Khaerunnisa Ulumul Quran.docx

  • Uploaded by: Malik
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Khaerunnisa Ulumul Quran.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,615
  • Pages: 11
NAMA : KHARUNNISA NIM

: 18050101079

KLS

: EKONOMI SYARIAH C

1.ULUMUL QUR’AN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN Menurut Muhammad Ali Al-Sabuni bahwa Ulum Al-Qur’an adalah suatu pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an dari segi cara turunnya, pengumpulannya, urutannya, pembukuannya, asbab turunnya, makkiyyah, madaniyyah, Nasikh dan mansukh, Muhkam dan mutasyabih dan pembahasan-pembahasan lainnya yang berhubungan dengan Al-Qur’an. M. Hasby As-Shiddiqy berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan Ulum AlQur’an terdiri dari enam pokok, yaitu: persoalan nuzul, persoalan sanad, persoalan ada’ al qira’ah, pembahasan yang menyangkut lafal Al-Qur’an, persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafal. Pokok Pembahasan Dalam Ulumul Qur'an. Yaitu : Ilmu Mawathin al-Nuzul, Tawarikh al-Nuzul, Asbab al-Nuzul, Qiraat, Tajwid, Gharib Al-Qur’an, I’rab Al-Qur’an, Wujud wa alNazair, Ma’rifah Al-Muhkam Wa Al-Mutasyahih, Nasikh wa al-Mansukh, Badi’ Al-Qur’an, I’jaz Al-Qur’an, Tanasub Ayat Al-Qur’an, Aqsam Al-Qur’an, Amtsal Al-Qur’an, Ilmu Jadal Al-Qur’an, dan Adab Tilawah Al-Qur’an.

Perkembangan Ulumul Qur’an pada masa Rasulullah SAW., masa Khalifah, masa Tadwin (Penulisan Ilmu), perkembangan ulumul Qur’an dari abad II sampai masa modern (kontemporer.

1.

SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QUR’AN Pengertian turunnya alqur’an ialah menetapkan / memantapkan / memberitahukan

/menyampaikan Al-Qur’an, baik di sampaikan Al-Qur’an itu ke Lauhil Mahfudz atau ke Baitul Izzah di langit dunia, maupun kepada Nabi Muhammad.

tahap-tahap turunnya Al-Qur’an” ialah tertib dari fase-fase disampaikan kitab suci Al-Qur’an, mulai dari sisi Allah hingga langsung kepada Nabi Muhammad SAW, kitab suci ini tidak seperti kitab-kitab suci sebelumnya. Sebab kitab suci ini diturunkan secara bertahap, sehingga betul-betul menunjukkan kemukjizatannya. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dari sebuah suratatau sebuah surat ynag pendek secara lengkap. Dan penyampaian Al-Qur’an secara keseluruhan memakan waktu lebih kurang 23 tahun, yakni 13 tahun waktu nabi masih tingggal di makkah sebelum hijrah dan 10 tahun waktu nabi hijrah ke madinah. Sedangka permulaan turunya Al-Qur’an adalah pada malam Lailatul Qadar, tanggal 17 Ramadhan pada waktu Nabi telah berusia 41 tahun bertepatan tanggal 6 Agustus 610 M, sewaktu beliau sedang berkhalwat (meditasi ) di dalam gua hira’ di atas Jabal Nur. Ayat yang pertama kali turun adalah 1-5 surah Al-Alaq: Sedangkan Penulisan/penghimpunan Al-Qur’an mengalami 3 ( tiga ) periode yaitu: 1)

penulisan Al-Qur’an pada periode Nabi Muhammad SAW

2)

Penulisan Al-Qur’an pada periode Khalifah Abu Bakar

3)

Penulisan/ penghimpunan Al-Qur’an periode Khalifah Utsman Bin Affan

2. ASBAB AN NUZUL Asbabun Nuzul merupakan bentuk Idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah Sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Sedangkan sescara terminology atau istilah Asbabun Nuzul dapat diartikan sebagai sebabsebab yang mengiringi diturunkannya ayat-ayat al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW karena ada suatu peristiwa yang membutuhkan penjelasan atau pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Sejak zaman sahabat pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dipandang sangat penting untuk bisa memahami penafsiran Al-Qur’an yang benar. Karena itu mereka berusaha untuk mempelajari ilmu ini. Mereka bertanya kepada Nabi SAW tentang sebab-sebab turunya ayat atau kepada sahabat lain yang menjadi saksi sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian pula para tabi’in yang datang kemudian, ketika mereka harus menafsirkan ayat-ayat

hukum, mereka memerlukan pengetahuan Asbabun Nuzul agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan. Asbabun Nuzul ada bermacaam-macam, diantarannya : 1. Satu Ayat Dengan Banyak Sebab 2. Banyaknya Nuzul Dengan Satu Sebab 3. Beberapa Ayat Yang Turun Mengenai Satu Orang 4. Ayat Yang Turun Secara Berulang Ulang

3. MUNASABAH AL-QUR’AN Ilmu Munasabah adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat keserasian (korelasi) antara satu bagian dengan bagian yang lain. Ilmu ini sepenuhnya bersifat ijtihady, bukan tauqify. Macam-macam

munasabah

yaitu munasabah antar surat

dengan surat

sebelumnya, munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya, munasabah antar bagian suatu ayat, munasabah antar ayat yang terletak berdampingan, munasabah antar suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya, munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat, munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama, munasabah antar penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya. 4. ILMU MAKKIYAH DAN MADANIYAH Makkiyah adalah Suatu surat yang turun di mekah yang ditujukan kepada orang- orang penduduk kota Mekah dan diturunkan sebelum Nabi melakukan hijrah kekota Madinah, meskipun turunnya di luar kota Mekah. Sedangkan yang dimaksud denganMadaniyah ialah Suatu surat yang turun di Madinah yang ditujukan kepada orang- orang Madinah dan di turunkan nya setelah Nabi melakukan hijrah kekota Madinah al- Munawwarah. Dan pada pembahasan ciri- cirinya dapat di simpulkan bahwa pada umumnya surat makiyah Dan juga pada umumnya ayat- ayat makiyah itu pendek- pendek dan kuat hujjuahnya sedangkan surat madaniyah pada umumnya panjang- panjang dan dalam meneyampaikan hukumhukumnya dengan tampa banyak alasan, kerena kondisi dan keadaan umat pada saat itu sudah kuat iamannya.

5. QASHASH ALQURAN Menurut

istilah, qashshashilqur’an ialah kisah-kisah dalam al-qur’an

yang

menceritakan ikhwal umat-umat dahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau,masa kini dan masa yang akan datang. Di dalam al -qur’an banyak diceritakan umat-umat dahulu dan sejarah Nabi atau para Rasul serta ikhwal Negara dan perilaku bangsa-bangsa kaum dahulu. Macam-macam qashash yaitu, kisah hal-hal ghaib pada masa lalu, kisah hal-hal ghaib pada masa kini, kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang. Beberapa faedah dari qashashil Quran yaitu meneguhkan hati Rasulullah dan hati umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta menguatkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnyabpertolongan Allah dan hancurnya kebatilan beserta para pendukungnya, menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa setiap nabi, membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka, memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad dalam penuturannya mengenai orang-orang terdahulu. 6. I’JAZ AL QURAN

Menurut bahasa kata I’jaz merupakan isim masdar dari kata kerja a’jaza-yu’jizu menjadi ijazan yang mempunyai arti ketidak berdayaan dan ketidak mampuan.Dan dapat juga diartikan melemahkan atau menjadi tidak mampu. I’jaz a quran adalah sesuatu yang hadir untuk melemahkan orang – orang yang tidak suka terhadap umat islam dan hanya dimiliki oleh nabi dan rasul. Dianatara ragam kemukjizatan quran yang telah di ungkap oleh ulama dan cendekiawan muslim adalah a. I’jaz balaghi b. I’jaz mengenai berita gaib c. I’jaz tasyri ( peundang – undangan ) d. I’jaz ilmi I’jaz dengan berbagai macamnya seperti a. I’jaz tahibbi (kedokteran) b. I’jaz al fa falaki (astronomi)

c. I’jaz jughrafi ( geografi ) d. I’jaz al – thabi‘I ( fisika ) e. I;jaz adadi ( jumlah ) f. I;jaz I’lami ( informasi )

7. AL MUHKAM AL MUTASYABIH

a. Pengertian Al-Muhkam Al-Mutasyabih Manna’ Khalil Al-Qattan menjelaskan Muhkam dan Mutasyabih dalam buku studi Ilmu-Ilmu Qur’an, bahwa menurut bahasa Muhkam berasal dari kata ‫ابة الد حكمت‬ ‫ واحكمت‬yang artinya “saya menahan binatang itu”, juga bisa diartikan,”saya memasang ‘hikmah’ pada binatang itu”. Hikmah dalam ungkapan ini berarti kendali.Muhkam berarti (sesuatu) yang dikokohkan, jadi kalam Muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yakni bila salah satu dari 2 (dua) hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain, karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupun abstrak. Jadi, tasyabuh Al-Kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagainya membetulkan sebagian yang lain. Sedangkan menurut terminologi (istilah), muhkam dan mutasyabih diungkapkan para ulama, seperti berikut ini : 1. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melalui takwil ataupun tidak. Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya dajjal, dan huruf-huruf muqatha’ah. (Kelompok Ahlussunnah) 2.

Ibn Abi Hatim mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.

3. Mayoritas Ulama Ahlul Fiqh yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas mengatakan, lafadz muhkam adalah lafadz yang tak bisa ditakwilkan melainkan hanya satu arah/segi saja. Sedangkan lafadz yang mutasyabbih adalah lafadz yang bisa ditakwilkan dalam beberapa arah/segi, karena masih sama (semakna-red).

b. Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Al-Mutasyabih Para ulama berbeda pendapat tentang apakah arti ayat-ayat mutasyabih dapat diketahui oleh manusia, atau hanya Allah saja yang mengetahuinya.Sumber perbedaan mereka terdapat dalam pemahaman struktur kalimat pada QS. ‘Ali Imran : 7 Dalam memahami ayat tersebut, muncul dua pandapat. Yang pertama, Wa alrasikhuna fi al-‘ilm di-athaf-kan pada lafazh Allah, sementara lafazh yaaquluna sebagai hal. Itu artinya, bahwa ayat-ayat mutasyabih pun diketahui orang-orang yang mendalami ilmunya.Yang kedua, Wa al-rasikhuna fi al-‘ilm sebagai mubtada’ dan yaaquluna sebagai khabar. Itu artinya bahwa ayat-ayat mutasyabih hanya diketahui oleh Allah, sedangkan orang-orang yang mempelajari ilmunya hanya mengimaninya. Ada sedikit ulama yang berpihak pada ungkapan gramatikal yang pertama. Seperti Imam An-Nawawi, didalam Syarah Muslim, ia berkata, “Pendapat inilah yang paling shahih karena tidak mungkin Allah mengkhitabi hamba-hambaNya dengan uraian yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya.”Kemudian ada Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Ishaq Asy-Syirazi yang mengatakan, “Tidak ada satu ayatpun yang maksudnya hanya diketahui Allah.Para ulama sesungguhnya juga mengetahuinya. Jika tidak, apa bedanya mereka dengan orang awam?”. Namun sebagian besar sahabat, tabi’in, generasi sesudahnya, terutama kalangan Ahlussunnah berpihak pada gramatikal ungkapan yang kedua. Seperti pendapat dari : 1. Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya mengeluarkan sebuah riwayat dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda ketika mengomentari QS. ‘Ali Imran ayat 7 : “Jika engkau menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabih untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, orang itulah yang dicela Allah, maka berhati-hatilah menghadapi mereka.” 2. Ibn Abu Dawud, dalam Al-Mashahif, mengeluarkan sebuah riwayat dari Al-A’masy. Ia menyebutkan bahwa diantara qira’ah Ibn Mas’ud disebutkan :

“Sesungguhnya penakwilan ayat-ayat mutasyabih hanya milik Allah semata, sedangkan orang-orang yang mendalami ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabih.” 3. Imam Malik pernah ditanya mengenai pengertian lafadz istawa. Ia mengatakan: Istawa adalah diketahui. dan bagaimananya adalah sesuatu yang tidah diketahui. Bertanya tentangnya adalah Bid’ah. Sedang Ar-raghib Al-Ashfahany mengambil jalan tengah dalam masalah ini. Beliau membagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahuinya menjadi tiga bagan: 1. Bagian yang tak ada jalan untuk mengetahuinya, seperti waktu tibanya hari kiamat. 2. Bagian manusia menemukan sebab-sebab mengetahuinya, seperti lafadz-lafadz yang ganjil, sulit difahami namun bisa ditemukan artinya. 3. Bagian yang terletak di antara dua urusan itu yang hanya diketahui oleh Ulama’ yang mumpuni saja. c. Fawatir As-Suwar Fawatir as-suwar termasuk dalam Ilmu Ma’rifah al-Muhkam Wa al-Mutasyabih karena ayat-ayat yang terdapat pada fawatih as-suwar adalah ayat-ayat yang rata-rata memiliki makna yang masih samar. Dari segi bahasa, fawatihus suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, karena posisinya yang mengawali perjalanan teks-teks pada suatu surat. Apabila dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah, huruf cenderung ‘menyendiri’ dan tidak bergabung membentuk suatu kalimat secara kebahasaan.Dari segi pembacaannya pun, tidaklah berbeda dari lafazh yang diucapkan pada huruf hijaiyah. Ibnu Abi Al Asba’ menulis sebuah kitab yang secara mendalam membahas tentang bab ini, yaitu kitab Al-Khaqathir Al-Sawanih fi Asrar Al-Fawatih. Ia mencoba menggambarkan tentang beberapa kategori dari pembukaan-pembukaan surat yang ada di dalam Al-Quran. Pembagian karakter pembukaannya adalah sebagai berikut.Pertama, pujian terhadap Allah swt yang dinisbahkan kepada sifat-sifat kesempurnaan Tuhan. Kedua, yang menggunakan huruf-huruf hijaiyah; terdapat pada 29 surat. ketiga, dengan mempergunakan kata seru (ahrufun nida), terdapat dalam sepuluh surat. lima seruan

ditujukan kepada Rasul secara khusus. Dan lima yang lain ditujukan kepada umat. Keempat, kalimat berita (jumlah khabariyah); terdapat dalam 23 surat. kelima, dalam bentuk sumpah (Al-Aqsam); terdapat dalam 15 surat. d. Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat 1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu. 2. Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang

yang

mengutak-atik

ayat-ayat

mutasyabih.

Sebaliknya

Allah

memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni. 3. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu. 4. Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT. 5. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.

8. NASIKH MANSUKH Naskh adalah menghapus atau menghilangkan suatu perkaradengan perkara lain didalam ada dua perkara yakni nasikh dan mansukh.Nasikh adalah perkara yang menghapus hukum,

sedangkan Mansukh adalah perkara yang dihilangkan oleh perkara lain dan diperbolehkan menaskhkan. Ilmu nasikh dan mansukh adalah ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang bermakna kontradiktif antara satu hadits dengan hadits lainnya yang diantaranya terdapat distance yang cukup lebar dan tak bisa disatukan/dikompromikan secara hukum, sehingga harus ada yang dihapuskan. Karena yang terkemudian itu dinamai Nasikh dan yang terdahulu dinamai Mansukh. Cara mengetahui nasakh wal mansukh dengan perkataan dari Rasulullah, perkataan Sahabat, dari sejarah dan ijma’ ulama. Adapun hikmah mengetahui ilmu nasakh wal mansukh adalah: a. Memelihara kepentingan hamba. b. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia. c. Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak. d. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat.

9. QIRA’AT AL QURAN Qira’at adalah bentuk jamak dari qira’ah (‫)قراءة‬, merupakan isim masdar dari qaraa (‫)قرأ‬, yang mempunyai arti "bacaan". sedangkan menurut istilah, adapun Qira’at menurut Az-Zarkasyi ialah perbedaan laanfal-lafal al-Qur'an, baik menyangkut hurufhurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lainlain. Menurut Al-Zarqani, pengertian qira’at adalah “Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam dari para imam qurra’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an al-Karim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan

dalam

pengucapan

huruf-huruf

ataupun

pengucapan

bentuknya.”

Kesimpulannya Qira’at ialah ilmu yang mempelajari tentang perbedaan lafal-lafal alQur'an, baik menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapannya.

10. AMTSAL ALQURAN Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Kata matsal, mitsl dan matsil serupa dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafazh maupun maknanya. Amsal dalam sastra adalah

penyerupaan suatu keadaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, yaitu menyerupakan sesuatu dengan yang aslinya. Unsur-unsur Amtsal Al-Qur’an Sebagian Ulama mengatakan bahwa Amtsal memiliki empat unsur, yaitu: 1.

Wajhu Syabah: segi perumpamaan

2.

Adaatu Tasybih: alat yang dipergunakan untuk tasybih

3.

Musyabbah: yang diperumpamakan

4.

Musyabbah bih: sesuatu yang dijadikan perumpamaan.



Macam-macam amtsal :

1.

Amtsal musharrahah

2.

Amtsal kaminah

3.

Amtsal mursalah



Faedah-Faedah Amtsal

a.

Menggambarkan sesuatu yang abstrak dalam gambaran konkrit

b.

Menyingkap sesuatu dan mendekatkan pengertian kepada pemahaman

c.

Menggambarkan sesuatu yang ghaib dalam bentuk zahir

d.

Menyatukan makna yang indah dalam ungkapan yang pendek dan mudah

e.

Memantapkan makna dalam pikiran

f.

Membuat orang suka dengan cara yang paling simple

g. 11. AL QASAM ALQURAN Qasam adalah menguatkan sesuatu dengan menyebut nama Allah SWT atau salah satu sifat-Nya dengan menggunakan huruf sumpah ( al-qasam), yaitu waw, ba, dan ta, seperti wallahi ( demi Allah ), billahi (demi Allah ), dan tallahi ( demi Allah ). Qasam berfaedah untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran dalam jiwa tentang sesuatu yang diucapkan/ disampaikan kepada mukhatab dengan menggunakan sesuatu yang dipandang agung, besar dan sakral. Dalam Islam, sesuatu yang boleh digunakan untuk sumpah oleh manusia adalah Allah dan sifat-sifatnya, sedangkan bagi Allah berhak menggunakan sumpah dengan apa saja yang dikehendaki, baik Dzat-Nya sendiri ataupun makhluk-Nya. Ada tiga unsur qasam, yaitu fi’il yang Ditransitifkan dengan “ba”( adat qasam), muqsam bih dan muqsam alaih. Adat qasam terdiri dari tiga huruf, yaitu ba, ta, dan wawu.Muqsam bih

bagi Allah meliputi Dzat-Nya dan makhluk-Nya, sedangkan bagi manusia, muqsam bih harus kepada Allah atau sifat-sifat-Nya. Muqsam ‘alaih adalah jawab qasam 12. TAFSIR, TA’WIL DAN TARJAMAH

Tafsir adalah Usaha yang bertujuan menjelaskan Al-Qur’an atau ayat-ayatnya atau lafazh-lafazhnya, agar yang tidak jelas menjadi jelas, yang samar-samar menjadi terang, yang sulit dipahami menjadi mudah dipahami, sehingga Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia benar-benar dapat dipahami, dihayati dan diamalkan, demi tercapainya kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.” Ta’wil ialah mengembalikan sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni menerangkan apa yang dimaksudkannya.” Terjemah dalam pengertian urfi terbagi dua, yaitu: Pertama, Terjemah Harfiah ialah tarjamah yang dalam pengungkapan makna terlalu terikat dengan suasana kata perkata yang ada pada bahasa pertama dan makna-makna yang terungkap hanya berupa makna kosa kata.

Related Documents


More Documents from "Rahmat Nur"