagai pemilik dana yang menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain yang memerlukan dana untuk keperluan usahanya. Mudharabah mutlaqah biasa juga disebut dengan mudharabah mutlak atau mudharabah tidak terikat. 

Mudharabah Musytarakah

Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Di awal kerja sama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan 100% modal dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola ikut menambahkan modalnya dalam

usaha tersebut. Kemudian akadnya disebut mudharabah musytarakah, yaitu perpaduan antara akad mudharabah dan musyarakah. Ketentuan bagi hasil untuk akad ini berdasarkan PSAK 105 dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing; atau b) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. C. Rukun Mudharabah Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah: 1.

Transaktor (pemilik modal dan pelaksana usaha.

2.

Objek mudharabah (modal dan kerja)

3.

Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)

Ketentuan dari rukun mudharabah yaitu sebagai berikut: Transaktor Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal, dan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha. Sedangkan untuk ketentuan syariahnya yaitu: 1. Pelaku harus cakap hukum dan baligh. 2. Dapat dilakukan sesama atau dengan non muslim. 3. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh mengawasi. Objek mudharabah (modal dan kerja) Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek

mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, management skill, dan lain-lain. Menurut Fatawan DSN No. 7 Tahun 2000, bahwa kegiatan usaha harus memperhatikan: a) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. b) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. c) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu. Ijab kabul Ijab kabul atau persetujuan kedua belah pihak dalam mudharabah yang merupakan wujud dari prinsip sama-sama rela (an-taraddim minkum). Di sini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk megikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja. Adapun hal spesifik dalam akad mudharabah antara lain kesepakatan tentang dasar bagi hasil (revenue sharing atau profit sharing), besar nisbah bagi hasil, pernyataan bank sebagai shahibul mal untuk menanggung kerugian kecuali yang disebabkan oleh kelalaian mudharib, pernyataan hak bank untuk memasuki tempat usaha dan tempat lainnya untuk mengadakan pengawasan terhadap pembukuan, catatancatatan, transaksi mudharib yang berhubungan dengan pembiayaan mudharabah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang berakad. Pengawasan Syariah Transaksi Mudharabah Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman ditetapkan oleh Bank Indonesia dilakukan untuk hal-hal sebagai berikut : 1. Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan oleh bank kepada nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan investasi mudharabah telah dilakukan. 2. Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai prinsip syariah. 3. Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian investasi mudharabah. 4. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat mudharabah. 5. Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah.

D. Alur Transaksi Mudharabah Pertama, dimulai dari permohonan pembiayaan oleh nasabah dengan mengisi formulir permohonan pembiayaan. Kedua, bank mengontribusikan modalnya dan nasabah mulai mengelola usaha yang disepakati berdasarakan kesepakatan dan kemampuan terbaik. Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan. Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan metode perhitungan yang telah disepakati. Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah. E. Karakteristik Akuntansi Mudharabah 1. Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana. 2. Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, maka dana yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer. Dalam mudharabah muqayadah, contoh batasan antara lain: 1. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya; 2. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan 3. Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga. Pada prinsipnya dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. Pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah diakhiri. Jika dari pengelolaan dana mudharabahmenghasilkan keuntungan, maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad.

Jika dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana. F. Perhitungan Transaksi Mudharabah 1) Saat Penandatanganan Akad Mudharabah Jurnal pada tanggal 1 Agustus atau saat akad mudharabah ditandatangani terdiri atas jurnal pembukaan rekening administratif komitmen pembiayaan PT Haniya dan jurnal pembebanan biaya administrasi. Tanggal 01/08/XA

Rekening Debit (Rp) Db. Pos lawan komitmen administratif 1.450.000.000 pembiayaan Kr. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan (izin tarik tgl 10 Agustus sebesar 1.450.000.000) Db. Kas/Rekening nasabah -PT. Haniya 14.500.000 Kr. Pendapatan administrasi

Kredit (Rp)

1.450.000.000

14.500.000

2) Penyerahan Investasi Mudharabah Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. Berdasarkan PSAK 105 disebutkan bahwa dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas kepada pengelola dana. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan. Misalkan tanggal 10 Agustus 20XA, BMS mencairkan pembiyaan sebesar Rp 1.450.000.000 untuk investasi mudharabah. Tanggal 05/10/XA

05/10/XA

Rekening Db. Investasi mudharabah* Kr. Kas/Rekening nasabah

Debit 1.450.000.000

Db. Kewajiban komitmen 14.500.000 administratif pembiayaan Kr. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan

Kradit 1.450.000.000

14.500.000

*Dalam praktik perbankan, istilah “investasi mudharabah”, sebagai mana yang terdapat dalam PSAK 105, belum umum dipakai. Saat ini perbankan syariah di Indonesia masih menggunakan istilah “pembiayaan mudharabah”.

3) Penerimaan Bagi Hasil Mudharabah Berdasarkan PSAK 105 par. 22 dinyatakan bahwa pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana dan tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi bagi hasil. Sekiranya hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, bagian tersebut diakui sebagai piutang. Berikut adalah realisasi laba bruto PT Haniya selama 10 bulan yang dilaporkan setiap tanggal 10 bulan berikutnya.

No. 1 2 3 4 5 6

Agustus September Oktober November Desember Januari

No.

Bulan

7 8 9 10

Jumlah laba bruto

Porsi bank 30%

(Rp) 20.000.000 50.000.000 45.000.000 40.000.000 60.000.000 50.000.000 Jumlah laba bruto

(Rp) 6.000.000 15 000.000 13.500.000 12.000.000 18.000.000 15.000.000 Porsi bank 30%

(Rp) 40.000.000 50.000.000 55.000.000 60.000.000

(Rp) 12.000.000 15.000.000 16.500.000 18.000.000

Bulan

Februari Maret April Mei

Tanggal Pembayaran Hasil 10 Sep 10 Okt 10 Nov 10 Des 10 Jan 10 Feb Tanggal Pembayaran Hasil 10 Mar 10 Apr 05 Jun 15 Jun

Klasifikasi transaksi di atas yaitu sebagai berikut. a) Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan pelaporan bagi hasil, seperti pada bulan Agustus, September, Oktober November, Desember, Januari, Februari, Maret. Bentuk transaksinya sebagai berikut. Tanggal 10/09/XA 10/10/XA 10/11/XA 10/12/XA 10/01/XB

Rekening Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah Db. Kas/Rekening nasabah

Debit (Rp) 6.000.000

Kredit (Rp) 6.000.000

15.000.000 15.000.000 13.500.000 13.500.000 12.000.000 12.000.000 18.000.000

10/02/XB 10/03/XB 10/04/XB

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah

18.000.000 12.000.000 12.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000

b) Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan tanggal pelaporan bagi hasil seperti pada bulan April dan Mei. Berdasarkan PSAK 105 disebutkan bahwa bagian hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, maka bagian tersebut diakui sebagai piutang. Bentuk transaksinya adalah sebagai berikut. Tanggal 10/05/XB 05/06/XB 10/06/XB 15/06/XB

Rekening Db. Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah – akrual Db. Kas/rekening nasabah Kr. Piutang pandapatan bagi hasil mudharabah Db. Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah – akrual Db. Kas/rekening nasabah Kr. Piutang pandapatan bagi hasil mudharabah

Bebit (Rp) 16.500.000

Kredit (Rp) 16.500.000

16.500.000 16.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000

4) Saat Akad Berakhir Pada tanggal 10 juni, saat jatuh tempo, PT Haniya malunasi investasi mudharabah sebesar Rp 1.450.000.000. Maka, jurnal transaksi tersbut adalah sebagai berikut. Tanggal 10/06/XB

Rekening Db. Kas/rekening nasabah Kr. Investasi mudharabah

Debit (Rp) 1.450.000.000

Kredit (Rp) 1.450.000.000

G. Penyajian dan Pengungkapan Transaksi Mudharabah Penyajian Investasi mudharabah atau transaksi mudharabah disajikan dalam laporan keuangan (pada bagian asset) sebesar nilai tercatat (PSAK 105 paragraf 36). Pengungkapan Berdasarkan PSAK 105 paragraf 38 dan PAPSI (2006) terdapat beberapa hal yang harus diungkap dalam transaksi mudharabah. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Isi kesepakatan utama usaha mudharabah (PSAK 105 paragaraf 38a) 2. Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya (PSAK 105 paragraf 38b) 3. Jumlah investasi mudharabah yang diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa (PAPSI, 2006) 4. Jumlah investasi mudharabah yang telah direstrukturisasi dan informasi lain tentang mudharabah yang direstrukturisasi selam periode berjalan (PAPSI, 2006) 5. Metode yang digunakan untuk menentukan penyisihan khusus dan umum (PAPSI, 2006) 6. Kebijakan manajemen dan pelaksanaan pengendalian resiko portofolio investasi mudharabah (PAPSI, 2006) 7. Besarnya investasi mudharabah bermasalah dan penyisihannya untuk setiap sektor ekonomi (PAPSI, 2006) 8. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan mudharabah bermasalah (PAPSI, 2006) 9. Ikhtisar investasi mudharabah yang dihapus buku (PAPSI, 2006) 10. Kerugian atas penurunan nilai investasi mudharabah (apabila ada) (PAPSI, 2006) H. Standar Akuntansi Keuangan Transaksi Mudharabah Penyempurnaan Akuntansi Mudharabah pada PSAK 105 PSK 105 : Akuntansi mudharabah merupakan penyempurnaan dari PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah (2002) yang mengatur mengenai Mudharabah. Bentuk penyempurnaan dan penambahan pengaturannya adalah sebagai berikut : 1. PSAK 105 berlaku untuk entitas yang melakukan transaksi Mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib). Namun, PSAK ini tidak berlaku untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad Mudharabah. 2. Sistematika penulisan secara garis besar disusun dengan memisahkan akuntansi untuk pemilik dana (shahibul maal) dan akuntansi untuk pengelola dana (mudharib) dalam transaksi Mudharabah. 3. Mudharabah yang dimaksud dalam PSAK ini terdiri dari Mudharabah mutlaqah, Mudharabah muqayyadah, dan Mudharabah musytarakah. 4. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk entitas sebagai pemilik dana penyempurnaan dilakukan untuk : 1. Pengakuan investasi Mudharabah pada saat penyaluran daana syrkah temporer; dan 2. Pengakuan keuntungan / kerugian atas penyerahan asset nonkas dalam investasi Mudharabah. 5. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk akuntansi pembeli, penyempurnaan dilakukan untuk :

1. Pengakuan dana syirkah temporer kelolaan; 2. Pengakuan modal mudharib bersama-sama dengan modal pemilik dana (shahibul maal) dalam Mudharabah musytarakah. Karakteristik 1) Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana. 2) Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan Mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, dana yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer. 3) Dalam Mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain : 1. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya; 2. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; atau 3. Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga. 4) Pada prinsipnya dalam penyaluran Mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 5) Pengembalian dana syirkah temporer dapat dilakukan secara parsial bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad Mudharabah diakhiri. 6) Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menghasilkan keuntungan maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menimbulkan kerugian maka kerugian financial menjadi tanggungan pemilik dana. Prinsip Pembagian Hasil Usaha Pembagian hasil usaha Mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal Mudharabah. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN ENTITAS SEBAGAI PEMILIK DANA

1) Dalam syirkah temporer yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi Mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset nonkas kepada pengelola dana. 2) Pengukuran investasi Mudharabah adalah sebagai berikut : (a) Investasi Mudharabah dalam bentuuk kas diukur sebesar jumlah dioberikan pada saat pembayaran; (b) Investasi Mudharabah dalam bentuk asset nonkas diukur sebesar nilai wajar asset nonkas pada saat penyerahan : i. Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, diakui sebagai kerugian; ii. Jika niali wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad Mudharabah. 3) Jika nilai investasi Mudharabah turun sebelum usaha dimulai karena rusak, hilang, atau factor lain yang bukan kelalaian pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi Mudharabah. 4) Jika sebagian investasi Mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian terbut diperhitungkan pada saat bagi hasil. 5) Usaha Mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha Mudharabah diterima oleh pengelola dana. 6) Dalam investasi Mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan kegiatan Mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil. 7) Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh : 1. Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi; 2. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang lazim dan / atau yang telah ditentukan dalam akad; atau 3. Hasil keputusan dari institusi yang berwenang. 8) Jika akad Mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi Mudharabah diakui sebagai piutang jatuh tempo.

Penghasilan usaha 1) Jika investasi Mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati. 2) Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad Mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad Mudharabah berakhir, selisih antara : 1. Investasi Mudharabah setelah dikurangi penysihan kerugian investasi; 2. Dan pembelian investasi Mudharabah, diakui sebagai keuntungan atau kerugian. 3) Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi Mudharabah. 4) Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang jatuh tempo dari pengelola dana. ENTITAS SEBAGAI PENGELOLA DANA 1) Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akada Mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat. 2) Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer mutlaqah yang diterima maka entitas mengakui sebagai asset sesuai ketentuan pada paragraph 12-13. 3) Jika menyalurkan dana syirkah temporer muqayyadah yang diterima maka entitas tidak mengakui sebagai asset karena entitas tidak memiliki hak untuk menggunakan atau melepas asset tersebut kecuali sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemilik dana. Bagi hasil Mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti yang dijelaskan pada paragraph 11. 4) Hak ihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana. 5) Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana. Mudharabah Musytarakah

Jika entitas juaga menyertakan modal dalam Mudharabah musytarakah maka penyaluran modal milik entitas diakui sebagai investasi Mudharabah.Akad Mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam Mudharabah musytarakah pengelola dana (berdasarkan akad Mudharabah) menyertakan juga modalnya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah) pemilik modal musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi modal yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara peneglola dana dan pemilik dana dalam Mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik modal musyarakah. Penyajian 1. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat 2. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah laporan keunangan, tetapi tidak terbatas, pada: 1. Dana syirkah temporer dari pemilik dana yang disajikan sebesaar jmlah nominalnya untuk setiapa jenis mudharabah. 2. Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan dan telah jatuh tempo tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai kewajiban. 3. Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi beum jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan. Pengungkapan 1. Pemilik dana mengunggkapkan hal-hal terkait transakasi mudharabah, tetapi tidak terbatas pada: 1. Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya, 2. Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan, dan pengungkapan diperlukan sesuai dengan PSAK nomor 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah. 3. Pengelola dan amengungkapkan hal-hal terkait mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada: 1. Dana syirkah temporer yang disesuai berdasarkan jennisnya, dan 2. Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah. Pedoman pencatatan dan pelaporan akuntansi transaksi mudharabah 

Mudharabah menurut PSAK 59 adalah akad kerjasama usaha antara bank sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib dengan nisbah pembagian hasil menurut kesepakatan dimuka.



Rukun mudharabah : o Ada pemilik modal(shahibul maal) dan pegelola/pengusaha (mudharib) o Adanya modal(maal) o Kerja attau objek usaha (proyek) dan keuntungan serta sigot atau ijab dan qabul. o Mudaharabah terbagi menjadi mudharabah mutlaqah( mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengeoa dana dalam mengelola investasinya) dan mudharabah muqayyadah ( mudharabah dimana pemilik dana memberikan batsan kepada pengelola mengenai tempat, cara dan objek investasi.

Jurnal Pada saat bank membayar uang tunai kepada mudharib (Dr) pembiayaan mudharabah

xx

(Cr) kas

xx

Pada saat bank menyerahkan aktiva non kas kepada mudharib 1. Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih rendah atas nilai buku. (dr) pembiayaan mudharabah 9sebesar nilai wajar)

xx

(dr) kerugian penyerahan aktiva

xx

(cr) aktiva non kas

xx

2. Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih tinggi atas nilai buku. (dr) pembiayaan mudharabah (sebesar nilai wajar)

xx

(cr) aktiva non-kas (sebesar nilai buku)

xx

(cr) keuntungan penyerahan aktiva

xx

3. Pengakuan biaya akad mudharabah Saat terjadi biaya akad (dr) beban akad mudharabah

xx

(cr) kas

xx

Jika biaya akad diakui sebagai beban Tidak ada jurnal Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai pembiayaan (dr) pembiayaan mudharabah

xx

(cr) beban akad mudharabah

xx

Apabila sebagian pembiayaan mudharabah dalam bentuk aktiva nonkas hilang sebelum dimulainya pekerjaan kaarena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adnaya kelalaian mudharib. (dr) kerugian pembiayaan mudahrabah

xx

(cr) pembiayaan mudharabah

xx

Apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang setelah dimulainya pekerjaan karena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adanya kelalaian mudaharib Tidak ada jurnal Penerimaan keuntungan mudharabah (dr) kerugian bagi hasi mudharabah

xx

(cr) pembiayaan mudaharabah

xx

Pencatatan kerugian yang timbul bukan akibat kelalaian atau kesalahan mudharib (dr) kerugian bagi hasil mudaharabah

xx

(cr) pembiayaan mudharabah

xx

Pencatatan kerugian yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan mudharib (Dr) piutang kepada mudharib

xx

(cr) pembiayaan mudharabah

xx

Pelunasan pembiayaan mudharabah sebelum atau saat akad jatuh tempo (dr) kas

xx

(cr) pembiayaan mudharabah

xx

Pengambilan modal mudharabah non kas dngan niai wajar lebih rendah dari nilai historis (dr) aktiva non kas

xx

(dr) kerugian penyelesaian pembiayaan mudharabah

xx

(cr)pembiayaan mudharabah

xx

Pengembalian modal mudharbah non kas dengan nilai wajar lebih tinngi dari nilai historis (dr) aktiva non kas

xx

(cr) Keuntungan penyelesaian pembiayaan mudhrabah

xx

(cr) pembiayaan mudharabah

xx

Pada saat akad mudharabah diakhiri sebelum jatuh tempo dan kerugian bukan karena kesalahan mudharabah maka kerugian tersebut mengurangi pembiayaan mudharbah. (dr) kerugian bagi hasil mudharabah

xx

(cr) pembiayaan mudharabah

xx

Kerugian Penurunan Asset Mudharabah Jika mengikuti alur pembiayaan pada ilustrasi 2, maka terdapat perbedaan perlakuan akuntansi antara modal kas dan nonkas. Berkaitan dengan penyediaan modal nonkas, jika terjadi penerunan modal aktiva sebelum diserahakan misalkan computer server yang rencananya dikirim kepada PT.JIT ternyata 30 unit diantaranya mengalami kerusakan akibat peristiwa kebakaran di gudang milik bank syariah IQTISADUNA sebelum diserahkan kepada PT.JIT. hal ini terjadi karena kelalaian bank syariah IQTISADUNA dalam melakukan pengamanan terhadap aktiva tersebut. Kerugian yang ditanggung bank syariah adalah sebesar Rp 60.000.00,-. Jurnal-jurnal yang dibuat bank syariah IQTISADUNA untuk transaksi tersebut antara lain : Pada saat pembentukan cadangan kerugian piutang (sebagai contoh cadangan kerugian piutang yang dibentuk sebesar Rp 75.000.000) (Dr) beban penyisihan kerugian piutang Rp 5.000.000 pembiayaan mudharabah (kr) penyisihan kerugian piutang pembiayaan mudharabah

Rp 5.000.000

Pada saaat penghapusbukuan cadangan kerugian piutang sebagai akibat hilangnya/rusaknya asset mudharabah (Dr) penyisihan kerugian piutang pembiayaan Rp 60.000.000 mudharabah (Kr) pembiayaan mudharabah Rp 60.000.000 Apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang setelah dimulai usaha tanpa adanya kelalaian/kesalahan pengelola dana (mudharib) maka rugi tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil. Apabila pembiayaan diberikan dalam bentuk modal nonkas dan barang tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif untuk kegiaatan usaha, maka rugi tersebut tidak langsung mengurangi jumlah pembiayaan namun diperhitungkan pada saat pembagian hasil usaha. Sebaliknya, apabila kecelakaan tersbut terjadi setelah usaha tersebut berjalan dan berdasarkan hasil investigasi ternyata terbukti bahwa kerugian terjadi akibat kelalain mudharib, maka kerugian menjadi tanggungan mudharib. Pada akhir masa akad, kerugian akan dikompensasi dengan bagi hasil untuk shohibul maal. Pembayaran Angsuran Pembiayaan Mudharabah (Pokok Pembiayaan) Pengembalian modal pembiayaan mudharabah oleh mudharib dapat dilakukan sesuai kesepakatan, secara sekaligus pada masa akhir akad atau dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan mudharib. Setiap pembayaran kembali atas pembiayaan mudharabah akan mengurangi saldo pembiayaan mudharabah. Khusus untuk pembayaran modal pembiayaan mudharabah dengan system cicilan perlu memperhatikan penurunan proporsi modal milik shohibul maal karena penurunan modal akan membawa konsekuensi penurunan nisbah bagi hasil yang sejalan dengan penurunan modalnya. Sebagai contoh PT. JIT sepakat melakukan pembayaran modal pembiayaan mudharabah secara bertahap sebanyak tiga kali dengan komposisi : 1. Akhir tahun pertama akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 250.000.000 2. Akhir tahun kedua akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 250.000.000 3. Akhir athun ketiga akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 500.00.000 4. Awal tahun

Pembayaran modal Rp 0

Saldo pembiayaan Nisbah mudharabah Bank Nasabah Rp 1.000.000.000 40 60

Akhir tahun Rp 250.000.000 pertama Akhir tahun Rp 250.000.000 kedua Akhir tahun Rp 500.000.000 ketiga

Rp 750.000.000

30

70

Rp 500.000.000

20

80

Rp 0

0

100

Prinsip yang digunakan pada perhitungan adalah prinsip keadilan dimana modal yang dikembalikan kepada shohibul maal pada dasarnya merupakan pengurang investasinya sehingga nisbah yang menjadi hak shohibul maal juga menurun sejalan dengan penurunan modalnya. Misalnya pada tahun ke-2 sebelum pengembalian modal yang kedua, PT. JIT mendapatkan laba sebesar Rp 100.000.000,- maka bagian hak shohibul maal adalah 30% saja yaitu Rp 30.000.000,- karena pada akhir tahun pertama PT. JIT telah mengembalikan modal sejumlah Rp 250.000.000. Sedangkan untuk pencatatan dalam jurnal dalam pembayaran angsuran pembiayaan mudharabah (pokok pembiayaan) bisa dalam bentuk uang kas/tunai atau modal non kas. Dalam kasus diatas diilustrasikan bahwa PT. JIT mengembalikan modal kas sebesar Rp 250.000.000,- maka jurnalnya menjadi : (Dr) kas rekening PT.JIT (Kr) pembiayaan mudharabah

Rp 250.000.000 Rp 250.000.000

Jika PT. JIT mengembalikan 20 buah computer server senilai Rp 40.000.000,- maka jurnalnya menjadi: (Dr) persediaan aktiva mudharabah (Dr) kerugian penyerahan aktiva (Kr) pembiayaan mudharabah

Rp 40.000.000 Rp 10.000.000 Rp 50.000.000

Catatan : kerugian penyerahan aktiva dimaksudkan untuk mengeliminasi keuntungan yang sudah diakui pada saat penyerahan awal aktiva mudharabah non kas. Pengakuan Bagi Hasil (Profit Loss Sharing) Mudharabah Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan fatwa nomor 15/DSNMUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi hasil usaha dimana lembaga keuangan syariah boleh menggunakan prinsip revenue sharing (bagi pendapatan) maupun profit loss sharing (bagi untung/rugi).Menurut fatwa tersebut dilihat dari sisi kemaslahatan, pembagian hasil usaha sebaiknya menggunakan prinsip revenue sharing.Penentuan penggunaan prinsip yang dipilih harus disepakati pada awal akad.

Dalam pembagian hasil usaha mempergunakan prinsip revenue sharing, shohibul maal tidak pernah mengalami kerugian kecuali usaha mudharib dililuidasi dimana jumlah aktiva lebih kecil dari kewajibannya.Dengan prinsip ini belum pernah terjadi pendapatan yang negative karena sekecil-kecilnya pendapatan adalah nol (tidak ada pendapatan), sehingga apabila hal tersebut terjadi maka modal yang dikembalikan sejumlah modal awal yang diberikan (tidak ada penambahan modal). Sedangkan prinsip profit/loss sharing dilakukan dengan menggunakan perhitungan kinerja secara berkala untuk memperhitungkan pendapatan yang dikurangi biayabiaya sehingga menghasilkan keuntungan atau kerugian tergantung mana yang lebih besar. Untuk mendukung hal ini, mudharib perlu menyusun laporan pengelolaan dana mudharabah jika ternyata modal yang digunakan oleh mudharib tidak berasal dari satu unsur saja sehingga perlu memisahkan porsi alokasi penggunaan dana mudharabah. Dalam praktiknya tidak mudah bagi mudharib menyusun laporan ini secara berkala karena melibatkan beberapa variable dan tidak mudah juga bagi shohibul maal untuk melakukan pengawasan untuk memastikan beban-beban yang dialokasikan untuk pengelolaan dana mudharabah. Prinsip profit/loss sharing memerlukan kejujuran diantara kedua belah pihak., lebih khusus bagi mudharib selaku pengelola dana sehingga tidak banyak perbankan syariah yang menggunakan prinsip ini untuk mengadakan pembiayaan mudharabah. Dalam pembiayaan mudharabah melewati satu periode pelaporan.Laba pembiayaan mudharabah diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai dengan nisbah sesuai yang disepakati; dan rugi yang terjadi diakui dalam periode terjadinya rugi tersebut dan mengurangi saldo pembiayaan mudharabah. Pengakuan laba/rugi mudharabah dalam praktinya dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil dari pengelola dana yang diterima shohibul maal. Hal mendasar yang perlu diketahui tentang pembagian laba atau rugi mudharabah, sesuai dengan prinsip mudharabah adalah pembagian laba yang dilakukan antara shohibul maal dan mudharib sesuai dengan nisbah yang disepakati sedangkan kerugian yang bukan kelalaian mudharib merupakan tanggungan shohibul maal.Sebaliknya jika kerugian akibat kelalaian mudharib merupakan tanggungan shohibul maal.Sebaliknya jika kerugian akibat kelalaian mudharib, maka kerugian dibebankan kepada mudharib tanpa mengurangi modal mudharabah milik shohibul maal. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, namun dalam pelaksanaannya tidak mudah memutuskan bahwa mudharib lalai atau tidak dalam kasus kerugian pengelolaan mudharabah. Paling tidak, untuk menentukan derajat kesalahan maupun kelalaiaan mudharib perlu diperkuat dengan fakta-fakta sebagai berikut : 1. Tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan dalam akad 2. Tidak terdapat kondisi diluar kemapuan (force major) yang lazim dan/atau telah ditentukan dalam akad; atau

3. Hasil keputusan dari badan arbitrase syariah atau pengadilan agama setempat 1). Kasus Pengakuan Laba Kasus ini menggunakan informasi yang terdapat dalam ilustrasi 1 akad mudharabah antara bank syariah IQTISADUNA dan PT. jogja information technology (JIT) dengan pembiayaan sebesar Rp 10.000.000,- dan nisbah 40:60. Atas pengelolaan dana mudharabah tersebut PT. JIT mencatat laba bersih sebesar Rp 10.000.000,pada tahun pertama dan segera dibagihasilkan kepada bank syariah IQTISADUNA pada awal tahun kedua akad. Adapun pembagian porsi untuk masing-masing pihak adalah sebagai berikut : Shohibul maal (bank) = 40%xRp100.000.000 Rp 40.000.000 Mudharib (PT. JIT) = 60%xRp 100.000.000 Rp 60.000.000 Jumlah yang dibuat oleh bank sayriah IQTISADUNA pada saat menerima bagi hasil tersebut adalah sebagai berikut : (Dr) kas/rekening PT JIT Rp 40.000.000 (Cr) pendapatan bagi hasil mudharabah

Rp 40.000.000

2). Kasus Pengakuan Rugi Jika PT. JIT mengalami kerugian pada tahun pertama sebesar Rp 100.000.000,- dan berdasarkan fakta yang disepakati antara kedua belah pihak terungkap bahwa kerugian terjadi karena bencana alam sehingga mengakibatkan rusaknya sebagian aktiva mudharabah dan diluar kemampuan mudharib untuk menghindarinya, maka jurnal yang dibuat bank syariah IQTISADUNA atas kejadian tersebut adalah : 1. Pada saat pembentukan cadangan kerugian pembiayaan mudharabah (Dr) beban penyisihan kerugian pembiayaan Rp 100.000.000 mudharabah (Cr) penyisihan kerugian mudharabah Rp 100.000.000 2. Pada saat penghapusbukuan pembiayaan mudharabah (Dr) penyisihan pembukuan mudharabah (Cr) pembiayaan mudharabah

Rp 100.000.000 Rp 100.000.000

3. Pada saat kerugian diakibatkan kesalahan/kelalaian dari PT. JIT Bank syariah IQTISADUNA tidak mencatat kejadian ini dalam jurnal karena kerugian yang diakibatkan oleh pengelola dana (mudharib ) menjadi beban dari

pengelola dana IQTISADUNA.

tanpa

mengurangi

investasi

mudharabah

bank

syariah

Kerugian yang diakibatkan penghentian pembiayaan mudharabah yang terjadi sebelum masa akad berakhir, maka kerugian tersebut diakui sebagai pengurang pembiayaan mudharabah. Sedangkan kerugian pengelolaan yang timbul akibat kelalaian/kesalahan mudharib akan dibebankan kepada pengelola dana (mudharib). Pengurang pembiayaan mudharabah dapat dilakukan dengan metode langsung yaitu mengurangi saldo perkiraan pembiayaan mudharabah atau dapat juga dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan cara pembentukan cadangan penghapusan pembiayaan mudharabah yang merupakan perkiraan pengurang (contra account) dari pembiayaan tersebut. 3). Kasus Bagi Hasil Belum Direalisasikan Jika PT. JIT mengakui adanya keuntungan dalam pengelolaan pembiayaan mudharabah sebesar Rp 100.000.000,- dan sampai saat yang ditentukan ternyata PT. JIT belum membayarkan bagian bagi hasil yang menjadi hak bank syariah IQTISADUNA sebesar Rp 40.000.000,- maka bank syariah IQTISADUNA akan mengakui kejadian tersebut dalam jurnal sebagai berikut : (Dr) piutang kepada mudharib (Cr) pendapatan mudharabah

Rp 40.000.000 Rp 40.000.000

Penyelesaian Akad Mudharabah Sebelum Jatuh Tempo Mudharabah akan diakhiri baik dengan perjanjian diantara kedua belah pihak, karena keinginan kedua belah pihak atau dengan alas an force majour seperti kerugian karena bencana alam atau kematian salah satu pihak. Beberapa hal yang diatur dalam hal ini adalah sebagai berikut : 1) Mudharib harus mengembaliakn modal kepada pemilik dana dan apabila mudharib tidak melaksanakannya maka mudharib tersebut dianggap melanggar akad. Jumlah dana yang menjadi saldo pembiayaan mudharabah akan berubah menjadi “piutang jatuh tempo mudharib”. 2) Jiak akad mudharabah berakhir dan masih terdapat beberapa modal non kas berupa barang yang memiliki nilai jual tertentu, maka kedua belah pihak berhak untuk menjual dan membagi hasil penjualan menurut proporsi yang disepakati bersama dengan tetap menghitung saldo pembiayaan serta keuntungan atau kerugian yang ditanggung dari pelaksanaan akad mudharabah tersebut. 3) Apabila salah satu pihak meminta berhenti dari akad mudharabah dan digantikan dengan pihak lain yang disepakati kedua belah pihak, maka perlu dilakukan perhitungan terhadap status saldo pembiayaan, hak shohibul maal dan

mudharib, maupun keuntungan dan kerugian untuk menghasilkan suatu proporsi baru antara kedua belah yang akan memperbaharui akad. 4) Daalm hal kedua belah pihak sepakat untuk melakukan pengembalian modal, maka proporsi keuntungan atau kerugian harus dihitung secara pasti pada setiap pembayaran. Jika terdapat pertimbangan tertentu misalnya mudharib sudah tidak dapat dipercaya lagi atau mudharib banyak melakukan pelanggaran akad, maka shohibul maal dapat menghentikan pembiayaan mudharabah baik pada saat akad sudah jatuh tempo. Status saldo pembiayaan mudharabah akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mudharib. Contoh kasus misalnya terjadi perubahan peraturan pemerintah yang berakibat pada penghentian kegiatan PT. JIT apdahal akad mudharabah belum jatuh tempo, maka bank syariah IQTISADUNA segera menghitung saldo pembiayaan dan meminta laporan keuangan terakhir dari PT. JIT. Saldo pembiayaan mudharabah yang dicatat oleh bank adalah sebesar Rp 300.000.000,- sedangkan PT. JIT melaporkan kerugian untuk periode berjalan sebesar Rp 50.000.000,-. Sisa pembiayaan tidak dapat diselesaikan oleh PT. JIT sehingga bank syariah IQTISADUNA mencatatnya dalam jurnal sebagai berikut : (Dr) piutang mudharib (Dr) penyisihan kerugian mudharabah (Cr) pembiayaan mudharabah

Rp 250.000.000 pembiayaan Rp 50.000.000 Rp 300.000.000

Pada saat pembentukan penyisihan pembiayaan mudharabah (Dr) beban pembiayaan pembiayaan mudharabah (Cr) akumulasi penyisihan mudharabah

penyisihan pembiayaan

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) PSAK 59 paragraf 150 menyatakan bahwa penyisihan kerugian aktiva produktif dan piutang yang timbul dari transaksi aktiva produktif dibentuk sebesar estimasi kerugian aktiva produktif dan piutang yang tidak dapat ditagih sesuai dengan denominasi mata uang aktiva produktif dan piutang yang diberikan. Standar ini adalah merujuk pada peraturan bank Indonesia yaitu tentang kualitas aktiva produktif (KAP) bagi bank syariah (PBI No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 mei 2003) dan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) bagi bank syariah (PBI o. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003).

Setelah dianalisis oleh perusahaan appraisal, ditentukan bahwa porsi yang harus disisihkan untuk penyisihan mudharabah PT. JIT adalah Rp. 240.000.000,- setiap tahunnya. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah IQTISADUNA adalah sebagai berikut : (Dr) beban penyisihan kerugian mudharabah Rp 240.000.000 (Cr) penyisihan kerugian mudharabah Rp 240.000.000 Pada saat piutang dianggap non-performing (Dr) penyisihan kerugian mudharabah (Cr) piutang mudharabah

Rp 230.000.000 Rp 230.000.000

Pada saat penghapusan sisa penyisihan penyisihan : (Dr) penyisihan kerugian mudharabah (Cr) beban penyisihan kerugian mudharabah

Rp 10.000.000 Rp 10.000.000

AKUNTANSI PENGELOLA DANA (MUDHARIB) Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan pihak pengelola dana (mudharib) yang berkewajiban untuk mengemban amanah nasabah deposan (shohibul maal) dengan selalu memegang prinsip kehati – hatian dan mempertanggungjawabkan pengelolaan dana tersebut. Paragraf 25 PSAK 105 menjelaskan bahwa: Dana yang diterima dalam akad Mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset non kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat. Dana syirkah temporer, sebagai pengganti Investasi Tidak Terikat (PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah) mengakomodasi danamudharabah mutlaqah. LKS (Perbankan Syariah, BMT dan Koperasi Syariah) memiliki keleluasaan untuk menyalurkan dana ke sektor – sektor yang dinilai menguntungkan dimana masing – masing memiliki produk tabungan dan deposito dengan nisbah yang bervariasi menurut jangka waktu pengendapannya. Namun hal ini tidak bersifat kaku karena nisbah dapat dinegosiasikan dengan nasabah, LKS harus menjelaskan prinsip dan perhitungan bagi hasil yang digunakan pada awal akad. Model Perhitungan Distribusi Bagi Hasil Usaha LKS Perhitungan distribusi bagi hasil usaha oleh LKS mengacu pada ketentuan dasar Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai otoritas yang memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa – fatwa yang berkaitan dengan akad transaksi syariah. Dalam Fatwa No.15/DSN-MUI/XI/2000 terdapat beberapa ketentuan, antara lain;

1) Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra /nasabahnya 2) Dari segi kemaslahatannya (al-ishlah), pembagian hasil usaha sebaiknya menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) 3) Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad. Penggunaan revenue sharing lebih mudah karena LKS hanya menghitung pendapatan yang diterima kemudian hasilnya dibagikan kepada nasabah sesuai kontribusi masing – masing daripada profit sharing yang masih memperhitungkan pendapatan dan biaya – biaya yang digunakan. SISTEM BAGI HASIL Lembaga keuangan syari’ah di Indonesia, khususnya perbankan syariah, belum menerapkan prinsip profit sharing, mengingat kesulitan menghitung beban – beban dalam pengelolaan danamudharabah (Wiroso, 2005:123). Pada bank –bank syariah di dunia, terdapat dua instrumen yang digunakan dalam distribusi bagi hasil, yaitu nasabah dan bobot. Namun hingga saat ini belum ada keseragaman satu sama lain, mengingat terdapat beberapa faktor perhitungan yang dipertimbangkan, antara lain: 1)

Besaran kontribusi investasi (pembobotan sumber dana)

Adalah jumlah atau prosentase yang diputuskan oleh bank sebagai landasan besaran dana yang dapat diinvestasikan. 2) Penentuan jenis sumber dana yang diikutsertakan dalam perhitungan distribusi hasil usaha (profit distribution); merupakan unsur yang penting karena jumlah sumber dana ini yang akan berdampak terhadap penyaluran dan pendapatan yang akan diperoleh dengan pola; 1. Dana prinsip mudharabah mutlaqah saja; pendapatan yang dibagihasilkan adalah pendapatan yang berasal dari pengelolaan dana mudharabah mutlaqah 2. Total sumber dana pihak ketiga (prinsip wadiah dan mudharabah mutlaqah) 3. Total sumber dana (prinsip wadiah di mudharabah dan modal) 3)

Jenis penyaluran dana dan pendapatan yang terkait 1.

Prioritas penyaluran (penyaluran utama dan penyaluran lainnya)

Bank syariah menetapkan penyaluran utama meliputi penyaluran dengan prinsip bagi hasil dan penyaluran lain seperti Sertifikat Investasi Bank Indonesia (SIMA) atau Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) 1.

Total penyaluran dana

Bank syariah tidak menetapkan prioritas dalam penyaluran dananya. 4)

Penentuan pendapatan dibagihasilkan

Konsep dan Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil Usaha LKS Berbeda dengan konsep bunga pada lembaga keuangan konvensional, konsep bagi hasil yang diterapkan pada lembaga syariah adalah sebagai berikut: 1) Pemilik dana menginvestasikan dananya yang melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang bertindak sebagai pengelola dana. 2) Pengelola (LKS) mengelola dana tersebut dengan menggabungkan dana dengan sumber lain (modal dan dana titipan (wadiah) untuk selanjutnya diinvestasikan ke beberapa proyek, usaha, atau pembiayaan yang layak dan beraspek syariah. 3) Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama, nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut. 4)

Pembiayaan yang diberikan LKS akan menghasilkan pendapatan berupa

Tata Cara Perhitungan Bagi Hasil LKS a) Menghitung saldo rata – rata harian (SRRH) sumber dana sesuai klasifikasi dana yang dimiliki b) Menghitung saldo rata – rata tertimbang sumber dana yang telah diinvestasikan c) Menghitung total pendapatan yang diterima dalam periode berjalan dari dana operasi dan pembiayaan lain yang menggunakan dana mudharabah d) Membandingkan antara jumlah sumber dana dengan total pembiayaan yang telah tersalurkan untuk mnghitung porsi pendapatan yang akan dibagihasilkan e) Mengalokasikan total pendapatan yang dibagihasilkan ke masing – masing klasifikasi dana yang dimiliki sesuai data saldo rata – rata tertimbang

f) Mengalokasikan pendapatan yang sudah dihitung untuk setiap sumber dana sesuai dengan nisbah yang disepakati g) Mendistribusikan bagi hasil sesuai dengan nisbah masing – masing pemilik dana sesuai jenis sumber dana yang dimiliki h) Menjurnal distribusi bagi hasil usaha sebagai bagian dalam penyusunan laporan keuangan Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil merupakan rekonsiliasi pendapatan LKS yang menggunakanaccrual basis dan pendapatan yang dibagihasilkan kepada pemilik dana yang menggunakan cash basis. Jumlah dana yang dibagihasilkan harus menggunakan perhitungan basis kas. Laporan rekonsiliasi ini menyajikan bebrapa hal, antara lain: 1. Pendapatan usaha utama, seperti jual beli, syirkah, sewa/sewa beli yang menggunakan dana dari pemegang rekening mudharabah mutlaqah 2. Penyesuaian atas: 1. Pendapatan usaha utama periode berjalan yang kas atau setara kas nya belum diterima 2. Pendapatan usaha utama periode sebelumnya yang kas atau setara kas nya diterima di periode berjalan 3. Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil 4. Bagian LKS atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil 5. Bagian pemilik dana atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil: 1. Bagi hasil yang sudah didistribusikan ke pemilik dana 2. Bagi hasil yang belum didistribusikan ke pemilik dana

Related Documents


More Documents from "FauziyahNurulAmri"