Kortikosteroid Pada Asma Kronis.docx

  • Uploaded by: reniprativi
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kortikosteroid Pada Asma Kronis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,329
  • Pages: 3
KORTIKOSTEROID PADA ASMA KRONIS Syarifudin; Koentjahja, SpP SMF Paru RS. Dr. Saiful Anwar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, 2001 Halaman: 9/11 BAGIAN 4. 11 Menetapkan perencanaan Pengobatan Untuk Manajemen Jangka Panjang. Dalam menetapkan rencana pengobatan jangka panjang untuk mencapai dan menjaga agar gejala asma terkontrol dengan memakai obat-obatan asma. Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran nafas, terdiri dari obat controller dan reliever. 4.1. OBAT CONTROLLER 8.11 Controller adalah obat yang diminum harian dan jangka panjang dengan tujuan untuk mencapai dan menjaga asma persisten yang terkontrol. Terdiri dari obat antiinflamasi dan bronkodilator long acting. Kortikosteroid inhalasi merupakan controller yang paling efektif. Obat controller juga sering disebut sebagai obat profilaksis, preventif atau maintenance. Obat controller termasuk Kortikosteroid inhalasi, Kortikosteroid sistemik, sodium kromoglikat dan sodium nedokromil, teofilin lepas lambat, beta2agonist long acting inhalasi dan oral, dan mungkin ketotifen atau antialergi oral lain. 4.1.1.Kortikosteroid 8.11 Rute pemberian bisa secara inhalasi ataupun sistemik (oral atau parenteral). Mekanisme aksi antiinflamasi dari kortikosteroid belum diketahui secara pasti. Beberapa yang ditawarkan adalah berhubungan dengan metabolisme asam arakidonat, juga sintesa leukotrien dan prostaglandin, mengurangi kerusakan mikrovaskuler, menghambat produksi dan sekresi sitokin, mencegah migrasi dan aktivasi sel radang dan meningkatkan respon reseptor beta pada otot polos saluran nafas. Studi tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam memperbaiki fungsi paru, mengurangi hiperrespon saluran nafas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan beratnya eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Dosis tinggi dan jangka panjang kortikosteroid inhalasi bermanfaat untuk pengobatan asma persisten berat karena dapat menurunkan pemakaian koetikosteroid oral jangka panjang dan mengurangi efek samping sistemik. Untuk kortikosteroid sistemik, pemberian oral lebih aman dibanding parenteral. Jika kortikosteroid oral akan diberikan secara jangka panjang, harus diperhatikan mengenai efek samping sistemiknya. Prednison, prednisolon dan metilprednisolon adalah kortikosteroid oral pilihan karena mempunyai efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh yang relatif pendek dan efek yang ringan terhadap otot bergaris. Pendapat lain menyatakan kortikosteroid sistemik dipakai pada penderita dengan penyakit akut, pasien yang tidak tertangani dengan baik memakai bronkodilator dan pada pasien yang gejalanya menjadi lebih jelek walaupun telah diberi pengobatan maintenance yang baik. Efek samping lokal kortikosteroid inhalasi adalah kandidiasis orofaring, disfonia dan kadang batuk. Efek samping sistemik tergantung dari potensi, bioavailabilitas, absorpsi di usus, metabolisme di hepar dan waktu paruhnya. Beberapa studi menyatakan bahwa dosis diatas 1 mg perhari beclometason dipropionat atau budesonid atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain, berhubungan dengan efek sistemik termasuk penebalan kulit dan mudah luka, supresi adrenal dan penurunan metabolisme tulang. Efek sistemik pemakaian jangka panjang kortikosteroid oral adalah osteoporosis, hipertensi arterial, diabetes melitus, supresi HPA aksis, katarak, obesitas, penipisan kulit dan kelemahan otot. Global Initiative For Asthma (GINA) memberikan petunjuk pemakaian kortikosteroid untuk pencegahan jangka panjang berdasarkan beratnya asma pada orang dewasa sebagai berikut: 1. Asma dengan serangan intermitten (step 1) tidak memerlukan steroid preventif, bila perlu dapat dipakai steroid oral jangka pendek. 2. Asma persisten ringan (step 2) memerlukan inhalasi 200-400 mcg/hari beclometason

dipropionat, budesonid atau ekuivalennya. 3. Asma persisten sedang (step 3) memerlukan inhalasi 800-2000 mcg/hari 4. Asma persisten berat (step 4) memerlukan 800-2000 mcg/hari atau lebih. Sesuai dengan anjuran ini, pengobatan dengan dosis maksimal (800-1500 mcg/hari) selama 1-2 minggu diperlukan untuk mengendalikan proses inflamasi secara cepat, dan kemudian dosis diturunkan sampai dosis terendah (200-800 mcg/hari) yang masih dapat mengendalikan penyakit. Kortikosteroid 2 Potensi Potensi Potensi Waktu Paruh Macam Antiinflamasi Ekuivalen (mg) Retensi Na Biologik Cortisol 1 20 2+ 8-12 Cortison 0.8 25 2+ 8-12 Prednison 3.5 5 1+ 18-36 Prednisolon 4 5 1+ 18-36 Methylprednisolone 5 4 0 18-36 Triamcinolon 5 4 0 18-36 Parametason 10 2 0 36-54 Betametason 25 0.6 0 36-54 Dexamethason 30 0.75 0 36-54 4.1.2.Sodium Kromoglikat dan Sodium Nedokromil 8.11 Sodium kromoglikat adalah antiinflamasi non steroid, dan mekanisme kerja yang pasti belum diketahui. Obat ini terutama menghambat pelepasan mediator yang dimediasi oleh IgE dari sel mast dan mempunyai efek supresi selektif terhadap sel inflamasi yang lain (makrofag, eosinofil, monosit). Obat ini diberikan untuk pencegahan karena dapat menghambat reaksi asma segera dan reaksi asma lambat akibat rangsangan alergen, latihan, udara dingin dan sulfur dioksida. Pemberian jangka panjang menyebabkan penurunan nyata dari jumlah eosinofil pada cairan BAL dan penurunan hiperrespon bronkus nonspesifik. Bisa digunakan jangka panjang setelah asma timbul, dan akan menurunkan gejala dan frekuensi eksaserbasi. Sodium nedokromil memiliki kemampuan antiinflamasi 4-10 kali lebih besar dibanding sodium kromoglikat. Walau belum jelas betul, nedokromil menghambat aktivasi dan pelepasan mediator dari beberapa sel inflamasi. Juga sebagai pencegahan begitu asma timbul. 4.1.3.Teofilin Lepas Lambat 8.11 Obat ini merupakan golongan metilxantin utama yang dipakai pada penatalaksanaan asma. Mekanisme kerja teofilin sebagai bronkodilator masih belum diketahui, tetapi mungkin karena teofilin menyebabkan hambatan terhadap phospodiesterase (PDE) isoenzim PDE IV, yang berakibat peningkatan cyclic AMP yang akan menyebabkan bronkodilatasi. Teofilin adalah bronkodilator yang mempunyai efek ekstrapulmonar, termasuk efek antiinflamasi. Teofilin secara bermakna menghambat reaksi asma segera dan lambat segera setelah paparan dengan alergen. Beberapa studi mendapatkan teofilin berpengaruh baik terhadap inflamasi kronis pada asma. Banyak studi klinis memperlihatkan bahwa terapi jangka panjang dengan teofilin lepas lambat efektif dalam mengontrol gejala asma dan memperbaiki fungsi paru. Karena mempunyai masa kerja yang panjang, obat ini berguna untuk mengontrol gejala nokturnal yang menetap walaupun telah diberikan obat antiinflamasi. Efek sampingnya adalah intoksikasi teofilin, yang dapat melibatkan banyak sistem organ yang berlainan. Gejala gastrointestinal, mual dan muntah adalah gejala awal yang paling sering. Pada anak dan orang dewasa bisa terjadi kejang bahkan kematian. Efek kardiopulmoner adalah takikardi, aritmia dan terkadang stimulasi pusat pernafasan. Dosis golongan methyl xantine adalah 5 mg/Kg BB dalam 10-15 menit untuk loading dose dan 20 mg/Kg BB/24 jam untuk dosis pemeliharaan dengan dosis maksimum 1500 mg/24 jam. Adapun therapeutic dose adalah 10-20 g/dl. 4.1.4.Beta2-Agonis Long Acting 8.11 Termasuk didalamnya adalah formoterol dan salmeterol yang mempunyai durasi kerja panjang lebih dari 12 jam. Cara kerja obat beta2-agonis adalah melalui aktivasi reseptor beta2adrenergik yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase yang meningkatkan konsentrasi siklik AMP . Beta2-agonis long acting inhalasi menyebabkan relaksasi otot polos saluran nafas,

meningkatkan klirens mukosiliar, menurunkan permeabilitas vaskuler dan dapat mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Juga menghambat reaksi asma segera dan lambat setelah terjadi induksi oleh alergen, dan menghambat peningkatan respon saluran nafas akibat induksi histamin. Walaupun posisi beta2-agonis inhalasi long acting masih belum ditetapkan pasti dalam penatalaksanaan asma, studi klinis mendapatkan bahwa pengobatan kronis dengan obat ini dapat memperbaiki skor gejala, menurunkan kejadian asma nokturnal, memperbaiki fungsi paru dan mengurangi pemakaian beta2-agonis inhalasi short acting. Efek sampingnya adalah stimulasi kardiovaskuler, tremor otot skeletal dan hipokalemi. Mekanisme aksi dari long acting beta2-agonis oral, sama dengan obat inhalasi. Obat ini dapat menolong untuk mengontrol gejala nokturnal asma. Dapat dipakai sebagai tambahan terhadap obat kortikosteroid inhalasi, sodium kromolin atau nedokromil kalau dengan dosis standar obatobat ini tidak mampu mengontrol gejala nokturnal. Efek samping bisa berupa stimulasi kardiovaskuler, kelemahan dan tremor otot skeletal. 4.1.5.Reseptor Leukotrien Antagonis 9.19 Adalah suatu reseptor peptida leukotrien antagonis (LTRA) dengan nama kimia 4-(5cyclopentyloxy-carbonylamino-1-mathyl-indol-3l methylll) -3-methoxy-N-otolysulfonylbenzizamide, dengan berat molekul 575,7 dengan rumus empiriknya C 31H33N3O6S. Dibuat secara sintetis dengan nama Zafirlikast. LTRA adalah suatu reseptor leukotrien (LTD4 dan LTE4) antagonis yang selektif dan kompetitif, dimana LTD4 dan LTE4 adalah komponen dari SRS-A yang berperan besar terhadap patofisiologi terjadinya serangan asma yang menimbulkan bronkokonstriksi, udema saluran nafas, kontraksi otot polos dan aktivasi sel-sel radang sehingga terbentuk mediator inflamasi yang menimbulkan keluhan pada penderita asma. Penderita asma mempunyai kepekaan terhadap LTD4 25 sampai 100 kali disbanding orang normal. Diserap cepat bila diberikan peroral, konsentrasi dalam darah mencapai puncak setelah 3 jam, 99% terikat pada albumin, disekresi lewat feses setelah melewati proses enzimatik pada jalur cytocrome P450 2c9 (CYP2C9). Waktu paruhnya 8-16 jam, pada penderita dengan gangguan faal hati, waktu paruhnya menjadi lebih panjang. LTRA pada penderita asma dapat digunakan sebagai obat asma dan pencegahan asma. LTRA bukanlah bronkodilator dan digunakan untuk asma kronis disaat bebas keluhan. Kemasan berupa tablet 20 mg dan 10 mg, diminum 2 kali sehari untuk dewasa dan anak, pagi dan sore hari. Indikasinya untuk pencegahan dan pengobatan asma kronis. Tidak boleh diberikan pada saat serangan akut dan saat terjadi status asmatikus, namun boleh diberikan saat terjadi eksaserbasi. Dapat dipakai untuk mencegah terjadinya exercise induce asthma.

Related Documents


More Documents from "Taufik Abidin"