Kolitis ulseratif (KU) merupakan salah satu dari tiga jenis Inflammatory Bowel Disease (IBD) selain Penyakit Crohn (Crohn Disease) dan Intermediate Colitis (apabila sulit dibedakan di antara keduanya).
Etiologi Etiologi IBD saat ini belum diketahui secara pasti, namun secara konseptual dapat dijelaskan melalui bagan di bawah ini.
Secara umum, proses terjadinya IBD diawali oleh adanya infeksi, toksin, produk bakteri atau diet intralumen kolon, yang terjadi pada individu yang rentan dan dipengaruhi oleh faktor genetik, defek imun, lingkungan, sehingga terjadi proses kaskade inflamasi pada dinding usus.
Gambaran Klinik Manifestasi klinis IBD yang paling umum ialah diare kronik yang disertai atau tanpa disertai darah dan nyeri perut. Beberapa manifestasi ekstraluminal seperti arthritis, uveitis, pioderma gangrenosum, eritema nodosum dan kolangitis dapat ditemukan. Gangguan keadaan sistemik juga dapat ditemukan seperti gangguan nutrisi. Gambaran klinik IBD
KU
PC
Diare kronik
++
++
Hematochezia
++
+
Nyeri perut
+
++
Massa abdomen
0
++
Fistulasi
+/-
++
+
++
+/-
++
95%
50%
Ekstra intestinal
+
+
Megakolon toksik
+
+/-
Stenosis/striktur Keterlibatan usus halus Keterlibatan rectum
Keterangan : ++ sering, + kadang, +/- jarang, 0 tidak ada
Gambaran patologi IBD
KU
PC
Lesi bersifat segmental
0
++
+/-
++
Granuloma
0
50%
Fibrosis
+
++
Fistulasi
+/-
++
Bersifat transmural
Keterangan : ++ sering, + kadang, +/- jarang, 0 tidak ada
Distribusi dari KU Istilah
Distribusi
Keterangan
E1
Proktitis
Keterlibatan terbatan pada rectum
E2
Sisi Kiri
Keterlibatan terbatan pada kolon distal hingga fleksura lienalis (colitis distal)
E3
Ekstensif
Keterlibatan hingga proksimal dari fleksura lienalis, termasuk pankolitis
Aktivitas KU menurut Truelove dan Witts Ringan
Sedang
Berat
Darah pada feses/ hari
<4
4 atau lebih jika
≥ 6 dan
Nadi/ menit
< 90
≤ 90
> 90 atau
Suhu (C)
< 37.5
≤ 37,8
> 37,8 atau
Hemoglobin (g/dL)
> 11.5
≥ 10,5
< 10,5 atau
LED (mm/jam) atau
< 20
≤ 30
> 30 atau
CRP (mg/L)
normal
≤ 30
> 30
Diagnosis Alur Diagnosis 1. Anamnesis : anamnestik terdapat riwayat perjalanan penyakit yang episodikal aktifremisi-kronik-eksaserbasi 2. Pemeriksaan Fisik : keadaan umum, status nutrisi, nyeri tekan abdomen, gejala/tanda ekstraintestinal, fistulasi, dll. 3. Laboratorium : LED,CRP, feses 4. Penunjang : Endoskopi, Patologi, Radiologi 5. Pemantauan Perjalanan Klinik
Alur pada Lini pertama 1. Kasus diare kronik atau nyeri perut 2. A. Laboratorium : Sesuai inflamasi dan bukan infeksi atau parasit B. Klinis : sesuai IBD, ada riwayat dalam keluarga 3. Telah diberikan pengobatan atau antibiotic adekuat tapi klinis tetap kronik-kambuhan 4. Sebagai kasus terduga IBD 5. Terapi ex juvantibus, Rujuk
Alur pada lini ke dua, tanpa ada fasilitas endoskopi 1. Kasus diare kronik : anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium sesuai pada lini pertama 2. A. Barium enema (Colon in Loop) : sesuai IBD B. Barium meal dan Follow through : sesuai IBD C. USG dan CT scan : sesuai IBD 3. Dengan diagnosis kerja ini, algoritma tatalaksana IBD dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Alur pada lini ke tiga, dengan fasilitas lengkap 1. Kasus diare kronik : anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium sesuai pada lini pertama dan kedua 2. Gastroskopi, kolonoskopi + Histopatologi sesuai IBD 3. Bila perlu ileoskopi, barium follow through, USG, CT Scan 4. Definitif IBD
Penatalaksanaan Pengobatan Umum Rencana Tindakan, dapat dipertimbangkan beberapa langkah berikut : 1. Pemberian antibiotik/khemoterapeutik: Metronidazole cukup banyak diteliti dan bermanfaat pada PC dalam menurunkan derajat aktifitas penyakitnya dalam keadaan aktif, jika diberikan dalam dosis terbagi 1500 – 3000 mg/hari. Pada KU jarang diberikan antibiotik sebagai terapi terhadap agen inflamasi. 2. Lavase usus, dapat dengan cairan fisiologis maupun eksperimen dengan sukralfat cair. 3. Mengikat produksi bakteri, dikatakan berbagai jenis probiotik ada perannya disini. 4. Mengistirahatkan kerja usus, dan atau dengan perubahan pola diet. Disamping beberapa konstituen diet yang harus dihindari karena dapat mencetuskan serangan (seperti wheat, cereal yeast dan produk peternakan), terdapat pula konstituen yang bersifat antioksidan yang dalam penelitian dilaporkan bermanfaat pada kasus IBD, yaitu glutamin dan asam lemak rantai pendek.
Golongan Kortikosteroid Kortikosteroid konvensional peroral sangat efektif untuk induksi cepat remisi klinis tetapi tidak berperan didalam mempertahankan remisi. Pada keadaan berat diberikan steroid parenteral. Untuk mempertahankan remisi, dosis kortikosteroid diturunkan bertahap mengikuti introduksi obat-obat immuno-modulators / imunosupresif. Rencana bertindak diawali dengan : (a) Memilih Obat: Secara konvensional, prednison, metilprednisolon atau steroid enema masih menjadi pilihan yang sering karena murah dan mudah dijangkau. Preparat budesonide (Budenofalk) dipakai untuk memperoleh tujuan konsentrasi steroid yang tinggi pada dinding usus, dengan efek sistemik (dan efek sampingnya) yang rendah, khususnya pada pengobatan IBD di daerah ileum terminalis dan colon ascendens baik dalam bentuk preparat oral lepas lambat ataupun enema. (b) Mempertimbangkan dosis. Dosis rata-rata yag banyak digunakan untuk mencapai fase remisi adalah setara dengan 40-60 mg prednison, atau setara prednisolon dalam rentang dosis 0,5 – 1,0 mg/kgbb. Tindakan terapi kemudian tappering off dose setelah remisi yang tercapai dalam waktu 8-12 minggu
Golongan Asam Aminosalisilat Mesalazine atau 5-ASA telah diketahui berperan sebagai anti-inflamasi / antiradang. Efek samping 5-ASA murni lebih kecil dibanding Sulfasalazin (terdapat pada unsur sulfapiridin), sedangkan efektifitas relatif sama dalam pengobatan IBD. Rencana tindakan : (a) Preparat 5-ASA murni atau derivatnya (olsalazine: ikatan bersama dua molekul mesalazine) lebih diutamakan dibanding mesalazine yang terikat molekul pembawa (carrier molecule: sulfasalazine dan blasalazide), karena dapat dilepas lambat pada pH > 5 (dalam lumen usus halus/ileum terminalis dan kolon proksimal) serta lebih efektif dalam penggunaan oral (coated) maupun rektal (foam-enema / suppository). (b) Dosis rata-rata 5-ASA untuk mencapai remisi adalah 2-4 gram/hari. Setelah remisi tercapai – yang umumnya setelah 16-24 minggu – diberikan kemudian dosis pemeliharaan yang bersifat individual. Terapi jangka panjang 5-ASA dapat pula mencegah terjadinya kanker kolorektal – dengan cara apoptosis dan menurunnya proliferasi mukosa kolorektal – pada IBD
Komponen 5-Aminosalicylic acid (5-ASA ) dari sulfasalazine (aminosalicylates) dikenal dalam berbagai merk dagang yang cukup populer. Di Indonesia paling banyak dipakai Salofalk yang mempunyai 4 sediaan Salofalk tablet 500 mg, 250 mg, Enema 4g/ 60 ml serta supositoria 500 mg, disamping itu ada Pentasa dan Asacol (dari Singapura). Untuk dosis pemeliharaan (maintenance doses) diberikan 1,5-3,0 gram/hari. Untuk kasus-kasus usus bagian kiri/distal, dapat diberikan mesalazine/5-ASA suppositoria atau enema. Tapi untuk kasus yang berat, preparat 5-ASA (mesalazine) saja biasanya tidak cukup adekuat.
Golongan Imunomodulator Ada berbagai preparat yang biasa dipakai untuk kelompok ini, yakni: Azathioprine dan 6mercaptopurine (6-MP), Cyclosporine, Methotrexate dan golongan antibiotik tertentu yang memiliki efek imunomodulasi.
Agen Biologik Beberapa obat anti-tumor (dikenal juga sebagai ‘biologic agents’) akhir-akhir ini banyak dicobakan kepada IBD, seperti Infliximab dengan efek anti-tumour necrosing factor (antiTNF) dan beberapa lagi lainnya (adalimumab, certolizumab) yang sedang dikembangkan
dalam clinical trials. Umumnya diindikasikan untuk kasus PC fistulated sedang dan berat (refrakter steroid).
Modifikasi Gaya Hidup Tidak dapat disangkal bahwa merokok dan kehidupan dengan risiko-tinggi, seperti pada penderita HIV-AIDS merupakan predisposisi patogenesis IBD disamping gizi buruk (malnutrition). Risiko rekurensi IBD meningkat dua kali lipat pada perokok, merokok juga menurunkan efektifitas infliksimab. Pada penderita HIV-AIDS, penurunan daya tahan tubuh menyebabkan proses keradangan akan semakin meningkat dan juga mengundang infeksi oportunistik.
Algoritma Rencana Terapi KU pada Lini Pertama Pustaka Bressler, Brian, et al. "Consensus Statement : Clinical Practice Guidelines for the Medical Management of Nonhospitalized Ulcerative Colitis: The Toronto Consensus." Gastroenterology, 2015: 1035-58. Kelompok Studi Imflammatory Bowel Disease Indonesia. Konsensus nasional penatalaksanaan infl ammatory bowel disease (IBD) di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia, 2011. Kornbluth, Asher, and David B. Sachar. "Ulcerative Colitis Practice Guidelines in Adults: American College of Gastroenterology, Practice Parameters Committee." Am J Gastroenterology, 2010: 501-23. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, and Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, 2009.