BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan sistem kardiovaskuler memberi dampak terhadap fisik dan psikologis klien. Secara psikologis, gangguan system kardiovaskuler berdampak terhadap status fungsional, status pekerjaan dan hubungan antar manusia (Sullivan, 2009).
Gagal
jantung
sebagai
salah
satu
penyakit
gangguan
sistem
kardiovaskuler, menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, diperkirakan 22 juta orang di seluruh dunia mengalami CHF atau gagal jantung (WHO,2002). Beberapa hasil penelitian menuliskan bahwa hipertensi merupakan penyakit kronik yang beresiko menyebabkan terjadinya miokard infark dan gagal jantung (CHF) (Bosworth., Bartash., Olsen & Steffens,2003
dalam
Gorman
2007).
Gagal
jantung
merupakan
ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi kejaringan tubuh (Smeltzer & Bare 2001).
Data yang diperoleh World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukan bahwa pada tahun 2008 terdapat 17 juta atau sekitar 48% dari total kematian disebabkan oleh gagal jantung kongestif. Pada penelitian di Amerika, risiko berkembangnya gagal jantung adalah 20% untuk usia ≥40 tahun, dengan kejadian >650.000 kasus baru yang didiagnosis gagal
1
jantung selama beberapa dekade terakhir. Kejadian gagal jantung meningkat dengan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk gagal jantung sekitar 50% dalam waktu 5 tahun (Yancy, 2013). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal jantung di Indonesia sebesar 0,3%. Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang (0,3%).
Gagal jantung menimbulkan berbagai gejala klinis yang dirasakan pasien beberapa diantaranya dispnea, ortopnea, batuk, takikardia, lemah, Cemas, kegelisahan (Brunner & Suddarth, 2002 : 807). Penanganan gagal jantung memerlukan tindakan yang tepat agar tidak memperburuk keadaan jantung dari penderita. Istirahat serta rehabilitasi, pola diet, kontrol asupan garam, air, monitor berat badan adalah cara-cara yang praktis untuk menghambat progresifitas dari penyakit ini. Melihat besarnya angka mortalitas dan morbiditas yang terjadi, banyak kemajuan telah dibuat untuk memudahkan diagnosis, penatalaksanaan, dan terapi dalam mengatasi penyakit kardiovaskuler (Hudak & Gallo, 2010). Kegiatan yang perlu ditekankan adalah pendidikan kesehatan, informasi yang diberikan saat discharge planning, serta kesiapan keluarga dalam melaksanakan perawatan mandiri, bukan hanya sekedar pengobatan yang merupakan akibat klinis dari penyakit yang sudah terjadi.
2
Setelah gagal jantung dapat terkontrol, pasien dibimbing untuk secara bertahap kembali ke gaya hidup dan aktivitas sebelum sakit sedini mungkin. Aktivitas kegiatan hidup sehari-hari harus direncanakan untuk meminimalkan periode apneu dan kelelahan. Berbagai penyesuaian kebiasaan, pekerjaan, dan hubungan interpersonal biasanya dilakukan. Setiap aktivitas yang menimbulkan gejala harus dihindari atau diadaptasi. Pasien harus dibantu untuk mengidentifikasi stress emosional dan menggali cara-cara untuk menyelesaikannya.
Biasanya pasien sering kembali ke klinik dan rumah sakit akibat kekambuhan
episode
gagal
jantung.
Hal
tersebut
tidak
hanya
menyebabkan masalah piskologis, sosiologis dan finansial tetapi beban fisiologis pasien akan menjadi lebih serius. Organ tubuh tentunya akan rusak. Serangan berulang dapat menyebabkan fibrosis paru, sirosis hepatis, pembasaran limpa dan ginjal, dan bahkan kerusakan otak akibat kekurangan oksigen selama epsode akut.
Memberikan penyuluhan kepada pasien dan melibatkan pasien dalam implementasi program terapi akan memperbaiki kerjasama dan kepatuhan. Kebanyakan kekambuhan gagal jantung terjadi karena pasien tidak mematuhi terapi atau perawatan mandiri yang dianjurkan.
3
Perawatan mandiri (self care) adalah suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan
guna
mempertahankan
kehidupan,
kesehatan
dan
kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit (orem’s ,1980). Perawatan mandiri pada pasien gagal jantung dipengaruhi oleh banyak faktor, beberapa diantaranya adalah pengetahuan pasien tentang perilaku perawatan mandiri, peran
keluarga dalam mencegah terjadinya
kekambuhan, serta perencanaan pulang atau discharge planning yang optimal.
Pengetahuan pasien gagal jantung tentang perawatan mandiri akan mencegah kekambuhan berulang karena mempengaruhi perilaku pasien tersebut. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan tentang perilaku mandiri ini tidak hanya berfokus pada pasien, juga pada keluarga.
Pada pasien gagal jantung, keluarga sangat berperan untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Oleh karena itu keluarga harus mempunyai kesiapan untuk melakukan perawatan mandiri pada pasien gagal jantung di rumah. Kesiapan adalah kemampuan yang cukup, baik fisik maupun mental. Kesiapan fisik berarti tenaga yang cukup dan kesehatan, sementara kesiapan mental berarti memiliki minat dan motivasi yang cukup untuk
4
melakukan suatu kegiatan (Dalyono, 2005). Sedangkan kesiapan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, peraturan/protokol yang jelas, sarana, dan pemberian discharge planning pada pasien dan keluarga selama dirawat dirumah sakit.
Discharge planning adalah mempersiapkan pasien untuk mendapatkan kontinuitas perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam memepertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya dan harus dimulai sejak awal pasien datang ke pelayanan kesehatan (Cawthorn, 2005). Untuk mempersiapkan pasien dan keluarga dalam melaksanakan perawatan mandiri di rumah secara optimal.
Hasil penelitian yang dilakukan Lina Indrawati (2012) ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kemampuan melakukan pencegahan sekunder faktor risiko penyakit jantung koroner, bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kemampuan melakukan pencegahan sekunder faktor risiko (p value= 0,010). Artinya semakin baik pengetahuan pasien, akan semakin baik pula perilaku perawatan mandiri yang dilakukan sebagai tindakan pencegahan sekunder faktor resiko.
Nurdiana,
Syafwani,
Umbransyah,(2007)
dalam
penelitiannya
menyebutkan bahwa keluarga berperan penting dalam menentukan cara atau asuhan keperawatan yang diperlukan oleh pasien di rumah sehingga
5
akan menurunkan angka kekambuhan. Hasil penelitian tersebut dipertegas oleh penelitan lain yang dilakukan oleh Dinosetro (2008), menyatakan bahwa keluarga memiliki fungsi strategis dalam menurunkan angka kekambuhan, meningkatkan kemandirian dan taraf hidupnya serta pasien dapat beradaptasi kembali pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Archie & Baron (2006) menyebutkan telah terjadi pengeluaran dana sebesar $ 735 milyar akibat proses discharge planning yang tidak memenuhi standar di tiga puluh delapan Rumah Sakit (RS) di Amerika Serikat sehingga menyebabkan pasien harus kembali ke RS untuk menjalani perawatan. Sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi seandainya dilakukan pelayana pasien sebelum pulang dengan optimal dan selalu
ada
komunikasi
yang
terus
menerus
antara
petugas
kesehatan/keperawatan dari RS care giver/keluarga atau pasien itu sendiri setelah pulang dari RS.
Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karawang sebanyak 735 orang menempati urutan ke tiga dalam 10 besar diagnosa penyakit terbanyak di rawat inap, sedangkan yang dirawat ulang sebanyak 242 orang, dan pasien yang meninggal sebanyak 54 orang. Di rawat jalan tercatat sebanyak 5773 orang pasien gagal jantung yang mengunjungi poliklinik penyakit jantung (Rekam Medis RSUD Karawang, 2015).
6
Berdasarkan hasil survei pendahuluan dilakukan dengan observasi dan wawancara terhadap pasien rawat jalan dan keluarga di Poli Jantung RSUD Karawang, didapatkan 6 dari 6 orang keluarga dan pasien yang menjalani rawat jalan ketika akan pulang mengatakan tidak tahu bagaimana perawatan mandiri dan seperti apa cara perawatan yang baik dan dianjurkan termasuk diet dan aktivitas apa yang boleh dilakukan dirumah, informasi yang diberikan oleh perawat hanya sebatas informasi tentang diagnosa penyakit, tempat dan waktu kontrol serta obat-obatan yang dibawa pulang dan harus diminum di rumah. Menurut pasien keluarga mendukung hanya sebatas mengingatkan untuk minum obat dan kontrol ulang, sedangkan untuk aktivitas dan pencegahan kekambuhan cenderung tidak di perhatikan oleh keluarga.
B. Rumusan Masalah Memperhatikan
latar belakang
masalah di atas, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Perawatan Mandiri Pasien Gagal Jantung Dirumah”
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku perawatan mandiri pasien gagal jantung di rumah
7
2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran perilaku perawatan mandiri meliputi pengetahuan pasien, dukungan keluarga dan dukungan discharge planning b. Mengidentifikasi
hubungan
pengetahuan
dengan
perilaku
perawatan mandiri pasien gagal jantung dirumah c. Mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan perilaku perawatan mandiri pasien gagal jantung dirumah d. Mengidentifikasi hubungan discharge planning oleh perawat dengan perilaku perawatan mandiri pasien gagal jantung dirumah
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai pentingnya discharge planning, dukungan keluarga, dan pengetahuan pasien untuk meningkatkan kualitas perawatan mandiri pasien gagal jantung.
2. Bagi Tenaga Pelayanan Kesehatan Di harapkan dengan pengetahuan yang ada, dapat meningkatkan kinerja perawat dalam melakukan tindakan discharge planning pada pasien gagal jantung dengan baik.
8
3. Bagi peneliti Hasil penelitian di harapkan dapat menambah pengetahuan baru tentang faktor- faktor yang mempengaruhi perawatan mandiri pasien gagal jantung di rumah.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. GAGAL JANTUNG 1. Pengertian Menurut Kabo & Karim (2002) Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (cardiak output) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan pengisian meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2006) Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Dan menurut Corwin ( 2008) Gagal jantung terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolik-akhir ventrikel secara progresif bertambah.
2. Patofisiologi Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung yang normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV dimana
10
curah jantung (cardiac output) adalah fungsi frekwensi jantung (heart rate) x volume sekuncup (stroke volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi sistem fungsi sarap otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekwensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme konpensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang, dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor : preload, kontraktilitas dan afterload. a. Preload adalah sinionim dengan hukum starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. b. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
11
c. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriola.
Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu, hasilnya curah jantung berkurang. Kemudahan dalam menentukan pengukuran hemodinamika melalui prosedur pemantauan invasif
mempermudah
diagnosa
gagal
jantung
kongestif
dan
mempermudah penerapan terapi farmakologis efektif.
3. Etiologi Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan
menurunya
kontraktilitas
jantung.
Kondisi
yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi aterial, dan penyakit otot degeneratif atau imflamasi.
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Hipertensi
sistemik
atau
pulmonal
(peningkatan
afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
12
hipertrofi serabut jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang baiasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya stenosis katup semiluner), kemampuan jantung untuk mengisi
darah
(misalnya
tamponade
perikardium,
perikarditis
konstriktif, atau stenosis katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi malignat) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertrofi miokardial.
4. Manifestasi klinis Tanda
dominan
gagal
jantung
adalah
meningkatnya
volume
intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
13
Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edem paru, yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edem perifer umum dan penambahan berat badan.
Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya timbul akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ektremitas dingin dan haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal yang pada gilirannya menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edem paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Tetapi manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung ventrikel mana yang terjadi.
14
pada kegagalan
a. Gagal jantung kiri Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan darah sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardia) dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
Dispnu terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dispnu bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi ortopnu, kesulitan bernapas saat berbaring. Pasien yang mengalami ortopnu
tidak akan mau berbaring, tetapi akan
menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk di kursi, bahkan saat tidur.
Beberapa pasien hanya mengalami ortopnu pada malam hari, suatu kondisi yang dinamakan paroxismal nokturnal dispnea (PND). Hal ini terjadi bila pasien, yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah, pergi berbaring di tempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun di ekstremitas yang sebelumnya berada di bawah mulai diabsorsi dan ventrikel kiri yang sudah
15
terganggu tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat. Akibatnya tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan lebih lanjut cairan berpindah ke alveoli.
Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang terkadang disertai bercak darah.
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernapasan dan batuk.
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Begitu terjadi kecemasan terjadi juga dispnu yang pada gilirannya memperberat kecemasan, menciptakan lingkaran setan. b. Gagal jantung kanan Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak
16
mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan didalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah. 1) Edema Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya pada genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral sering jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg. 2) Hepatomegali Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi
17
yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekana pada diafragma dan distres pernapasan. 3) Anoreksia Anoreksia ( hilangnya selera makan ) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen. 4) Nokturia, atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi akibat karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah jantung akan membaik dengan istirahat. 5) Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
5. Penatalaksanaan Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut: a. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung. b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan farmakologi. c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik, diet dan istirahat.
18
1) Terapi farmakologi a) Digitalis Digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dengan memperlambat frekwensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkannya : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan diuresis
yang
mengeluarkan cairan dan mengurangi edema. Efek dosis digitalis yang diberikan tergantung pada keadaan jantung, keseimbangan elektrolit dan cairan serta fungsi ginjal dan hepar.
b) Terapi diuretik. Diuretik diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespons pembatasan aktivitas, digitalis dan diit rendah natrium. a) Bila diuretik diresepkan, maka harus diberikan pada pagi hari sehingga diuresis yang terjadi tidak menggangu istirahat pasien dimalam hari. b) Asupan dan haluaran cairan harus dicatat, karena pasien mungkin mengalami kehilangan sejumlah besar cairan setelah pemberian satu dosis diuretik.
19
c) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas terapi, maka pasien yang mendapat diuretik harus ditimbang setiap hari pada waktu yang sama. Selain itu, turgor kulit dan selaput lendir harus dikaji akan adanya tanda-tanda adanya dehidrasi atau edema. Denyut nadi juga harus dipantau.
Jadwal pemberian obat ditentukan oleh berat badan pasien sehari-hari, temuan fisik dan gejala. Furosemide (lasix) terutama sangat penting dalam terapi gagal jantung karena ia dapat mendilatasi venula, sehingga meningkatkan kapasitas vena yang pada gilirannya mengurangi preload (darah vena yang kembali ke jantung).
c) Terapi vasodilator. Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung. Obat-obat vasodilator telah lama digunakan untuk mengurangi impedasi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat-obatan ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
20
Natrium nitroprusida dapat diberikan secara intravena melalui infus yang dipantau ketat. Dosisnya harus dititrasi agar tekanan sistole aterial tetap dalam batas yang diinginkan dan pasien dipantau dengan mengukur tekanan arteri pulmonalis dan curah jantung. Vasodilator lain yang sering digunakan adalah nitrogliserin.
2) Dukungan diet Rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara sesuai dengan selera dan pola makan pasien.
Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung. Dalam menentukan aturan, sumber natrium harus spesifik dan jumlahnya perlu diukur dalam miligram. Hindari kata-kata “rendah garam“ atau “bebas garam“. Kesalahan yang sering terjadi biasanya disebabkan akibat penerjemaahan yang tidak konsisten dari garam ke natrium. Harus diingat bahwa garam itu tidak 100% natrium. Terdapat 393 mg, atau sekitar 400 mg natrium dalam 1 g (1000 mg) gram.
21
B. PERAWATAN MANDIRI GAGAL JANTUNG 1. Konsep Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : a. Perilaku tertutup (convert behavior ) Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
22
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. b. Perilaku terbuka (overt behavior ) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perilaku sehat dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau rangsangan yang berupa pengetahuan, sikap, pengalaman, keyakinan, sosial, budaya, sarana fisik, pengaruh atau rangsangan yang bersifat internal. Kemudian menurut Green dalam Notoatmodjo (2003:139-140) mengklasifikasikan menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku : a. Faktor Predisposing (Predisposing factors) Merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, kelompok, dan masyarakat, yang mempermudah individu berperilaku seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai budaya dan tingkat pendidikan. Faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku salah satunya adalah pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang atau over behavior (Notoatmodjo, 2003:139-140).
23
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi melalui panca indera
manusia
yakni:
indera
penglihatan,
pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia, diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003:139-140).
Perilaku seseorang apabila didasari oleh penglihatan, kesadaran, dan sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng, akan tetapi sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
b. Faktor Pemungkin (Enabling factors) Merupakan faktor yang memungkinkan individu berperilaku seperti yang terwujud dalam lingkungan, fisik, tersedia atau tidak tersedia fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
c. Faktor Penguat atau faktor Pendorong (Reinforsing factors) Merupakan faktor yang menguatkan perilaku seperti terwujud dalam sikap dukungan dari tenaga kesehatan, dukungan dari keluarga, atau dari tenaga kesehatan lain. merupakan koordinasi referensi dalam perilaku masyarakat. (Notoatmodjo, 2003:139-140)
24
3. Model Keperawatan Dorothea Orem Model konseptual Dorothea Orem (2001, dalam Alligood & Tomey, 2006) terdiri dari 3 (tiga) yaitu : a. Teori Perawatan Diri Perawatan diri sendiri adalah perilaku yang diperlukan secara pribadi dan berorientasi pada tujuan yang berfokus pada kapasitas individu yang bersangkutan untuk mengatur dirinya dan lingkungan dengan cara sedemikian rupa sehingga ia tetap bisa hidup, menikmati kesehatan
dan
kesejahteraan
dan
berkontribusi
dalam
perkembangannya sendiri (Orem, 1985 dalam Basford, 2006). Ketika perawatan diri tidak dapat dipertahankan, akan terjadi kesakitan atau kematian.
b. Teori Defisit Perawatan Diri Orem (2001, dalam Alligood & Tomey, 2006) mengatakan bahwa defisiensi perawatan diri adalah kesenjangan antara kebutuhan perawatan diri terapeutik individu dan kekuatan mereka sebagai agen perawatan diri yang mana unsur pokok perkembangan kemampuan perawatan diri tidak berjalan atau tidak adekuat untuk mengetahui atau mempertemukan sebagian atau semua komponen yang ada atau membangun kebutuhan perawatan diri terapeutik. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa jika seseorang tidak cukup mampu untuk
25
merawat dirinya sendiri berkaitan dengan kesehatannya maka ia dikatakan menderita defisit perawatan diri (Orem, 1985 dalam Basford, 2006).
Oleh karena itu diperlukan perawat yang bertindak sebagai agen keperawatan yang berhak membangun hubungan interpersonal untuk melakukan,
mencari
tahu
dan
membantu
pasien
untuk
mempertemukan kebutuhan perawatan diri terapeutik mereka dan meregulasi perkembangan atau melatih kemampuan mereka sebagai agen perawatan diri sendiri (Orem, 2001 dalam Alligood & Tomey, 2006).
c. Teori Sistem Keperawatan Untuk mengetahui apakah pasien dapat berkontribusi dan kontribusi apa yang harus diberikan perawat (Orem 1985, dalam Basford, 2006) membedakan tiga sistem keperawatan, yaitu: 1) Suportif-edukatif, yaitu jika pasien mampu melakukan atau belajar tentang perawatan diri, maka intervensi keperawatan harus dibatasi
misalnya hanya
pada pemberian
dukungan dan
pendidikan. 2) Kompensasi parsial, yaitu pasien memiliki beberapa kemampuan untuk melakukan perawatan diri tetapi tidak dapat mencapai
26
perawatan diri total jika tidak dibantu, dan perawat harus membantu pasien dalam melakukan tugas-tugas tersebut.
4. Perawatan Mandiri Pasien Gagal Jantung Di Rumah Keluarga dan
pasien dengan penyakit jantung dapat belajar untuk
mengatur aktivitas sesuai respon individu, tujuan yaitu memperlambat perkembangan penyakit dan perkembangan gagal jantung. Pasien dan keluarga harus mempelajari hal-hal berikut supaya dapat melakukan perawatan mandiri di rumah : a. Hidup dengan reserve yang terbatas 1) Beristirahat harus cukup a) Beristirahat secara teratur setiap hari b) Memperpendek waktu kerja bila memungkinkan c) Menghindari kemarahan emosional
2) Menerima kenyataan bahwa pemakaian digitalis dan pembatasan natrium mungkin harus dialami seumur hidup a) Minum digitalis dengan dosis sesuai yang diresepkan Menghindari mengganti merek dagang dengan merek lain selain yang diresepkan Memeriksa denyut nadi sendiri setiap hari Melakukan
sistem
penghitungan
meyakinkan bahwa obat telah diminum
27
sisa
tablet
untuk
b) Minum diuretik sesuai resep Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama untuk mendeteksi setiap kecendrungan penimbunan cairan Melaporkan peningkatan berat lebih dari 0,9 sampai 1,4 kg (2-3 pound) dalam beberapa hari Mengetahui tanda dan gejala kehilangan kalium, bila meminum kalium per oral, selalu menghitung sisa tablet sesuai jumlah obat diuretik c) Minum vasodilator sesuai resep Belajar mengukur tekanan darah sendiri dengan interval yang dianjurkan Mengetahui tanda dan gejala hipotensi ortostatik dan bagaimana pencegahannya
3) Membatasi natrium sesuai petunjuk a) Membaca dengan teliti rencana diet yang tertulis didaftar makanan yang dilarang dan yang tidak diperbolekan b) Periksalah
label
untuk
mengetahi
kandungan
(antasida, pencahar, obat batuk dan sebagainya). c) Menghindari penggunaan garam d) Menghindari makan dan minum yang berlebihan
4) Memeriksa kembali program aktivitas
28
natrium
a) Meningkatkan jalan-jalan dan aktivitas lain secara bertahap agar tidak menyebabkan kelelahan dan dispu b) Secara umum tetap menjalankan berbagai tingkat aktivitas yang bisa dipertahankan tanpa menimbulkan gejala c) Menghindari panas dan dingin yang berlebihan yang akan meningkatkan kerja jantung. Air conditional sangat penting pada iklim yang panas dan lembab d) Mematuhi kunjungan berkala ke dokter atau klinik
b. Siaga terhadap gejala yang menunjukan kekambuhan gagal jantung 1) Mengingat gejala yang dialami ketika mulai sakit. Timbulnya kembali gejala yang dulu menunjukan adanya kekambuahan 2) Melaporkan dengan segera kepada dokter atau klinik bila ada gejala: a) Peningkatan berat badan b) Kehilangan selera makan c) Napas pendek setelah beraktivitas d) Bengkak di tumit kaki dan perut e) Batuk yang tidak sembuh-sembuh f) Buang air kecil yang sering di malam hari
Pasien dan keluarga harus memahami bahwa gagal jantung dapat dikontrol dengan menyusun jadwal tindak lanjut medis secara teratur, menjaga berat
29
badan yang stabil, membatasi asupan natrium, pencegahan infeksi, menghindari bahan berbahaya seperti kopi, tembakau, dan menghindari latihan yang tidak teratur dan berat, semuanya membantu mencegah awitan gagal jantung.
C. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PERAWATAN MANDIRI PASIEN GAGAL JANTUNG DIRUMAH 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hal apa yang diketahui oleh orang atau responden terkait dengan sehat dan sakit atau kesehatan. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain Notoatmodjo (2010). Supaya pasien dan keluarga siap melakukan perawatan mandiri di rumah, maka harus mempunyai pengetahuan tentang merawat pasien gagal jantung yaitu: a. Manajemen aktivitas dan istirahat Pasien perlu beristirahat baik secara fisik maupun emosional. Istirahat dapat mengurangi kerja jantung, meningkatkan kerja cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah. Istirahat juga dapat mengurangi kerja otot jantung pernapasan dan penggunaan oksigen. Setiap aktivitas latihan harus dilakukan secara bertahap dimulai dari aktivitas ringan sampai berat dengan diikuti pase istirahat. Pasien sebaiknya melakukan monitoring terhadap respon
30
tubuhnya terhadap aktivitas terutama terkait dengan tanda dan gejala gagal jantung.
b. Manajemen stress Pasien yang cemas dan stres tidak akan dapat beristirahat dengan cukup. Berikan kenyamanan fisik dan menghindari situasi yang menyebabkan kecemasan dan agitasi dapat membantu pasien rileks. Pasien diajarkan cara mengurangi dan mencegah cemas dengan teknik relaksasi, dan istirahat yang cukup. Kecemasan yang terjadi pada kebanyakan pasien gagal jantung dikarenakan mereka mengalami kesulitan mempertahankan oksigenasi yang adekuat sehingga mereka cenderung sesak napas dan gelisah (smeltzer,2006).
Menurut Niven (2002) bahwa dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan mekanisme koping individu dengan memberikan dukungan emosi dan saran-saran mengenai strategi alternatif yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan mengajak orang lain berfokus pada aspek-aspek yang lebih positif. Selain mendapat dukungan
keluarga, pasien
gagal
jantung yang mengalami
kecemasan sedang juga melakukan pendekatan religius dengan cara berdzikir, berdoa, sesuai dengan keyakinan masing-masing. Dengan melakukan pendekatan religius, kebanyakan pasien dapat merasakan
31
ketenangan batin sehingga mampu mengendalikan kecemasan dan melakukan mekanisme koping yang adaptif.
c. Memperbaiki perfusi jaringan Penurunan perfusi jaringan pada pasien gagal jantung adalah sebagai akibat dari tingkat sirkulasi oksigen yang tidak adekuat dan stagnasi darah di jaringan perifer. Latihan ringan dapat memperbaiki aliran darah ke jaringan perifer. Menurut Dharma (2007) olahraga atau latihan fisik telah terbukti bermanfaat bagi kesehatan, termasuk dalam meningkatkan kerja berbagai fungsi organ tubuh, dan jantung merupakan salah satu diantaranya”Dengan melakukan olahraga secara teratur kita dapat mengontrol faktor risiko penyakit jantung”. Manfaat olahraga atau latihan fisik saat ini bisa didapat melalui berbagai cara. Bahkan Dharma mengungkapkan bahwa berkebun atau jalan santai merupakan cara terbaik mengurangi resiko akibat kurang olahraga.
d. Manajemen cairan Pengawasan atau kontrol natrium dan retensi cairan dapat meningkatkan kerja jantung. Pembatasan intake cairan pada gagal jantung ringan samapai sedang tidak terlalu dipikirkan. Pada gagal jantung berat, diperluakan pembatasan cairan samapai 1000 sampai 1500 ml/hari, karena intake cairan yang berlebihan dapat
32
menurunkan konsentarasi natrium
pada cairan tubuh sehingga
terjadi low salt syndrome (hiponatremia). Pembatasan cairan juga bermanfaat dalam mengurangi gejala, karena pasien gagal jantung mengalami penurunan kemampuan untuk mengeluarkan air dari dalam tubuh.
e. Manajemen nutrisi Penyakit gagal jantung merupakan penyakit yang dapat diderita kelompok usia lanjut tetapi usia muda juga bisa terkena. Salah satu penyebab penyakit jantung gagal adalah pola hidup tidak sehat, seperti makan-makanan berlemak, merokok, kurang gerak dan sebagainya. Bagi penderita penyakit gagal jantung diet sebagai terapi penyembuhan penyakit jantung secara alami, tujuan dari diet penyakit jantung ini adalah untuk memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan pekerjaan jantung. Kemudian untuk menurunkan berat badan bila pasien terlalu gemuk dan untuk mencegah atau menghilangkan penimbunan garam/air dalam jaringan.
2. Sikap / Kepatuhan Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus disebut sikap. Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi masih berupa persepsi dan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus yang ada di sekitarnya. Sikap dapat diukur secara langsung
33
dan tidak langsung. Pengukuran sikap merupakan pendapat yang diungkapkan oleh responden terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Sarfino (1990) di kutip oleh Smet B. (1994) mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya.
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pola hidup terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah untuk penerimaan informasi mengenai penyakit yang diderita.
4. Pengalaman Pengalaman bisa diartikan sebagai sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat
34
dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan persoalan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2002).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) bahwa pasien datang ke klinik atau rumah sakit biasanya diakibatkan adanya kekambuhan episode gagal jantung. Kebanyakan kekambuhan gagal jantung dan dirawat kembali di rumah sakit terjadi karena pasien tidak memenuhi terapi yang dianjurkan, misalnya karena ketidakmampuan secara ekonomi, terapi pengobatan yang kurang tepat, melanggar pembatasan diet, dan tidak memetuhi tindak lanjut medis, melakukan aktivitas fisik yang berlebihan dan tidak mengenali gejala gagal jantung.
5. Discharge Planning Menurut Nursalam (2011) discharge planning / perencanaan pulang merupakan suatu proses yang dinamis dan sistematis dari penilaian, persiapan serta koordinasi yang dilakukan untuk memberikan kemudahan pengawasan pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial sebelum dan sesudah pulang.
Perencanaan pulang bertujuan untuk menyiapkan pasien dan keluarga (secara fisik, psikologis dan sosial), meningkatkan kemandirian pasien
35
dan keluarga, meningkatkan perawatan yang berkelanjutan pada pasien, membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain, membantu
pasien
dan
keluarga
memiliki
pengetahuan
dan
keterampilan serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan pasien, dan melaksanakan rentang perawatan antar rumah sakit dan masyarakat.(Nursalam, 2011)
6. Dukungan Keluarga Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, dukungan keluarga di bidang kesehatan meliputi : a) Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan
segala
sesuatu
tidak
akan
berarti
dan
karena
kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. b) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan
siapa
di
antara
keluarga
yang
mempunyai
kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. c) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi
36
keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. d) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga. e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga. (Friedman, 2010).
D. PENELITIAN TERKAIT Judul
Peneliti
Populasi - Sampel
Hasil
Hubungan Perilaku Dewi
pengambilan
Hasil
Perawatan Mandiri Kiratnawati1,
sampel
menunjukkan
(Self
Care Prof.
DR. menggunakan
Inventory) Dengan Sujono, M.Kes2, teknik Jumlah Komplikasi Titik Pada
Di
Melitus S. Kep. Ns3 Kelurahan
Sumbersari Wilayah
Kerja
Puskesmas Dinoyo
total hubungan
ada antara
sampling berjumlah perilaku
Penderita Agustiyaningsih, 30
Diabetes
bahwa
responden. perawatan mandiri
Teknik
(self
care
pengumpulan data inventory) dengan menggunakan
jumlah
kuesioner
komplikasi. Nilai
modifikasi self care F tabel lebih besar inventory-revised (SCI-R).
37
dari nilai F hitung
Analisis sebesar
79,207
univariat
dan
nilai
menggunakan
signifikan
kategori, sedangkan 0,000.Kesimpulan bivariat menggunakan Anova.
yang
didapatkan
uji adalah
tingkat
perilaku perawatan mandiri (self
care
inventory)
di
Kelurahan Sumbersari wilayah
kerja
Puskesmas Dinoyo
rendah
dengan
rata-rata
sebesar 53,8. Hal ini
disebabkan
oleh
beberapa
faktor satunya tingkat pendidikan.
38
salah adalah
Hubungan Tingkat Nugroho, Tomy Sampel Pengetahuan
Dan Adi
dalam Hasil
penelitian
ini menunjukkan
Perilaku Orang Tua
adalah siswa pra bahwa
Tentang Pemberian
sekolah
Susu Botol Dengan
59 siswa. Dalam tingkat
Kejadian
pengambilan
Karies
penelitian
ada
sebanyak hubungan
pengetahuan
Gigi Pada Siswa
sampel
Pra Sekolah Intan
menggunakan
Permata Aisyiah, di
teknik Consecutive CI=1,948
Kelurahan
Sampling.
Makamhaji,
statistik
Kecamatan
digunakan
Kartasura,
menganalisis
Kabupaten
penelitian
Sukoharjo
adalah square
antara
ibu
dengan (p < 0,001, RP = 3,313;
95% -
Uji 5,636), frekuensi yang penambahan gula untuk (p= 0,061, RP= data 1,823; 95% CI= ini 1,048 uji
-
3,171),
chi waktu
minum
dengan susu (p= 0,021,
program SPSS 17.
RP= 2,251; 95% C1=
1,129
-
4,490). Selanjutnya tidak ada
hubungan
antara
frekuensi
pemberian
39
susu
botol (p= 0,420, RP=1,354; 95%CI=
0,783-
2,342)
dengan
kejadian
karies
gigi. Pengaruh dukungan Tahan
P. Penelitian
Berdasarkan hasil
Keluarga terhadap Hutapea
dilakukan di Balai
analisis dan
Kepatuhan Minum
Pengobatan dan
diskusi penelitian
Obat
Pemberantasan
ini menyimpulkan
Penyakit
bahwa
Paru (BP4) atau RS
dukungan
Karangtembok
keluarga dapat
Surabaya.. Populasi
meningkatkan
adalah semua
kepatuhan minum
penderita TB
OAT penderita
paru BTA (+) baru
TB Paru. Analisis
yang pertama kali
regresi ordinal
Tuberkulosis
Anti
berobat di BP4 / RS dari 4 variabel Karangtembok
dukungan
Surabaya.
keluarga
Besar sampel yang
menunjukkan
dipakai dalam
bahwa yang
40
penelitian ini
paling besar
adalah sebesar 134
pengaruhnya
orang penderita
terhadap
(semua penderita
peningkatan
TB paru BTA (+)
kepatuhan minum
baru yang pertama
OAT penderita
kali berobat dalam
TB Paru adalah
periode 4
perhatian atas
bulan sejak 1 Maret kemajuan 2006).
pengobatan, disusul dengan bantuan transportasi, dorongan berobat dan tidak menghindarnya keluarga dari penderita TB tersebut.
PENGEMBANGAN
SANTOSO,
Jenis
penelitian Hasil
SISTEM
BOWO
yang
digunakan ini
INFORMASI
adalah
PERIJINAN
dengan
41
penelitian adalah
kualitatif rancangan sistem informasi
TENAGA
menerapkan
KESEHATAN
metode
UNTUK
hidup
meliputi
MENDUKUNG
pengembangan
rancangan model,
PEMANTAUAN
sistem, sedangkan rancangan
PROGRAM
rancangan
PERIJINAN
penelitian
TENAGA
pra
KESEHATAN
DI
perijinan
tenaga
siklus kesehatan
yang
antarmuka, adalah rancangan
input,
eksperimental rancangan output
dengan pendekatan dan
DINAS
one
KESEHATAN
pretestpostest.
KOTA SEMARANG
Subyek
group basis
data
dilanjutkan
penelitian dengan
adalah Dinas
rancangan
Kepala implementasi Kesehatan, sistem
Kepala
Subdin sehingga
Perencanaan
menghasilkan
Perijinan Informasi, sistem Kepala Perijinan
baru
informasi
Seksi perijinan
tenaga
Tenaga kesehatan
di
Kesehatan dan Staf Dinas Kesehatan Perijinan
Tenaga Kota Semarang.
Kesehatan. Analisis data
42
yang
digunakan
adalah
analisis isi untuk hasil
wawancara
dan
analisis
diskriptif hasil
uji
untuk coba
sistem sebelum dan sesudah sistem baru diimplementasikan.
43
E. KERANGKA
TEORI
FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
PERAWATAN MANDIRI PASIEN GAGAL JANTUNG DIRUMAH BAGAN 2.1 Faktor yang mempengaruhi perawatan mandiri pasien dirumah Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi
Setelah gagal jantung dapat terkontrol, pasien dibimbing untuk secara bertahap kembali ke gaya hidup dan aktivitas sebelum sakit sedini mungkin.
Berbagai penyesuaian kebiasaan, pekerjaan, dan hubungan interpersonal biasanya dilakukan untuk meminimalkan periode apneu dan kelelahan
Faktor Predisposing : 1. Pengetahuan 2. Sikap Kepatuhan 3. Pengalaman
/
Perilaku Perawatan Mandiri Pasien Gagal Jantung di Rumah
Faktor Pemungkin : 1. Sarana, 2. Prasarana
Pasien sering kembali ke klinik dan rumah sakit akibat kekambuhan episode gagal jantung karena pasien tidak mematuhi terapi atau perawatan mandiri yang dianjurkan.
Faktor Penguat / Pendorong : 1. Dukungan Tenaga Kesehatan 2. Dukungan Keluarga
Sumber : Green dalam Notoatmodjo (2003:139-140) 44
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAl & HIPOTESIS A. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitianpenelitian yang akan dilakukan. (Notoatmodjo, 2005). Terdapat dua variabel konsep, yaitu variabel dependen Perawatan mandiri Pasien gagal Jantung dan variabel independen yang terdiri dari Pengetahuan, Dukungan Keluarga, Discharge planning. Berikut Penjelasan keduanya.
Bagan 3.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perawatan Mandiri Pasien Gagal Jantung di Rumah
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan Perawatan Mandiri Pasien Gagal Jantung
Dukungan Keluarga Discharge Planning
Keterangan :
B. Definisi Operasional Bagan 3.2
45
= Variabel yang diteliti
Definisi Operasional Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perawatan Mandiri Pasien Gagal Jantung di Rumah
No
1
Variabel
Dependen
Alat
Cara
Ukur
Ukur
Definisi
Hasil Ukur
Perawatan Mandiri Menyeba Kuesione
2.Baik :
adalah Kemampuan r-
> Mean /
kan r
Pasien
Gagal Angket
Jantung
dalam 1.Kurang :
yang
< Mean /
diberikan
dirumah meliputi : Aktivitas
-
Diet
-
Manajemen
Ordinal
Median
menjalankan terapi
-
Skala
Median
stress 2
Independen Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui pasien
oleh
Kuesione
2.Baik :
r
> Mean / Median
tentang
gagal jantung yang
1.Kurang :
meliputi
< Mean /
pengertian,
Median
penyebab,
tanda
46
Ordinal
dan
gejala,
diet,
dan aktivitas pasien di rumah 3
Independen Dukungan keluarga dapat
menjadi
Kuesione
2.Baik :
r
> Mean /
factor yang dapat
Ordinal
Median
berpengaruh dalam menentukan
1.Kurang :
keyakinan dan nilai
< Mean /
kesehatan individu
Median
serta
menentukan
program pengobatan akan
yang mereka
terima. 4
Independen Discharge Planning /
Perencanaan
Pulang
adalah
informasi
yang
diberikan
oleh
tenaga
kesehatan
terhadap pasien dan keluarga
sebelum
47
Kuesione
2.Baik :
r
> Mean / Median
1.Kurang : < Mean / Median
Ordinal
pulang dari Rumah Sakit
C. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. (Sugiyono, 2009). Hipotesis Penelitian : 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku perawatan mandiri pada pasien gagal jantung 2. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku perawatan mandiri pada pasien gagal jantung 3. Ada hubungan antara discharge planning dengan perilaku perawatan mandiri pada pasien gagal jantung
48
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian analitik, penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian menganalisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara faktor risiko dengan faktor efek. Penelitian dilakukan dengan pendekatan cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor – faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach).
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poli Jantung RSUD Karawang pada bulan Desember 2018
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang di teliti (notoadmodjo, 2010). Populasi penelitian adalah seluruh pasien gagal jantung yang berobat ke POLI Jantung RSUD kabupaten Karawang pada bulan desember 2016.
49
2. Sampel Sampel penelitian ini adalah bagian penelitian atau sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (sugiyono, 2012) Pasien penderita gagal jantung yang sedang rawat jalan di ruang POLI Jantung RSUD kabupaten karawang. Teknik sampling yang digunakan ialah pengambilan sampel secara acak sederhana
(simple random
sampling). Rumus menentukan besar sample (formula slovin): N
𝑛 = 1+N(d2 ) Keterangan : n : Perkiraan sampel d : Tingkat kesalahan (0,05) N : Perkiraan populasi (32) ( Notoatmodjo, 2005) N
32
𝑛 = 1+N(d2 )
𝑛 = 1(0.08)
32
32
𝑛 = 1+32(0,052 )
𝑛 = 1,08
32
𝑛 = 1+32(0,00252 )
𝑛 = 29,6
50
30 Pemikiran Sampel
D. Etika Penelitian Sebagai pertimbangan etika, peneliti meyakini bahwa responden dilindungi dengan memperhatikan aspek-aspek: self determination, privacy, anonymity, informed consent dan protection from discomfort (Polit & Hunger, 1999 dalam Ariani, 2011). 1. Self determination, responden diberi kebebasan untuk menentukan pilihan bersedia atau tidak untuk mengikuti penelitian, setelah semua informasi tentang penelitian dijelaskan. Peneliti juga menjelaskan bahwa responden berhak mengundurkan diri sewaktu-waktu, tanpa ada sanksi apapun, setelah responden bersedia maka diminta untuk menandatangani formulir informed consent. 2. Privacy, peneliti menjaga kerahasiaan serta semua informasi responden dan hanya menggunakannya untuk kepentingan penelitian. 3. Anonymity, selama kegiatan penelitian nama responden tidak dicantumkan dan peneliti menggunakan nomor responden. 4. Informed
consent,
responden
yang
bersedia
diminta
untuk
menandatangani lembar persetujuan menjadi subjek penelitian, setelah peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur dan harapan peneliti terhadap responden, juga setelah responden memahami semua penjelasan peneliti. 5. Protection discomfort, responden bebas dari rasa tidak nyaman. Peneliti menekankan apabila responden merasa tidak aman dan tidak nyaman selama penelitian sehingga menimbulkan masalah psikologis,
51
pada responden dapat diajukan pilihan untuk menghentikan penelitian atau tetap meneruskan dengan bimbingan dari konselor.
E. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di ruang POLI Jantung RSUD Karawang dengan proses sebagai berikut: 1. Setelah proposal mendapat persetujuan dari pembimbing dilanjutkan dengan membuat surat permohonan dari STIKes Kharisma Karawang yang diajukan kepada Direktur Utama RSUD Karawang. 2. Setelah mendapat persetujuan, peneliti melakukan penseleksian calon responden dengan karakteristik yang telah ditentukan. 3. Peneliti mengadakan pendekatan dan penjelasan kepada calon responden tentang penelitian dan bagi responden yang bersedia dan memenuhi kriteria sampel dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi responden. 4. Peneliti memberikan penjelasan mengenai cara pengisian koesioner . 5. Memberikan waktu kepada responden untuk mengisi koesioner memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya jika pertanyaan yang kurang jelas. 6. Setelah seluruh pertanyaan dalam koesioner dijawab, maka peneliti mengumpulkan data dan memeriksa kembali kelengkapan data. 7. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden atas partisipasinya.
52
F. Instrument Penelitian Instrument yang digunakan berbentuk kuesioner yang terdiri dari 30 pertanyaan yang didalamnya memuat pernyataan seputar hubungan Untuk mengetahui “Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Mandiri Pasien Gagal Jantung di Rumah”
Bagan 4.1 Kuasi Instrumen Penelitian No.
indikator
Butir Soal
Jumlah
1
Pengetahuan
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
10
2
Dukungan Keluarga
11, 12, 13, 14, 15, 16, 17,
10
18, 19, 20 3
Discharge Planning
21, 22, 23, 24, 25, 26, 27,
10
28, 29, 30 4
Perilaku Perawatan
31, 32, 33, 34, 35, 36, 37,
Mandiri
38, 39, 40
10
G. Pengolahan Data Menurut Nursalam (2007),analisa data merupakan proses penataan secara sistematis atau transkrip wawancara, data hasil observasi, data dan daftar isian serta materi lain untuk selanjutnya diberi makna, baik makna secara tunggal maupun stimulant. Data yang terkumpul dari lembar kuesioner yang telah diisi kemudian diolah dengan tahap sebagai berikut :
53
1) Editing Menurut Budiarto (2011), editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan, kartu atau buku registrasi. 2) Coding Setiap responden diberi kode sesuai dengan nomor urut. Untuk data variabel independent kepatuhan pasien : a. Patuh, jika mendapat skor > mean. b. Tidak patuh, jika mendapat skor < mean. Sedangkan variabel dependent kejadian plebitis : a.
Terjadi jika, terdapat tanda-tanda plebitis diberi kode 1.
b.
Tidak terjadi jika, tidak terdapat tanda-tanda plebitis diberi kode 0.
3) Scoring Pada kepatuhan pasien yang di pasang infus bila jawaban “benar” diberi skor 1 dan bila jawaban “salah” diberi skor 0. Sedangkan untuk kejadian plebitis di klasifikasikan berdasarkan kriteria : a.
Terjadi plebitis bila memenuhi indikasi 1,2,3,4 dan 5 skor 1.
b.
Tidak terjadi plebitis skor 0.
4) Tabulating Menurut Budiarto (2001), tabulasi merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun untuk disajikan dan di analisis.
54
Mengelompokkan data kedalam suatu tabel sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, kemudian data yang sudah dikelompokkan dan sudah diprosentasikan dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi dan dianalisis sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2006). 100 % : semua atau seluruhnya, 76-99 : hampir seluruhnya, 51-75 % : lebih dari sebagian, 50 % : sebagian, 26-49 % : hampir sebagian, 1-25 % : sebagian kecil, 0 % : tidak satupun.
5) Uji Validitas Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui validitas suatu instrumen ( kuesioner ) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel ( pertanyaan ) dikatakan valid bila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Teknik korelasi yang digunakan korelasi Pearson Product Moment : R=
n ( ∑XY ) – ( ∑ X ∑ Y ) (V
n ∑ X 2 – ( ∑ X )2)
(n ∑ Y2 – ( ∑ Y )2)
Keputusan uji : Bila r hitung lebih besar dari r tabel
Ho ditolak, artinya variabel valid
55
Bila r hitung lebih kecil dari r tabel
Ho gagal ditolak, artinya variabel tidak
valid H. Analisis Data 1. Analsisis univariat, Bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian. Bentuk analisis univariat berdasarkan data numeric sehingga digunakan nilai mean atau rata – rata, median dan standar deviasi 2. Analisis Bivariat, Analisa bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis ada hubungan antara variable bebas dengan variable terikat atau melihat hubungan antara
masing-masing
kategori
independen
dengan
dependen
menggunakan uji statistic kai kuadrat (Chi Square Test) dengan batas kemaknaan alpa (a) 0.05 dengan uji ini dapat di ketahui kemaknaan hubungan antara variable independen dengan variable dependen kemudian juga di lihat odd ratio (OR) yang merupakan niali estimasi untuk
terjadi
outcome
dengan
adanya
hubungan
variable
indevenden,estimasi Confidence interval ( CI) ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95% analisa bivariat dilakukan untuk melihat besarnya hubungan
antara
variaben
independen
dan
dependen
tanpa
memperhitungkan variable lain,prosedur pengisian Kai Kuadran dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Memasukan formulasi hipotesisnya ( Ho) dan (Ha).
56
b. Menghitung frekuensi observasi (O) dan table silang. c. Menghitung frekuensi harapan (E) masing-masing sel. d. Menghitung X 2 sesui dengan aturan yang berlaku. e. Menghitung nilai P dengan membandingkan nilai X2 dengan tabel kai kuadrat. Gambaran 4.4 Rumus Kai Kuadrat: 𝑥 2 = £(0-E) 2 E Keterangan:
3.
X2 =
Distribusi Kuantitatif
0 =
Nilai Observasi (pengamatan)
E =
Nilai expected (Harapan)
Keputusan a. Bila nilai P ≤ 0.05 Ho ditolak,berarti data sampel mendukung adanya perbedaan yang bermakna ( Signifikan ) Risk Rasio dengan nilai 95% CI tidak melewati angka nol. b. Bila nilai P ≥ 0,05 Ho gagal titolak, berarti p data sampel tidak cukup untuk mendukung adanya perbedaan yang bermakna ( Signifikan ).
57
58