BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit heterogen yang biasanya ditandai dengan peradangan jalur nafas yang bersifat kronis. Hal ini didefinisikan oleh riwayat gejala pernafasan seperti mengi, sesak nafas, sesak dada, dan batuk yang berbeda-beda dari waktu ke waktu.1 Asma merupakan suatu penyakit yang onset nya dimulai sejak usia dini. Hingga sekarang asma masih menjadi tantangan tersendiri bagi para orangtua.2 Saat ini penyakit Asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan data dari WHO tahun 2002 dan Global Initiative For Asthma (GINA) tahun 2011, di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita Asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien Asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat Asma merupakan penyakit yang underdiagnosed.3 Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita Asma. Data dari berbagai negara menunjukan bahwa prevalensi penyakit Asma berkisar antara 1-18%.4 Di Indonesia, menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk. Dari hasil penelitian Riskesdas tahun 2013, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4,5%.5 Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit dari mulai ringan hingga berat, bahkan beberapa kasus dapat menyebabkan mematikan. Asma merupakan penyakit kronis yang sering muncul pada masa kanak-kanak dan usia
1
muda sehingga dapat menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah atau hari kerja produktif yang berarti, juga menyebabkan gangguan aktivitas sosial, bahkan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
1.2 Tujuan Untuk menguraikan teori-teori mengenai asma pada anak, mulai dari definisi hingga diagnosis, serta penatalaksanan. Penyusunan makalah penyuluhan ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 1.3 Manfaat Makalah penyuluhan ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan serta pemahaman penulis dan pembaca, khususnya peserta P3D untuk lebih mengenal dan memahami penegakan diagnosa dan penatalaksanaan asma pada anak sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Penyakit Asma berasal dari kata "Ashtma" yang diambil dari bahasa Yunani yang artinya "sukar bernapas". Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan yang menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema, dan hipersekresi kelenjar, yang mengakibatkan hambatan aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi klinis yang bersifat episodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari/subuh.3,6 Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.6,9
2.2 Epidemiologi Angka kejadian Asma bervariasi di berbagai negara, tetapi terlihat kecenderungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakangan ini obatobatan Asma banyak dikembangkan. National Health Interview Survey di Amerika Serikat memperkirakan bahwa setidaknya 7,5 juta orang penduduk negeri itu mengidap bronkhitis kronik, lebih dari 2 juta orang menderita emfisema dan setidaknya 6,5 juta orang menderita salah satu bentuk Asma. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam World Health Report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari infeksi paru 7,2%, PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberkulosis 3,0%, kanker paru/trakea/bronkus 2,1%, dan Asma 0,3%.3
3
Sedangkan di Indonesia sendiri, prevalensi terjadinya asma dapat dilihat dari grafik berikut ini:
Gambar 2.2 Prevalensi asma menurut provinsi di Indonesia tahun 2013
Grafik di atas terlihat bahwa pada tahun 2013 terdapat delapan belas provinsi yang mempunyai prevalensi penyakit Asma melebihi angka nasional, dari 18 provinsi tersebut, 5 provinsi teratas adalah Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan. Sedangkan provinsi yang mempunyai prevalensi penyakit Asma di bawah angka nasional, di mana 5 provinsi yang mempunyai prevalensi Asma terendah yaitu: Sumatera Utara, Jambi, Riau, Bengkulu, dan Lampung.3
4
2.3 Faktor risiko Faktor risiko terjadinya asma merupakan interaksi faktor penjamu (host) dan faktor lingkungan/pencetus.6,10 Tabel 2.3 Faktor resiko pada asma
5
2.4 Patofisiologi Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.
Gambar 2.4 Patofisiologi terjadinya asma
6
2.5 Diagnosis 2.5.1 Anamnesis Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang, BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma. Gejala dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma. Karakteristik yang mengarah ke asma adalah.6
Gejala timbul secara episodik atau berulang
Timbul akibat adanya faktor pencetus -
Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyebab rasa, pengawet makanan, pewarna makanan.
-
Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
-
Infeksi respiratori akut karena virus, common cold, rhinofaringitis.
-
Aktivitas fisik: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan.
Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya
Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari
Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian obat pereda asma
2.5.2 Pemeriksaan Fisik Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisik pasien biasanya tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang, gejala batuk, sesak, dan wheezing dapat ditemukan. Selain itu, gejala alergi lain pada pasien dermatitis atopi atau rhinitis alergi juga perlu dicari. Dapat pula disertai tanda alergi seperti allergic shiners atau geographic tongue.6 7
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas akibat obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau adanya atopi pada pasien. 1. Uji fungsi paru dengan spirometri dan peak flowmetri 2. Skin prick test, eosinophil total darah, pemeriksaan IgE spesifik, untuk menegakkan diagnosa alergi pada pasien 3. Uji inflamasi saluran resporaori : FeNO (functional exhaled nitric oxide) dan eosinofil sputum 4. Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin hipertonik Jika terindikasi dan fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan untuk mencari kemungkinan diagnosis banding, misalnya uji tuberkulin, foto sinus paranasalis, foto thorax, uji reflux gastroesofagus, uji keringat, uji gerakan silia, uji defisiensi imun, CTScan thorax, endoskopi respiratori.6 Tabel 2.5 Kriteria diagnostik asma
8
2.6 Klasifikasi Tabel 2.6.1 Pembagian derajat penyakit asma pada anak7 No.
Parameter Klinis Frekuensi serangan Lama serangan
Asma Ringan (75% kasus) <1x/bulan <1 minggu
Asma Sedang (20% kasus) >1x/bulan ≥1 minggu
1. 2.
3.
Diantara serangan
Tanpa gejala
Sering ada gejala
4. 5.
Tidur dan aktivitas Pemeriksaan fisik di luar serangan Obat pengendali
Tidak terganggu Normal
Sering tergangu Terdapat kelainan
Tidak perlu
Uji faal paru (diluar serangan) Variabilitas faal paru
PEF/FEV1 > 80%
Non-steroid atau steroid inhalasi dosis rendah PEF/FEV1 60-80%
Variabilitas >15%
Variabilitas >30%
6. 7. 8.
Asma Berat (5% kasus) Sering Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi Gejala siang dan malam Sangat terganggu Tidak pernah normal Steroid inhalasi/oral PEF/FEV1 <60; variabilitas 20-30% Variabilitas >50%
Menurut pedoman asma anak Indonesia, kriteria penentuan derajat asma ditetapkan berdasarkan klasifikasi kekerapan yang dibuat pada kunjungan-kunjungan awal dan dibuat berdasarkan anamnesis. Tabel 2.6.2 Derajat asma berdasarkan kekerapan7
2.7 Tatalaksana di Rumah Prinsip penatalaksanaan asma adalah hindari alergen dan bahan iritan yang mencetuskan serangan asma. Sedangkan untuk pengobatan, dapat diberikan reliever (obat pereda saat serangan) seperti short acting β2 agonist dan teofilin, dan controller
9
(obat pengendali saat tidak serangan) seperti steroid inhaler dan long acting β2 agonist.7,8 Semua pasien/orangtua pasien asma seharusnya diberikan edukasi tentang bagaimana memantau gejala asma, gejala-gejala serangan asma, dan rencana tatalaksana asma yang diberikan (asthma action plan, AAP). Dalam edukasi dan AAP tertulis harus disampaikan dengan jelas tentang jenis obat dan dosisnya serta kapan orangtua harus segera membawa anaknya ke fasilitas pelayanan kesehatan.7 Orangtua perlu diberikan edukasi untuk memberikan pertolongan pertama serangan asma dirumah. Tatalaksana serangan asma di rumah ini penting agas pasien dapat segera mendapatkan pertolongan dan mencegah terjadinya serangan yang lebih berat. Berikut derajat keparahan asma yang mempermudah orangtua dalam menentukan derajat keparahan serangan.7 Tabel 2.7.1 Derajat keparahan asma
Apabila orangtua menemukan salah satu gejala atu lebih dari tabel 2.7.2. pasien harus segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan setelah diberikan penatalaksanaan awal oleh orangtua.
10
Tabel 2.7.2 Resiko tinggi serangan asma yang mengancam nyawa
Tatalaksana asma dalam serangan yang dapat dilakukan pasien/orangtua dirumah: Jika tidak ada keadaan seperti tabel 2.7.2, berikan inhalasi short acting β2 agonist, via nebulizer atau dengan MDI (metered dose inhaler) + spacer, sebagai berikut: A. Jika diberikan via nebulizer 1. Berikan agonis β2 kerja pendek, lihat responnya. Bila gejala (sesak nafas dan wheezing) menghilang, cukup diberikan satu kali. 2. Jika gejala belum membaik dalam 30 menit, ulangi pemberian sekali lagi. 3. Jika dengan 2 kali pemberian short acting β2 agonist via nebulizer belum membaik, segera bawa ke fasilitas kesehatan masyarakat.
11
B. Jika diberikan via MDI + spacer 1. Berikan agonis β2 kerja pendek serial via spacer dengan dosis: 2-4 semprot. Berikan satu semprot obat ke dalam spacer diikuti 6-8 tarikan napas melalui interface spacer berupa masker atau mouthpiece. Bila belum ada respon berikan semprot berikutnya dengan siklus yang sama. 2. Jika membaik dengan dosis ≤4 semprot, inhalasi dihentikan. 3. Jika gejala tidak membaik dengan dosis 4 semprot, segera bawa ke fasilitas kesehatan masyarakat.
12
BAB III KESIMPULAN Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan yang mengakibatkan hambatan aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi klinis yang bersifat episodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari/subuh. Asma merupakan tantangan tersendiri bagi para orangtua. Prinsip tatalaksana asma untuk orangtua adalah mencegah alergen dan pemberian obat controller secara berkala. Bila serangan terjadi, orangtua diharapkan dapat segera merujuk ke fesyankes setelah memberikan tatalaksana awal dirumah.
13
DAFTAR PUSTAKA 1. PDPI Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2017. Buku Ajar Respirasi. Medan. 2. Akib, Arwin AP. 2016. Asma Pada Anak. Jurnal online : https://www.researchgate.net/publication/312257345_Asma_pada_Anak. Sari Pediatri BP-IDAI; vol 4; No.2; 2002. 3. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2015. Diakses online : http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatinasma.pdf 4. Global Initiative for Asthma. 2017. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Diakses online : https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2016/01/wmsGINA-2017-main-report-tracked-changes-for-archive.pdf 5. Universitas Sumatera Utara. Jurnal online: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23277/Chapt?sequence=4 6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Asma di Indonesia. Diakses online : http://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_Asma_PDPI_2003.pdf 7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015. Pedoman Nasional Asma Anak. Diakses online: https://www.pdfcoke.com/document/357819907/Pedoman-Nasional-AsmaAnak-IDAI 8. Rohman Dodi. 2015. Makalah Asma. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Diakses online: http://repository.ump.ac.id/648/3/BAB%20II_DODI%20ROHMAN_KEPERAWAT AN%20S1%2715.pdf 9. Gern JE, Lemanske Jr RE. Pediatric allergy: can it be prevented? Immuno Allergy Clin North Amer 1999; 19;233-52. 10. Postma DS, Meijer GG, Koppelman GH. Definition of asthma: possible approaches in genetic studies. Clin Exp Allergy 1998.
14
DAFTAR HADIR PENYULUHAN TANGGAL Nama NIM Judul
No.
JANUARI 2019
: Faiza Ruby Azzahra Harahap : 140100181 : Mengenal Asma pada Anak
Nama
Tanda Tangan
15