299574795-laporan-kasus-eklampsia.docx

  • Uploaded by: Menda JangWooyoung Sooyoungster
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 299574795-laporan-kasus-eklampsia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,676
  • Pages: 24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu (Euerle, 2005). Di Indonesia eklampsia, di samping perdarahan dan infeksi masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini pre eklampsia, yang merupakan tingkat pendahulu eklampsia serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindroma pre eklampsia ringan dengan hipertensi, edema dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre eklampsia berat (Wagner, 2004). Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan pre-eklampsia yang sempurna (Prawirohardjo, 2010). Di negara-negara yang sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% - 0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1% (Morris, 2006). Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia di dahului oleh pre eklampsia, tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencagah timbulnya penyakit itu (Prawirohardjo, 2010). 1.2

Rumusan masalah

1

Apakah tanda klinis pada pasien dalam penegakan diagnosa eklampsia?

2

Apa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya eklampsia pada pasien?

3

Bagaimanakah penatalaksaan eklampsia?

1.3 Tujuan 1

Mengenal tanda-tanda klinis yang dapat mendukung diagnosa eklampsia

2

Mengetahui faktor-faktor resiko yang menyebabkan terjadinya eklampsia pada pasien

3

Mengetahui secara benar penatalaksanaan pasien dengan kasus eklampsia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pre eklampsia adalah gangguan multisistem spesifik pada kehamilan, didefinisikan sebagai hipertensi pada ibu hamil setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan dengan adanya proteinuria dan atau edema. Dapat terjadi lebih awal misalnya pada mola hidatidosa (Morris, 2006). Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tandatanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang dapat diikuti oleh koma (Morris, 2006). 2.2 Patofisiologi Eklampsia terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan merupakan komplikasi dari pre eklampsia berat. Progresi dari pre eklampsia berat ke kejang dan koma diduga berhubungan dengan hipertensi ensefalopati, edema vasogenik akibat iskemia kortikal, edema serebri dan perdarahan (Stephani, 2005). Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik, immunologik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang rumit. Beberapa penelitian memperkirakan bahwa iskemia plasenta dan uterus dan pelepasan zat tertentu menyebabkan vasokonstriksi yang luas. Penyebab langsung aktivitas kejang pada penderita eklampsia masih tidak diketahui. Iskemia serebri, infark, perdarahan edema diketahui terjadi pada penderita dengan eklampsia (Stephani, 2005) . 2.3 Frekuensi Di Amerika serikat, kejadian eklampsia mendekati 0,05%-0,2% dari semua kehamilan (Morris, 2006). Eklampsia sering terjadi pada pasien dengan usia reproduksi yang ekstrim, Resiko eklampsia lebih besar terjadi pada wanita usia kurang dari 20 tahun (Morris, 2006). 2.4 Faktor Resiko Berikut dipertimbangkan sebagai faktor resiko untuk eklampsia: 1. Nulliparity 2. Riwayat keluarga preeklampsia, preeklampsia dan eklampsia sebelumnya

3. Kegagalan

kehamilan

sebelumnya,

termasuk

keterbelakangan

pertumbuhan

intrauterin, abruptio plasenta, atau fetal death 4. Gestasi multifetal, mola hidatidosa, fetal hydrops, primigravida 5. Kehamilan remaja 6. Primigravida 7. Usia > 35 tahun 8. Status sosioekonomi rendah 9. Obesitas 10. Hipertensi Kronis 11. Penyakit renal 12. Trombophilias-antiphospholipid antibody syndrome 13. Defisiensi antithrombin 14. Penyakit vaskuler dan jaringan ikat 15. Diabetes gestational 16. SLE (Ross, 2010) 2.5 Gejala dan Tanda Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejang, yang sangat berbahaya terutama pada persalinan. Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni : 1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri. 2. Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya keliatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernafasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit. 3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejang klonik yang berlangsung antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang berbusa, muka menunjukkan

kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tidak sadar.Kejangan klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan terhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur. 4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 400 celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti lidah tergigit, perlukaan dan fraktur, gangguan pernafasan, solusio plasenta dan perdarahan otak. (Prawirohardjo, 2010) 2.6 Diagnosis Diagnosis eklampsia umumnya tidak sulit. Dengan adanya tanda dan gejala pre eklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari epilepsi atau kejang akibat proses intra kranial yang lain, atau koma akibat sebab lain seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis dan lain-lain (Stephani, 2005). Preklampsia Ringan

Preklampsia Berat

Impending

-

TD < 160/110mmHg

-

TD >160/110mmHg

-

Eklampsia TD >160/110mmHg

-

Proteinuria +1/+2

-

Proteinuria +3

-

Pandangan kabur

-

Nyeri Kepala

-

Mual muntah

Eklampsia -

Kejang

-

Penurunan kesadaran

2.7 Komplikasi Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia. 1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia.

2. Hipofibrinogenemia. 3. Hemolisis. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan terjadinya ikterus. 4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia. 5. Kelaianan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri. 6. Edema paru-paru. 7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia-eklampsia merupakan akibat vasospasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya. 8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzim dan low platelet. 9. Kelaianan ginjal. Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal. 10. DIC (Disseminated intravascular coagulation) 11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin. (Prawirohardjo, 2010) 2.8 Prognosis Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita-penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu bisanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensatio kordis dengan edema paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernafasan waktu kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intra uterin dan prematuritas (Prawirohardjo, 2010).

2.9 Pencegahan Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas (Prawirohardjo, 2010) : 1. Mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda. 2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan. 3. Mengakhiri kehamilan minimal pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre eklampsia tidak juga dapat dihilangkan. 2.10 Penatalaksanaan Prinsip pengobatan ; 1. Menghentikan dan mencegah kejang 2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin 3. Mencegah komplikasi 4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu. a. Tatalaksana Umum Ibu hamil dengan preeklampsia harus segera dirujuk ke rumah sakit. 

Pencegahan dan tatalaksana kejang



Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi (cairan intravena).



MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang).

Pada kondisi di mana

MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai. 

Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.

Antihipertensi 

Ibu dengan hipertensi beratselama kehamilan perlu mendapat terapi antihipertensi.



Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan misalnya:



Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB (misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil.



Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan



Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat.



Pemeriksaan penunjang tambahan o

Hitung darah perifer lengkap (DPL)

o

Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang

o

Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)

o

Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)

o

Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)

o

USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin terhambat)



Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan



Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam sejak terjadinya kejang.



Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.



Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan tidak terdapat kontraindikasi (lihat algoritma di halaman berikut). Lakukan pengawasan ketat.



Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan pengawasan ketat.



Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan dini dianjurkan.



Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.



Tidak ada bukti yang menunjukkan manfaat dari pembatasan aktivitas (istirahat di rumah), pembatasan asupan garam, dan pemberian vitamin C dan E dosis tinggi

b. Tatalaksana Khusus EDEMA PARU Diagnosis 

Sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus pada basal paru pada ibu dengan preeklampsia berat

Tatalaksana 

Posisikan ibu dalam posisi tegak



Berikan oksigen



Berikan furosemide 40 mg IV.



Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam), pemberian furosemid dapat diulang.



Ukur keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk.

SINDROMA HELPP Diagnosis Hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan trombositopeni Tatalaksana 

Lakukan terminasi kehamilan.

(Sutarinda, 2008)

BAB III LAPORAN KASUS 1.1.

IDENTITAS

Nama

:

Ny. Lisda Tambunan

Umur

:

37 tahun

Jenis Kelamin

:

Perempuan

Pekerjaan

:

IRT

Agama

:

Kristen

Alamat

:

Hutanamora

Masuk RS 1.2.

:

16 Desember 2017

ANAMNESIS Keluhan utama Kepala Pusing Riwayat Penyakit Sekarang Kurang lebih sehari yang lalu sebelum masuk RS pasien yang tengah hamil merasa pusing tapi tetap dirumah. Kemudian sehari kemudian pada jam 19.00 pasien mengeluh pusing dan mual namun pasien tetap di rumah. Keesokan harinya ( 16/12/2017) pada jam 10.20 pasien datang ke PONEK RSUD dr. Hadrianus Sinaga. Setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan tekanan darah pasien 170/100mmHg , kemudian dilakukan pemeriksaan Laboratorium ditemukan proteinuria (+2) , Hb (8,9 gr%), Leukosit (12.100/mm3), HT (31,3 Vol%), LED (23). Sehingga direncanakan untuk dilakukan SC cito pukul 14.00 WIB atas indikasi Preeklampsi Berat. Saat diruang operasi tekanan darah pasien saat masuk 190/100 mmHg setelah dilakukan anastesi spinal tekanan darah pasien langsung turun menjadi 100/70 mmHg pasien kemudian mengeluhkan pusing, mual , dan nyeri ulu hati. Selang 5 menit kemudian OS tiba-tiba kejang selama kurang lebih 5 menit. Selama OS kejang dilakukan penanganan untuk mempertahankan jalan napas pasien tetap stabil. Pasien kemudian dirawat intensif di ruang ICU dengan menggunakan ventilator.

Riwayat ANC : G6P5A0 1. TD saat masuk rumah sakit : 170/100mmHg 2. HPHT : OS lupa 3. TP : OS tidak tahu 4. Usia Kehamilan : 37-38 minggu Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak ada riwayat penyakit kencing manis, asma, maupin ginjal. Pasien mengaku pada kehamilan sebelumnya memiliki riwayat darah tinggi namun tidak

terkontrol. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada dalam keluarga yang menderita diabetes melitus, asma, hipertensi. Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama. Riwayat Haid Menarche pada usia 12 tahun, siklus haid teratur setiap bulan (kurang lebih 30 hari), lamanya 7 hari. Pemakaian duh 2-3 x/hari.

1.3.

PEMERIKSAAN FISIK STATUS PRESENT 

Keadaan Umum

:

Lemah



GCS

:

E4 M5 V6



Tanda Vital  Tekanan Darah

:

211/114 mmHg

 Nadi

:

147 kali/menit

 Respirasi

:

17 kali/menit

 Suhu

:

36,5 oC

 PB

:

150 cm

 PBW

:

46,8 kg

 Kepala dan Leher :  Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-) sklera ikterik (-/-)  Thorax :  Inspeksi : Bentuk simetris, gerak nafas simetris.  Palpasi : Fremitus raba simetris.  Perkusi : sonor/sonor.  Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki basah basal (+/+),wheezing (-/-).  Cor  I : iktus kordis tidak terlihat.  P : thril (-).

 P : Batas kiri ICS IV midclavicular line sinistra.  A : S1 dan S2 tunggal.  Abdomen  TFU : 32 cm.  Letak bujur U.  DJJ : 140 x/i.  TBJ : 2300 gr.  His (-) neg.

 Genitalia Eksterna  GE : Flux (-) Fluor (-).  Ekstremitas  Atas

: Edema (+/+), parese (-/-), akral dingin (-/-).

 Bawah : edema (+/+), parese (-/-), akral dingin (-/-). Pemeriksaan Dalam Tidak dilakukan. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin Hb

: 8,9 g/dL.

Leukosit

: 12100 x 103/uL.

Eritrosit

: 4,58 juta/mm3

Hematokrit

: 31,3 %.

Trombosit

: 403000 /mm3

LED

: 23

Kimia Darah HbsAg

: negatif.

Urinalisa Makroskopis Warna

: kuning jernih

BJ

: 1,025

pH

: 7,5

Protein

: 2+

Glukosa

: negatif

Urobilinogen

: negatif

Bilirubin

: negatif

Darah

: negatif

Nitrit

: negatif

Keton

: negatif

Mikroskopis : 0-1/LPB

Leukosit

: 4-8 /LPB

Epitel

: 1-2/LPB

Kristal

: Negatif

1.4.

Eritrosit

DIAGNOSIS BANDING

1. Eklampsia + G6P5A0 + KDR (37-38 mgg ) + LK + AH. 2. PEB + G6P5A0 + KDR (37-38 mgg ) + LK + AH. 3. HELLP Syndrome + G6P5A0 + KDR (37-38 mgg ) + LK + AH. DIAGNOSA SEMENTARA Eklampsia + G6P5A0 + KDR (37-38 mgg ) + LK + AH.

1.5.

PENATALAKSANAAN Primary Survei A. Airway -

Membebaskan jalan napas dengan melakukan chin lift maneuver.

-

Mempertahankan jalan napas dengan memasang endotracheal tube.

-

Menyambungkan ke tabung ke oksigen selama operasi kemudian dilanjutkan dengan pemasangan ventilator.

B. Breathing -

Posisikan kepala lurus dengan tubuh.

-

Memasang ventilator untuk mempertahankan jalan napas ( pada hari

-

pertama). Ketika vemtilator dilepas dilakukan pemasangan masker non- rebreathing

6-8 liter/menit. C. Circulation - IVFD NaCl 0,9 % + Oksitosin 10 – 10 – 10 20 gtt/i. - IVFD NaCl 0,9% + MgSO4 40% 30 cc  14 gtt/i. - IVFD KaEn 3B 20 gtt/i. - IVFD Aminofluid 1 fls/hari. D. Dissability -

E4 M5 V6.

-

Pupil Isokor.

E. Expossure -

Di temukan edem pada ekstremitas atas dan bawah.

-

Selimuti OS agar tetap hangat.

Tanggal 16/12/2017

S  Kepala pusing

O TD : 211/114

A Eklamsia +G6P5A0

disertai dengan

mmHg

+ KDR (37-38 mgg)

tekanan darah

SpO2 : 99%

+ LK + AH

tinggi.  kejang (+).  Edema pada ekstremitas atas dan bawah (+).  kondisi pasien lemah.

HR

: 147 x/i

RR

: 17 x/i

T

: 36oC

P Therapy Anastesi

Obgyn

 IVFD NaCl 0,9 % 20

 IVFD NaCl 0,9% + MgSO4

gtt/i.  Phentanyl 2 amp +

40% 30cc  14 gtt/i.  IVFD NaCl 0,9% + oksitosin

Midazolam 1 amp.  Inj. Furosemid 1 amp

10 – 10 – 10 iv 20gtt/i.  Inj.Ceftriaxone 1 gr/12 jam  Inj. Gentamicyn 80 mg / 8

(Ekstra)  PCT drip 1gr/ 8 jam.  Perdipine 1 amp, mulai 2cc/jam (target sistolik 150 mmHg, diastolik 80-90 mmhg), bila tidak mencapai target maka bertahap naikkan 1cc/jam.  Atracurium 3cc/ jam continue, syringe pump.  Pasien di tidurkan sampai besok.  Diet Sonde, rendah garam.

jam.  Drip Metronidazol 500 mg / 8 jam.  Inj. Ranitidine 150 mg/ 12 jam

 Jika pasien gelisah, maka beri propovol 3cc (ekstra).

17/12/2017  Keluhan pasien sudah mulai berkurang.  Nyeri post op (+).  Tekanan darah belum stabil.  Edema pada

TD

:160/80

Eklamsia + G6P5A0

mmHg

+ KDR (37-38 mgg )

SpO2 : 99%

+ LK + AH

HR

: 110x/i

RR

: 20x/i

T

: 38oC

 Fentanyl 4cc/jam.  Midazolam aff.  Perdipine 5cc/jam ( jika kondisi stabil turunkan Fentanyl dan Perdipine 2cc/jam).

pusing sudah mulai berkurang  Nyeri post op (+)  Edema pada ekstremitas atas dan bawah (+).

TD

:146/85

Eklamsia + G6P5A0

mmHg

+ KDR (37-38 mgg)

SpO2 : 98%

+ LK + AH

HR

: 101x/i

RR

: 21x/i

T

o

: 37 C

IVFD KaEn 3B 20 ggt/i. IVFD Aminofluid 1fls/hari. Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam. Inj. Genatamicin 80 mg/ 8

jam.  PCT 3x1.  Drip Metronidazol 500 gr/8



Diet MII.



Diet MB Rendah

 

garam. Perdipine 4cc/jam. Fentanyl 200mg/50cc

 IVFD KaEn 3B 20 gtt/i.  IVFD Aminofluid 1fls/hari.  Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam.  Inj. Genatamicin 80 mg/ 8



 4cc/jam. Inj. Ranitidine 50 gr/ 8

jam.  Drip Metronidazol 500 gr/8

jam.

jam .  Inj. Ranitidine 1 amp/12

ekstremitas atas dan bawah (+).  Demam (+). 18/12/2017  Keluhan kepala

   

jam .



jam Inj. Furosemide 2amp bolus  lanjut 1 amp/8 jam

Eklamsia + G6P5A0 19/12/2017  Keluhan sudah berkurang.  Tekanan darah sudah stabil

TD

: 169/70

mmHg SpO2 : 99% HR

+ KDR (37-38 mgg) + LK + AH

 

Diet M II. IVFD NaCl 0,09% 20

 

gtt/i. Fentanyl AFF. Perdipine ganti

: 70x/i

RR

: 20x/i

T

: 37oC



dengan oral hipertensi. Inj. Ranitidine 50 gr/ 8



jam. Pasien pindah ruangan ke PONEK.

   

IVFD KaEn 3B 15 gtt/i. Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam. Inj. Gentamicyn 80/8jam. Drip Metronidazole 500 cc/



8 jam. Inj. Ranitidine 50 gr/ 12

 

jam. Asam Mefenamat 3x1. Inj. Furosemid 1 amp/12



jam. Amlodipine 1x10 mg.

BAB IV ANALISA MASALAH No 1.

Temuan Nama : Ny. Lisda Tambunan Usia : 37 tahun Pekerjaan : IRT

Teori Usia yang sering dikenai abses hepar berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Insiden abses hepar lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. 2,7

2.

Gejala Klinis :

Gejala yang paling sering muncuL

1. Nyeri perut kanan atas

adalah

2. Nyeri bertambah berat saat

a. Demam. b. Nyeri perut kanan atas,

batuk atau bergerak 3. Mual muntah 4. Demam 5. Ikterik

yang

bertambah

saat

berubah posisi atau batuk. c. Anoreksia, nausea, vomitus. d. Ikterik14,15

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah menunjukkan

- Darah Rutin ( Hb, Trombosit,

leukositosis,

Leukosit, Hematokrit, MCV, MCHC,

endah

MCH )

peningkatan alkali fosfatase dan

-USG

kadar bilirubin.

-KGD

Uji fungsi hati pada umumnya

-EKG

normal. Foto dada menunjukkan

darah,

hemidifragma

peningkatan anemia

kanan

laju ringan,

terangkat

dengan atelektasis atau pleural 20

efusi. Pada pemeriksaan USG, biasanya dijumpai

lesi

soliter,hipoekoik

homogen dengan fine internal echo,bentuk bulat atau oval, batas tegas, dengan lokasi lebih sering di 3

Pengobatan :       

IVFD RL 20 gtt/i IVFD Metronidazol 500 mg/8 jam Inj. Ranitidin 1 amp/12jam Inj. Ondasentron 1 amp/12jam Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam Inj.Ketrolac 1 amp/12 jam Sistenol 3x1

perifer (subcapsuler). 2,7,12 Pengobatan Umum pada abses hepar

ialah

obati

sign

and

symptom serta berikan antibiotik. 2,14,

21

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu. Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang dapat diikuti oleh koma. Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik, immunologik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang rumit.Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejang, yang sangat berbahaya terutama pada persalinan. Prinsip pengobatan pada eklampsia adalah; 1. Menghentikan dan mencegah kejang 2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin 3. Mencegah komplikasi 4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu. 5.2 Saran Sebaiknya petugas medis di daerah lebih berhati-hati dan menambah 22

wawasan keilmuannya mengenai penyakit eklampsia, sehingga kasus eklampsia dapat dicegah sedari dini dan tidak terjadi kegawatdaruratan bahkan kematian. Kontrol ANC secara berkala dan penanganan yang tepat pada kasus eklampsia diharapkan dapat mengurangi angka kematian ibu dan janin.

DAFTAR PUSTAKA American College of Obstetricians and Gynecologist. Chronic Hypertension in Pregnancy. ACOG. Practice Bulletin no.29. Washington, DC: American College of Obstetricians and Gynecologist, 2001. Euerle, B, Warden, M. Pre Eklampsia (Toxemia of Pregnancy). 2005. http://www.emedicine.com Gabbe. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. In: Hypertension. 5th ed. Churchill Livingstone, An Imprint of Elsevier; 2007. Hofmeyr GJ, Belfort M. Proteinuria as a predictor of complcations of preeclampsia. BMC Med. 2009;7:11 Jung, Dawn C. Pregnancy, Pre Eklamsia. 2007. http;//www. Emedicine.com Mattar, F, Sibai BM. Eclampsia. VIII. Risk Factors for maternal morbidity. Am J Obstet Gynecol. 1990;163:1049-55.

23

Morris, S C. Pregnancy, Eklampsia. 2006. http;//www. Emedicine.com Prawirohardjo, S. Pre Eklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustaka Prawirohardjo, Jakarta. 2010. Shuman,

T.

Pregnancy

:

Pre

Eklampsia

and

Eklampsia.

2005.

http;//www.Google.com. Sibai BM. Diagnosis, prevention, and management of eclampsia. Obstet Gynecol. Feb 2005;105(2):402-10 Stephani, R. Eklampsia. 2005. http;//www. Emedicine.com Wagner, L.K. Diagnosis & Management of Pre Eklampsia. American Academy of Family

Physicians

Journal.

Vol

70/no

12)

2004.

http

://www.nhlbi.nib.gov/healthy/prof/heart/hbp preg.pdf.

24

More Documents from "Menda JangWooyoung Sooyoungster"

Udgn.docx
April 2020 5
Result.docx
April 2020 6
Asfiksia Paper.pptx
April 2020 20