LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP Infeksi Saluran Kemih
Disusun Oleh : Nama
: dr. Krismenda Maretha
Wahana
: RSUD Kota Kotamobagu
Periode
: 5 Februari 2019 – 5 Februari 2020
Dokter Pendamping : dr. Andreas Widjaja, Sp.PD dr. Wydia Potabuga
RSUD KOTA KOTAMOBAGU KOTA KOTAMOBAGU 2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat TuhanYang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul
“Infeksi
Saluran Kemih” dalam rangka melengkapi persyaratan program internsip periode Februari 2019 – Februari 2020 di RSUD Kota Kotamobagu. Dalam kesempatan ini pula penulis hendak menyampaikan rasa terimakasih kepada dokter pembimbing yang telah memotivasi, membimbing, dan mengarahkan penulis selama menjalani program internsip dan dalam menyusun tulisan ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itulah, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.
Kotamobagu, Maret 2019 Penulis
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................................
i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
2
2.1 Definisi .........................................................................................................
2
2.2Etiologi ..........................................................................................................
2
2.3 Klasifikasi ....................................................................................................
3
2.4 Faktor Risiko ................................................................................................
4
2.5 Patofisiologi .................................................................................................
5
2.6 Manisfestasi Klinis .......................................................................................
7
2.7 Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................
7
2.8 Diagnosis ......................................................................................................
8
2.9 Komplikasi ...................................................................................................
10
2.10 Prognosis ....................................................................................................
10
2.11 Pengobatan Umum .....................................................................................
11
2.12 Pengobatan pada Indikasi Khusus .............................................................
14
2.13 Krisis Hipertensi .......................................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................
19
ii
BAB I PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan dalam masyarakat walaupun perkembangan teknologi dan pengobatan di bidang kesehatan seperti penggunaan antiboitk sudah cukup maju dan beredar luas di masyarakat. Secara epidemiologis, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya1. Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik umum2. Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri Escherichia coli yang melakukan invasi secara asending ke saluran kemih dan menimbulkan reaksi peradangan. Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, kelainan pada saluran kemih, kateterisasi, penyakit diabetes, kehamilan, dan lain-lain.
1,2,3,4.
Ilmu kesehatan modern saat ini telah memudahkan diagnosis dan terapi
infeksi saluran kemih sehingga dengan deteksi dini faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat dengan antibiotik yang sesuai maka pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi4. Pada bab selanjutnya akan dibahas secara lebih mendalam mengenai infeksi saluran kemih, dalam hal ini termasuk epidemiologi, penyebab, patogenesis, diagnosis, terapi, komplikasi, serta prognosis dari infeksi saluran kemih pada orang dewasa.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Infeksi saluran kemih atau ISK merupakan istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Adanya bakteri dalam urin disebut bakteriuria. Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) : bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari sama dengan 105 colony forming units pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna simtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan presentasi klinis ISK tanpa bakteriuria bermakna.1
2.2. Epidemiologi Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemukan di praktik umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai factor predisposisi2. Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5 % selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi2. Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih aktif secara seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden ISK pada laki-laki yang belum disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah disirkumsisi (0,11%)4.
2
2.3. Etiologi Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram positif seperti Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan Pseudomonas.2
Tabel 1. Famili, genus dan spesies mikroorganisme yang paling sering sebagai penyebab ISK1
3
2.4. Klasifikasi 1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:
Infeksi Saluran Kemih Atas Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis. Pielonefritis terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik (PNK). Istilah pielonefritis lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi pielum (pielitis) yang berdiri sendiri tidak pernah ditemukan di klinik5. Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat mengenai kapiler glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan kelainan radiologik4,5. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada lakilaki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat5. Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu disertai kelainan-kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin berasal dari pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan penyebab dari pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang sebenarnya tidak memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK, nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang peranan penting dalam patogenesis PNK4. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering ditemukan pembentukan jaringan ikat parenkim2.
Infeksi Saluran Kemih Bawah Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis dan epidimitis, uretritis, serta sindrom uretra. Presentasi klinis ISKB tergantung dari gender. Pada
4
perempuan biasanya berupa sistitis dan sindrom uretra akut, sedangkan pada laki-laki berupa sistitis, prostatitis, epidimitis, dan uretritis2. Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut adalah radang selaput mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang timbulnya mendadak, biasanya ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat disertai penyulit ISKA (pielonefritis akut). Sistitis akut termasuk ISK tipe sederhana (uncomplicated type). Sebaliknya sistitis akut yang sering kambuh (recurrent urinary tract infection) termasuk ISK tipe berkomplikasi (complicated type), ISK jenis ini perlu perhatian khusus dalam pengelolaannya5. Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang berulang-ulang (recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau penyulit dari saluran kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan ISKB tipe berkomplikas, dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor predisposisi5. a. Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena tidak dapat diisolasi mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa SUA disebabkan oleh MO anaerobik2,5. Adapun klasifikasi ISK melihat pada tingkat keparahan yang berhubungan dengan resiko untuk timbulnya keadaan yang membahayakan, berikut adalah klasifikasi ISK dan derajat keparahannya ;
5
Tabel 2. Klasifikasi ISK sebagaimana diusulkan oleh EAU European Section of Infection in Urology ( ESIU)
Bakteriuria asimptomatik sebagai hal yang dipertimbangkan mempunyai penyebab khusus karena dapat bersumber dari kedua saluran kemih bagian atas maupun bawah yang tidak memerlukan penanganan, kecuali pasien dalam keadaan hamil atau memerlukan tindakan pembedahan urologi. 6
Tabel 3. Faktor resiko inang dalam ISK
7
Gambar 1 . Parameter tambahan dari klasifikasi ISK dan derajat keparahan
2.5. Patogenesis Patogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas dan status pasien sendiri (host).1 a. Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus.1 b. Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya fimbriae akan terikat pada blood group antigen yang terdpat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah.1 c. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% α-hemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio. Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal. 1 d. Peranan Faktor Tuan Rumah (host) - Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. 8
Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh (eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi.1 - Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis.1 Gambar 2. Patogenesis
9
2.6. Gambaran klinis a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 °C), disertai mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah (sistitis).1 b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan stanguria.1 c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA 5
sangat minimal (hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin <10 ; sering disebut sistitis abakterialis.1 d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu:1 a). Re-infeksi (re-infections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu mikroorganisme (MO) yang berlainan. b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.
2.7. Diagnosis Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi adanya ISK adalah kultur urin. Untuk menegakkan diagnosis ISK bergejala (sistitis akut dan pielonefritis), nilai ambang batas yang digunakan adalah 103 colony forming units/ml (cfu/mL). Untuk ISK tak bergejala (bakteriuria asimtomatik), nilai ambang batas yang digunakan adalah 105 cfu/mL. Dalam diagnosis bakteriuria asimtomatik pada perempuan, termasuk ibu hamil, harus digunakan sampel yang berasal dari urin pancar tengah yang diambil secara bersih (midstream, clean-catch urine sample). Masalah yang ada di negara yang sedang berkembang umumnya adalah layanan kesehatan dengan fasilitas yang terbatas. Pada layanan tersebut, umumnya fasilitas untuk kultur urin tidak ada. Masalah lain dalam penggunaan kultur urin sebagai teknik skrining bakteriuria asimtomatik adalah biaya yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil. Diagnosis ISK dapat ditegakkan dengan metode tidak langsung untuk deteksi bakteri atau hasil reaksi inflamasi. Metode yang sering dipakai adalah tes celup urin, yang dapat digunakan untuk deteksi nitrit, esterase leukosit, protein, dan darah di dalam urin.3 Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Renal
10
imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK, antara lain : ultrasonogram (USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop scanning.1
2.8 Tatalaksana Infeksi saluran kemih bawah Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika yang adekuat, dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin:1
Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200mg.
Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisa (lekositoria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari.
Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa lekositoria.
Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti koreksi faktor resiko.
Tanpa faktor predisposisi -
Asupan cairan banyak
-
Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal (misal trimetroprim 200mg)
-
Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan. 3
Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman 10 5
10 memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi, misal golongan kuinolon. 1
11
Tabel 4. rekomendasi terapi antibiotic pada sistitis akut tanpa komplikasi pada wanita4
Infeksi saluran kemih atas Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. Indikasi rawat inap pielonefritis akut adalah seperti berikut: 1 -
Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral.
-
Pasien sakit berat atau debilitasi.
-
Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
-
Diperlukan investigasi lanjutan.
-
Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
-
Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut. The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi
antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya yaitu fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.1
12
Tabel 5. rekomendasi terapi antibiotik empiris pada pielonefritis akut tanpa komlikasi pada wanita.4
Tabel 6. Terapi Antimikroba empiris pada ISK Komplikata
2.9. Komplikasi Komplikasi
ISK
bergantung
dari
tipe
yaitu
ISK
tipe
sederhana
(uncomplicated) dan ISK tipe berkomplikasi (complicated). a. ISK sederhana (uncomplicated) ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan hamil pada umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebablan akibat lanjut jangka lama.
13
b. ISK tipe berkomplikasi (complicated) ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan pasien dengan diabetes mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS) merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti penurun laju filtrasi glomerulus (LFG). Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida dan infeksi gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis emfisematosa disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan klostridium tidak jarang dijumpai pada pasien DM. Pembentukan gas sangant intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor. Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis (41%), dan obstruksi ureter (20%). Tabel 7. Morbiditas ISK selama kehamilan
Kondisi BAS tidak diobati
Risiko Potensial Pielonefritis Bayi prematur Anemia Pregnancy-induced hypertension Bayi mengalami retardasi mental
ISK trimester III
Pertumbuhan bayi lambat Cerebral palsy Fetal death
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2009, hal. 1012
2.10. Prognosis Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk mempertahankan faal
14
jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan pilihan utama. Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila terdapat infeksi yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas.
2.11. Pencegahan Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam tubuh manusia. Untuk melangsungkan kehidupannya, kuman tersebut harus pindah dari orang yang telah kena infeksi kepada orang sehat yang belum kebal terhadap kuman tersebut. Kuman mempunyai banyak cara atau jalan agar dapat keluar dari orang yang terkena infeksi untuk pindah dan masuk ke dalam seseorang yang sehat. Kalau kita dapat memotong atau membendung jalan ini, kita dapat mencegah penyakit menular. Kadang kita dapat mencegah kuman itu masuk maupun keluar tubuh kita. Kadang kita dapat pula mencegah kuman tersebut pindah ke orang lain.5 Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum, yaitu pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Ketiga tingkatan pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam pelaksanaannya sering dijumpai keadaan tumpang tindih.5 Beberapa pencegahan infeksi saluran kemih dan mencegah terulang kembali, yaitu: 6 1. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air seni merupakan sebab terbesar dari infeksi saluran kemih. 2. Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air seni, bersihkanlah dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke saluran urin dari rektum. 3. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti, bakteri akan berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam.
15
4. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat memperlancar sirkulasi udara. 5. Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan dapat mendorong perkembangbiakan bakteri. 6. Minum air yang banyak.
16
BAB 3 LAPORAN KASUS
Nama Peserta : dr. Krismenda Maretha Nama Wahana : RSUD Kota Kotamobagu Topik : Ilmu Penyakit Dalam Tanggal (kasus) : 22 Maret 2019 Nama Pasien : Nn. CSM (Perempuan)
No. RM : 056900
Tanggal Presentasi :
Nama Pendamping :
Kamis, 4 April 2019
-
dr. Andreas Widjaja, Sp.PD
-
dr. Wydia Potabuga
Tempat Presentasi : RSUD Kota Kotamobagu Objektif Presentasi : Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Tinjauan Pustaka v b Istimewa v DewasaV Lansia Bumil
Deskripsi : Seorang perempuan, 27 tahun datang dengan nyeri pinggang kiri sejak 2 hari yang lalu, nyeri saat BAK, demam, mual, muntah 3 kali, BAK warna merah disangkal, BAK keluar batu disangkal, BAB tidak ada keluhan, riwayat batuk pilek sebelumnya disangkal. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak 1 hari yang lalu. Muntah dialami >8x/hari, volume muntah sedikit tapi sering, yang dimuntahkan apa yang dimakan dan cairan berwarna bening. Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+). Riwayat Haid terakhir : pertengahan bulan Februari, riwayat post opname 3 hari yang lalu. Tujuan :
Untuk menegakkan diagnosis
Manajemen penatalaksanaan
Bahan bahasan Cara membahas
Tinjauan Diskusi
pustaka
Riset Presentasi & diskusi
Kasus
Audit
Email
Pos
17
Data Pasien:
Nama: Nn. CSM
Nomor Registrasi: 056900
Nama RS: RSUD Kota
Telp :
Terdaftar sejak :22 Maret 2019
Kotamobagu Data utama untuk bahan diskusi 1. Diagnosis/Gambaran Klinis Seorang perempuan, 27 tahun datang dengan nyeri pinggang kiri sejak 2 hari yang lalu, nyeri saat BAK, demam, mual, muntah 3 kali, BAK warna merah disangkal, BAK keluar batu disangkal, BAB tidak ada keluhan, riwayat batuk pilek sebelumnya disangkal. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak 1 hari yang lalu. Muntah dialami >8x/hari, volume muntah sedikit tapi sering, yang dimuntahkan apa yang dimakan dan cairan berwarna bening. Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), nyeri tekan suprapubik (+), nyeri ketok CVA (-/+). Riwayat Haid terakhir : pertengahan bulan Februari, riwayat post opname 3 hari yang lalu. 2. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit seperti ini (+) Riwayat kencing batu disangkal Riwayat minum jamu jangka lama disangkal Riwayat hipertensi disangkal Riwayat diabetes mellitus disangkal 3. Riwayat Keluarga Riwayat kencing batu disangkal Riwayat hipertensi disangkal 4. Riwayat pekerjaan dan pendidikan Pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Pendidikan terakhir pasien adalah SMA. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS. 5. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum: sakit sedang b. Kesadaran: composmentis c. Tanda vital:
Tekanan darah: 110/80 mmHg
Nadi: 83 x/menit
Respirasi: 23x/menit
Suhu : 36,20C
18
d. Kepala: Mesosefal e. Mata: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sclera ikterik (-/-) f. Leher: Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar g. Paru: Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) h. Jantung: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop(-) i. Abdomen: Datar, bising usus (+) dalam batas normal, supel, nyeri tekan suprapubik (+),nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri ketok CVA (-/+) j. Ekstremitas: Edema (-), akral hangat, capillary refill <2” 6. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium : Darah rutin : Leukosit : 15.200 (N: 4500-10.000) Eritrosit : 3,91x106 (N: 4,2-5,4x106) Hemoglobin : 12,2 (N: 12-16) Hematokrit : 34,3 (N: 38-47) MCV : 87,6 (N: 79-99) MCH : 31,3 (N: 33-37) MCHC : 35,7 (N: 33-37) Trombosit : 345.000 (N: 150.000-440.000) Urin rutin : Warna : kuning pekat Kejernihan : jernih (N: jernih) pH : 6,0 (N: 5-8) BJ : 1,025 (N: 1,003-1,035) Protein : 30mg/dl (N: negatif) Bilirubin : - (N: negatif) Keton : 300mg/dl (N: negatif) Nitrit : - (N: negatif) Urobilinogen : 4mg/dl (N: negatif) Leukosit : 500 Leu/ul (N: negatif) Eritrosit : 5-10 Ery/ul (N: 0-3)
19
Sedimen
:
Leukosit : Penuh/Lp Eritrosit : 3-5 / Lp Epitel : 8-12/Lp Bakteri : Positif Kristal : - (N: negatif) b. Radiologi : c. Kimia Darah Rutin : Glukosa sewaktu : 66mg/dl (N ; <200mg/dl) Elektrolit : Na = 129mmol/L * (N : 136-146 mmol/L) K = 3,5 – 4,9 mmol/L (N : 3,5-4,9 mmol/L) Cl = 98 mmol/L (N : 98 – 109 mmol/L)
7. Follow up Tanggal 23-3-2019
Follow up
Terapi
S : nyeri pinggang kiri, mual Inf. Rl 20 tpm muntah O : KU : lemah
Inj. Pantoprazole 1 vial/12j Inj. Ondansetron 1 amp/8j
TD : 110/80 mmHg
Levofloxacin drips /24 j (ST)
HR : 80x/menit
Paracetamol 3x500mg po
RR : 22x/menit
Sucralfate syr 3x C1
T : 36,20C A : ISK 24-3-2019
S : nyeri pinggang kiri berkurang, Inf. Rl 20 tpm mual muntah O : KU : baik
Inj. Pantoprazole 1 vial/12j Inj. Ondansetron 1 amp/8j
TD : 120/80 mmHg
Levofloxacin drips (ST +) STOP
HR : 78x/menit
Inj. Ceforazone Sulbactam /12j
RR : 20x/menit
(ST)
T : 360C
Paracetamol 3x500mg po
A : ISK
Sucralfate syr 3x C1
20
24-3-2019
S : nyeri pinggang kiri berkurang, Inf. Rl 20 tpm mual muntah (-)
Inj. Pantoprazole 1 vial/12j
O : KU : baik
Inj. Ondansetron 1 amp/8j
TD : 120/80mmHg
Inj. Ceforazone Sulbactam /12j
HR : 81x/menit
(STOP)
RR : 20x/menit
Amoksisilin 3x500mg
T : 36,40C
Paracetamol 3x500mg po
A : ISK
Sucralfate syr 3x C1
Pro : Plano test (+) Konsul Obgyn
25-03-2019
S : nyeri pinggang kiri (-), mual Interna : muntah (-)
Aff infus
O : KU : baik
Lansoprazole 2x1
TD : 120/80mmHg
Amoksisilin 3x500mg
HR : 78x/menit
Antasida syr 3xC1
RR : 20x/menit T : 36,40C A
:
ISK
Obgyn: +
Gravidarum
Hiperemesis Dx : Hiperemesis Gravidarum B6 2x1 Ondansetron 3x1 (kalau mual)
Rawat Jalan
21
BAB 4 PEMBAHASAN
Infeksi saluran kemih atau ISK merupakan Dari klinis tampak perempuan usia 27 tahun istilah
umum
menunjukkan datang dengan nyeri pinggang kiri sejak 2 hari
yang
keberadaan mikroorganisme dalam urin. yang lalu, nyeri saat BAK, demam, mual, Adanya
bakteri
dalam
disebut muntah 3 kali, BAK warna merah disangkal,
urin
bakteriuria. Bakteriuria bermakna mungkin BAK keluar batu disangkal, BAB tidak ada tanpa
disertai
presentasi
klinis
ISK keluhan, riwayat batuk pilek sebelumnya
dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert disangkal. Pasien juga mengeluhkan mual dan bacteriuria).
bakteriuria muntah sejak 1 hari yang lalu. Muntah
Sebaliknya
bermakna disertai presentasi klinis ISK dialami >8x/hari, volume muntah sedikit tapi dinamakan
bermakna sering, yang dimuntahkan apa yang dimakan
bakteriuria
simtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dan cairan berwarna bening. Sakit kepala (+), dengan
presentasi
klinis
ISK
tanpa nyeri ulu hati (+), nyeri tekan suprapubik (+),
bakteriuria bermakna.
nyeri ketok CVA (-/+). Riwayat Haid terakhir
Gejala Klinis :
: pertengahan bulan Februari, riwayat post
e. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis opname 3 hari yang lalu. PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 °C), Pemeriksaan fisik disertai mengigil dan sakit pinggang.
-
Nyeri tekan epigastrium (+)
Presentasi klinis PNA ini sering didahului
-
Nyeri tekan suprapubik (+)
-
Nyeri ketok CVA (-/+)
gejala ISK bawah (sistitis).
1
f. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan stanguria.1 g. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA sangat minimal (hanya disuri dan 5
sering kencing) disertai cfu/ml urin <10 ; sering disebut sistitis abakterialis.1 h. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu:1
22
a).
Re-infeksi
(re-infections).
Pada
umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu mikroorganisme (MO) yang berlainan. b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.
Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi Pemeriksaan Penunjang adanya
ISK
adalah
kultur
urin.
Untuk
d. Laboratorium :
menegakkan diagnosis ISK bergejala (sistitis
Darah rutin :
akut dan pielonefritis), nilai ambang batas yang
Leukosit : 15.200 (N: 4500-10.000)
digunakan adalah 103 colony forming units/ml
Eritrosit : 3,91x106 (N: 4,2-5,4x106)
(cfu/mL). Untuk ISK tak bergejala (bakteriuria
Hemoglobin : 12,2 (N: 12-16)
asimtomatik),
Hematokrit : 34,3 (N: 38-47)
nilai
ambang
batas
yang
digunakan adalah 105 cfu/mL. Dalam diagnosis
MCV : 87,6 (N: 79-99)
bakteriuria
MCH : 31,3 (N: 33-37)
asimtomatik
pada
perempuan,
termasuk ibu hamil, harus digunakan sampel
MCHC : 35,7 (N: 33-37)
yang berasal dari urin pancar tengah yang
Trombosit : 345.000 (N: 150.000-440.000)
diambil secara bersih (midstream, clean-catch
Urin rutin :
urine sample). Penggunaan kultur urin sebagai
Warna : kuning pekat
teknik skrining bakteriuria asimtomatik adalah
Kejernihan : jernih (N: jernih)
biaya yang cukup tinggi dan waktu yang cukup
pH : 6,0 (N: 5-8)
lama
BJ : 1,025 (N: 1,003-1,035)
untuk
mendapatkan
hasil
sehingga
diagnosis ISK dapat ditegakkan dengan metode
Protein : 30mg/dl (N: negatif)
tidak langsung untuk deteksi bakteri atau hasil
Bilirubin : - (N: negatif)
reaksi inflamasi. Metode yang sering dipakai
Keton : 300mg/dl (N: negatif)
adalah tes celup urin, yang dapat digunakan
Nitrit : - (N: negatif)
untuk deteksi nitrit, esterase leukosit, protein,
Urobilinogen : 4mg/dl (N: negatif)
dan darah di dalam urin.
Leukosit : 500 Leu/ul (N: negatif) Eritrosit : 5-10 Ery/ul (N: 0-3) Sedimen
23
Leukosit : Penuh/Lp Eritrosit : 3-5 / Lp Epitel : 8-12/Lp Bakteri : Positif Kristal : - (N: negatif)
. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis Rawatan H-1 - Inf. Rl 20 tpm akut memerlukan rawat inap untuk - Inj. Pantoprazole 1 vial/12j memlihara status hidrasi dan terapi - Inj. Ondansetron 1 amp/8j antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. - Levofloxacin drips /24 j (ST) Indikasi rawat inap pielonefritis akut adalah - Paracetamol 3x500mg po seperti berikut: 1 - Sucralfate syr 3x C1 - Kegagalan mempertahankan hidrasi normal
atau
terhadap Rawatan H-2 - Inf. Rl 20 tpm
toleransi
antibiotika oral. -
Pasien sakit berat atau debilitasi.
-
Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
-
Diperlukan investigasi lanjutan.
-
Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
-
Komorbiditas
seperti
kehamilan,
diabetes mellitus, usia lanjut. The
Infection
Disease
of
America
-
Inj. Pantoprazole 1 vial/12j
-
Inj. Ondansetron 1 amp/8j
-
Levofloxacin drips (ST +) STOP
-
Inj. Ceforazone Sulbactam /12j (ST)
-
Paracetamol 3x500mg po
-
Sucralfate syr 3x C1
Rawatan H-3 - Inf. Rl 20 tpm
menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi
-
Inj. Pantoprazole 1 vial/12j
antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72
-
Inj. Ondansetron 1 amp/8j
jam
-
Inj. Ceforazone Sulbactam /12j
sebelum
penyebabnya
diketahui
MO
sebagai
yaitu
fluorokuinolon,
(STOP)
amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan
-
Amoksisilin 3x500mg
sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau
-
Paracetamol 3x500mg po
tanpa aminoglikosida.
-
Sucralfate syr 3x C1
Pro : Plano test (+)
24
Rawatan H-4 Interna : Aff infus Lansoprazole 2x1 Amoksisilin 3x500mg Antasida syr 3xC1 Obgyn: B6 2x1 Ondansetron 3x1 (kalau mual) Rawat Jalan
25
BAB 5 KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Dari penjelasan diatas, pasien dari klinis tampak perempuan Nn. CSM usia 27 tahun datang dengan nyeri pinggang kiri sejak 2 hari yang lalu, nyeri saat BAK, demam, mual, muntah 3 kali, BAK warna merah disangkal, BAK keluar batu disangkal, BAB tidak ada keluhan, riwayat batuk pilek sebelumnya disangkal. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak 1 hari yang lalu. Muntah dialami >8x/hari, volume muntah sedikit tapi sering, yang dimuntahkan apa yang dimakan dan cairan berwarna bening. Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), nyeri tekan suprapubik (+), nyeri ketok CVA (-/+). Riwayat Haid terakhir : pertengahan bulan Februari, riwayat post opname 3 hari yang lalu. Hasil Laboratorium menunjukkan Leukositosis serta urinalisa didapati adanya bakteri (+) , leukosit (+), keton (+), protein (+), urobilinogen (+) dan Plano test (+). Pasien didiagnosis sebagai ISK tipe Komplikata dengan Hiperemesis Gravidarum. Pasien kemudian diterapi dengan antibiotik yang aman untuk ibu hamil serta obat simptomatis lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan, Hipertensi, Jakarta: PT Gramedia, 2001; 10. 2. World Health Organization. The World Health Report 2002: Risk to Health 2002. Geneva: World Health Organization. 3. Thomas M. Habermann, , Amit K. Ghosh. Mayo Clinic Internal Medicine Concise Textbook. 1st edition. Canada: Mayo Foundation for Medical Education and Research:2008. 4. Staessen A Jan, Jiguang Wang, Giuseppe Bianchi, W.H. Birkenhager, Essential Hypertension, The Lancet,2003; 1629-1635. 5. Soenarta Ann Arieska, Konsensus Pengobatan Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Perhi), 2005; 5-7. 26
6. Cowley AW Jr. The genetic dissection of essential hypertension. Nat Rev Genet. 2006 Nov;7(11):829–40. [PMID: 17033627] 7. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003 May 21;289(19):2560–72. 8. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17th edition. New York: McGrawHill:2008 9. McPhee, Stephen J, et al. Current Medical Diagnosis and Treatment 2009. New York: McGrawHill: 2009 10. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins:2006 11. Horacio J, Nicolaos E. Sodium and Potassium in the Pathogenesis of Hypertension.N Engl J Med 2007;356:1966-78 12. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Hypertension Diagnosis and Treatment. Bloomington (MN): Institue for Clinical Systems Improvement (ICSI); 2008 October 13. 2003 World Health Organization (WHO)/International Society of Hypertension (ISH) statement on management of hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992
27