BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sensori merupakan stimulus, baik secara internal maupun eksternal yang masuk melalui organ sensori berupa indra. Sistem sensori berperan penting dalam hantaran informasi ke sistem saraf pusat mengenai lingkungan sekitarnya (Wilson & Hartwig, 2002 dalam Price & Wilson, 2002). Sistem sensori lebih kompleks dari sistem motorik karena modal dari sensori memiliki perbedaan traktus, lokasi yang berbeda pada medulla spinalis (Smeltzer & Brenda, 1996) sehingga pengkajiannya dilakukan secara subyektif dan penguji dituntut untuk mengenali penyebaran saraf perifer dari medulla spinalis. Pengkajian sistem sensori difokuskan pada bentuk subyektif dikarenakan sistem sensori memiliki hubungan erat dengan persepsi. Persepsi merupakan kemampuan mengidentifikasi sesuatu melalui proses mengamati, mengetahui, dan mengartikan stimulus yang diterima melalui indra. Untuk itu, data subyektif yang diterima berdasarkan persepsi individu dapat menentukan kenormalan dari sistem sensori
tersebut.
Adanya
abnormalitas
(penurunan/gangguan)
sensori
mengindikasikan gangguan neuropati perifer dan kerusakan otak akibat lesi yang luas sehingga menyebabkan hilangnya sensasi yang dapat mengganggu seluruh sisi tubuh. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah untuk : 1.2.1 Apakah yang di maksudkan pemeriksaan sensorik? 1.2.2 Apa saja macam pemeriksaan sensorik? 1.2.3 Bagaimana melakukan berbagai macam pemeriksaan sensorik?
1
1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk : 1.3.1 Mengetahui pengertian pemeriksaan sensorik 1.3.2 Mengetahui berbagai macam pemeriksaan sensorik 1.3.3 Mengetahui bagaimana cara melakukan berbagai pmeriksaan sensorik
2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Pemeriksaan Sensorik Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan neurologik yang lain karena sangat subjektif. Adanya gangguan pada otak, medulla spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan gangguan sensorik. Gangguan ini tidak tampak seperti halnya pada gangguan motorik maupun trofi otot. Gangguan sensorik dapat menimbulkan perasaan kesemutan atau baal (parestesi), kebas atau mati rasa, kurang sensitive (hipestesi) dan ada pula yang sangat sensitif (hiperestesi). Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan neurologik yang lain karena sangat subjektif. Sehubungan dengan pemeriksan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus dipahami dulu: 1. Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh dalam keadaan lelah, kelelahan akan mengakibatkan gangguan perhatian serta memperlambat waktu reaksi. 2. Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita,karena pemeriksaan fungsi sensorik benar-benar memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa dan penderita. Dengan demikian cara dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya. 3. Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota gerak atau bagian tubuh yang dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-kedip serta perubahan sikap tubuh.
3
4. Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi jugameliputi perbedaan-perbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat perbedaannya. 5. Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap bagian tubuh, pada individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan demikian dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya. 6. Azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan bagian kanan. Hal ini untuk menjamin kecermatan pemeriksaan. 7. Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesagesa),menggunakan alat yang sesuai dengan kebutuhan/ tujuan, tanpamenyakiti penderita, dan penderita tidak boleh dalam keadaan tegang. 2.2 Jenis dan Cara Pemeriksaan Sensorik 2.2.1 Pemeriksaan Sensasi Taktil Uji sensasi taktil dilakukan dengan menggunakan sehelai dawai (senar) steril atau dapat juga dengan menggunakan bola kapas. Pasien yang dalam keadaan mata terpejam akan diminta menentukan area tubuh yang diberi rangsangan dengan memberikan hapusan bola kapas
pada
permukaan
tubuh
bagian
proksimal
dan
distal.
Perbandingan sensitivitas dari tubuh proksimal dan distal akan menjadi tolak ukur dalam menentukan adanya gangguan sensori. Indikasi dari gangguan sensori pada uji sensasi taktil ini berupa hyperestetis, anastetis, dan hipestetik.
4
Alat yang dipakai adalah kapas, tissue, bulu, kuas halus, dan lain-lain. Cara pemeriksaan : a. Mata penderita ditutup. b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba alat pada dirinya sendiri. c. Stimulasi harus seringan mungkin, jangan sampai memberikan tekanan terhadap jaringan subkutan. Tekanandapat ditambah sedikit bila memeriksa telapak tangan atautelapak kaki yang kulitnya lebih tebal. d. Mulailah dari daerah yang dicurigai abnormal menujudaerah yang normal. Bandingkan daerah yang abnormaldengan daerah normal yang kontralateral tetapi sama(misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri). e. Penderita diminta untuk mengatakan “ya” atau “tidak” apabila merasakan adanya rangsang, dan sekaligus juga diminta untuk menyatakan tempat atau bagian tubuh mana yang dirangsang. 2.2.2 Pemeriksaan Sensasi Nyeri Uji sensasi nyeri terbagi menjadi 2 macam, yaitu nyeri superficial (tajam-tumpul) dan nyeri tekan 1)
Nyeri superficial Merupakan
metode
uji
sensasi
dengan
menggunakan benda yang memiliki 2 ujung, yaitu tajam dan tumpul. Benda tersebut dapat berupa peniti terbuka maupun jarum pada reflek hammer. Pasien dalam keadaan mata terpejam saat dilakukan uji ini dan dilakukan pengkajian respon melalui pertanyaan “apa yang anda rasakan?” dan membandingkan sensasi 2
5
stimulus yang diberikan. Apabila terjadi keraguan respon maupun kesulitan dan ketidakmampuan dalam membedakan sensasi, maka hal ini mengindikasikan adanya
deficit
hemisensori
berupa
analgesia,
hipalgesia, maupun hiperalgesia pada sensasi nyeri. Sedangkan gangguan pada sensasi sentuhan berupa anestesia dan hiperestesia. Alat yang digunakan adalah jarum berujung tajam dan tumpul. Cara pemeriksan: a. Mata penderita ditutup. b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum pada dirinya sendiri. c. Tekanan
terhadap
kulit
penderita
seminimal
mungkin, jangan sampai menimbulkan perlukaan. d. Rangsangan terhadap terhadap kulit dilakukan denganujung runcing dan ujung tumpul secara bergantian.
Penderita
diminta
menyatakan
sensasinya sesuai yang dirasakan. Penderita jangan ditanya: apakah anda merasakan ini atau apakah ini runcing? e. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri) f. Penderita
juga
diminta
menyatakan
apakah
terdapatperbedaan intensitas ketajaman rangsang di derah yang berlainan.
6
g. Apabila
dicurigai
daerah
yang
sensasinya
menurun/meninggi maka rangsangan dimulai dari daerah tadi ke arah yang normal. 2)
Nyeri Tekan Merupakan metode uji sensori dengan mengkaji nyeri melalui penekanan pada tendon dan titik saraf. Metode ini sering digunakan dalam uji sensori protopatik (nyeri superficial, suhu, dan raba) dan uji propioseptik (tekanan, getar, posisi, nyeri tekan). Misalnya, berdasarkan Abadie sign pada daerah dorsalis, tekanan ringan yang diberikan pada tendon Achilles normalnya adalah ‘hilang’. Dengan kata lain tidak dapat dirasakan sensasi nyeri bila diberikan tekanan ringan pada tendon Achilles. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan tendo Achilles,fascia antara jari tangan IV dan V atau testis.
2.2.3 Pemeriksaan Sensasi Suhu Uji sensasi suhu pada dasarnya lebih direkomendasikan apabila pasien terindikasi gangguan sensasi nyeri. Metode ini menggunakan gelas tabung yang berisi air panas dan dingin. Pasien diminta untuk membedakan sensasi suhu yang dirasakan tersebut. Apabila pasien tidak dapat membedakan sensasi,maka pasien dapat diindikasikan mengalami kehilangan “slove and stocking” (termasuk dalam gangguan neuropati perifer).
7
Alat yang dipakai adalah tabung berisi air bersuhu 5-10ºC untuk sensasi dingin dan air 40-45ºC untuk sensasi panas. Cara pemeriksaan: a. Penderita lebih baik pada posisi berbaring. Mata penderita ditutup. b. Tabung panas/dingin lebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa. c. Tabung ditempelkan pada kulit penderita dan penderita diminta menyatakan apakah terasa dingin atau panas. 2.2.4 Pemeriksaan Sensasi Vibrasi/getar Uji sensasi vibrasi dilakukan menggunakan garpu tala frekuensi rendah (128 atau 256 Hertz) yang diletakkan pada bagian tulang yang menonjol pada tubuh pasien. Kemudian pasien diminta untuk merasakan sensasi yang ada dengan memberikan tanda bahwa ia dapat merasakan sensasi getaran. Apabila pasien masih tidak bisa merasakan sensasi getaran, maka perawat menaikkan frekuensi garputala sampai pasien dapat merasakan sensasi getaran tersebut. Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz. Cara pemeriksaan: a. Garpu tala digetarkan dengan memukulkan pada benda padat/keras. b. Kemudian pangkal garpu tala diletakkan pada daerah dengan tulang yang menonjol seperti ibu jari kaki,
8
pergelangan
tangan,
maleolus
lateralis/medialis,
procc.spinosus vertebrae, siku, bagian lateral clavicula, lutut,tibia, sendi-sendi jari dan lainnya. c. Bandingkan antara kanan dan kiri. d. Catat intensitas dan lamanya vibrasi. e. Untuk
penentuan
lebih
cermat,
garpu
tala
kemudiandipindahkan pada bagian tubuh yang sama pada pemeriksa.Apabila pemeriksa masih merasakan getaran, berarti rasagetar penderita sudah menurun. 2.2.5 Pemeriksaan Sensasi Propiosepsi Tujuannya
adalah
memperoleh
kesan
penderita
terhadapgerakan dan pengenalan terhadap arah gerakan, kekuatan, lebaratau luas gerakan (range of movement) sudut minimal yang penderita sudah mengenali adanya gerakan pasif, dan kemampuan penderita untuk menentukan posisi jari dalam ruangan. Tidak diperlukan alat khusus. Cara pemeriksaan: a. Mata penderita ditutup. b. Penderita
diminta
mengangkat
kedua
lengan
di
depanpenderita menghadap ke atas. c. Penderita diminta mempertahankan posisi tersebut. Pada kelemahan otot satu sisi atau gangguan proprioseptik makalengan akan turun dan menuju ke arah dalam. Modifikasi dari tes ini adalah dengan menaik turunkan kedua tangan dan penderita diminta menanyakan tangan mana yang posisinya lebih tinggi. Kedua tes di atas dapat
9
dikombinasi dengan modifikasi te sRomberg. Caranya: penderita diminta berdiri dengan tumit kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu garis lurus dan kedua lengan ekstensi ke depan. Kemudian penderita diminta menutup matanya. Bila ada gangguan proprioseptik pada kaki maka penderita akan jatuh pada satu sisi. Untuk tes posisi dapat dilakukan dengan cara berikut: a. Penderita
dapat
duduk
atau
berbaring,
mata
penderitaditutup. b. Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan terpisah satu sama lain sehingga tidak bersentuhan. c. Jari penderita digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan mungkin sehingga tekanan terhadap jari-jari tersebut dapat dihindari, sementara itu jari yang diperiksa tidak boleh melakukan gerakan aktif seringan apapun. d. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari atau adakah gerakan pada jarinya. Cara lain adalah dengan menempatkan jari-jari salah satu penderita pada posisi tertentu dan meminta penderita diminta menirukan posisi tersebut pada jari yang lain. Di atas merupakan pemeriksaan sensorik modalitas primer dari sensasi somatik seperti rasa nyeri, raba,,posisi, getar, dan suhu. Pemeriksaan sensorik modalitas
primer
dilanjutkan
diskriminatif/kortikal.
10
dengan
pemeriksaan
sensorik
BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan neurologik yang lain karena sangat subjektif. Pengkajian sistem sensori difokuskan pada bentuk subyektif dikarenakan sistem sensori memiliki hubungan erat dengan persepsi. pemeriksaan sensorik modalitas primer yang terdiri dari pemeriksaan sensasi taktil, sensasi nyeri, sensasi suhu, sensasi getar, dan sensasi propiosepsi. 3.2 Saran Perawat hendaknya dapat mempraktikkan dan menguasai teknik dalam pemeriksaan sistem sensori agar dapat menentukan tindakan asuhan keperawatan secara efektif.
11
DAFTAR PUSTAKA Sulistyoningrum, Evy.2005. Pemeriksaan Sensorik, Posisi, Keseimbangan dan Koordinasi.Purwokerto. Modul SkillabA-JILID I Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed Yunita, dkk. 2012. Pemeriksaan Fisik Sistem Sensori. Diakses pada 3 Oktober 2017, pukul 20.00 https://alvivo23.wordpress.com/2012/06/04/pemeriksaan-fisiksistem-sensori/
12