Konsep Komunitarian.docx

  • Uploaded by: Ricky Erfan
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konsep Komunitarian.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,379
  • Pages: 6
Nama : Ricky Erfan NIM : H1B116001 M.K

: Filsafat dan Pemikiran Politik

“KONSEP KEADILAN KOMUNITARIANISME” Komunitarianisme sebagai sebuah kelompok yang terkait, namun berbeda filsafatnya, mulai muncul

pada

akhir abad

ke-20,

dari liberalisme, kapitalismedan sosialisme sementara

menentang menganjurkan

aspek-aspek fenomena

seperti masyarakat sipil. Komunitarianisme tidak dengan sendirinya memushi liberalisme in dalam pengertian katanya di Amerika saat ini, namun penekanannya berbeda. Paham ini mengalihkan pusat perhatian kepada komunitas dan masyarakat serta menjauhi individu. Masalah prioritas, entah pada individu atau komunitas seringkali dampaknya paling terasa dalam masalah-masalah etis yang paling mendesak, seperti misalnya pemeliharaan kesehatan, aborsi, multikulturalisme, dan hasutan. Terminologi Meskipun istilah komunitarianisme berasal dari abad ke- 20, kata ini berasal dari istilah komunitarian tahun 1840-an, yang diciptakan oleh Goodwyn Barmby untuk merujuk kepada orang yang menjadi anggota atau penganjur dari suatu masyarakat yang komunalis. Penggunaan istilah ini pada masa modern mendefinisikan ulang pengertian aslinya. Banyak penganjur komunitarian yang menelusuri filsafat mereka kepada para pemikir yang lebih awal. Istilahnya sendiri pada dasarnya digunakan dalam tiga pengertian: 1) Komunitarianisme

filosofis menganggap liberalisme

klasik secara ontologis dan epistemologis tidak koheren, dan menentangnya dengan alas analasan tersebut. Berbeda dengan liberalisme klasik, yang memahami bahwa komunitias berasal dari tindakan sukarela individu-individu dari masa pra-komunitas, komunitarianisme menekankan peranan komunitas dalam mendefinisikan dan membentuk individu. Kaum komunitarian percaya bahwa nilai komunitas tidak cukup diakui dalam teori-teori liberal tentang keadilan. 2) Komunitarianisme

ideologis adalah

sebuah ideologi tengah

yang

radikal,

yang

menekankan komunitas, dan kadang-kadang ditandai oleh paham kirinya dalam masalah-

masalah ekonomi dan konservatisme dalam masalah-masalah sosial. Penggunaan istilah ini diciptakan baru-baru ini. Bila istilahnya menggunakan huruf besar, maka kata ini biasanya merujuk kepada gerakan Komunitarian Responsif dari Amitai Etzioni dan para filsuf lainnya. 3) Hukum komunitarian, juga dikenal sebagai acquis communautaire, merujuk kepada seluruh kumpulan hukum yang diakumulasikan dalam organisasi-organisasi supra nasional seperti misalnya Uni Eropa. Perbandingan dengan filsafat-filsafat politik lainnya Templat:Titik masuk ideologi politikKomunitarianisme tidak dapat digolongkan kiri atau kanan, dan memang banyak yang mengklaim bahwa paham ini mewakili golongan tengah radikal. Kaum liberal di Amerika atau kaum demokrat sosial di Eropa pada umumnya menganut posisi komunitarian dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi, seperti misalnya kebutuhan akan perlindungan lingkungan hidup dan pendidikan publik, tetapi tidak untuk masalah-masalah budaya. Kaum komunitarian dan konservatif pada umumnya sepakat dalam masalah-masalah budaya, seperti misalnya dukungan untuk pendidikan watak dan program-program yang berbasis keagamaan, namun kaum komunitarian tidak menganut paham kapitalisme laissez-faire yang umumnya dianut oleh kaum konservatif. Libertarianisme Komunitarianisme dan libertarianisme menekankan nilai-nilai dan kepedulian yang berbeda. Libertarianisme adalah sebuah filsafat individualis, dengan fokus yang kuat pada hak-hak warga negara dalam demokrasi. Kaum komunitarian percaya bahwa kepedulian ini terlalu banyak diperhatikan, dan mengatakan bahwa "mengusahakan kepentingan-kepentingan pribadi semata-mata akan merusakkan jaringan lingkungan sosial yang kepadanya kita semua tergantung, dan hal itu akan merusakkan pengalaman bersama kita dalam pemerintahan diri sendiri (self-government) yang demokratis." Mereka percaya bahwa hak-hak harus disertai dengan tanggung jawab sosial dan pemeliharaan lembaga-lembaga masyarakat sipil, kalau hak-hak itu ingin dipertahankan, namun kaum libertarian percaya bahwa aksi-aksi pemerintah untuk mempromosikan tujuan-tujuan ini sesungguhnya menyebabkan hilangnya kebebasan pribadi. Selain itu, kaum libertarian menolak upaya-upaya komunitarian untuk memajukan pendidikan watak dan inisiatif-inisiatif yang dikembangkan oleh pihak-pihak agama, dengan megnatakan bahwa pemerintah tidak punya urusan untuk terlibat dalam apa yang mereka anggap sebagai rekayasa sosial.

Otoritaritarianisme Ada orang yang mengatakan bahwa fokus komunitarianisme terhadap kohesi sosial membangkitkan persamaan dengan komunisme atau otoritarianisme, tetapi ada perbedaanperbedaan yang mendasar antara komunitarianisme dan otoritarianisme. Pemerintahan yang otoriter seringkali memerintah dengan kekerasan, disertai dengan pembatasan-pembatasan yang ketat terhadap kebebasan pribadi, hak-hak politik dan sipil. Pemerintahan

yang

otoriter

terang-terangan

menunjukkan

peranannya

sebagai

panglima. Masyarakat sipil dan demokrasi biasanya bukanlah ciri-ciri rezim yang otoriter . Kaum komunitarian, sebaliknya, menekankan penggunaan organisasi non pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Gerakan komunitarian Gerakan komunitarian modern pertama kali diutarakan oleh Responsive Communitarian Platform, yang ditulis di Amerika Serikat oleh sebuah kelompok etikus, aktivis, dan ilmuwan sosial termasuk Amitai Etzioni, Mary Ann Glendon, dan William Galston. Communitarian Network, yang didirikan pada 1993 oleh Amitai Etzioni, adalah kelompok yang paling terkenal yang menganjurkan komunitarianisme. Sebuah kelompok pemikir yang disebut Institute for Communitarian Policy Studies juga dipimpin oleh Etzioni. Suara-suara lain dalam komunitarianisme termasuk Don Eberly, direktur dari Civil Society Project, dan Robert Putnam, penulis Bowling Alone. Pengaruh di Amerika Serikat Sebagai cerminan dari dominasi politik liberal dan konservatif di Amerika Serikat, tidak ada partai besar dan hanya sedikit pejabat terpilih yang menganjurkan komunitarianisme. Jadi tidak ada konsensus tentang kebijakan-kebijakan individual, namun sebagian dari yang kebijakan paling didukung oleh kaum komunitarian umumnya telah diberlakukan. Ada yang mengatakan bahwa konsep "konservatisme belas kasih" yang dianjurkan oleh Presiden Bush selama kampanyenya pada 2000 adalah suatu bentuk pemikiran komunitarian konservatif. Kebijakan-kebijakan yang dikutip mencakup dukungan ekonomi dan retorika untuk pendidikan, relawanisme, dan program-program komunitas, serta penekanan sosial pada pengutamaan keluarga, pendidikan watak, nilai-nilai tradisional, dan proyek-proyek yang dipusatkan pada kelompok-kelompok keagamaan.

Dana Milbank, yang menulis dalam Washington Post, mencatat tentang kaum komunitarian modern, "Masih belum ada apa yang disebut komunitarian KTV, dan karena itu tidak ada konsensus tentang kebijakan. Sebagian orang, seperti misalnya [John] DiIulio dan penasihat luar Bush, Marvin Olasky, mendukung solusi-solusi keagamaan untuk komunitis, sementara yang lainnya, seperti Etzioni dan Galston, lebih menyukai pendekatan-pendekatan sekuler."

KOMUNITARIANISME DALAM KULTUR MASYARAKAT PEDESAAN Komunitarianisme merupakan sebuah ajaran atau gerakan yang lebih pada respon atas sistem liberalisme yang dinilai gagal dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat atau dalam hal ini ‘kebaikan bersama’. Sebuah alternatif sistem dalam membangun kembali komunitaskomunitas yang bertujuan untuk mewujudkan kebaikan bersama tersebut, yang selama ini dinafikan oleh kaum liberal. Kaum komunitarian jelas menolak konsep keadilan versi liberalisme yang lebih menonjolkan atas nilai-nilai individu, sehingga mereka hendak mengangkat identitas komunalis dalam suatu tatanan masyarakat yang telah mengakar, seperti; pada masyarakat Indonesia yang potensi kolektifitasnya cukup besar. Liberalisme, dalam hal ini terbentuk dalam nuansa budaya barat yang cenderung individualis, yang kemudian dibawa dan dikembangkan, tentunya menggunakan ‘kendaraan’ kolonialisme dan imperalisme kuno hingga modern, pada masyarakat timur yang notabene-nya cenderung kolektifismenya cukup tinggi. Ini tercermin dalam masyarakat Indonesia pada umumnya. Sehingga dalam hal pelaksanaannya, malah berpotensi melahirkan pergolakan pada tataran akar

rumput.

Masyarakat

kelas

bawah.

Atas nama demokrasi. Sebagai sebuah sistem pemerintahan saat ini yang dinilai terbaik, dari sekian banyak sistem pemerintahan yang ada. Liberalisme mampu berdiri kokoh didalamnya. Seolah-olah demokrasi hanya ‘afdhol’, apabila konsep liberalisme diterapkan didalamnya. (spt apa yang selama ini digembor-gemborkan AS). Sehingga muncul, apa yang dinamakan neo-liberalisme, sebagai sebuah bentuk liberalisme gaya baru saat ini, dan imbasnya malah menuai banyak problem disegala lini kehidupan berbangsa, terutama Indonesia. Dalam hal ini bentuk terkecil dalam praktek liberalisme yang secara perlahan telah menggantikan posisi tradisi sebagai sebuah penyangga atas konsep keadilan dan kebaikan bersama. Kebaikan bersama dalam sebuah masyarakat liberal diatur agar sesuai dengan pola berbagai preferensi dan konsepsi tentang kebaikan yang dipegang oleh individu. Tetapi, dalam sebuah masyarakat komunitarian, kebaikan bersama diterima sebagai sebuah konsepsi mendasar tentang

kehidupan

yang

baik

yang

menentukan

‘pandangan

hidup’

komunitas.

(Will Kymlicka.2004:276). Nampak jelas dalam hal ini bahwa individu menjadi patokan utama dalam menentukan ‘kebaikan bersama’, yang kemudian direpresentasikan dalam bentuk lembaga perwakilan, yang merupakan konsekuensi atas sistem demokrasi saat ini. Namun dalam realitanya, sebenarnya peran individu lebih menonjol daripada apa yang disebut dengan esensi demokrasi kerakyatan itu sendiri. Refleksi kritis atas komunitarianisme dalam hal ini yang harapannya mampu menjadi salah satu alternatif untuk mengembalikan nilai-nilai masyarakat yang telah hancur oleh berkembangnya demokrasi liberal saat ini. Bahwa meskipun demokrasi deliberatif yang merupakan penjiwaan dari komunitarian, menjadi tawaran dalam konteks demokrasi saat ini yang telah direduksi oleh liberalisme, bukanlah konsep mentah yang mampu melahirkan sebuah solusi fundamental, meskipun setidaknya lebih baik dari proses demokrasi liberal saat ini. Terutama melihat kasus konkrit yang terjadi, yang merupakan dampak dari sistem pemilihan langsung pemimpin masyarakat dari tingkat pedesaan hingga negara. Menjadi refleksi pula atas segolongan kaum liberal yang menganggap pemilihan langsung kepala daerah merupakan tanda keberhasilan demokrasi dalam suatu wilayah, tanpa melihat aspek lain yang kelak akan menjadi bumerang bagi demokrasi liberal itu sendiri. Pemerintah dalam hal ini bukan lantas langsung menyepakati pemilihan langsung hingga pemilihan Kades, sebagai wujud demokrasi prosedural yang tepat dalam mewujudkan demokratisasi di Indonesia. Namun lebih pada itu, sebenarnya aspek nilai-nilai tradisi yang merupakan hal yang penting dan sangat menjaga kondisi masyarakat yang stabil dalam hal ini mesti dijadikan pertimbangan pula sebelum akhirnya benar-benar menjadikan pilkadal sebagai sebuah alternatif. Selain ‘ongkos’ nya yang mahal tidak sebanding dengan ‘biaya’ hidup masyarakat Indonesia, dan tidak sebanding dengan hasil yang dicapai kelak.

Sumber Referensi

https://id.wikipedia.org/wiki/Komunitarianisme https://sansigner.wordpress.com/2008/05/24/komunitarianisme/ https://suficinta.wordpress.com/2008/06/11/komunitarianisme-dalam-kultur-masyarakatpedesaan/

Related Documents

Konsep
July 2020 35
Konsep
October 2019 54
Konsep
June 2020 40

More Documents from "Tugiyo Sanyoto"