Askep Kolitis Ulseratif Dan Enteritis Regional

  • Uploaded by: Riski Hidayat
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Kolitis Ulseratif Dan Enteritis Regional as PDF for free.

More details

  • Words: 4,377
  • Pages: 23
ASKEP KOLITIS ULSERATIF dan ENTERITIS REGIONAL (CHRON’S DESEASE) Co/ Juliardinsyah

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Colitis Ulceratif (Colitis ulcerosa, UC) adalah suatu bentuk penyakit radang usus, khususnya usus besar, yang meliputi karakteristik bisul atau luka terbuka di dalam usus. Gejala utama penyakit aktif biasanya konstan diare bercampur darah, dari onset gradual. Kolitis ulseratif biasanya diyakini memiliki sistemik etiologi yang mengarah ke banyak gejala di luar usus. Karena nama, IBD sering bingung dengan sindrom iritasi usus besar (IBS), yang merepotkan, tapi kurang serius, kondisi. Kolitis ulseratif memiliki kemiripan dengan penyakit Crohn, bentuk lain dari IBD. Kolitis ulseratif adalah penyakit hilang timbul, dengan gejala diperburuk periode, dan periode yang relatif gejala-bebas. Meskipun gejala kolitis ulserativa kadang-kadang dapat berkurang pada mereka sendiri, penyakit biasanya membutuhkan perawatan untuk masuk ke remisi. Colitis ulseratif terjadi pada 35-100 orang untuk setiap 100.000 di Amerika Serikat, atau kurang dari 0,1% dari populasi. Penyakit ini cenderung lebih umum di daerah utara. Meskipun kolitis ulserativa tidak diketahui penyebabnya, diduga ada genetik kerentanan komponen. Penyakit ini dapat dipicu pada orang yang rentan oleh faktor-faktor lingkungan. Meskipun modifikasi diet dapat mengurangi ketidaknyamanan seseorang dengan penyakit, kolitis ulserativa tidak diduga disebabkan oleh faktor-faktor diet. Meskipun kolitis ulserativa diperlakukan seolaholah itu merupakan penyakit autoimun, tidak ada konsensus bahwa itu adalah seperti itu. Pengobatannya dengan obat anti-peradangan, kekebalan, dan terapi biologis penargetan komponen spesifik dari respon kekebalan. Colectomy (parsial atau total pengangkatan melalui pembedahan usus besar) yang kadang-kadang diperlukan, dan dianggap sebagai obat untuk penyakit. B. Tujuan

1.

Agar mahasiswa mampu memahami defenisi, etiologi, anatomi dan fisiologi, patofisiologi dan woc, tanda dan gejala, penatalaksanaan, manifestasi klinis, dan komplikasi pada colitis ulseratif.

2.

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan asuhan keperawatan pada klien dengan colitis ulseratif :

a.

Mengkaji masalah klien dengan mengumpulkan data dan merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang diperoleh

b. Merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan prioritas masalah c.

Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kolitis Ulseratif adalah peyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon dan rectum.(Keperawatan Medikal Bedah) Kolitis Ulseratif merupakan penyakit peradangan pada kolon non spesifik yang umumny berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti- ganti. (Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Vol 1.) Kolitis Ulseratif adalah inflamasi usus yang kronis dan hanya mengenai mukosa dan submukosa kolon. (Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. 2009) Kolitis Ulseratif adalah merupakan penyakit primer yang didapatkan pada kolon, yang merupakan perluasaan dari rektum. (Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. 1990.) Kolitis Ulseratif mempengaruhi mukosa superficial kolon dan dikarakteristikkan dengan adanya ulserasi multiple, inflamasi menyebar, dan deskuamasi atau pengelupasan epithelium kolonik. Awitan puncak penyakit ini adalah antara usia 15 sampai 40 tahun, dan menyerang kedua jenis kelamin sama banyak. Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhinya usus menyempit, memendek, dan menebal akibat hiperatrofi muskuler dan deposit lemak.

B. Etiologi

Beberapa faktor penyebab terjadinya Kolitis Ulseratif yaitu : a.

Faktor genetik tampaknya berperan dalam etiologi karena terdapat hubungan familial yang jelas antara colitis ulseratif, enteritis regional dan spondilitis ankilosa.

b. Lingkungan seperti pestisida, adiktif makanan, tembakau, dan radiasi. c.

Imunologi. Penelitian menunjukkan abnormalitas dalam imunitas seluler dan humoral pada orang dengan gangguan ini.

d. Mikobakterium. e. Alergi. f.

Diet.

C. Anatomi Fisiologi Anatomi berasal dari bahasa latin yaitu, Ana: Bagian, memisahkan. Tomi (tomie): Iris, potong. Fisiologi berasal dari kata fisis (Physis): Alam atau cara kerja. Logos(logi): ilmu pengetahuan. Dari kata tersebut dapat disimpulkan pengertian Anatomi dan Fisiologi adalah Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang susunan atau potongan tubuh dan bagaimana alat tubuh itu bekerja. Sistem Pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN 1. Oris (rongga mulut) 2. Faring (tekak/tenggorokan) 3. Esofagus (kerongkongan) 4. Gaster (lambung) 5. Intestinum minor a.

Duodenum (usus 12 jari)

b. Yeyenum c.

Ileum 6. Intestinum Mayor

a.

Seikum

b. Kolon asendens c.

Kolon transversum

d. Kolon desendens e. Kolon sigmoid 7. Rektum 8. Anus.

Alat-alat Penghasil Getah Cerna: 1. Kelenjar Ludah: a.

Kelenjar (glandula) parotis

b. Kelenjar submaksilaris c.

Kelenjar sublingualis 2. Hati 3. Pankreas 4. Kandung empedu STRUKTUR PENCERNAAN

A.

Rongga Mulut Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Fungsi rongga mulut:

1) Mengerjakan pencernaan pertama dengan jalan mengunyah 2) Untuk berbicara 3) Bila perlu, digunakan untuk bernafas. a. Pipi dan bibir Mengandung otot-otot yang diperlukan dalam proses mengunyah dan bicara, disebelah luar pipi dan bibir diselimuti oleh kulit dan disebelah dalam diselimuti oleh selaput lendir (mukosa). b. Gigi

Terdapat 2 kelompok yaitu gigi sementara atau gigi susu mulai tumbuh pada umur 6-7 bulan dan lengkap pada umur 2 ½ tahun jumlahnya 20 buah dan gigi tetap (permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah. Fungsi gigi: gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk memutuskan makanan yang keras dan liat dan gigi geraham untuk mengunyah makanan yang sudah dipotong-potong Bagian lidah yang berperan dalam mengecap rasa makanan adalah papilla. Papilla ini merupakan bentukan dari saraf-saraf sensorik (penerima rangsang). c. Lidah Fungsi Lidah: a) Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi b) Mencampur makanan dengan ludah c)

Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang

d) Untuk berbicara e) Untuk mengecap manis, asin dan pahit f)

Untuk merasakan dingin dan panas. d. Kelenjar ludah

a) Kelenjar parotis, terletak disebelah bawah dengan daun telinga diantara otot pengunyah dengan kulit pipi. Cairan ludah hasil sekresinya dikeluarkan melalui duktus stesen kedalam rongga mulut melalui satu lubang dihadapannya gigi molar kedua atas. Saliva yang disekresikan sebanyak 2535 %. b) Kelenjar Sublinguinalis, terletak dibawah lidah salurannya menuju lantai rongga mulut. Saliva yang disekresikan sebanyak 3-5 % c)

Kelenjar Submandibularis, terletak lebih belakang dan kesamping dari kelenjar sublinguinalis. Saluran menuju kelantai rongga mulut belakang gigi seri pertama. Saliva yang disekresikan sebanyak 60-70 %

B.

Faring Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini

terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. C.

Esofagus Esophagus adalah yang menghubungkan tekak dengan lambung, yg letaknya dibelakang trakea yg berukuran panjang ± 25 cm dan lebar 2 cm. Fungsi dari esofagus adalah menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung dan tiap2 ujung esofagus dilindungi oleh suatu spinter yang berperan sebagai barier terhadap refleks isi lambung kedalam esophagus

D.

Gaster Merupakan organ otot berongga yang besar yang letaknya di rongga perut atas sebelah kiri. Fungsi dari lambung:

a)

Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.

b) Getah cerna lambung yang dihasilkan : 

Pepsi, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan peptone)



Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan makanan dan membuat suasana asam pada pepsinogen menjadi pepsin.



Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dan dari karsinogen (karsinogen dan protein susu)



Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang marangsang sekresi getah lambung. Fungsi asam lambung sebagai pembunuh kuman atau racun yang masuk bersama

makanan serta untuk mengasamkan makanan agar mudah dicerna. E.

Intestinum minor Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Usus halus terdiri dari tiga bagian

1) Usus dua belas jari (duodenum), 2) Usus kosong (jejunum), dan

3) Usus penyerapan (ileum) 1. Duodenum (20 cm) Nama duodenum berasal dari bahasa latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke (jejunum). Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. 2. Jejenum (2,5 m) Berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong". Menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus. Terjadi pencernaan secara kimiawi.

3. Ileum (3,6 m) Ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan menempati 3/5 bagian akhir usus halus. Usus halus berfungsi menyerap sari-sari makanan. F.

Intestimun mayor Banyak bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri ini juga penting untuk fungsi normal dari usus. Fungsi usus besar, terdiri dari :

1) Menyerap air dari makanan 2) Tempat tinggal bakteri E.Coli 3) Tempat feses Usus besar terdiri dari : a) Seikum b) Kolon asendens c)

Kolon transversum

d) Kolon desendens e) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

a. Sekum Sekum (bahasa latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya ± 6 cm b. Kolon Asendens Panjang 13 cm, terletak di abdomen bawah sebelah kanan membujur ke atas. c. Kolon Transversum Panjangnya ±38 cm, Membujur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens d. Kolon desendens Panjangnya ±25 cm, Terletak di abdomen bawah bagian kiri membujur dari atas ke bawah. e. Kolon Sigmoid Lanjutan dari kolon desendens terletak miring, Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri, Bentuknya menyerupai huruf S, Ujung bawahnya berhubungan dengan rektum. G.

Rektum Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses

H.

Anus Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

D. Patofisiologi dan WOC Colitis ulseratif hanya melibatkan mukosa; kondisi ini ditandai dengan pembentukan abses dan deplesi dari sel-sel goblet. Dalam kasus yang berat, submukosa mungkin terlibat; dalam beberapa kasus, makin dalam lapisan otot dinding kolon juga terpengaruh.

Kolitis akut berat dapat mengakibatkan kolitis fulminan atau megakolon toksis, yang ditandai dengan penipisan dinding tipis, pembesaran, serta dilatasi usus-usus besar yang memungkinkan terjadinya perforasi. Penyakit kronis dikaitkan dengan pembentukkan pseudopolip pada sekitar 15-20% dari kasus. Pada kondisi kronis dan berat juga dihubungkan dengan resiko peningkatan prekanker kolon, yaitu berupa karsinoma in situ atau dispalsia. Secara anatomis sebagian besar kasus melibatkan rectum; beberapa pasien juga mengalami mengembangkan ileitis terminal disebabkan oleh katup ileocecal yang tidak kompeten. Dalam kasus ini, sekitar 30 cm dari ileum terminal biasanya terpengaruh.

Selanjutnya terdapat beberapa perubahan imunologis akan terlibat, yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut. 1. Akumulasi sel T di dalam lamina propia dari segmen kolon yang mengalami peradangan. Pada pasien dengan ulseratif colitis, ini adalah sel T sitotoksik ke epitel kolon. Perubahan ini disertai dengan peningkatan populasi sel B dan sel plasma, dengan peningkatan produksi immunoglobulin G (IgG) dan immunoglobulin E (IgE). 2. Biopsi sampel kolon dari pasien dengan colitis ulseratif dapat menunjukkan peningkatan secara signifikan tingkat platelet-activating factor (PAF). Pelepasan PAF dirangsang oleh leukotrienes, endotoksin, atau faktor lain yang mungkin bertanggung jawab atas peradangan mukosa, namun proses ini tidak jelas. 3. Antibody antikolonik telah terdektesi pada pasien dengan ulseratif colitis. Respons awal colitis ulseratif adalah edema yang berlanjut pada terbentuknya jaringan perut dan pembentukkan ulkus disertai adanya perdarahan. Lesi berlanjut, yang terjadi secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai saluran kolon. Pada kondisi ini, penipisan dinding usus atau ketebalan normal, tetapi dengan adanya respons inflamasi local yaitu edema, serta akumulasi lemak dan hipertrofi dari lapisan otot dapat memberikan kesan dinding usus menebal sehingga memberikan manifestasi penyempitan lumen usus dan terjadi pemendekan dari usus. Perubahan peradangan secara mikrokopis jaringan yang mengalami ulkus segera ditutupi oleh jaringan granulasi yang selanjutnya akan merusak mukosa dan akan terbentuk jaringan polypoidal atau yang dikenal sebagai polip atau peradangan pseudopolip.

E.

Tanda dan Gejala Kebanyakan gejala Colitis ulserativa pada awalnya adalah berupa buang air besar yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah. Pasien juga dapat mengalami:

1.

Anemia

2.

Fatigue/ Kelelahan

3.

Berat badan menurun

4.

Hilangnya nafsu makan

5.

Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi

6.

Lesi kulit (eritoma nodosum)

7.

Lesi mata (uveitis)

8.

Nyeri sendi

9.

Kegagalan pertumbuhan (khususnya pada anak-anak)

10. Buang air besar beberapa kali dalam sehari (10-20 kali sehari) 11. Terdapat darah dan nanah dalam kotoran. 12. Perdarahan rektum (anus). 13. Rasa tidak enak di bagian perut. 14. Mendadak perut terasa mulas. 15. Kram perut. 16. Rasa sakit yang hilang timbul pada rectum Sekitar setengah dari orang-orang didiagnosis dengan kolitis ulserativa memiliki gejala-gejala ringan. Lain sering menderita demam, diare, mual, dan kram perut yang parah.

F.

Penatalaksanaan Tindakan medis untuk colitis ulseratif ditujukan untuk mengurangi inflamasi, menekan respon imun, dan mengistirahatkan usus yang sakit, sehingga penyembuhan dapat terjadi. 1. Penatalaksanaan secara umum

a.

Pendidikan terhadap keluarga dan penderita.

b. Menghindari makanan yang mengeksaserbasi diare. c.

Menghindari makanan dingin, dan merokok karena keduanya dapat meningkatkan motilitas usus.

d. Hindari susu karena dapat menyebabkan diare pada individu yang intoleransi lactose. 2. Terapi Obat. Obat-obatan sedatife dan

antidiare/ antiperistaltik digunakan untuk mengurangi

peristaltic sampai minimum untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi. a.

Menangani Inflamasi

: Sulfsalazin (Azulfidine) atau Sulfisoxazal (Gantrisin).

b.

Antibiotic

: Digunakan untuk infeksi.

c.

Azulfidin

: Membantu dalam mencegah kekambuhan.

d.

Mengurangi Peradangan

: Kortikosteroid (Bila kortikosteroid dikurangi/ dihentikan,

gejala penyakit dapat berulang. 3. Psikoterapi Ditujukan untuk menentukan faktor yang menyebabkan stres pada pasien, kemampuan menghadapi faktor- faktor ini, dan upaya untuk mengatasi konflik sehingga mereka tidak berkabung karena kondisi mereka. G. Komplikasi Komplikasi pada Kolitis Ulseratif adalah : 1) Penyempitan lumen usus. 2) Pioderma gangrenosa. 3) Episkleritis. 4) Uveitis. 5) Arthritis. 6) Spondilitis ankilosa. 7) Gangguan fungsi hati. 8) Karsinoma kolon. 9) Retinitis. 10) Hemoragi. 11) Perforasi. 12) Neoplasma malignan. 13) Nefrolitiasis.

14) Eritema nodosum. 15) Batu ginjal. 16) Batu empedu. H. Pemeriksaan Penunjang 1.

Pemeriksaan Laboratorium

1) Sebuah hitung darah lengkap dilakukan untuk memeriksa anemia; Trombositosis, tinggi platelet count, kadang-kadang terlihat 2) Elektrolit studi dan tes fungsi ginjal dilakukan, sebagai kronis diare dapat berhubungan dengan hipokalemia, hypomagnesemia dan pra-gagal ginjal. 3) Tes fungsi hati dilakukan untuk layar untuk keterlibatan saluran empedu: kolangitis sclerosing utama. 4) X-ray 5) Urine 6) Sumsum tulang : Menurun secara umum pada tipe berat/setelah proses inflamasi panjang. 7) Alkaline fostase : Meningkat, juga dengan kolesterol serum dan hipoproteinemia, menunjukkan gangguan fungsi hati (kolangitis, sirosis) 8) Kadar albumin : Penurunan karena kehilangan protein plasma/gangguan fungsi 9) Elektrolit : Penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat. 10) Trobositosis : Dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi. 11) ESR : meningkatkarena beratnya penyakit. 12) Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah.

hati.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian  Identitas klien Nama, jenis kelamin, agama, penanggung jawab, dll.  Alasan masuk Pada anamnesis, keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri abdomen, diare, tenesmus intermiten, dan pendarahan rektal. Keluhan nyeri biasanya bersifat kronis, yaitu berupa nyeri kram pada kuadran periumbilikal kiri bawah. Kondisi rasa sakit bisa mendahului diare dan mungkin sebagian pasien melaporkan perasaan nyaman setelah BAB. Diare biasanye disertai darah. Pasien melaporkan mengeluarkan feses cair 10 – 20 kali sehari. Pasien juga mengeluh saat BAB seperti ada yang menghalangi.  Riwayat kesehatan a.

Riwayat penyakit sekarang kondisi ringan karena colitis ulseratif adalah penyakit mukosa yang terbatas pada kolon, gejala yang paling umum adalah pendarahan anus, diare, dan sakit perut. Pada kondisi colitis ulseratif berat terjadi pada sekitar 10 % dari pasien, didapat keluhan lainnya yang menyertai, seperti peningkatan suhu tubuh, mual, muntah, anoreksia, perasaan lemah, dan penurunan nafsu makan. Pasien dengan colitis yang parah dapart mengalami komplikasi yang yang mengancam nyawa, termasuk pendarahan darah, megakolon toksik atau perforasi usus.

b. Riwayat penyakit dahulu penting digali untuk menentukan penyakit dasar yang menyebabkan kondisi enteritis regional. Pengkajian predisposisi seperti genetic, lingkungan, infeksi, imunitas, makanan dan merokok perlu di dokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik , seperti DM, hipertensi, dan tuberkolosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian proferatif. c.

Riwayat Kesehatan Keluarga Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota keluarga yang meninggal maka penyebab kematiannya juga ditanyakan.

 Pengkajian spikososial

akan didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana pembedahan serta perlunya pemenuhan informasi prabedah.  pemeriksaan fisik bervariasi tergantung pada sejauh mana, durasi, dan tingkat keparahan penyakit.pemeriksaan fisik yang di dapatkan sesuai manifestasi klinik yang muncul pada colitis ulseratif berat survey umum pasien terlihat lemah dan kesakitan, TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan diare . suhun badan pasien akan naik ≥38,50 C dan terjadi takikardiah. Pengkajian berat badan yang disesuaikan dengan tinggi badan dapat menimbulkan status nutrisi. Pada pemeriksaan fisik focus akan didapatkan : a)

Takipnea

dapat

hadir

karena

sembelit

atau

sebagai

mekanisme

kompensasi

asidosi dalam kasus dehidrasi parah. b) Takikardial dapat mewakili anemia atau hipopolemia. Turgor kulit >3 detik menandakan gejala dehidrasi. c)

Perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan penurunan perfusi ke otak. Pasien dengan episkleritis dapat hadir dengan erythematous yang menyakitkan mata.

d) Oliguria dan anuria pada dehidrasi berat. e) Inspeksi

: kram abdomen, Perut didapatkan kembung. Pada kondisi kronis, status nutrisi

bisa didapatkan tanda-tanda kekurangan gizi, seperti atrofi otot dan pasien terlihat kronis. f)

Palpasi

: nyeri tekan abdomen (tenderness), menunjukkan penyakit parah dan

kemungkinan perforasi. Nyeri lepas dapat terjadi pada kuadran kanan bawah. Sebuah masa dapat teraba menunjukkan abstruksi atau megakolon. Pembesaran limpa mungkin menunjukkan hipertensi portal dari hepatitis autoimun terkait atau kolangitis sklerosis g) Perkusi

: nyeri ketuk dan timpani akibat adanya flatulen.

h) Auskultasi : bising usus bisa normal, hi[eraktif atau hipoaktif. Nada gemerincing bernada tinggi dapat ditemukan dalam kasus-kasus obstruksi. i)

Kelemahan fisik umum skunder dari keletihan dan pemakaian energy setelah nyeri dan diare. Nyeri sendi (arthralgia) adalah gejala umum yang ditemukan pada penyakit inflamasi usus. Sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, dan siku, yang paling sering terlibat, tetapi setiap sendi dapat terlibat. Pada integumen, kulit pucat mungkin mengungkapkan anemia, penurunan turgor kulit dalam kasus dehidrasi, eritema nodosum dapat terlihat pada permukaan ekstensor.

B. Diagnosa 1) Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, respons pembedahan. 2) Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar cairan tubuh dari muntah. 3)

Actual / risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang kurang adekuat.

4)

Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostic, rencana pembedahan, dan rencana perawatan rumah.

5) Ganguan aktivitas sehari-hari b.d. kelemahan fisik umum, keletihan pasca nyeri dan diare. 6) Risiko injuri b.d. pasca prosedur bedah kolektomy atau ilestomy. 7)

Actual / risiko ketidakefektifan kebersihan jalan nafas b.d. kemapuan batuk menurun, nyeri pasca bedah.

8) Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entrée luka pascabedah. 9) Kecemasan b.d prognosis penyakit,misinterprestasi informasi, rencana pembedahan.

C. Intervensi

Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, sembelit, respons pembedahan Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi. kriteria evaluasi: o

Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi

o

Skala nyeri 0-1 (0-4).

o

TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.

Intervensi

Rasional

Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi pereda

nyeri

nonfarmakologi

dan dan

noninvasif.

lainnya

telah

menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

Lakukan manajemen nyeri keperawatan,

nonfarmakologi

meliputi: 

Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST

Pendekatan

PQRST

dapat

komprehensif

menggali

kondisi

secara nyeri

pasien. P : penyebab nyeri dapat diakibatkan oleh respons diare, kram abdomen, dan sembelit atau kerusakan jaringan pascabedah. Q : kualitas nyeri seperti tumpul, kram, dan mulas. R : area nyeri pada abdomen bawah kiri. S : pasien mengalami skala nyeri 3 (0-4). T : nyeri bertambah bila tidak bisa melakukan BAB. 

Beri oksigen nasal apabila skala nyeri ≥ 3 (0-4).

Pemberian

oksigen

dilakukan

untuk

memenuhi kebutuhan oksigen pada saat pasien mengalami nyeri pascabedah yang dapat mengganggu kondisi hemodinamik. 

Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.

Istirahat

diperlukan

Biasakan pasien untuk BAB di tempat tidur.

peristaltic usus.

untuk

menurunkan

Istirahat secara fisiologis dan melakukan BAB di tempat tidur akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal 

Atur posisi fisiologis.

pada aktivitas dan menurunkan keletihan pascanyeri.

Pengaturan

posisi

semipowler

dapat

membantu merelaksasi otot-otot abdomen pascabedah sehingga dapat menurunkan



Beri kompres hangat pada abdomen.

stimulus nyeri dari luka pascabedah.

Member respons vasodilatasi. Kompres ini hanya

dilakukan

pada

pasien

tanpa

pembedahan.

Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, sembelit, respons pembedahan.

Intervensi ·

Rasional

Ajarkan teknik relaksasi pernafasan Meningkatkan intake oksigen sehingga akan dalam pada saat nyeri muncul.



menurunkan sekunder dari iskemia spina.

Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

Distraksi

(pengalihan

perhatian)

dapat

menurunkan stimulus internal. 

Lakukan manajemen sentuhan. Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan

dukungan

psikologis

dapat

membantu menurunkan nyeri. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab- Pengetahuan

yang

akan

dirasakan

sebab nyeri dan menghubungkan berapa membantu mengurangi nyerinya dan dapat lama nyeri akan berlangsung.

membantu

mengembangkan

kepatuhan

pasien terhadap rencana terapeutik. Kolaborasi

dengan

tim

pemberian: 

Analgenik via intravena.

medis

untuk Analgenik

diberikan

menghambat

stimulus

untuk nyeri

membantu ke

pusat

persepsi nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat berkurang.

Penurunan respons diare dapat menurunkan 

Antidiare.

stimulus nyeri.

Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang kurang adekuat. Tujuan : setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pascabedah intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan. Kriteria evaluasi : o

Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.

o

Keluhan mual dan muntah berkurang.

o

Secara subjektif melaporkan peningkatan nafsu makan.

o

Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.

Intervensi

Rasional

Kaji dan berikan nutrisi sesuai tingkat Pemberian nutrisi pada pasien dengan toleransi individu.

enteritis regional bervariasi sesuai dengan kondisi klinik dan tingkat toleransi individu.

Sajikan makanan dengan cara yang menarik.

Membantu merangsang nafsu makan. Hal ini dapat diberikan bila toleransi oral tidak menjadi masalah pada pasien.

Fasilitasi pasien memperoleh diet rendah Diet diberikan pada pasien dengan gejala lemak.

malabsorpsi

akibat

hilangnya

fungsi

penyerapan permukaan mukosa, khususnya penyerapan

lemak,

keterlibatan

ileum

terminal dapat mengakibatkan steatorrhea ( buang air besar dengan feses bercampur lemak). Fasilitasi pasien memperoleh diet dengan Suplemen serat dikatakan bermanfaat bagi kandungan serat tinggi.

pasien dengan penyakit kolon karena fakta bahwa serat makanan dapat diubah menjadi rantai

pendek

menyediakan

asam bahan

lemak, bakar

yang untuk

penyembuhan mukosa kolon. Fasilitasi pasie memperoleh diet rendah Diet rendah serat biasanya diindikasikan serat pada gejala obsrtuksi.

untuk pasien dengan gejala obstruksi.

Resiko tinggi nutrisi kurang kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang kurang adekuat.

Intervensi

Rasional

Fasilitasi untuk pemberian nutrisi parenteral Nutrisi peranteral total (TPN ) digunakan total.

bila

gejala

penyakit

usus

inflamasi

bertambah berat. Dengan TPN, perawat dapat

mempertahankan

catatan

actual

tentang intake dan output cairan, serta berat basdan pasien setiap hari. Berat badan pasien harus meningkat 0,5 kg setiap hari selama terapi. Urine diuji setiap hari terhadap adanya glukosa, aseton dan berat jenis bila TPN digunakan. Pemberian makan yang tinggi protein, rendah lemak, dan residu dilakukan setelah terapi TPN karena makanan ini dicerna terutama pada jejunum, tidak

merangsan

sekresi

usus,

dan

memungkinkan usus beristirahat. Intoleransi dicatat bila pasien menunjukkan mual, muntah, diare, atau distensi abdomen. Pantau intake dan output, anjurkan untuk Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi timbang berat badan secara periodik ( sekali dan dukungan cairan. seminggu ). Lakukan perawatan mulut.

Intervensi ini untuk menurunkan resiko infeksi oral.

Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan nutrisi yang akan digunakan pasien.

komposisi dan jenis makanan yang akan

diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.

Actual/resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. diare, kehilangan cairan dari gastrointestinal, ganggguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah. Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Kriteria : o

Pasien tidak mengeluh pusing TTV dalam batas normal, kesadaran optimal.

o

Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT > 3 detik.

o

Laboratorium : nilai elektrolit normal, analisis gas darah normal.

Intervensi

Rasional

Kaji terhadap adanya tanda kekurangan volume cairan : kulit dan membrane mukosa kering, penuruna turgor kulit, oliguria, kelelahan, penurunan suhu, peningkatan hematokrit, peningkatan berat jenis urine, dan hipotensi. Intervensi pemenuhan cairan : 

Identifikasi faktor penyebab, awitan Parameter dalam menentukan intervensi (onset), spesifikasi usia dan adanya riwayat kedaruratan. Adanya riwayat keracunan dan penyakit lain.

usia anak atau lanjut usia membeerikan tingkat

keparahan

dari

kondisi

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. 

Lakukan pemasangan IVFD

Apabila kondisi diare dan muntah berlanjut, maka

lakukan

pemasangan

IVFD.

Pemberian cairan intravena disesuaikan dengan derajat dehidrasi. Pemberian 1-2 L cairan Ringer laktat dengan tetesan cepat sebagai kompensasi

awal hidrasi cairan di berikan untuk mencegah

syok

hipovolemik

(lihat

intervensi kedaruratan syok hipovolemik). 

Dokumentasi dengan akurat tentang Sebagai evaluasi penting dari intervensi asupan dan haluaran cairan.

hidrasi

dan mencegah

terjadinya

over

hidrasi.

Actual/resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. diare, kehilangan cairan dari gastrointestinal, gangguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah.

Intervensi 

Rasional

Bantu pasien apabila muntah

Aspirasi muntah dapat terjadi terutama pada usia lanjut dengan perubahan kesadaran. Perawat mendekatkan tempat muntah dan memberikan masase ringan pada pundak untuk membantu menurunkan respons nyeri dari muntah.

Intervensi pada penurunan kadar elektrolit. 

Evaluasi kadar elektrolit serum

Untuk

mendeteksi

adanya

kondisi

hiponatremi dan hipokalemi sekunder dari hilangnya elektrolit dari plasma. 

Dokumentasikan perubahan klinik dan Perubahan klinik seperti penurunan urine laporkan dengan tim medis.

output secara akut perlu diberitahu kepada tim medis untuk mendapatkan intervensi selanjutnya

dan

menurunkan

risiko

terjadinya asidosis metabolik.



Monitor

khusus

ketidakseimbangan Individu lansia dapat dengan cepat mengalami dehidrasi dan menderita kadar

elektrolit pada lansia.

kalium rendah (hipokalemia) sebagai akibat diare. Individu lansia yang menggunakan digitalis harus waspada terhadap cepatnya dehidrasi dan hipokalemia pada diare. Individu ini juga diinstruksikan untuk mengenali tanda-tanda hipokalemia karena kadar kalium rendah dapat memperberat kerja digitalis, yang dapat menimbulkan toksisitas digitalis.

Kolaborasi

dengan

tim

medis

terapi Antimikroba

farmakologis : 

pemeriksaan

diberikan feses

sesuai agar

dengan

pemberian

antimikroba dapat rasional diberikan dan

Antimikroba.

mencegah terjadinya resistensi obat.

Agen ini digunakan untuk menurunkan frekuensi diare. Salah satu obat yang lazim 

diberikan adalah loperamide (Imodium).

Antidiare/antimotilitas.

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam pascabedah, kecemasan berkurang atau teratasi. Criteria evaluasi: o

Mengidentifikasi situasi stres dan tindakan khusus untuk menerimannya.

o

Berpatisipasi dalam program pengobatan

o

Melakukan perubahan pla hidup tertentu

Intervensi

Rasional

Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi:  

Tentukan persepsi pasien tentang Penyakit

Membuat

pengetahuan

dasar

dan

memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu



Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosisi,  dan kemungkinan efek samping

Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program

Related Documents


More Documents from "Evi ashari"