BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya. Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004). Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
1
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep dasar dan asuhan keperawatan dari kehilangan dan berduka 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dari kehilangan dan berduka b. Mahasiswa dapat menyebutkan tanda dan gejala dari kehilangan dan berduka c. Mahasiswa dapat menyebutkan dan menjelaskan faktor penyebab kehilangan dan berduka d. Mahasiswa dapat menyebutkan tahap-tahap kehilangan dan berduka e. Mahasiswa dapat menyebutkan karakteristik perilaku dari kehilangan dan berduka f. Mahasiswa dapat menyebutkan faktor-faktor risiko yang menyertai kehilangan g. Mahasiswa dapat menerapkan mekanisme koping dari kehilangan dan berduka h. Mahasiswa dapat menyebutkan akibat dari kehilangan dan berduka i. Mahasiswa dapat menerapkan dan mendemonstrasikan teknik napas dalam j. Mahasiswa dapat menerapkan dan mendemonstrasikan teknik hipnosis 5 jari
C. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II Konsep Dasar Kehilangan dan Berduka, bab ini terdiri dari pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab, tahap-tahap, karakteristik perilaku, faktor risiko yang menyertai, mekanisme koping, akibat, teknik napas dalam dan teknik hipnosis 5 jari BAB III Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka BAB IV Penutup, bab ini terdiri dari simpulan DAFTAR PUSTAKA
2
BAB II KONSEP DASAR KEHILANGAN DAN BERDUKA A. Pengertian 1. Kehilangan Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2009 : 243). 2. Berduka Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya (Hidayat, 2009 : 244).
B. Tanda dan Gejala 1. Kehilangan Menurut Prabowo (2014 : 117) tanda dan gejala kehilangan diantaranya: a. Perasaan sedih, menangis b. Perasaan putus asa, kesepian c. Mengingkari kehilangan d. Kesulitan mengekspresikan perasaan e. Konsentrasi menurun f. Kemarahan yang berlebihan g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan i. Reaksi emosional yang lambat j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas (Eko prabowo, 2014 : 117) 3
2. Berduka Menurut Dalami (2009) tanda dan gejala berduka diantaranya : a. Efek fisik Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah,berat badan menurun, sakit kepala, berat badan menurun, sakit kepala, pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi dan kenaikan berat , susah bernapas. b. Efek emosi Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi,kesedihan, perasaan gagal, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal dalam menerima kenyataan, iritabilita, perhatian terhadap orang yang meninggal. c. Efek social. 1) Menarik diri dari lingkungan 2) Isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman . C. Faktor Penyebab Faktor Penyebab Kehilangan yaitu 1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah: a. Genetic Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan. b. Kesehatan Jasmani Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik c. Kesehatan Mental Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan. 4
d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanakanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991) e. Struktur Kepribadian Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi. 2. Faktor Presipitasi Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat, kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya. a. Perilaku Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti: menangis atau tidak mampu menangis, marah-marah, putus asa, kadang-kadang ada tandatanda bunuh diri atau ingin membunuh orang lain. Juga sering berganti tempat mencari informasi yang tidak menyokong diagnosanya. b. Mekanisme Koping Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat
5
D. Tahap-Tahap Kehilangan dan Berduka 1. Tahap Pengingkaran (Denail) Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan "Tidak , saya tidak percaya itu terjadi" atau "Itu tidak mungkin terjadi". Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun. 2. Tahap Marah (Anger) Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. 3. Tahap Tawar-menawar (Bargaining) Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata "kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa". Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah "kalau saja yang sakit, bukan anak saya" 4. Tahap Depresi (Depresion) Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
6
5. Tahap Penerimaan (Acceptance) Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan "saya betulbetul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis" atau "Apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh"
E. Karakteristik Perilaku Seseorang yang mengalami kehilangan dan berduka memiliki beberapa karakteristik yaitu : 1. Mengingkari kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama 2. Sedih berkepanjangan 3. Adanya gejala fisik yang berat 4. Keinginan untuk bunuh diri
F. Faktor-Faktor Resiko yang Menyertai Kehilangan Menurut Martocchio Cit Ambarwati dan Sunarsih (2001), faktor-faktor resiko yang menyertai kehilangan meliputi : 1. Status sosial ekonomi yang rendah 2. Kesehatan yang buruk 3. Kematian yang tiba-tiba atau sakit yang mendadak 4. Merasa tidak adanya dukungan sosial yang memadai 5. Kurangnya dukungan dan kepercayaan keagamaan 6. Kurangnya dukungan keluarga atau seseorang yang tidak dapat menghadapi ekspresi berduka 7. Kecenderungan yang kuat tentang keteguhan pada seseorang sebelum kematian atau kehidupan setelah mati dari seseorang yang sudah mati 8. Reaksi yang kuat tentang distres, kemarahan da mencela diri sendiri.
7
Tipe kehilangan dibagi dalam 2 tipe (menurut Ambarwati dan Sunarsih, 2011), yaitu : 1. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau didentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti/dicintai. 2. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya seseorang yang berhentinbekerja/PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
G. Mekanisme Koping Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain : Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat (Prabowo, 2014 : 117 –118). 1. Denial Dalam psikologi, terma “denial” artinya penyangkalan dikenakan pada seseorang yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau melihat fakta-fakta yang menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan, pengharapan, dan pandanganpandangannya. Denialisme membuat seorang hidup dalam dunia ilusifnya sendiri, terpangkas dari kehidupan dan nyaris tidak mampu keluar dari cengkeramannya. Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect” atau “efek bumerang” sangat mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang hidup dalam denial tentu saja sangat ridak berbahagia. Dirinya sendiri tidak berbahagia, dan juga membuat banyak orang lain tidak berbahagia (Prabowo, 2014 : 118). 2. Represi Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan halhal yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah sadar kita. Dengan mekanisme
8
ini kita akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan wibawa kita (Prabowo, 2014 : 118). 3. Intelektualisasi Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau permasalahan secara objektif (Prabowo, 2014 : 118). 4. Regresi Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir mundur kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo, 2014 : 118). 5. Disosiasi Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau diubah. Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan atau diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis, afek dan emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya pada selektif amnesia (Prabowo, 2014 : 118). 6. Supresi Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi dengan represi yaitu pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, Karena terjadinya dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya (Prabowo, 2014 : 118). 7. Proyeksi Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan Holladay (1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk memungkiri tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-pikiran dengan melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada kepribadian diri sendiri (Prabowo, 2014 : 118).
9
H. Akibat dari Kehilangan dan Berduka Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (Husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktur). Apa bila kondisi tersebut tidak tercapai, maka akan berdampak pada terjadinya depresi. Pada saat individu depresi sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun( Prabowo, 2014:117) I. Teknik Relaksasi Napas Dalam 1. Pengertian Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002). Relaksasi merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot, yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery, 1998). Relaksasi merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien yang mengalami nyeri kronis. Relaksasi sempurna dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulus nyeri. (Ns.Eni Kusyati,S,Kep,Dkk hal 198, 2006). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa relaksasi merupakan metode efektif untuk menurunkan nyeri yang merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan dengan mekanismenya yang menghentikan siklus nyeri. 2. Jenis-jenis nafas dalam Nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas terdiri atas : a.
Pernafasan Diafragma 10
1) Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen di rumah. 2) Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke kiri atau ke kanan, mendatar atau setengah duduk. 3) Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah, tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut bagian atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu inspirasi. Saat gerakan (ekskursi) dada minimal. Dinding dada dan otot bantu napas relaksasi. 4) Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut. Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian bawah. 5) Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5-1 kg dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini.
b.
Pursed lips breathing 1) Menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup. 2) Kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul. 3) PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi. 4) Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung. 5) Dengan pursed lips breathing (PLB) akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi
c.
Tujuan nafas dalam pada pasien gangguan jiwa Berikut adalah tujuan nafas dalam sebagai berikut : 1) Mengurangi stress 11
2) Menurunkan rasa nyeri 3) Menurunkan kecemasan
d.
Manfaat teknik relaksasi nafas dalam Berikut adalah manfaat teknik relaksasi nafas dalam : 1) Ketentraman hati 2) Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah 3) Tekanan dan ketegangan jiwa menjadi rendah 4) Detak jantung lebih rendah 5) Mengurangi tekanan darah 6) Ketahanan yang lebih besar terhadap penyakit 7) Tidur mudah lelah 8) Kesehatan mental menjadi lebih baik 9) Daya ingat lebih baik 10) Meningkatkan daya berpikir logis 11) Meningkatkan kreativitas 12) Meningkatkan keyakinan 13) Meningkatkan daya kemauan 14) Meningkatkan kemampuan berhubungan dengan orang lain
e.
Persiapan melakukan relaksasi nafas dalam Berikut adalah persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan teknik relaksasi nafas dalam, sebagai berikut : 1) Pastikan anda dalam keadaan tenang dan santai (rileks). 2) Pilih waktu dan tempat yang sesuai. (duduk di kursi jika anda di kerjaan atau di rumah). 3) Anda boleh melakukan teknik relaksasi ini sambil membaca doa, berzikir atau sholawat.
f.
Teknik nafas dalam Berikut adalah teknik nafas dalamn sebagai berikut : 1) Cuci tangan. 2) Jelaskan prosedur yang akan kita lakukan pada pasien.
12
3) Atur posisi nyaman bagi pasien dengan posisi setengah duduk ditempat tidur atau telentang. 4) Flexikan lutut klien untuk merileksasikan otot abdominal. 5) Letakkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang iga. 6) Anjurkan pasien untuk mulai latihan dengan cara menarik nafas dalam melalui hidung dengan bibir tertutup. 7) Kemudian anjurkan klien untuk menahan napas sekitar 1-2 detik dan disusul dengan menghembuskan napas melalui bibir dengan bentuk mulut seperti orang meniup ( purse lips breathing). 8) Lakukan 4-5 kali latihan, lakukan minimal 3 kali sehari. 9) Catat respon yang terjadi setiap kali melakukan latihan nafas dalam 10) Cuci tangan.
J. Teknik Hipnosis 5 Jari Hipnotis lima jari adalah pemberian perlakuan dalam keadaan rileks, kemudian memusatkan pikiran pada bayangan atau kenangan yang diciptakan sambil menyentuhkan lima jari tangan secara berurutan dengan membayangkan kenangan. Manfaat hipnotis lima jari adalah dapat meningkatkan semangat, menimbulkan kedamaian di hati dan mengurangi ketegangan. (Keliat dkk, 2011). Langkah-langkah Hipnotis 5 jari : 2) Atur posisi klien senyaman mungkin 3) Pejamkan mata 4) Tarik nafas 5) Buang perlahan 6) Lakukan selama 3 kali 7) Tautkan ibu jari kepada jari telunjuk, bayangkan ketika anda begitu sehat 8) Tautkan ibu jari kepada jari tengah, bayangkan ketika anda berkumpul dengan keluarga 9) Tautkan ibu jari kepada jari manis, bayangkan ketika anda mendapat suatu pujian dan penghargaan. 10) Tautkan ibu jari anda kepada jari kelingking, ketika anda berada di tempat yang paling nyaman, tempat yang membuat anda merasa sangat bahagia. 11) Tarik nafas, buang perlahan, lakukan selama 3 kali 12) Buka mata kembali. 13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA
A. Pengkajian 1. Data Fokus a. Perasaan sedih, menangis b. Perasaan putus asa, kesepian c. Mengingkari kehilangan d. Kesulitan mengekspresikan perasaan e. Konsentrasi menurun f. Kemarahan yg berlebihan g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan i. Reaksi emosional yang lambat j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur dan tingkat aktivitas 2. Dokumentasi Pengkajian a. Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien dengan apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku. b. Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang mereka pikir dan rasakan adalah: 1) Persepsi yang adekuat tentang kehilangan 2) Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan 3) Perilaku koping yang adekuat selama proses c. Faktor predisposisi Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan: 1) Faktor genetik : individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan selit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan. 2) Kesehatan jasmani: individu denga keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik. 3) kesehatan mental: individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan. 14
4) Pengalaman kehilangan masa lalu: Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa 5) Struktur kepribadian: Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yg tidak objektif terhadap stress yang dihadapi d. Faktor Presipitasi Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosiol antara lain: 1) Kehilangan kesehatan 2) Kehilangan fungsi seksualitas 3) Kehilangan peran dalam keluarga 4) Kehilangan posisi di masyarakat 5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai 6) Kehilangan kewarganegaraan e. Mekanisme koping Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan, antara lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi, dan Proyeksi, yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis, mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat. f. Respon spiritual 1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan 2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan 3) Tidak memiliki harapan, kehilangan makna g. Respon Fisiologis 1) Sakit kepala, insomnia 2) Gangguan nafsu makan 3) Berat badan turun 4) Tidak bertenaga 5) Palpitasi, gangguan pernapasan 6) Perubahan sistem imune dan endokrin
15
h. Respon Emosional 1) Merasa sedih, cemas 2) Kebencian 3) Merasa bersalah 4) Perasaan mati rasa 5) Emosi yang berubah-ubah 6) Penderitaan dan kesepian yang berat 7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang hilang 8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusaaan 9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri i. Respon Kognitif 1) Gangguan asums dan keyakinan 2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan 3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal 4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah pembimbing j. Perilaku Individu yang sedang berduka, sering menunjukkan perilaku: 1) Menangis tidak terkontrol 2) Sangat gelisah 3) Iriitabilitas dan sikap bermusuhan 4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama yang telah meninggal 5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin membuangnya 6) Kemungkinan menyalahgunakan obat dan alcohol 7) Kemungkinan melakukan upaya bunuh diri atau pembunuhan
16
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan NANDA yang berhubungan dengan respon emosional maladaptif. North Amercian Nursing Diagnosis Association: NANDA Nursing diagnoses : Definition and classification 2001, philadelphia, 2001, the association. 1. Duka cita, Adaptif Respons dan perilaku intelektual dan emosional yang dialami individu, keluarga, dan komunitas selama proses memodifikasi konsep diri berdasarkan persepsi potensi kehilangan. 2. Duka cita, Maladaptif. Penggunaan respons intelektual dan emosional yang lama dan berhasil yang diupayakan oleh individu, keluarga, komunitas dalam melakukan proses memodifikasi konsep diri berdasarkan persepsi kehilangan. a. kemungkinan ditandai dengan 1) Presepsi area dalam kehidupan yang tidak terpenuhi atau hilang; penyangkalan kehilangan; ekspresi masalah yang tidak terselesaikan;rasa bersalah. 2) Menangis atau efek labil. 3) Gangguan pada fungsi kehidupan, perubahan dalam konsentrasi atau penyelesaian tugas, perubahan kebiasaan makan, pola tidur atau mimpi, tingkat aktifitas, libido C. Intervensi Keperawatan 1. Kaji kehilangan yang terjadi pada kehidupan klien. Diskusikan arti dari yang dialami klien. Rasional : Penyangkalan dampak atau pentingnya kehilangan dapat berperan dalam bertambah parahnya depresi. 2. Tentukan faktor budaya dan cara individu mengatasi kehilangan terdahulu Rasional : Keyakinan budaya mempengaruhi bagaimana masyarakat mengeskpresikan dan menerima proses berduka
17
3. Anjurkan penggungkapan tentang dan bantu dalam mengidentifikasi perasaan dan hubungan anatara perasaaan dan kejadian atau stressor, jika kejadian diketahui. Rasional :Pengungkapan perasaan pada lingkungan yang tidak engancam dapat membantu klien menghadapi masalah yang tidak dikenal atau yang terselesaikan, yang dapat memperberat depresi membantu klien menyadari respon (perasaan) yang tidak berhungan dengan stressor atau kejadian yang mendukung. 4. Diskusikan cara-cara untuk mengidentifikasi dan menghadapi perasaan yang diahadapi nya (misalnya terluka, menolak, marah). Ataur batasan yang terkait dengan prilaku merusak Rasional : dimulai untuk meningkatkan peran klien dalam strategi koping dengan mempelajari bahwa ada pilihan untuk berperilaku secara berbeda sering dapat menurunkan perasaan tersesat .”bercerita” bagaimanan oranglain dapat mengatasi situasi yang mungkin dapat membantu tidak hanya memberi penyelesaian penting tetapi juga dalam memeberi ide bahwa masalah dapat diatasi 5. Identifikasi tahap tahap normal berduka dan terima kenyataan perasaan tersebut, misal perasaan bersalah, perasaan marah, tidak berdaya. Rasional: membantu klien memahami perasaan yang normal dan dapat menghilangkan perasaan bersalah akibat perasaan normal ini 6. Bimbing klien untuk mengidentifikasi perlunya menempatkan masalah secara berbeda jelaskan semua aspek masalah melalui keterampilan komuniksi teurapetik Rasional: menghadapi perubahan dimuali dengan menghadapi “masalah”. Denagn demikian membantu klien untuk mempertimbangkan semua aspek masalah, untuk memgidentifikasikan secara jelas apa yang klien hadapi. 7. Bantu
klien
mengenal
gejala
awal
depresi
dan
rencanakan
cara
menghilangkannya. Bantu klien membentuk langkah langkah untuk dukungan dari luarjika gejala berlanjut
18
Rasional : melibatkan klien secara aktif, mengurangi perasaan tidak berdaya, latihan meningkatkan generalisasi strategi koping yang baru dipelajari terhadap situasi yang baru dan dapat membantu menimalkan kekambuhan perasaan deprsif 8. Tekankan aspek positif untuk tetap dapat mendapatkan bantuan Rasional : mendorong klien memperlajari bagaimana cara mengatur atau merawat diri. Hal ini penting bahwa klien memilki dukung yang tersedia, yang dapat membantu jika dibutuhkan dan bahwa klien mengalami kebutuhan untuk mencapainya secara positif, mencerminkan perasaan berkuasa dan memiliki perasaan harga diri. D. Evaluasi 1. Menunjukkan kemajuan dalam menghadapi tahap-tahap berduka dengan langkahnya sendiri. 2. Berpartisipasi dalam aktifitas kerja atau perawatan diri sesuai tingkat kemapuannya. 3. Mengungkapkan adanya kemajuan dalam penyelesaian berduka dan harapan untukasa depan. 4. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan 5. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan 6. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain 7. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat kehilangan
19
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan, sedangkan berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya. Tanda dan gejala kehilangan adalah perasaan sedih dan menangis, perasaan putus asa dan kesepian, serta mengingkari kehilangan. Lalu tanda dan gejala berduka adalah masalah tidur, marah, dan menarik diri dari lingkungan. Faktor yang dapat mempengaruhi kehilangan adalah faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Kehilangan dan berduka melalui 5 tahapan khusus yaitu denial, anger, bargaining, depression, acceptance. Seseorang yang mengalami kehilangan dan berduka memiliki beberapa karakteristik yaitu : Mengingkari kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama, Sedih berkepanjangan, Adanya gejala fisik yang berat, Keinginan untuk bunuh diri. Mekanisme koping yang dapat dilakukan antara lain : denial, represi, intelektualisasi, regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi. Apa bila kondisi tersebut tidak tercapai, maka akan berdampak pada terjadinya depresi. Kecemasan yang dapat ditimbulkan dari kehilangan dan berduka dapat diatasi dengan teknik relaksasi napas dalam dan teknik hipnosis 5 jari. Asuhan keperawatan jiwa pada pasien kehilangan dan berduka terdapat beberapa aspek penilaian yang berbeda. Pada pengkajian data fokus harus terdapat faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Pada diagnosa dihubungkan dengan respon maladaptif klien. Intervensi keperawatan dilakukan sesuai indikasi diagnosa dengan tujuan dan kriteria hasil. Kriteria hasil yang ditemtukan harus menjadi patokan untuk evaluasi akhir.
20
DAFTAR PUSTAKA Al Adib, dkk. 2017. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Pasien Kehilangan
dan
Berduka.
Di
akses
https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-berduka.pdf
pada
di 20
Agustus 2018. Black, J.M., Matassarin, E. Medical Surgical Nursing. 1997. Clinical Management for Continuity of Care. J.B. Lippincott Co. Doengoes, Marilyn E., dkk. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC Ernia. 2018. Laporan Pendahuluan Gangguan Psikososial Kehilangan. Di akses di https://id.pdfcoke.com/document/349413053/Laporan-Pendahuluan-GangguanPsikososial-Kehilangan pada 20 Agustus 2018. Kurniadi, Rizki. 2018. Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka. Di akses di Luckman & Sorensen. Medical Surgical Nursing. 1990. WB Saunders Company. Nurma.
2018.
Kehilangan
Berduka.
Di
akses
di
https://id.pdfcoke.com/document/336253036/kehilangan-berduka pada 20 Agustus 2018. Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha Medika Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC
21