KOMUNIKASI PENYULUHAN PERTANIAN
KOMUNIKASI PERSUASIF DALAM PENYULUHAN PERTANIAN
Oleh : Egga Millenia
(04.01.18.014)
Moch. Syarudin (04.01.18.026) Purtitis Santoso
(04.01.18.030)
Alfin Nirrohim
(04.01.18.004)
Edo Reka Aldiansyah (04.01.18.013) Stefania Prima L.L.L (04.01.18.036) Nurul Fadilah (04.01.18.027) Faradila Nur Afiani (04.01.18.015)
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MALANG MALANG 2018/2019
BAB I PENDAHULUAN
Kehidupan sehari-hari setiap orang tentu dipengaruhi oleh komunikasi diri sendiri dengan orang lain, bahkan oleh pesan yang berasal dari orang yang tidak kita kenal. Karena komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat kompleks, dan oleh sebab itu banyak para ahli yang mengatakan bahawa sulit untuk didefinisikan. Sementara itu, menurut Everett M. Rogers yang dikutip oleh Suranto A. W (2005, p. 15), bahwa komunikasi ialah proses yang di dalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk merubah perilakunya. Komunikasi dapat ditentukan berhasil atau tidaknya tergantung bagaimana komunikator dapat mempengaruhi komunikan, sehingga komunikan dapat bersikap dan perilaku atau bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Namun, permasalahannya adalah komunikator sangat perlu mengetahui pesan, dan saluran yang bagaimana yang dapat mengubah sikap dan perilaku komunikan. Dalam ilmu komunikasi, kita mengenal adanya komunikasi persuasif, yaitu komunikasi yang bersifat mempengaruhi audience atau komunikan, sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Menurut K. Andeerson (Mulyana, 2005, p. 115) komunikasi persuasif didefinisikan sebagai perilaku komunikasi yang mempunyai tujuan mengubah keyakinan, sikap atau perilaku individu atau kelompok lain melalui transmisi beberapa pesan. Mengingat pentingnya peran komunikasi persuasif dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam kegiatan penyuluhan pertanian, maka disusunlah makalah ini untuk menambah wawasan mengenai komunikasi persuasif dalam penyuluhan pertanian.
BAB II PEMBAHASAN A.
Pengertian Komunikasi Persuasif H. A. W. Widjaja dalam bukunya (Widjaja, 2010, p. 66) mengungkapkan pengertian komunikasi persuasif sebagai berikut: Komunikasi persuasif berasal dari istilah persuation (Inggris). Sedangkan istilah persuasion itu sendiri diturunkan dari bahasa Latin "persuasio", kata kerjanya adalah to persuade, yang dapat diartikan sebagai membujuk, merayu, meyakinkan dan sebagainya. Menurut Deddy Mulyana, komunikasi persuasif adalah suatu proses komunikasi dimana terdapat usaha untuk meyakinkan orang lain agar publiknya berbuat dan bertingkah laku seperti yang diharapkan komunikator dengan cara membujuk tanpa memaksanya. Sedangkan menurut K. Andeerson, komunikasi persuasif didefinisikan sebagai perilaku komunikasi yang mempunyai tujuan mengubah keyakinan, sikap atau perilaku individu atau kelompok lain melalui transmisi beberapa pesan (Mulyana, 2005, p. 115). Uraian penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau memengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang melalui penggunaan pesan sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Pada dasarnya komunikasi persuasi bertujuan menguatkan atau mengubah sikap dan perilaku, sehingga penggunaan fakta, pendapat, dan himbauan motivasional harus bersifat memperkuat tujuan persuasifnya. Kita perlu memahami kemampuan melakukan kominikasi persuasif
dengan membayangkan bagaimana hidup kita tanpa kemampuan untuk mempanguri atau membujuk orang lain. Dalam buku (Cangara, 2008, p. 217) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keefektivan komunikasi persuasif, yaitu sebagai berikut : 1) Kejelasan tujuan Tujuan komunikasi persuasif adalah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku sasaran persuasi atau komunikan. Apabila bertujuan untuk mengubah sikap maka persuader atau komunikan, maka proses persuasi harus berkaitan dengan aspek afektif. Jika akan bertujuan mengubah pendapat sasaran persuasi atau komunikan, maka proses persuasi harus berkaitan dengan aspek kognitif. Sedangkan mengubah perilaku sasaran persuasi atau komunikan, maka proses persuasi harus berkaitan dengan aspek motorik. Pembicaraan persuasif mengetengahkan pembicaraan yang sifatnya memperkuat, memberikan ilustrasi, dan menyodorkan informasi kepada khalayak. Akan tetapi tujuan pokoknya adalah menguatkan atau mengubah sikap dan perilaku, sehingga penggunaan fakta, pendapat, dan himbauan motivasional harus bersifat memperkuat tujuan persuasifnya. 2) Memikirkan secara cermat orang yang dihadapi Sasaran persuasi atau komunikan memiliki berbagai keragaman yang cukup kompleks. Keragaman tersebut dapat dilihat dari karakteristik demografis, jenis kelamin, level pekerjaan, suku bangsa, hingga gaya hidup. Sehingga, sebelum melakukan komunikasi persuasif sebaiknya persuader mempelajari dan menelusuri aspekaspek keragaman sasaran persuasi terlebih dahulu. Dengan demikian persuader dapat dengan mudah menyampaikan pesan persuasi dan menghadapi atau mengatasi berbagai macam respon yang diberikan oleh sasaran persuader. 3) Memilih strategi komunikasi yang tepat
Strategi komunikasi persuasif merupakan perpaduan antara perencanaan komunikasi persuasif dengan manajemen komunikasi. Hal yang perlu diperhatikan menetukan strategi seperti siapa sasaran persuasi, tempat dan waktu pelaksanaan komunikasi persuasi, pesan apa
yang harus disampaikan, hingga mengapa
pesan
harus
disampaikan.
B. Prinsip Komunikasi Persuasif Dalam melakukan komunikasi persuasif tentu tidak sebebas dalam melakukan proses komunikasi biasa, komunikator perlu memahami dan menerapkan asas
yang dijadikan sebagai
landasan dalam proses
berkomunikasi, karena komunikasi persuasif memiliki tujuan tersendiri dilihat dari kata persuasi itu sendiri. Terdapat empat prinsip utama yang dapat dimanfaatkan dalam komunikasi persuasif. Prinsip tersebut dapat digunakan sebagai landasan untuk keberhasilan mengubah sikap, kepercayaan, dan mengajak sasaran persuasi untuk berbuat sesuatu sesuai yang dikehendaki persuader. Menurut
Littlejohn
dan
Jabusch
(Devito,
2010,
p.
447)
mengungkapkan bahwa prinsip persuasif terdiri dari: 1. Prinsip Pemaparan Selektif Prinsip ini menerangkan bahwa para pendengar (seluruh khalayak) mengikuti hukum pemaparan selektif. Hukum ini setidaknya memiliki dua bagian. a. Pendengar akan secara aktif mencari
informasi
yang
mendukung opini, kepercayaan, nilai, keputusan dan perilaku mereka. b. Pendengar akan secara aktif menghindari informasi yang bertentangan dengan opini, kepercayaan, sikap, nilai dan perilaku mereka yang sekarang. Apabila informasi yang didapatkan khalayak sesuai dengan yang mereka harapkan, maka khalayak akan cenderung tertarik
dengan pesan persuasif yang disampaikan persuader. Begitu pula sebaliknya, apabila khalayak mendapatkan informasi yang bertolak belakang dengan yang mereka harapkan, maka sasaran persuasif tidak akan tertarik bahkan menolak pesan persuasi dari komunikator atau persuader. 2. Prinsip Partisipasi Khalayak Khalayak yang dimaksudkan disini adalah sasaran persuasi atau komunikan. Komunikasi persuasif akan lebih efektif apabila khalayak turut berpartisipasi dalam proses komunikasi. Persuasi bersifat transaksional dimana pembicara dan pendengar saling terlibat. Dengan demikian, komunikasi persuasif dapat dikatakan berhasil apabila pesan persuasif yang disampaikan oleh persuader mendapatkan berbagai respon positif dari sasaran persuasi, kemudian persuader dapat melayani respon-respon tersebut sehingga akan terjadi interaksi yang melibatkan kedua belah pihak karena adanya partisipasi aktif dari khalayak. 3. Prinsip Inokulasi Prinsip ini berbicara tentang menghadapi sasaran persuasi yang terinokulasi sasaran yang telah mengetahui posisi persuader dan telah menyiapkan senjata berupa argumen untuk menentangnya (persuader). Sasaran persuasi memiliki berbagai macam karakter yang berbeda-beda. Dengan kata lain , persuader memiliki kemungkinan besar menghadapi khalayak yang terinokulasi baik secara disengaja ataupun tidak. Apabila seoarang persuader menghadapi sasaran persuasi yang terinokulasi, maka persuader memerlukan persiapan yang matang, seperti beberapa argumen yang dapat membalas atau menjawab argumen dari sasaran persasi yang bersifat menentang dalam proses komunikasi yang akan dilakukan. 4. Prinsip Besaran Perubahan Prinsip ini mengatakan bahwa semakin besar dan semakin penting perubahan yang diinginkan persuader, maka semakin besar
tantangan dan tugas persuader untuk mencapai tujuan persuasi, yaitu mengubah sikap, opini, atau perilaku sasaran persuasi. Sehingga persuasi diarahkan untuk melakukan perubahan kecil atau sedikit demi sedikit terlebih dahulu dan diperlukan untuk periode yang cukup lama. Keempat prinsip tersebut mempunyai peran penting dalam proses persuasi karena akan membantu keefektivan mempengaruhi khalayak. Prinsipprinsip diatas menitikberatkan kepada kepentingan sasaran persuasi yang harus diperhatikan oleh persuader dalam melakukan komunikasi persuasif. Sedangkan dalam skripsi (Karlinda D., 2013) terdapat 5 (lima) prinsip komunikasi persuasif, diantaranya: 1.
Membujuk demi konsistensi Khalayak lebih memungkinkan untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang dianjurkan sejalan dengan kepercayaan, sikap, dan nilai sat ini. Sikap didefenisikan sebagai predisposisi mengenai suka atau tidak suka. Nilai sebagai pernyataan terakhir yang lebih abadi dari eksistensi atau mode yang luas dari perilaku. Kepercayaan adalah tingkat keyakinan.
2.
Membujuk demi perubahan-perubahan kecil Khalayak lebih memungkinkan untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang dianjurkan khalayak merupakan perubahan kecildan bukan perubahan besar perilaku mereka.
3.
Membujuk demi keuntungan Khalayak lebih mungkin mengubah perilakunya apabila perubahan yang disarankan akan menguntungkan mereka lebih dari biaya yang akan mereka keluarkan.
4.
Membujuk demi pemenuhan kebutuhan Khalayak lebih mungkin untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang disarankan berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.
5.
Membujuk berdasarkan pendekatan-pendekatan gradual Bergantung pada penerimaan khalayak terhadap perubahan yang disarankan pembicara dalam kehidupan mereka. Pendekatan gradual menganjurkan yang lebih memungkinkan untuk bekerja dibandingkan pendekatan yang meminta khalayak untuk segera berubah perilakunya. Kelima prinsip tersebut memang sedikit berbeda dengan prinsip menurut
Littlejohn dan Jabusch, namun pada dasarnya kedua pendapat tersebut memiliki konsep dan tujuan yang sama dalam kaintannya dengan proses mempengaruhi khalayak. Dalam jurnal yang berjudul “Efektifitas Komunikasi dalam Dakwah Persuasif (Slamet, 2009, pp. 185-186), terdapat empat prinsip dasar dalam komunikasi persuasif yang dapat menentukan efektivitas dan keberhasilan proses komunikasi, yakni: 1.
Prinsip Pemaparan yang Selektif (The Selective Exposure Principle) Prinsip ini menyatakan bahwa pada dasarnya audiensakan mengikuti hukum pemaparan selektif (the law of selective exposure), yang menegaskan bahwa audiens akan secara aktif mencari informasi yang sesuai dan mendukung opini, keyakinan, nilai, keputusan dan perilaku mereka dan sebaliknya audiens akan menolak atau menghindari informasiinformasi yang berlawanan ini, keyakinan, nilai, keputusan dan perilaku mereka.
2.
Prinsip Partisipasi Audiens (The Audience Participation Principle) Prinsip ini menyatakan bahwa daya persuasif suatu komunikasi akan semakin efektif manakala audiens berpartisipasi secara aktif dalam proses komunikasi tersebut. Bentuk partisipasi dapat dalam berbagai bentuk dan aktivitas, seperti dalam menentukan tema, dalam presentasi, membuat slogan, dan lain-lain.
3.
Prinsip Suntikan (The Inoculation Principle) Prinsip ini meyatakan bahwa apabila audien telah memiliki pendapat dan keyakinan tertentu, maka tehnik pembicaraan biasanya dimulai dengan
memberikan pembenaran dan dukungan atas keyakinan dan pengetahuan yang dimiliki audiens. 4.
Prinsip Perubahan yang Besar (The Magnitude if Change Principle) Prinsip ini menyatakan bahwa semakin besar, semakin, cepat dan semakin penting perubahan yang ingin dicapai, maka seorang persuader mempunyai tugas dan kerja yang lebih besar, sehingga komunikasi yang dilakukan membutuhkan perjuangan yang lebih besar pula. Prinsip tersebut sama persis dengan prisip yang telah dikemukakan oleh Littlejohn dan Jabusch sebelumnya, bahwa dalam melakukan dakwah yang menggunakan teknik komunikasi yaitu persuasif ternyata ke-empat prinsip persuasif tersebut digunakan dalam pelaksanaan dakwah yang penyampaiannya bersifat persuasif. Kemudian dalam buku Opini Publik (Olii & Erlita, 2011, p. 63), dijelaskan bahwa beberapa tahun terakhir sebagai hasil penelitian eksperimental ilmu-ilmu sosial, diketahui empat prinsip persuasi sebagai berikut. 1.
Prinsip Indentifikasi Pesan
yang
harus
memperhatikan
disampaikan
kepentingan
harus
khalayak.
disusun
Kebanyakan
dengan orang
mengabaikan ide, opini, atau sudut pandang orang lain, sekalipun diketahui akan mempengaruhi hasrat, rasa takut, dan harapan pribadi seseorang. 2. Prinsip Tindakan Jarang orang menerima gagsan yagn terpisah dari tindakan, baik tindakan oleh penganjur ide maupun ide yang diyakini bisa membuktikan kebenaran ide itu. Walaupun saran tindakan yang diberikan, orang cenderung menganggap enteng himbauan untuk mengerjakan tindakan itu. 3. Prinsip Familiaritas dan Kepercayaan Kita hanya menerima ide yang disampaikan orang yang kita percaya atau organisasi yang kita anggap terperecaya. Sekalipun
pendengar mempercayai pembicara, dia mungkin tidak mendengar dan mempercayai informasi yang disampaikannya. 4. Prinsip Kejelasan Untuk berkomunikasi kita harus menggunakan kata-kata atau simbol yang dipahami dan mendapat respons pendengar. Berdasarkan beberapa pendapat mengenai prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan komunikator dalam mengubah sikap dan dalam mengajak komunikan untuk berbuat sesuatu akan bergantung pada pemanfaatan prinsip-prinsip persuasif. Oleh sebab itu, dalam melakukan komunikasi persuasif seorang komunikator atau persuader perlu memahami
dengan baik dan
mengimplementasikan semua prinsip-prinsip komunikasi persuasif. Dengan demikian, komunikator dapat menentukan strategi-strategi yang akan digunakan untuk menghadapi sasaran persuasi sebagai komunikan dengan baik ketika proses komunikasi persiasi berlangsung, karena
prinsip-prinsip
tersebut
berperan
sangat
penting
bagi
berlangsungnya interaksi komunikasi demi tercapainya tujuan komunikasi persuasif yang efektif.
C.
Tahap Komunikasi Persuasif Tahap-tahap Persuasif Menurut (Forsyth, 1993) tahap komunikasi di bagi menjadi 4 tahap, yaitu : 1. Permulaan, saat kita bermaksud untuk meneruskan Sikap pendengar saat komunikasi dimulai akan berbeda-beda, mulai dari yang ramah sampai menunjukan kebencian. Dengan mengingat
tahap-tahap
pengambilan
keputusan
seperti
telah
disebutkan sebelumnya, ada 2 tujuan penting yang harus kita ketahui dulu:
Membuat lawan bicara merasa penting dan menciptakan hubungan yang tepat.
Mencari tahu (jika belum jelas ) apa hubungannya.
Dengan demikian, kita harus memilih dan memakai tata krama dengan hati-hati. Seperti halnya perangkat lain, sifatnya netral. Cara penerapannya lah yang menimbulkan hasil positif dan negative. Untuk itu ada teknik-teknik yang dapat kita gunakan adalah: a. Perilaku secara umum Dalam hal ini berarti penampilan dan perilau kita. Penampilan kita termasuk pakaian dan semua aspek penampilan fisik kita, mulai dari ekspresi wajah hingga kuku. Pastikan bahwa penampilan fisik dan segala sesuatu yang akan digunakan. b. Pertanyaan dan observasi Maksud dari pertanyaan dan observasi ini yakni, kita dapat mudah untuk mengetahui mood seseorang dalam memulai percakapan, misalnya kita dapat menanyakan kabar terlebih dahulu. Lalu perhatikan jawabannya seperti, apa dia sedang relaks atau pun dia ingin langsung saja membicarakan intinya saja. Jangan anggap bahwa orang selalu ingin berbasa-basi atau bicara bisnis dan bukan masalah lainnya. Keadaan bisa berubah, dan kita sebagai komunikator harus memberikan respons sesuai dengan keadaan. c. Perhatian yang sama Salah satu cara untuk membentuk ikatan dengan orang yang masih asing adalah dengan mencari tahu minat yang sama, seperti hobi, tempat-tempat yang pernah dikunjungi, berita TV sebelumnya dan lain-lain. Dalam situasi persuasive, minat yang sama baik dlam hal bisnis maupun yang bersifat sosial bisa digunakan untuk membina hubungan dengan orang tersebut. Dalam konteks bisnis hati-hati dalam mengangkat permasalahan sosial. Misalnya, walaupun benar bahwa transaksi bisnis seringkali tercipta dilapangan golf, tidak semua pegolf mau membicarakan ulasan pertandingan golf didalam diskusi bisnis. d. Ucapan pujian
Sebagian besar manusia ingin dikenal dan dikaitkan dengan suatu keberhasilan, jadi dengan demikian, kita sebagai komunikan atau komunikator memberikan pujian asalkan sunguh-singguh dan bukan sekedar basa-basi dan sifatnya khas, bahkan akan lebih baik jika dikaitkan dengan hubungan kita sebegai komunikator kepada komunikan. e. Niat baik Memulai sesuatu dengan niat baik mungkin sedikit memkana biaya dan waktu namun langkah ini bisa membuat suasana lebih menjadi lebih baik. f. Reputasi Didalam reputasi ini ada 4 cara untuk mengetahui apa yang penting bagi lawan bicara, yakni: 1) Berpikir, mendengar, melihat dan mengambil keputusan Telah dinyatakan agar tidak terlalu banyak membuat asumsi, dengan kehati-hatian kebutuhan akan dapat terungkap lebih jelass. 2) Mengajukan pertanyaan Intinya
dalam
mengajukan
pertanyaan
kita
sebagai
komunikan kepada komunikator harus dengan cara yang lebih sopan dan beretika. Karena dalam mengajukan pertanyaan dengan tidak memakai etika maka akan membuat kesan komunikator menjadi tidak baik kepada kita. 3) Cara mengajukan pernyataan Bila
komunikan
mengenali
telah
situasinya
mengenal dengan
komunikator
baik,
mungkin
atau dari
kontaksebelumnya, atau bila hanya ingin tahu tentang
interprestasi, pernyataan apapun bisa mempunyai lanjutan yang mempunyai pengaruh langsung. Sebagai contoh: Bagaimanakah bentuk 20 piringan satelit bila dilihat dari dekat? 20 piringan satellite yang kesemuanya berbentuk bulat dan terletak berdekatan, tentu tidak tampak menarik. 4) Perpaduan pertanyaan dengan pernyataan Langkah ini bisa menghindarkan serangkaian pertanyaan yang terdengar seperti menyelidik. Sebuah pertanyaan dan pernyataan tentang kesimpulan. 2. Memaparkan ide secara persuasive Di dalam memaparkan ide secara persuasive terdiri atas 3 point, yang berarti harus menganggap ide itu menarik, meyakinkan dan dapat dimengerti. Sebagai tambahannya, jika ingin meyakinkan bahwa seseorang menganggap ide itu menarik, meyakinkan dan dapat dipahami, berarti dperlukan umpan balikyang memastikan hal ini. Karena sebuah pencapaian pengertian bisa dianggap sebagai dasar proses, maka akan sangat sukur untuk membujuk sesorang untuk melakukan tindakan yang tidak mereka pahami. a. Menjadikan ide-ide dapat dipahami Untuk
memastikan
bahwa
ide-ide
mempunyai
kesempatan terbaik untuk diterima dengan antusias, maka kita perlu mengingat sejumlah cara yang dapat meningkatkan pemahaman. Hal ini dapat tampak sederhana namun bisa mempunyai pengaruh yang tidak berimbang, misalnya sekuens dan struktur. Keduanya berjalan dengan seiring menurut logika, sejumlah point yang berkaitan dnegan cara seseorang memandang permasalahan dan memberi isyarat terlebih dahulu.
Kemudian jika ide-ide lebih dapat dipahami kita harus menggunakan alat bantu yang namanya audio visual yang dimana agar seseorang lebih paham dengan apa yang dijelaskan atau dibicarakan. Misalnya kita memberitahu bagaimana cara menggunakan dasi yang baik, jadi bilamana diperlukan, berilah gambaran, contoh dan ilustrasi. Lalu ada bahasa, nahasa yang digunakan sedemikian rupa agar lawan bicara bisa mengerti, sebisa mungkin hindari kata-kata atau ungkapan yang dapat menimbulkan kerancuan. b. Menjadikan ide menarik Mengapa kita harus menciptakan atau menjadikan ide itu menarik, karena di dalam komunikasi persuasive ide yang menarik itu penting karena untuk mempengaruhi komunikan agar komunikan tersebut tertarik dengan apa yang komunikator bicarakan. c. Menjadikan ide meyakinkan Dalam hal ini ada tiga cara untuk menjadikan ide ini meyakinkan: 1) Memberitahu orang apa yang perlu mereka lakukan dan bagaimana
cara
melakukannya
agar
mendapatkan
keuntungan. 2) Menyebutkan cirri-cirinya 3) Mengutip contoh-contohnya 3.
Menangani bantahan Seberapa pun baiknya kita menyajikan, tentu bodoh jika beranggapan bahwa persetujuan dengan mudah tercapai, karena pihak lawan sebagai bagian dari proses pembelian, secara otomatis akan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan kerugian. Ini merupakan respons naluri manusia terhadap segala situasi yang membutuhkan tindakan.
Dengan
demikian,
berikutnya
kita
akan
melihat
penanganan bantahan secara terinci. Pertama, kita akan melihat mengapa bantahan itu timbul. Kedua, kita akan mengetahui bagaimana mengendalikannya bila timbul. Ketiga, kita akan mempelajari teknik-teknik tertentu untuk menangani berbagai jenis bantahan.
a. Mengapa timbul bantahan Seperti telah kita ketahui, biasanya orang tidak akan bertindak tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Mereka mungkin punya kebutuhan yang bertentangan, seperti misalnya tamu dalam suatu pesta yang tak mau menyinggung perasaan tuan rumah, sehingga mereka tetap mengenakan jas walaupun sangat panas dan tidak nyaman. Namun selain itu ada alasannya mengapa bantahan itu timbul: 1) Tidak mengidentifikasi kebutuhan 2) Terlalu cepat menawarkan ide 3) Berbicara tentang ciri-ciri dan bukan keuntungan 4) Keuntungan yang dikemukakan terlalu umum atau terlalu banyak 5) Gagal dalam mendapatkan atau mengenali umpan balik Dengan demikian dapat dikatakan bahwa banyak bantahan yang tidak jujur, ini disebabkan oleh cara mengemukakan kasus. Kita dapat mengurangi frekuensi dan intensitas bantahan dengan komunikasi yang baik, namun memang dari waktu ke waktu tentu akan muncul perbedaan. b. Bagaimana cara mengontrolnya Hal pertama yang perlu diketahui adalah bahwa kebanyakan bantahan mempunyai dasar emosional dan rasional. Secara emosional, orang dapat menjadi defensive atau agresif. Secara
rasional, orang membutuhkan jawaban yang logis terhadap bantahan tertentu yang sudah diutarakannya. Untuk dapat mengontrolnya dengan baik perlu menangani sefi emosional dan rasional secara terpisah dan berurutan. Perlunya mengendalikan kontrol dapat ditunjukkan dengan banyaknya
program-program
radio
dan
televisi
yang
ditunjukkan untuk menghentikan perdebatan. Bila kita melihat lebih cermat, kita akan melihat bahwa kesulitann dimulai ketika satu partisipan mengatakan sesuatu yang dibantah oleh pihak lain. ia tidak mengendalikan emosi dan menangani pokok permasalahan dengan jelas dan logis, melainkan saling mengkritik akhirnya tentu sudah dapat kita duga sendiri. Mengendalikan diri cukup mudah bila kita menematkan diri pada posisi orang tersebut pada saat ia mengemukaan kelemahan di dalam tawarannya. Bila kita berperan sebagai dia, tentu kita ingin agar kita mendengarkan pokok pandangan kita, mempertimbangkannya, dan menyadari bahwa pokok yang diajukan
memang
masuk
akal
bahkan
sebelum
dia
menjawabnya. Selain itu kita juga dapat menerapkan hal yang sama jika timbul bantahan, tetaplah kendalikan diri, biarkan dia mempertimbangkan jawaban kita dengan tenang dan rasional. Kemudian adapun juga bantahan yang diajukan, hanya ada tiga hal
yang
dapat
dilakukan,
dengan
mengingat
analogi
pertimbangan yakni: 1) Jelaskan bahwa bantahan ini keliru atau tidak tepat dan hilangkan kekurangan dari sisi keseimbangan minus. 2) Jelaskan bahwa dia memberikan efek yang berlebihan dan kurangi kekurangan pada segi minus. 3) Setuju, namun pada bantahan ini seringkali banyak yang berbohong atau berpura-pura setuju. Bila bantahan nya jujur maka dia tidak akan menanyakan hal yang lain, namun jika
bantahan itu mengada-ngada, maka dia harus memikirkan alasan lain untuk tidak setuju. c. Jenis bantahan Disini kita membicarakan jenis-jenis bantahan yang mungkin kita hadapi serta pendekatan-pendekatan spesifik dalam penanganannya. Diantaranya yaitu: 1) Ketakutan Masalahnya, lawan bicara percaya bahwa ide-ide kita mempunyai kelemahan. Maka dari itu kita harus menujukan bahwa ketakutan seperti itu dapat dipahami namun tidak beralasan. Jalan keluarnya, tekankan unsur yang akan menghilangkan ketakutan. Catat contoh-contoh situasi serupa di mana ketakutan timbul namun tak terbukti. 2) Kebiasaan Masalahnya, bertindak berdaarkan kebisaan memang menyenangkan karena tidak perlu banyak berpikir. Orang tidak akan mengubah kebiasaan mereka kecuali mereka dapat melihat manfaatnya. Oleh karena itu tujuannya tentu saja adalah member alasan dari sudut pandangnya sehingga dia merasa perlu mempertimbangkan ulang. Jalan keluarnya, tekankan keuntungan tawaran kita. Kemudian ikuti dengan menunjukkan keuntungan tawaran kita untuk memperlihatkan bahwa kebutuhannya akan lebih dapat terpenuhi. 3) Informasi yang keliru Masalahnya, lawan bicara mendapat informasiyan keliru atau salah pengertian dalam memahami penjelasan mengenai sebagian aspek ide sehingga perlu dikoreksi tanpa membuatnya tampak bodoh.
Jalan keluarnya, jangan buat lawan bicara nya itu malu. Tak ada ruginya memberikan pendekatan ini, sehingga ketika kemudian kita mendengarkan tanpa merasa jengkel. 4) Rincian Masalahnya, lawan bicara tampak dapat menerima prinsip tawaran
kita
tetapi
melihat
permasalahan
dalam
penerapannya. Jalan keluarnya, cari tahu apakah alasan itu jujur atau tidak. Tunjukkan bagaimana dia dapat mengurangi seminimal mungkin masalah penempatan. Tawarkan bantuan, berikan contoh apa yang sudah dilakukan di lain tempat untuk menunjukan bagaimana rintangan dengan mudah dapat diatasi. 5) Ide yang lebiih baik Masalahnya, implikasinya adalah bahwa sesuatu, mungkin ide orang lain dirasakan lebih baik atau dengan kata lain, perubahan di lain waktu akan lebih baik. Tugas kita adalah mencari tahu alasannya dan menangani alasan sebenarnya di balik komentar itu. Ini mungkin termasuk kategori ketakutan, kebiasaan atau lainnya. Jalan keluarnya, tanyakan mengapa kemudian, tergantung jawabannya, gunakan pendekatan yang sesuai untuk menjawab pokok permasalahan yang sesungguhnya. 6) Pihak yang berwenang Masalahnya, ini mungkin terjadi bila melibatkan sejumlah orang dan kita mungkin tidak berbicara pada orang yang tepat. Jalan keluarnya, kita harus mempengaruhi orang tersebut baik secara langsung atau secara tidak langsung. 7) Biaya Masalahnya, dalam hal ini tawaran dianggap tidak sesuai dengan biaya atau upaya yang harus dikeluarkan.
Jalan keluarnya, kita harus menjelaskan apa yang dimaksud dengan ‘nilai’ bagi si pembeli, sehingga kita dapat memuaskan perhatian pada kebutuhan yang sesungguhnya. 8) Keluhan Kategori bantahan ini agak berbeda, karena didasarkan pada keluhan di masa lalu dan bukan tawaran yang sekarang. Keluhan seperti ini perlu ditangani secara berbeda. Masalahnya, lawan bicara merasa bahwa dia pernah menderita, jengkel, menginginkan tindakan, dan berharap kita bisa melakukan sesuatu. Jalan
keluarnya,
jangan
mencari-cari
alasan
atau
menyalahkan orang lain, karena hanya akan membuat mereka semakin kesal. 4. Keputusan untuk bertindak Dalam komunikasi kita tidak selalu mengejar tujuan akhir, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwasannya kita harus selalu mengejar tujuan kearah langkah yang lebih benar. Sebagai akibatnya mungkin kita mendapatkan 2 tujuan yakni tujuan akhir atau tujuan sementara. Apapun tujuannya bila lawan bicara bersedia menerima usulan kita, maka tidak perlu meminta persetujuan untuk bertindak. Mereka cenderung akan bertindak demikian bila dalam pertemuan awal kita telah mengidentifikasi, mencari tahu dan menyetujui
kebutuhan
mereka,
kemudian
dalam
mengutarakannya, kita mengemukakan ide-de dengan cara yang lebih menarik misalnya, meyakinkan dapat dipahami, dan bila timbul bantahan kita harus bisa mengendalikan diri dan memberikan jawaban yang memuaskan lawan bicara.
Usaha untuk mencapai komitmen tanpa lebih dulu menciptakan minat terhadap tawaran, biasanya akan dilihat sebagai taktik penekanan . semakin besar keputusan yang harus diambil, semakin besar tekanan dan semakin besar pula sikap bertahannya. Tidak ada yang senang dipaksa untuk menyetujui apa yang dianggapnya kurang baik. Meminta perseujuan tidak berarti menyebabkan terjadinya persetujuan. Melainkan hanya mengungkapkan hasrat untuk disetujui dan keengganan untuk ditolak. Akan tetapi, sekalipun hasrat tersebut itu tinggi komitmen positif belum tentu terjadi. Sama seperti orang mungkin ingin memberikan komitmen, namun komitmen itu sendiri ada beberapa bentuk dan ternyata kita menghendaki bentuk tertentu. Dalam situasi seperti inilah keterampilan kita diuji untuk dapat mendorong niat bertindak. Meskipun demikian pada semua kasus , komunikator yang berhasil tahu bahwa manusia bertindak karena ingin memenuhi kebutuhan yang dirasakannya. Oleh karenanya mereka berkonsentrasi pada keuntungsn yang dapat diberikan oleh keputusan yang positif dan bukan oleh eputusan itu sendiri. Pada tahap dimana pertanyaan harus diajukan, pertamatama kita harus mengetahui bahwa tahap ini telah dicapai dengan melihat isyarat-isyarat sebagai pertanda dan yang kedua, menggunakan teknik-teknik yang berbeda untuk mengajukan pertanyaan akhir, sesuai dengan lawan bicara. Kemudian di dalam keputusan untuk bertindak kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai: a. Tanda-tanda persetujuan Cepat atau lambat, lawan bicara aka mencapai tahap bertanya pada diri sendiri. Yang terburuk adalah komunikan menolak tawaran komunikator. Vila demikian kita sebagai
komunikator harus mengetahui mengapa dan bertindak dengan keadaan. Akan tetapi, biasanya lebih sering komunikan
menunjukkan
perhatian
dan
kita
sebagai
komunikator bisa melihatnya dari tindakan atau kata-kata, isyarat yang mencakup:
Nada suara, postur, dian sejenak, anggukan kepala.
Pertanyaan secara rinci menandakan pada pinsipnya setuju
Komentar
yang
mengekspresikan
perhatian
positif,
ketertarikan dan sebagainya. Seringkali, bila seseorang memberikan persetujuan mereka mengambil resiko. Mereka tidak yakin apakah mereka melakukan tindakan yang benar. Jadi kita sebagai komunikator dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka sebagai komunikan pada tahap ini dengan senantiasa menekankan keuntungannya. Kalau tidak, komunikator hanya tinggal bertanya. Sesungguhnya tahap ini bisa kita hindari. Kemudian ada saat-saat yang terasa canggung pada waktu kita menghindari tahap ini, yakni disaat kita tidak bisa berkata apa-apa lagi kecuali meminta persetujuan. Satusatunya yang perlu dipikirkan adalah bagaimana cara yang benar untuk mrngajukan pertanyaan. Berikut ini adalah sejumlah pendekatan yang berbeda: 1) Permintaan langsung Didalam permintaan langsung ini dianalogikan kepada seorang sekertaris dapat menggunakan cara ini terhadap atasannya yang suka mengambil keputusan. Namun demikian ada risiko, bahwa dia akan berkata ‘tidak’ atau ‘akan kupikirkan’. Bila dia menjawab demikian maka sekertaris tersebut hanya harus bertanya ‘mengapa’ sehingga dia bisa menghadapimya dan mendapatkan persetujuan. 2) Perintah
Sebagian orang merasa sulit untuk mengambil keputusan atau mereka menghormati penilaian kita dan lebih respontif terhadap bentuk perintah daripada permintaan. Dalam hal ini pernah dikaitkan dengan keuntungan. 3) Manfaat langsung Ada situasi dimana dengan bertindak cepat, kita dapat meraih keuntungan, sementara penundaan dapat menyebabkan masalah cukup besar. Bila hal ini terjadi kita dapat menggunakan
pendekatan
pendekatan
‘manfaatan
segera’untuk mendorong mereka agar segera mengambil keputusan. 4) Alternative Terkadang kita menyadari bahwa ada sejumlah pilihan, sebagian besar di antaranya dapat diterima oleh kita. Dengan menawarkan
alternative-alternatif
ini,
kita
memberi
kesempatan bagi pelanggan untuk menentukan pilihan yang disukainya. 5) Referensi pihak ketiga Selama diskusi, kita mungkin menemukan apakah lawan bicara tertarik atau merasa yakin oleh kenyataan bahwa organisasi atau individu lain yang dia
hormati telah
merasakan manfaat dari rekomendasi kita. Bila demikian, kita dapat mengajukan pertanyaan akhir dengan memakai salah satu cara yang tadi. Kesimpulannya : Jadi dari beberapa tahap dari komunikasi persuasive ini dapat ditarik kesimpulan, bila ide yang kita kemukakan cukup rumit atau bila dibandingkan dengan yang lain mempunyai kelebihan pada beberapa aspek, tetapi mempunyai kelemahan pada aspek lainnya, maka metode ini bisa berguna. Kita hanya tinggal menympulkan masalah-masalah inti dengan mengkaitkannya dengan pertanyaan. Asumsi :
Kadang pembicaraan berlangsung begitu lancar sehingga sudah dapat diperkirakan akan disetujui. Dalam hal ini kita dapat terus melanjutkan pembicaraan seolah-olah lawan bicara kita sudah berkata “Ya”. Inilah semua yang diperlukan. Setiap tahap, proses dan teknik adalah sederhana. Bila ada yang rumit, maka hal itu dikarenakan penyanyian tersebut. Komunikasi persuasif dilakukan dengan menggunakan cara-cara halus dan manusiawi sehingga komunikan dapat menerima dan melaksanakan dengan sukarela sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan. Dalam hal ini, seorang guru dalam berkomunikasi harus menggunakan cara-cara yang luwes dengan pendekatan kemanusiaan. Untuk keberhasilan komunikasi persuasif terdapat tahap-tahap yang harus diperhatikan. Hal ini ditegaskan Onong U. Effendi (Effendy, Dinamika Komunikasi, 2008, p. 25) yang mengatakan bahwa: Tahapan tersebut dikenal dengan A-A procedure atau from attention to action procedure melalui formula AIDDA singkatan dari Attention (perhatian), Interest (minat), Desire (hasrat), Decision (keputusan), dan Action (tindakan).