A. Alternatif restrein Restein fisik adalah uapaya terakhir, hanya digunakan apabila pasien membahayakan dirinya sendiri atau orang ain dan apabila metode lainnya gagal. Restrein sebenarnya dapat menimbulkan perilaku yang membahayakan. Oleh karena itu, perawat sebaiknya berupaya mengidentifikasi apa yang dirasakan atau dialami pasien. B. Kehilangan dan respons terhadap kehilangan Pasien harus menyesuaikan diri dengan kehilangan kesehatan atau kehilangan anggota badan, serangan terhadap konsep diri, atau perubahan gaya hidup dieprlukan. Pasien yang menjelang ajal harusnya beradaptasi terhadap kehilangan kehidupan. Semua kejadian ini membutuhkan suatu perubahan, yaitu, kehilangan ctra tubuh yang biasa dan penggantian dengan citra tubuh yang baru. Semua kehilangan melibatkan setidaknya fase harga diri rendah sementara. Respons terhadap kehilangan dapat diuraikan dalam empat fase berikut : Syok dan tidak percaya Pembentukan kewaspadaan Resitusi Resolusi C. Syok dan ketidakpercayaan Pada tahap respons kehilangan, pasien memperlihatkan karakteristik perilaku menyangkal. Mereka gagal memehami dan merasakan arti rasional dan dampak emosional dari diagnosis tersebut. Karena diagnosis tidak memiliki arti emosional, pasien dapat berupaya bangkit dari temapt tidur melanggar anjuran dokter, atau mereka tidak mematuhi diet yang diprogramkan dan menyatakan “ saya di sini untuk istirahat “.
D. Intervensi keperawatan Prinsip intervensi adalah tidak meningkatkan pertahanan dan penyangkalan, tetapi mendukung pasien dan memahami situasi melalui asuhan keperawatan Perawat mengenali dan menerima penyakit pasien dengan memantau monitor atau mengganti balutan. Dengan cara ini, perawat menyampaikan penerimaan terhadap pasien melalui nada suara, ekspresi wjah, dan sentuhan. Perawat harut merefleksikan pertanyaan penyangkal kembali ke
pasien dengan cara yang memungkin kan pasien mendengarnya, dan akhirnya mengkaji ketidaksesuaiannya dan menyadari kenyataan. Ketika pasien sedang menyangkal, perawat menunjukan penerimaan dengan beberapa cara : Nada suara Kesesuaian ekspresi wajah Penggunaan sentuhan Penggunaan refleksi pernyataan yang tidak akurat Menghindari lelucon dengan pasien mengenai isu yang serius
E. Pembentukan kewaspadaan Pada tahap kedua duka cita ini, perilaku pasien ditandai dengan rasa marah dan bersalah. Rasa marah dapat diungkapkan dengan terbuka dan dapat ditunjukan pada staf akibat kesalahan, keterlambatan, dan sedikit ketidakpekaan. Pada fase ini, burunya kenyataan telah munculkan dampak. Pemindahan rasa marah pda orang lain membantu mengurangi dampat kenyataan pada pasien, ungkapan prasa marah memberikan pasien kekuasaan dalam suatu/keadaan yang tampaknya tidak dapat dikendalikan.
F. Intevensi keperawatan Selama pembentukan kewaspadan pasien, intervensi keperawatan harus di arahka untuk mendukung rasa harga diri dasar pasien dan memungkinkan serta mendorong ekspresi marah yang langsung. Tindakan keperawatan yang mendukung rasa harga diri paien banyak sekali jumlahnya dan termasuk memanggil pasien dengan namanya, memperkenalkan orang yang tidak dikenal, khususnya bila mereka memeriksa pasien, dan yang paling penting, bukan bicara tentang pasien dan yang penting memberikan dan menghargai kebutuhan pasien akan privasi dan kesopanan.
G. Resitusi Pada tahap ini orang kehilangan mengesampingkan marah dan resistensi dan mulai mengatasi kehilangan secara konstruktif. Pasien mencoba perilaku yang sesuai dengan keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah salah satu bentuk kesedihan, dan waktu yang digunakan untuk menangis adalah hal yang bermanfaat. Ketika pasien beradaptasi dengan citra baru,
banyak waktu yang dihabiskan untuk menghapus ingatan bermakna yang berhubungan dengan kehilangan. Perilaku pada tahap ini mencangkup ungkapan rasa takut yang berhubungan dengan masa depan. Selanjutnya, setelah trauma berat, yang mungkin menyebabkan jaringan parut atau pengangkatan bagian tubuh aatau kehilangan sensasi, pasien dapat mempertanyakan keadekuatan seksualnya.
H. Intervensi keperawatan Selama resitusi, asuha keperawatan sebaiknya kembali suportif sehingga terjadi adaptasi. Mendengarkan pasien selama periode waktu yang panjang dibutuhkan. Apabila pasien dapat mengungkapkan rasa takut dan mempertanyakan tentang masa yang akan datang ia akan mampu menetapkan kecemasan dan memecahkan masalah baru. Selanjutnya, mendengarkan diri sendri membicarakan tentang rasa takut akan membantu seseorang memandang lebih raional. Pasien mungkin membutuhkan priasi, penerimaan, dan dorongan agar dapat menangis seningga dapat berhenti dari kesedihan.