Konsep

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konsep as PDF for free.

More details

  • Words: 1,432
  • Pages: 8
KONSEP – KONSEP DASAR dan PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK

 Sub-Pokok Bahasan: • Kekuasaan (Power) Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok lain sesuai keinginana. Politik sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Kekuasaan adalah inti dari politik, dimana banyak orang berebut untuk mendapatkan jabatan dalam birokrasi. Menguraikan konsep kekuasaan politik kita perlu melihat pada kedua elemennya, yakni kekuasaan dari akar kata kuasa dan politik yang berasal dari bahasa Yunani Politeia (berarti kiat memimpin kota (polis)). Sedangkan kuasa dan kekuasaan kerapa dikaitkan dengan kemampuan untuk membuat gerak yang tanpa kehadiran kuasa (kekuasaan) tidak akan terjadi, misalnya kita bisa menyuruh adik kita berdiri yang tak akan dia lakukan tanpa perintah kita (untuk saat itu) maka kita memiliki kekuasaan atas adik kita. Kekuasaan politik dengan demikian adalah kemampuan untuk membuat masyarakat dan negara membuat keputusan yang tanpa kehadiran kekuasaan tersebut tidak akan dibuat oleh mereka.[1] Bila seseorang, suatu organisasi, atau suatu partai politik bisa mengorganisasi sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya membuat aturan yang melarang atau mewajibkan suatu hal atau perkara maka mereka mempunyai kekuasaan politik.

Kekuasaan politik, tidak berdasar dari Undang – Undang tetapi harus dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku sehingga bisa tetap menjadi penggunaan kekuasaan yang konstitusional. Power dapat juga diartikan sebagai kekuatan dan kekuasaan. Dimana seseorang dikatakan memiliki power ( kekuasaan ), dan apabila orang lain menjadi tunduk atau patuh kepada orang tersebut . Power dapat dibagi atas dua, yaitu a. Force, merupakan cara penggunaan power yang paling kuat. Adanya use of force

violence atau kekuasaan dengan menggunakan kekerasan, dalam hal ini

misalnya penggunaan senjata. b. Influence (pengaruh), penggunaan pengaruh / mempengaruhi agar pihak lawan menjadi tunduk. •

Kewenangan (Authority)

Kewenangan (authority) adalah kemampuan untuk membuat orang lain melakukan suatu hal dengan dasar hukum atau mandat yang diperoleh dari suatu kuasa. Sesuatu

yang

menjalankan

power

(kekuasaan)

pasti

mempunyai

kewenangan.Contohnya seorang polisi yang bisa menghentian mobil di jalan tidak berarti dia memiliki kekuasaan tetapi dia memiliki kewenangan yang diperolehnya dari Undang – Undang Lalu Lintas, sehingga bila seorang pemegang kewenangan melaksankan kewenangannya tidak sesuai dengan mandat peraturan yang ia jalankan maka dia telah menyalahgunakan wewenangnya, dan untuk itu dia bisa dituntut dan dikenakan sanksi. Menurut Max Weber, ada 3 jenis kewenangan :

1) Traditional authority yaitu kewenangan yang diturunkan sudah memiliki tradisi atau kebudayaan yang sudah melekat oleh diri manusia. Contohnya seorang raja. 2) Kharismatic authority yaitu kewenangan menurut pribadi seseorang atau kepribadian yang terlihat oleh masyarakat di sekitar. Contohnya : Nabi Muhammad. 3) Rational authority atau legistic formalistic authority yaitu kewenangan atas suatu dasar hukum. Contohnya : seorang presiden Ketiganya dapat saling melengkapi satu sama lainnya. Kewenangan juga berkaitan dengan legimitasi baik di pemerintahan maupun seseorang yang menjalankan pemerintahan. Tardapat 3 jenis legitimasi, antara lain: a. Legitimasi turun temurun b. Legitimasi kharismatic, akan tetapi sangat jarang c. Legitimasi atas dasar hukum 3. order ( ketertiban ) Ketertiban politik ditandai dengan adanya keamanan, yang akan terjadi bila setiap warga masyarakat sebagai pelaku telah berperilaku sesuai aturan yang berlaku dalam sistem politik. Dalam ketertiban politik, pertanyaan mendasar yang harus kita jawab adalah, apakah ketertiban politik bisa tercapai di tengah keberagaman budaya yang ada pada saat ini ? Jawabannya ada pada diri kita sendiri sebagai pelaku politik, karena peran kita sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan dan ketertiban politik.

4. Welfare ( kesejahteraan ) Karl Marx, mengemukakan bahwa kesejahteraan yang adil, tidak mungkin terjadi apabila masih ada kaum Borjuis / bangsawan. Keadilan harus sama rasa sama rata (konsep sosialis). Konsep Karl Marx ini memunculkan konsep turunan di bidang politik

di

antaranya

:

underdeveloped

(keterbelakangan),

interdependensi

(ketergantungan), munculnya partai komunis sosialis dan system ekonomi sosialisme. Penurunan power yang berkaitan dengan welfare adalah kekuatan di bidang politik. Dalam politik kesejahteraan kepentingan publik adalah segala – galanya. Contoh kesejahteraan bisa kita lihat dari pemerintahan setiap presiden. Zaman presiden Soekrano, lebih di utamakan revolusi daripada kesejahteraan, sementara zaman Soeharto, kesejahteraanlah yang menjadi simbol utama, dan kegagalan Habibi, Gusdur, dan tidak terpilihnya Megawati disebabkan karena kegagalan dalam memainkan politik kesejahteraan., 5. Justice ( keadilan ) Dalam mendefinisikan keadilan, terdapat banyak perbedaan. Apakah keadilan itu sesuatu yang dimana setap orang memiliki hak yang sama atau keadilan dalam arti distribusi ( keadilan yang sesuai dengan kedudukan dalam masyarakat ). Setiap manusia memiliki hak masing – masing, tetapi dengan distribusi, berarti ada campur tangan pemerintah, sehingga keadilan yang ada berkurang. Dalam perpolitikan, keadilan memiliki tafsiran yang berbeda. Keadilan bagi siapa  Aktor-aktor dalam Politik: 1. Negara-Bangsa (Nation-State); Sebagai aktor dalam perpolitikan negara memiliki peran yang sangat penting. Sering kali kebesaran dari sebuah negara dan bangsa menjadi tolak ukur dalam

perpolitikan. Contohnya saja Amerika Serikat, sebuah negara yang besar, dan memiliki power yang besar pula, boleh dikatakan hampir semua negara tunduk kepada Amerika. Ini karena pandangan publik, bahwa Amerika adalah bangsa yang besar dan ini berpengaruh terhadap perpolitikan negara itu. 2. Individu; Sebagai individu, dan aktor politik, manusia diberi Allah kemampuan yang lebih daripada makhluk lainnya. Manusia dengan akal pikirannya, akan membawa bangsa ini kepada yang diinginkannya. Pemikiran setiap individu akan mempengaruhi kebijakan – kebijakan yang di ambil, untuk bangsa dan negaranya. Setiap orang memiliki konsep perpolitikan masing – masing, dan hal ini sangat menentukan situasi perpolitikan yang ada. Menurut saya, akator perpolitikan dapat dilihat dari dua sisi, a. manusia sebagai manusia b. manusai sebagai pilihan rakyat, yang dipilh secara pemilu Aktor politik yang seperti ini memiliki tanggung jawab yang besar, karena dipilih langsung oleh rakyat. Aktor ini harus benar – benar menjalankan janji – janji yang dikoarkannya, pada saat kampanye dan bertanggung jawab akan hal itu. 3. Masyarakat (Society/Community); Lebih luas daripada inidividu, masyarakat terbentuk karena adanya persamaan, baik dari segi tempat tinggal, pekerjaan, keyakinan, dan pandangan, dan lain – lain. Sebagai aktor politik, komunitas pada umumnya memiliki hubungan yang erat, dan saling mempengaruhi. 4. Organisasi-organisasi (Nasional maupun Internasional) Sebuah organisasi adalah orang – orang yang berkumpul dan memiliki tujuan bersama, dimana terdapat pembagian tugas dan aturan tertentu. Pengaruh organisasi dalam perpolitikan sangatlah besar. Seperti organisasi nasional dan internasional. Sebagai organisasi nasional yang memiliki anggota yang banyak, terdapat hubungan

saling mempengaruhi dan keterikatan terhadap pemimpin. Organisasi internasional juga sangat memiliki pengaruh yang sangat besar, kebijakan- kebijakan yang di ambil melibatkan masyarakat internasional dan berlaku umum.  Ragam Pendekatan dalam Ilmu Politik a. Normatif dan Empirisme; Pendekatan yang normatif adalah pendekatan yang seharusnya terjadi. Teori politik normative adalah cara untuk membahas lembaga social, khususnya berhubungan dengan kekuasaan public, dan tentang hubungan antar individu di dalam lembaga. Beranggapan bahwa teori normative adalah nilai yang subyektif dan tidak akan pernah mengaspirasi intelektual tinggi dan ilmu pengetahuan. Respon dari teori normative, moral bukanlah suatu fakta atau logika yang diperoleh dari fakta, tapi yakin bahwa ini tidak akan merusak secara serius pada teori normative. Sejak awal teori normative bisa menggunakan fakta atau bukti dan argument yang datang dari ilmu social deskriptif. Meskipun nilainya tidak berdasarkan dari kenyataan, teori normative dalam hubungannya logika yang jelas di suatu perdebatan moral. Pendekatan empiris adalah pendekatan dimana apa yang seharusnya terjadi, bukan apa yang seharusnya terjadi. b. Tradisionalism, Behavioralisme, dan Pasca-Behavioralisme; Pendekatan

tradisional,

dimana

negara

menjadi

focus

utama

dengan

menonjolkan segi konstitusional dan yuridis. Bahasan pendekatan ini menyangkut, misalnya : Sifat Undang-Undang Dasar serta kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan lembaga-lembaga kenegaraan formal, badan yudikatif, badan eksekutif,dsb. Karenanya pendekatan ini disebut juga pendekatan institusional atau legal-institusional. Contoh pendekatan tradisional adalah Dengan pendekatan ini, dalam

mempelajari parlemen, maka yang diperhatikan adalah kekuasaan serta wewenang yang dimilikinya seperti tertuang dalam naskah (UUD,UU, atau Peraturan Tata Tertib); hubungan formal dengan badan eksekutif; struktur oranisasi serta hasilnya. . Pendekatan behavioralisme, untuk memahaminya diperlukan metode –metode, seperti contoh – contoh, wawancara, penilaian, scaling, dan analisis statistik. Salah satu pemikiran pokok dari pelopor-pelopor pendekatan perilaku adalah bahwa tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal karena bahasan itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya. Sebaliknya, lebih bermanfaat bagi peneliti untuk mempelajari manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala yang benar – benar dapat diamati. Contoh pendekatan perilaku dalam mempelajari parlemen, maka yang dibahas adalah perilaku anggota perlemen, yaitu: bagaimana pola pemberian suaranya (voting behavior) terhadap rancangan UU, giat atau tidaknya memprakarsai UU, kegiatan lobbying, dsb. Pendekatan pasca Behavioralism (Post Behavioral Approach). Gerakan pascaperilaku memperjuangkan perlunya relevance and action (relevansi dan orientasi bertindak). Reaksi ini ditujukan kepada usaha mengubah penelitian dan pendidikan Ilmu Politik menjadi suatu ilmu pengetahuan murni sesuai dengan pola ilmu eksakta. Pada hakikatnya pendekatan ini merupakan “kesinambungan” sekaligus “koreksi” dari pendekatan perilaku. [2] c. Klasik dan Kontemporer. Pendekatan klasik Pendekatan kontemporer contohnya  Neo-Marxis

- menekankan pada aspek komunisme tanpa kekerasan dan juga

tidak mendukung kapitalisme

 Rational Choice

-

pilihan-pilihan

yang

rasional

dalam

pembuatan

keputusan politik

Notes 1. http://wikipedia.com.kekuasaan_poltik.html 2.

http://roudhzmee.wordpress.com/2009/01/01/pendekatan-pendekatan-dalam-ilmu-

politik/

Related Documents

Konsep
July 2020 35
Konsep
October 2019 54
Konsep
June 2020 40