Ilmu Sosial Dasar (isd)

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ilmu Sosial Dasar (isd) as PDF for free.

More details

  • Words: 7,469
  • Pages: 31
MAKALAH

MANUSIA MODERN

Disusun oleh : Nuh Akbar [email protected] 10308075

SarMag Teknik Sipil 2008

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Universitas Gunadarma DEPOK 2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini berisi tentang ciri-ciri masyarakat modern dan membandingkan masyarakat Indonesia dengan masyarakat atau bangsa lain (Jepang). Dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Ilmu Sosial Dasar (ISD), di samping itu untuk meningkatkan dan mengembangkan wawasan penulis. Berkaitan dengan rampungnya penulisan makalah ini, penulis sangat menyadari sepenuhnya, bahwa kesemuanya itu tidak terlepas dari bantuan, dukungan, pengorbanan dan partisipasi dari berbagai pihak, antara lain : 1. Ayahanda dan ibunda tercinta, yang telah memberikan dorongan dan bantuan baik moril maupun materil; 2. Bpk. Dr. Mashadi Said, M.Pd; Drs; Post Grad. Dipl. Appl. Ling., selaku dosen mata

kuliah Ilmu Sosial Dasar (ISD), yang telah meberikan referensi sehingga memudahkan penulis dalam menyusun makalh ini; 3. Pimpinan beserta staf perpustakaan kampus E Kelapa Dua, yang telah memberikan kesempatan dan pelayanan kepada penulis selama mencari bahan-bahan dalam penulisan makalah ini; dan 4. Teman-teman seperjuangan juga pihak-pihak lainnya yang mendukung terselesainya makalah ini. Atas segala jerih payah dan kebaikan mereka ini, semoga Allah membalasnya dengan berlipat ganda. Amin ! Akhirnya, penulis mengharap bahwa makalah ini semoga bermanfaat khususnya bagi penulis, dan bagi mereka yang concern terhadap Ciri Manusia Modern pada umumnya. Juga, saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kemajuan penulis ke depannya.

Depok, Maret 2009 Penulis,

DAFTAR ISI

1

KATA PENGANTAR.......................................... ...........................1 DAFTAR ISI..................................................................... ............2

PENDAHULUAN a. Latar Belakang Bagaimana bangsa Indonesia saat ini? Modernkah atau tertinggal ( tidak maju)?. Pertanyaan ini yang menjadi alasan penulis mengambil tema Manusia Modern, yaitu dengan menghubungkan Manusia Indonesia dengan arti dari Manusia Modern itu sendiri. Dengan mengetahui Ciri dari Manusia Indonesia, bisa diketahui apakah termasuk 2

manusia modern atau tidak, juga bisa diketahui keadaan bangsa Indonesia itu sendiri. Karena tidak dapat dipungkiri ke”modern”an suatu Negara sangat berpengaruh terhadap kemajuan Negara itu dalam bidang apapun. Dalam makalah ini, penulis hanya membatasi mengenai manusia Modern, Ciri Manusia Indonesia dan menjelaskan jawaban dari pertanyaan di atas.

b. Rumusan Masalah Masalah yang akan dibahas adalah : •

Apa itu modern dan manusia modern ?



Apakah ciri-ciri manusia modern?



Apakah ciri-ciri manusia Indonesia?



Mengapa bangsa Jepang cepat maju dan sejajar dengan masyarakat barat?



Mengapa bangsa Indonesia kurang maju? Apa yang harus dilakukan?

c. Tujuan ➢ Mengetahui pengertian modern dan manusia modern, ➢ Mengetahui ciri-ciri manusia modern, ➢ Mengetahui ciri-ciri manusia Indonesia, ➢ Mengetahui ciri-ciri masyarakat atau manusia Jepang, yang menyebabkan Jepang cepat maju dan sejajar dengan masyarakat barat , dan ➢ Mengetahui faktor penyebab bangsa Indonesia kurang maju dan hal-hal yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri supaya maju dan bias sejajar dengan masyarakat barat

PEMBAHASAN I. Manusia Modern I.1 Apakah Modern? Sebuah perspektif menegaskan bahwa modern adalah suatu keadaan dimana masyarakat telah menghasilkan produk-produk secara massal, guna memenuhi kebutuhan 3

sehingga kehidupan menjadi lebih mudah. Lalu Postmodern adalah keadaan dimana produk-produk yang dihasilkan diciptakan justru untuk menciptakan kebutuhankebutuhan. Sementara itu, tradisional dinilai sebagai keadaan dimana produk-produk yang dihasilkan masyarakat hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok saja, tidak ada produksi massal. Jika ditelusuri akan sangat banyak perbedaan antara modern dan bukan modern, namun penulis membatasi hanya tentang “modern” sebagai situasi yang kita alami sekarang ini.

I.2 Bagaimanakah Manusia Modern? Jika keadaan sekarang ini disebut modern, lalu apakah kita yang hidup saat ini dikategorikan sebagai manusia modern? Menurut Alex Inkeles, Guru Besar Sosiologi Universitas Harvard, jawabannya bisa ya, bisa juga tidak. Kita memenuhi satu ciri khas dari manusia modern, yakni ciri luar dari manusia modern. Ciri luar itu berkaitan dengan dengan keterlibatan kita dalam urbanisasi, pendidikan, politikisasi, industrialisasi, dan komunikasi massa. Juga ditandai dengan terlepasnya individu-individu dari jaringanjaringan keluarga dekat; orang semakin impersonal dalam berhubungan dengan orang lain. Ciri-ciri itu adalah ciri-ciri keadaan lingkungan bagi manusia modern, yang tidak cukup untuk bisa dikatakan sebagai manusia modern. Sebagai manusia modern, seseorang harus memenuhi ciri dalam yang berkaitan dengan semangat, cara merasa, cara berpikir, dan cara bertindak modern. Menurut Alex Inkeles, setidaknya ada sembilan tema yang mendasari definisidefinisi bagi manusia modern: 1. Tema yang berkaitan dengan hal-hal baru Manusia modern memiliki kesediaan untuk menerima pengalaman baru dan keterbukaannya bagi pembaharuan dan perubahan. 2. Tema yang berkait dengan dunia opini Memiliki kesanggupan untuk membentuk atau mepunyai pendapat mengenai sejumlah persoalan dan hal-hal yang timbul disekitarnya maupun di dunia luar. ➢ Demokratis, dalam arti sadar akan keragaman sikap dan opini disekitarnya,

dan tidak menutup diri dengan menyangka semua orang mempunyai pendapat yang sama dengan dirinya. 4

➢ Menerima pendapat-pendapat yang berbeda tanpa perlu tegas atau keras

menolaknya karena khawatir kalau pendapat-pendapat itu akan menghancurkan pandangan-pandangan dunianya. ➢ Tidak menerima opini secara otokratis dan hierarkis. Manusia modern tidak

segera menerima ide-ide dari orang yang lebih tinggi kedudukannya dan segera menolak pendapat-pendapat dari orang-orang yang lebih rendah kedudukannya. Ide dari pihak manapun didengar dan dihargai sama, serta hanya dinilai berdasarkan kualitas idenya saja. 3. Tema yang berkaitan dengan konsepsi waktu ➢ Manusia modern berorientasi waktu kekinian dan masa depan, bukannya masa lampau, ➢ Manusia modern selalu tepat waktu, dan ➢ Manusia modern memiliki waktu-waktu tetap (jadwal) sehingga hidupnya terencana dan teratur. 4. Tema yang berkait dengan perencanaan Manusia modern menginginkan terlibat dalam perencanaan akan hal-hal yang berkait dengan hidupnya dan organisasi, serta menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar. 5. Tema yang berkait dengan keyakinan akan kemampuan manusia Manusia modern yakin bahwa orang dapat belajar, dalam batas-batas tertentu untuk menguasai alam, untuk kepentingannnya sendiri, bukan dikuasai seluruhnya oleh alam. 6. Tema yang berkait dengan kemampuan memperhitungkan segala sesuatu 7. Tema yang berkait dengan harga diri Manusia modern adalah orang-orang yang sadar akan harga diri orang-orang lain dan bersedia menghargainya. 8. Tema ilmu dan teknologi, dimana sangat dipercayai oleh Manusia modern 9. Tema tentang keadilan Manusia modern percaya bahwa ganjaran-ganjaran seharusnya diberikan sesuai dengan tindakan-tindakan, bukan karena hal-hal atau sifat-sifat yang dimiliki seseorang yang tidak ada hubungannya dengan tindakannya.

I.3 Ciri-ciri Manusia Modern 5

Meskipun tidak terdapat suatu kesepakatan tantang formulasi teoritis dari modernitas, namun ada indikator-indikator kuat suatu masyarakat dikategorikan sebagai masyarakat modern.

I.3.1 Menurut Lerner dalam Modernization: Social Aspect (1968), secara sosiologis masyarakat modern ditandai : 1. pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, 2. partisipasi politik, 3. Mobilitas geografis dan sosial pada tingkat tinggi, dan 4. Transformasi kepribadian, yang cocok dengan pemungsian secara efisien lembaga-lembaga modern.

I.3.2 Ciri-ciri manusia modern menurut Inkeles dan Smith Didasarkan pada penelitian, mereka berpendapat bahwa faktor pengalaman kerja di lembaga kerja yang modern dapat membuat manusia tradisional menjadi manusia modern. Mereka menyatakan bahwa individu modern memiliki ciri-ciri yang sama disetiap bangsa, menurut mereka manusia modern adalah:

3.

1.

Seorang warga negara yang berpartisipasi,

2.

Mempunyai pendirian yang ditandai keyakinan pribadi,

Sangat bebas dan Atonom dalam hubungannya dengan sumber-sumber pengaruh tradisional, terutama jika sedang membuat keputusan penting mengenai bagaimana cara menyelesaikan persoalan pribadinya,

4.

Siap untuk menerima ide dan pengalaman baru. Artinya, ia relatif berpikiran terbuka dan lentur,

8.

5.

Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan,

6.

Mempunyai kesanggupan merencanakan,

7.

Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam, dan

Menemukan bahwa pendidikan 3 kali lebih kuat untuk mengubah manusia dibandingkan yang lainnya.

I.4 Masalah Psikologis Manusia Modern Setelah kita lihat bagaimana manusia modern didefinisikan, sekarang kita akan 6

melihat apa-apa masalah manusia modern. Sebagaimana yang kita lihat diatas, manusia modern telah semakin terasing dari hubungan-hubungan karib dengan sesama manusia. Keluarga besar yang akrab tidak lagi mudah ditemui. Yang ada keluarga-keluarga kecil yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak. Demikian pula pola-pola hubungan antar sesama berubah dari hubungan-hubungan yang personal: akrab, dekat, dan hangat, menjadi impersonal, dimana orang berhubungan karena adanya kepentingan-kepentingan ekonomi atau kekuasaan belaka. Akibatnya manusia modern mengalami masalah-masalah psikologis yang kurang dijumpai pada masyarakat tradisional. Masalah-masalah itu berkisar pada pengingkaran kecenderungan manusia sebagai mahluk sosial, dimana orang semakin menjauh dari pergaulan sosial. Victor Frankl, salah seorang tokoh psikologi eksistensial terkemuka, mengatakan bahwa manusia modern mengalami masalah frustrasi eksistensial (Frustrasi dalam pemenuhan keinginan kepada makna) dan kehampaan eksistensial (merasa kehidupan tidak memiliki makna) yang semakin meluas. Menurutnya, individu masyarakat modern dilanda keraguan atas makna kehidupan yang mereka jalani. Hilangya tradisi dan nilainilai sebagai salah satu sumber utama kemunculan frustrasi eksistensial dan kehampaan eksistensial. Akibat dari hal itu, individu melakukan kompensasi-kompensasi melalui berbagai aktivitas seperti memembenamkan diri dalam pekerjaan, berjudi, alkoholisme, obat bius,dan seks. Frankl berpendapat pada manusia modern sekarang ini dijumpai suatu fenomena umum yang mirip dengan kondisi neurosis, tetapi tidak bisa di kategorikan ke dalam suatu bentuk patologi. Fenomena itu dinamakannya neurosis kolektif dengan empat gejala sebagai berikut: 1. Sikap Pesimistis terhadap hidup 2. Sikap Fatal terhadap hidup 3. Konformisme dan Kolektivisme 4. Fanatisme ( Mengingkari kepribadian orang lain) Rollo May, tokoh psikologi eksistensial lainnya, menyatakan ada tiga masalah utama manusia modern, yaitu kekosongan, kesepian, dan kecemasan. 1. Kekosongan. Kondisi individu yang tidak lagi mengetahui apa yan diinginkannnya, dan tidak lagi memeiliki kekuasaan terhadap apa yang terjadi dan dialaminya 7

2. Kesepian Individu memiliki hasrat yang kuat untuk diterima orang lain, dan memiliki ketakutan yang dalam akan ditolak. Kegiatan menciptakan kebersamaan dengan orang-orang dilandasi oleh ketakutan diisolasi oleh orang lain bukan untuk menciptakan hubungan yang akrab dan hangat. 3. Kecemasan Timbul karena perubahan traumatik yang dialami sebelumnya, yakni hilangnya nilainilai persaingan individu yang ditujukan kepada kesejahteraan bersama yang digantikan oleh persaingan antar individu yang eksploitatif, hilangnya penghargaan atas keutuhan pribadi yang digantikan oleh pembagian pribadi menjadi rasionalitas dan emosionalitas (berpikir dianggap baik, mengalami emosi dianggap buruk), hilangnya rasa berharga, rasa bermartabat, dan rasa diri dari individu-individu. Individu yang cemas bingung siapa dirinya dan apa yang harus diperbuatnya.

I.5 Pengaruh Teknologi bagi Manusia Modern Beberapa ciri manusia modern menurut Inkeles dan Smith dalam buku Teori Pembangunan Dunia Ketiga adalah memiliki keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa mengendalikan alam dan bukan sebaliknya dan lain-lain. Hal ini terlihat dari teknologi-teknologi tinggi karya manusia modern yang pada umumnya memiliki sistem kontrol untuk menegaskan kekuasaan manusia. Adanya dikotomi manusia modern dan manusia tradisional --sebagai lawan dari manusia modern-- juga berdampak dari gaya hidup kedua kelompok tersebut. Teknologi sebagai buah budaya manusia modern secara langsung memiliki sifat sama dengan manusia modern. Nilai-nilai yang berbeda inilah yang pada umumnya tidak disadari, sehingga ketika suatu teknologi diimport atau digunakan oleh manusia tradisional ada beberapa kemungkinan konflik. Pertama, teknologi tersebut ditolak, sebagaimana yang seringkali dialami oleh peneliti yang melakukan pengawasan langsung ke daerah-daerah. Selama masa pendampingan, teknologi tersebut dapat bekerja dengan baik. Namun ketika 8

dilepas, mereka kembali pada cara-cara konvensional. Kemungkinan kedua, adalah masyarakat tradisional benar-benar bergantung pada teknologi tersebut dan menerima semua perubahan tersebut dengan kepercayaan mutlak. Akibatnya teknologi tersebut mencabut mereka dari akar budaya yang telah ada sebelumnya (cenderung terjadi di bidang consumer technologies). Oleh karena itu, ada satu hal yang tidak bisa dilupakan adalah tujuan dari pembuatan teknologi tersebut, apakah teknologi dibuat dengan spesifikasi khusus sesuai dengan kultur budaya masyarakat tertentu atau ia bersifat nir-ruang. Sebagai produk budaya, tentu teknologi tak dapat bersifat nir-ruang. Solusi yang paling mungkin adalah proses adaptasi, sehingga nilai-nilai yang dibawa oleh teknologi tersebut dapat disaring dan dimanfaatkan semaksimal mungkin pada daerah baru(daerah yang mengimpor teknologi tersebut). Penerapan teknologi terkait langsung dengan perkembangan industri dan juga militer. Artinya, kemajuan teknologi secara tidak langsung juga bisa dilihat dari kemajuan suatu negara. Hubungan ini bisa disederhanakan dengan membagi negara-negara di dunia menjadi dua kubu besar, yaitu negara maju dan negara terbelakang. Negara maju dengan pembagian kerja secara internasional (negara-negara industri dan negara-negara pertanian) berperan sebagai negara industri sedangkan negara terbelakang pada umumnya masuk dalam kelompok negara pertanian. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, pembagian kerja ini mengarah pada berkurangnya pendapatan negara-negara pertanian sedangkan kebutuhan belanja barangbarang industri cenderung naik. Akibatnya, negara pertanian menjadi negara terbelakang dan negara-negera industri melesat menjadi negara maju. Ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan untuk menganalisis keadaan ini, salah satu diantaranya adalah pendekatan budaya. Sebagai pengembangan dari Etika Prostestan-nya Weber, McClelland mengajukan nAch(the need of Achievement). Konsep ini menyatakan bahwa keinginan, kebutuhan, atau dorongan untuk berprestasi tidak sekadar untuk meraih imbalan material yang besar. Hal ini terungkap dari studi historis pada pembangunan ekonomi di Spanyol pada abad ke-16. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi selalu didahului oleh karya-karya sastra yang mempunyai nilai n-ach yang tinggi. Kesimpulan dari beberapa teori dan contoh kasus diatas, terlihat bahwa teknologi 9

yang dalam kacamata materialisme akan mempengaruhi masyarakat yang menggunakan teknologi tersebut dapat juga sebaliknya. Dalam masyarakat modern, perkembangan industri yang berbanding lurus dengan teknologi dipengaruhi oleh tingkat kebudayaan. Semakin tinggi nilai n-Ach, maka perkembangan ekonomi di negara tersebut juga akan maju.

I.6 ”Homo Socius” Menurut Adam Smith “Man has a natural love for society, and desires that the union of mankind should be preserved for its own sake and though he himself was to derive no benefit from it. “ TIDAK banyak orang yang tahu. Pada 17 Juli 1790, ia mengembuskan napas terakhir akibat sakit keras dan dimakamkan di kompleks Canongate, Royal Mile, Edinburgh. Masyarakat lebih mengenalnya sebagai "nabi" sistem kapitalisme. Padahal, ia mengabdikan sebagian besar hartanya untuk berderma. Adam Smith, nyaris tak pernah lepas dari kontroversi. Ia selalu disanjung, tapi juga dicaci-maki. Karyakaryanya menggetarkan dunia. Ia tenar sebagai penggagas konsep homo economicus, karakter egois yang hanya memikirkan keuntungan pribadi, menekankan pentingnya aspek ekonomi dalam tingkah laku umat manusia di bumi. Bukunya Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776) memberikan sumbangan besar pada jagad akademis ilmu ekonomi modern. Ia juga meletakkan pondasi rasional intelektual yang kokoh bagi perdagangan bebas (free market), kapitalisme laissez-faire dan libertarianisme. Tapi, perlu dicatat, Smith juga mendukung pendidikan publik bagi kaum dewasa yang miskin serta mencoba menjalankan sistem kelembagaan yang tidak hanya menguntungkan industri swasta.

I.6.1 Komplikasi Sosio-Ekonomi Banyak orang melupakan reputasi Adam Smith sebagai ahli filsafat moral. Tepatnya 17 tahun sebelum terbitnya The Wealth of Nations (WN), ia telah memublikasikan The Theory of Moral Sentiments (1759) (TMS), yang menegaskan 10

bahwa manusia selalu bersimpati satu sama lain, terutama untuk menciptakan masyarakat harmonis. Ada perbedaan besar dalam dua karya itu, yakni kontradiksi antara penekanan simpati dan pentingnya ego pribadi (self-interest). Dalam WN, manusia adalah homo economicus, sementara dalam TMS, manusia merupakan homo socius seperti halnya homo ethicus. Dalam TMS, simpati merupakan indra manusia yang menekankan pentingnya pengendalian diri, sementara dalam WN, kompetisi merupakan indra ekonomi utama yang mengedepankan kepentingan diri. Kendati dua buku itu berisi perspektif yang bertentangan, tapi sama-sama menelaah dua aspek alami manusia yakni egoisme dan simpati. Smith sejatinya menggambarkan komplikasi jagad ekonomi pada dua dimensi itu. Tidak benar jika WN hanya mengungkap tentang bagaimana negara menjadi kaya dan makmur. The Wealth of Nations, was written not for men who sought to increase their own wealth, but for those who might be motivated to advance the public good by increasing the wealth of the nation and strengthening its character building institution (Muller, 1993: 164). TMS merupakan karya yang sangat penting dalam teori kapitalisme yang mengupas soal etika, filsafat, psikologi dan metodologi yang mempengaruhi karya-karya Smith selanjutnya. Simpati merupakan term yang digunakan untuk mengungkapkan sentimen dan kepekaan moral (moral sense), yakni melalui empati, merasakan apa yang dirasakan orang lain. Ini terkait bagaimana komunikasi manusia tergantung pada simpati antara agen dan spectator, yakni antara individu dan anggota masyarakat yang lain .

I.6.2 ”Spirit” Moral Relasi sosial ekonomi masyarakat tidak bisa berjalan selaras dan serasi, tanpa adanya standar etika yang berlandaskan pada spirit moral kemanusiaan. Jika keuntungan menjadi panglima utama maka pasti ada pihak lain yang dirugikan dan dikorbankan. Jika profit menjadi pertimbangan utama dan menjadi satu-satunya norma dalam dunia bisnis, ketimpangan akan lahir karena mereka yang berkuasa, dan mereka yang kuat bakal menindas yang lemah. Bahaya utama masyarakat komersial adalah jika simpati ditujukan kepada mereka yang kaya dan kuat dengan mengabaikan yang miskin. 11

II. Manusia Modern Ala Jepang Setelah Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak terkena bom atom sekutu (Amerika), Jepang pelan tapi pasti berhasil bangkit. Mau tidak mau harus diakui saat ini Jepang bersama China dan Korea Selatan sudah menjelma menjadi macan Asia dalam bidang teknologi dan ekonomi. Manusia atau masyarakat Jepang bisa dikatakan sebagai manusia modern karena Manusia atau masyarakat Jepang memiliki ciri yang menunjukkan mereka termasuk dalam masyarakat atau manusia modern. Adapun ciri-ciri dari masyarakat Jepang itu sendiri sebagai berikut :

1. KERJA KERAS Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan. Di kampus, professor juga biasa pulang malam (tepatnya pagi ), membuat mahasiswa nggak enak pulang duluan. Fenomena Karoshi (mati karena kerja keras) mungkin hanya ada di Jepang. Sebagian besar literatur menyebutkan bahwa dengan kerja keras inilah sebenarnya kebangkitan dan kemakmuran Jepang bisa tercapai.

2. MALU Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan 12

memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian ticket kereta, masuk ke stadion untuk nonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.

3. HIDUP HEMAT Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00. Contoh lain adalah para ibu rumah tangga yang rela naik sepeda menuju toko sayur agak jauh dari rumah, hanya karena lebih murah 20 atau 30 yen. Banyak keluarga Jepang yang tidak memiliki mobil, bukan karena tidak mampu, tapi karena lebih hemat menggunakan bus dan kereta untuk bepergian. Termasuk saya dulu sempat berpikir kenapa pemanas ruangan menggunakan minyak tanah yang merepotkan masih digandrungi, padahal sudah cukup dengan AC yang ada mode dingin dan panas. Alasannya ternyata satu, minyak tanah lebih murah daripada listrik. Professor Jepang juga terbiasa naik sepeda tua ke kampus, bareng dengan mahasiswa-mahasiswanya.

4. LOYALITAS Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan. Kota Hofu mungkin sebuah contoh nyata. Hofu dulunya adalah kota industri yang sangat tertinggal dengan penduduk yang terlalu padat. Loyalitas penduduk untuk tetap bertahan (tidak pergi ke luar kota) dan punya komitmen bersama untuk bekerja keras siang dan malam akhirnya 13

mengubah Hofu menjadi kota makmur dan modern. Bahkan saat ini kota industri terbaik dengan produksi kendaraan mencapai 160.000 per tahun.

5. INOVASI Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah. Mobil yang dihasilkan juga relatif lebih murah, ringan, mudah dikendarai, mudah dirawat dan lebih hemat bahan bakar. Perusahaan Matsushita Electric yang dulu terkenal dengan sebutan “maneshita” (peniru) punya legenda sendiri dengan mesin pembuat rotinya. Inovasi dan ide dari seorang engineernya bernama Ikuko Tanaka yang berinisiatif untuk meniru teknik pembuatan roti dari sheef di Osaka International Hotel, menghasilkan karya mesin pembuat roti (home bakery) bermerk Matsushita yang terkenal itu.

6. PANTANG MENYERAH Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita 14

Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen). Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan). Kapan-kapan saya akan kupas lebih jauh tentang ini

7. BUDAYA BACA Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahas masalah komik pendidikan di blog ini. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institut penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan. Saya biasa membeli buku literatur terjemahan bahasa Jepang karena harganya lebih murah daripada buku asli (bahasa inggris).

8. KERJASAMA KELOMPOK Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan 15

lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok”. Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.

9. MANDIRI Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak saya yang paling gede sempat merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen seangkatan saya dulu di Saitama University mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan kehidupan seharihari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya.

10. JAGA TRADISI Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki , maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan. Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang karena ”hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih

16

bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

III. Manusia Indonesia III.1 Ciri- Ciri Manusia Indonesia Mochtar Lubis dalam bukunya “Manusia Indonesia Sebuah Pertanggung Jawaban” menyebutkan beberapa ciri manusia Indonesia antara lain: 1. Hipokritis alias munafik (halaman 23) Berpura-pura, lain di muka - lain di belakang, merupakan sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak meraka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya atau dipikirkannya ataupun yang sebenarnya dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya. 2. Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. (halaman 26) “Bukan saya’, adalah kalimat yang cukup populer di mulut manusia Indonesia. Atasan menggeser tanggung jawab tentang suatu kegagalan pada bawahannya, dan bawahannya menggesernya ke yang lebih bawah lagi, dan demikian seterusnya. 3. Berjiwa feodal (halaman 28) Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah untuk juga membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentukbentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia. Sikap-sikap feodalisme ini dapat kita lihat dalam tatacara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan-hubungan organisasi kepegawaian (misalnya jelas dicerminkan dalam susunan kepemimpinan organisasi-organisasi isteri pegawai-pegawai negeri dan angkatan bersenjata), dalam pencalonan isteri pembesar negeri dalam daftar pemilihan umum. Isteri Komandan, isteri menteri otomatis jadi ketua, bukan 17

berdasar kecakapan dan bakat leadershipnya, atau pengetahuan dan pengalamannya atau perhatian dan pengabdiannya. 4. Masih percaya takhyul (halaman 32) Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang demikian, manusia Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai, danau, karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang, itu punya kekuataan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua. Kepercayaan serupa ini membawa manusia Indonesia jadi tukang bikin lambang. Kita percaya pada jimat dan jampe. Untuk mengusir hantu kita memasang sajen dan bunga di empat sudut halaman, dan untuk menghindarkan naas atau mengelakkan bala, kita membuat tujuh macam kembang di tengah simpang empat. Kita mengarang mantera. Dengan jimat dan mantera kita merasa yakin telah berbuat yang tegas untuk menjamin keselamatan dan kebahagiaan atau kesehatan kita. 5. Artistik (halaman 38) Karena sifatnya yang memasang roh, sukma, jiwa, tuah dan kekuasaan pada segala benda alam di sekelilingnya, maka manusia Indonesia dekat pada alam. Dia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaannya, dengan perasan-perasaan sensuilnya, dan semua ini mengembangkan daya artistik yang besar dalam dirinya yang dituangkan dalam segala rupa ciptaan artistik dan kerajinan yang sangat indah-indah, dan beraneka macamnya, warna-warninya bervariasi. 6. Watak yang lemah (halaman 39) Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang dapat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk ’survive’ bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektuil amat mudah terjadi dengan manusia Indonesia. 7. Tidak hemat, dia bukan “Economic Animal” (halaman 41)

18

Malahan manusia Indonesia pandai mengeluarkan terlebih dahulu penghasilan yang belum diterimanya, atau yang akan diterimanya, atau yang tidak akan pernah diterimanya. Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia Indonesia menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang serba mahal. 8. Lebih suka tidak bekerja keras (halaman 41), kecuali kalau terpaksa. Gejalanya hari ini adalah cara-cara banyak orang ingin segera menjadi “miliuner seketika”, seperti orang Amerika membuat instant tea, atau dengan mudah mendapat gelar sarjana sampai memalsukan atau membeli gelar sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari kedudukan berpangkat cepat bisa menjadi kaya. 9. Manusia Indonesia kini tukang menggerutu (halaman 42) Tetapi menggerutunya tidak berani secara terbuka, hanya jika dia dalam rumahnya, atau antara kawan-kawannya yang sepaham atau sama perasaan dengan dia. 10. Cepat cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih dari dia. 11. Manusia Indonesia juga dapat dikatakan manusia sok (halaman 43), Kalau sudah berkuasa mudah mabuk berkuasa. Kalau kaya lalu mabuk harta, jadi rakus. 12. Manusia Indonesia juga manusia tukang tiru Kepribadian kita sudah terlalu lemah. Kita tiru kulit-kulit luar yang memesonakan kita. Banyak nyang jadi koboi cengeng jika koboi-koboian lagi mode, jadi hipi cengeng jika sedang musim hipi.

III.2 Bangsa Indonesia Kurang Maju ? Hal yang amat serius di samping kemunduran-kemunduran dalam kehidupan ekonomi dan sosial budaya yang tampak lahir pada zaman pra revolusi, juga tampak beberapa kelemahan dalam mentalitas banyak orang Indonesia. Sifat-sifat kelemahan tersebut, yang bersumber pada kehidupan penuh keragu-raguan dan kehidupan tanpa berpedoman dan tanpa orientasi yang tegas adalah: 1. SIFAT MENTALITAS YANG MEREMEHKAN MUTU 19

Kebutuhan akan kualitas dari hasil karya kita dan rasa peka kita terhadap mutu sudah hampir hilang. Hal ini akibat dari kemiskinan hebat yang melanda bangsa kita, sampai tidak sempat memikirkan mengenai mutu dari pekerjaan yang dihasilkan dan mutu dari barang dan jasa yang kita konsumsi. Kita tidak memiliki daya saing dalam produksi ekspor, dimana produksi kita masih dimonopoli oleh sejumlah orang mampu dan tenaga ahli yang terbatas. Masalah mentalitas meremehkan mutu ini disebabkan karena proses penyebaran, perluasan, pemerataan, dan ekstensifikasi dari sistem pendidikan kita yang tidak disertai dengan perlengkapan sewajarnya dari prasarana-prasarana pendidikan. 2. SIFAT MENTALITAS YANG SUKA MENEROBOS Mentalitas yang bernafsu untuk mencapai tujuan secepat-cepatnya tanpa banyak kerelaan berusaha dari permulaan secara langkah demi langkah kita sebut saja “mentalitas menerobos”. Merupakan akibat dari mentalitas yang meremehkan mutu di atas. Dalam masyarakat Indonesia sekarang ini terlampau banyak usahawan baru yang mau saja mencapai dan memamerkan taraf hidup yang mewah dalam waktu singkat. Dengan cara yang tidak lazim, atau dengan cara “menyikat keuntungan sebesar-besarnya mumpung masih ada kesempatan”, tanpa mau untuk mengunyah pahit getirnya rasa permulaan berusaha. Sekarang ini tampak pula terlampau banyak pegawai junior yang ingin mencapai fasilitas-fasilitas pangkat tinggi dalam waktu singkat, dengan cara menerobos, tanpa rela berkorban dan berjuang melawan kesukaran-kesukaran dalam mencapai suatu keterampilan dan kepandaian ilmu yang diperlukan. 3. SIFAT TAK PERCAYA DIRI Menurut penelitian Koentjaraningrat, sifat tak percaya diri tampak pada golongan-golongan yang hidup di kota, yaitu golongan pegawai (di antara golongan petani di desa-desa, suatu penelitian mengenai kepercayaan diri tidak amat relevan. 20

Karena jalan kehidupan petani sudah ditentukan dengan mantap). Sikap tak percaya diri itu rupanya adalah konsekuensi dari serangkaian kegagalan, terutama dalam bidang pembangunan yang dialami oleh bangsa Indonesia pada zaman pra revolusi. Pada zaman kolonial, nilai budaya itu telah menimbulkan rasa kekurangan akan kemampuan sendiri. Rasa itu hanya dengan lambat sekali dapat hilang dari mentalitas generasi-generasi orang Indonesia yang pernah mengalami konsekuensikonsekuensi sistem kolonial. Untuk waktu yang lama, sesudah tidak ada penjajah lagi, masih ada juga orang-orang Indonesia yang selalu lebih lekas percaya atau lebih mendengarkan pendapat orang asing yang berkulit putih, dari pada pendapat ahli bangsa sendiri. Sebaliknya, banyak pula orang Indonesia yang secara berlebihan menentang dan bersifat agresif terhadap orang asing yang berkulit putih, sebagai kompensasi untuk menutupi rasa kurang percaya diri. 4. SIFAT TIDAK DISIPLIN MURNI Merupakan suatu sifat yang justru pada zaman setelah revolusi tampak makin memburuk dan merupakan salah satu pangkal daripada banyak masalah sosial budaya yang kita sekarang hadapi. Banyak orang Indonesia, terutama di kota-kota, hanya berdisiplin karena takut akan pengawasan atas. Pada saat pengawasan itu kendor atau tidak ada, maka hilanglah juga hasrat murni dalam jiwanya untuk secara ketat menaati peraturanperaturan. 5. SIFAT MENTALITAS YANG SUKA MENGABAIKAN TANGGUNG JAWAB YANG KOKOH Tanggung jawab dalam kewajiban pekerjaan sehari-hari, sesudah zaman kemerdekaan tidak dipupuk dengan sungguh-sungguh. Dalam zaman kolonial dahulu, orang diajar bertanggung jawab dan memang banyak orang zaman itu memperlihatkan suatu rasa ranggung jawab terhadap pekerjaannya walaupun sebagian besar rupanya hanya memperlihatkan rasa itu karena takut pada atasannya yang tidak akan ragu-ragu menjatuhkan sanksi-sanksi yang keras. Dengan demikian, 21

tanggung jawab dalam mentalitas manusia ditanamkan dengan sanksi-sanksi yang sebaliknya tergantung pada norma-norma tertentu. Dalam proses penjebolan normanorma kolonial, norma-norma yang juga penting

dalam hubunganya dengan

memupuk rasa tanggung jawab itu ikut terjebol. Maka orang jadi ragu tentang halhal mana dan kepada siapa ia harus bertanggung jawab. Kalau ditinjau dari sudut itu, maka sifat tak adanya tenggung jawab sekarang ini sebenarnya dapat pula dikembalikan kepada nilai budaya tradisional yang terlalu banyak berorientasi kepada atasan. Sehingga tanggung jawab terhadap kewajiban itu hanya kuat apabila ada pengawasan yang keras dari atas. Dengan kendornya pengawasan dari norma-norma itu, maka hilanglah pula rasa tanggung jawab. Dengan analisis yang seperti itu, maka menurunnya rasa disiplin yang akhir-akhir ini juga tampak sebagai suatu gejala meluas dalam masyarakat Indonesia.

III.3 Sikap yang Harus Dilakukan Untuk Meningkatkan Kemajuan Bangsa Indonesia Beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat (khususnya mahasiswa dan pelajar) untuk meningkatkan kemajuan Indonesia kearah yang lebih baik adalah : ➢ Masyarakat Indonesia membutuhkan pihak yang memberi mereka masukan, mendidik mereka tentang pola pikir dan cara hidup yang lebih baik, dan tanpa lelah terus mensosialisasikan pola pikir dan cara hidup yang lebih baik itu melalui berbagai media. Apa yang bisa ditransfer dari masyarakat luar negeri ke masyarakat Indonesia? Jawabannya sederhana, yaitu segala sesuatu yang berpotensi membawa masyarakat Indonesia menuju kehidupan yang lebih maju dan lebih baik. ➢ Mahasiswa Indonesia di Jepang bisa mensosialisasikan budaya membaca di masyarakat. Mereka wajib mencari tahu bagaimana sejarahnya hingga masyarakat Jepang tumbuh menjadi penggila buku. Jangan pula dilupakan untuk mengamati, bagaimana orang tua di Jepang mendidik anaknya gemar membaca, fasilitas dan kemudahan macam apa saja yang diberikan pemerintah untuk hal ini, dan bagaimana masyarakat mendukung budaya membaca agar berjalan dengan baik dan berkesinambungan. 22

Tidak ada salahnya memang, apabila setelah pulang, mahasiswa Indonesia di Jepang bercerita tentang kereta api yang super cepat, penerapan teknologi maju di segala bidang atau robot yang mulai dimanfaatkan dalam berbagai keperluan. Namun, mereka juga memiliki kewajiban untuk memaparkan sifat dan sikap orang seperti giat bekerja, gigih, hidup bersih dan teratur, mengutamakan pendidikan, terbuka terhadap hal-hal baru, inovatif dengan tetap melestarikan budaya warisan leluhurnya. Masyarakat Indonesia juga perlu tahu bagaimana anak-anak Jepang di sekolah, apa yang mereka lakukan, kebiasaan membaca mereka, bagaimana sikap guru terhadap murid atau fasilitas semacam apa saja yang seharusnya ada di sekolah. Tidak ketinggalan adalah bagaimana kebijakan yang diterapkan negara dalam bidang pendidikan. ➢ Begitu pula mahasiswa Indonesia yang sedang berada di Singapura. Mereka memiliki kesempatan untuk belajar lebih jauh tentang budaya bersih, tertib dan teratur yang diterapkan di negara tersebut. Mahasiswa Indonesia di Korea Selatan mungkin saja mengamati proses pengorganisasian buruh sehingga menjadi kekuatan kaum pekerja yang tangguh. Sedangkan mereka yang belajar di Amerika Serikat, bisa menjadi agen perubahan untuk kehidupan berpolitik yang lebih transparan dengan masyarakat yang lebih berdaya. ➢ Intinya, mahasiswa Indonesia di luar negeri harus merubah paradigmanya tentang apa yang harus dibawa pulang. Jika di masa lalu dan kini, transfer yang dilakukan lebih pada hasilnya maka di masa datang transfer harus dilakukan lebih pada prosesnya. Contoh nyata dari hal itu adalah cerita mengenai robot di Jepang. Selama ini, masyarakat Indonesia hanya tahu bahwa robot telah menjadi produk yang tidak asing di masyarakat Jepang. Produk robot telah begitu canggih sehingga tidak lama lagi akan mampu menjalankan beberapa pekerjaan yang biasa dilakukan manusia. Hasilnya, masyarakat Indonesia terkagum-kagum dan merasa semakin tidak mampu mengejar ketertinggalannya atas masyarakat Jepang.

23

Ke depan, cerita semacam itu harus lebih ditekankan pada prosesnya. Bagaimana sehingga Jepang mampu menguasai teknologi robot yang begitu canggih. Mahasiswa Indonesia di luar negeri harus mampu memaparkan latar belakang kenyataan itu. Misalnya bagaimana dukungan dunia usaha terhadap penelitian mahasiswa. Bagaimana peran pemerintah dan bagaimana penyelenggaraan kompetisi robot tahunan yang kian menantang. Lebih jauh lagi adalah bagaimana Jepang mengenal robot dan bagaimana mereka mengembangkan itu dari titik nol hingga pencapaian saat ini. Proses semacam itu harus diterapkan dalam semua sisi alih informasi. Tidak hanya bercerita tentang bagaimana bersihnya kereta api di Jepang, tetapi lebih kepada bagaimana masyarakat, perusahaan kereta api dan pemerintah Jepang memperjuangkan semua itu. Tidak hanya bercerita tentang tingginya penguasaan teknologi di kalangan siswa SD di Jepang, tetapi tak ketinggalan pula cerita tentang sikap orang tua, guru, anggaran pemerintah di bidang pendidikan, peran dunia usaha dan peran televisi sebagai media hiburan dan pendidikan. Fungsi sebagai agen perubahan tersebut dapat dijalankan oleh mahasiswa Indonesia dengan berbagai cara. Misalnya menulisnya di media massa, melaksanakannya di lingkungan terkecil dan menyampaikannya secara langsung ke masyarakat melalui berbagai forum baik itu besar maupun kecil. Namun yang terbaik dari semua proses itu tentu saja adalah dengan menerapkannya dalam lingkungan terkecil agar menjadi contoh nyata bagi masyarakat Indonesia. Perubahan memang tidak akan berjalan dengan cepat. Mungkin akan dibutuhkan waktu yang lama, bahkan sangat lama untuk bisa menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih baik. Justru karena itulah, proses perubahan itu harus dilakukan secepatnya. Dengan demikian, generasi masyarakat Indonesia setelah ini berkesempatan menjadi generasi yang lebih baik dengan kehidupan sosial yang lebih baik karena memiliki pola pikir dan cara hidup yang lebih baik pula. Untuk itu, tidak ada alasan bagi Indonesia tidak bisa maju seperti Jepang. Indonesia memiliki sumber alam melimpah, tenaga manusia murah, infrastruktur yang baik, dan kedudukan geografis yang strategis. Tergantung kemauan, komitmen dan langkah pasti pemerintah serta masyarakatnya dalam mengaplikasikan formula ekonomi yang ampuh tersebut. Jika bangsa Jepang bisa 24

melakukannya, maka tidak ada alasan untuk kita gagal melaksanakannya. Kekuasaan ada ditangan kita dan bukan terletak pada negara. Adapun menurut Koentjaraningrat, untuk membentuk mentalitas pembangunan terlebih dahulu diperlukan suatu bayangan ke depan mengenai bentuk masyarakat seperti apa yang ingin dicapai dalam pembangunan. Hal itu belum dikonsepsikan oleh bangsa kita. Berbagai suku bangsa, aliran, dan berbagai golongan dalam negara kita yang demikan banyaknya itu mungkin sudah mempunyai konsepsinya masing-masing yang berlainan satu dengan yang lainnya tetapi suatu konsep konkret untuk dituju bersama belum ada. Jadi jelas bahwa model dari masyarakat-masyarakat yang sekarang sudah maju tak mungkin lagi dapat dicontoh begitu saja, karena memang sukar untuk mengajar suatu hal yang sudah terlampau jauh di depan. Bahkan model masyarakat Jepang pun tidak dapat kita tiru karena lingkungan alam, komposisi penduduk negara, struktur masyarakat, aneka warna kebudayaan, sistem nilai budaya, dan agama-agama di negara kita memang berbeda dengan di Jepang. Walaupun demikian, walaupun bangsa ini belum mempunyai bayangan mengenai bentuk masyarakat seperti apa yang sebenarnya ingin dicapai bersama, tetapi jelas bahwa kita harus berusaha untuk menjadi lebih makmur dari sekarang,

lebih

berusaha

menyempurnakan

demokrasi

bangsa,

dan

berusaha

menghasilkan karya yang lebih dapat dibanggakan. Untuk mencapai keadaan yang lebih makmur dari pada sekarang diperlukan sifat-sifat mental dalam usaha mempertinggi kapasitas membangun kita, seperti : 1. Nila yang berorientasi terhadap achievement dari karya 2. Nilai yang mementingkan eksplorasi 3. Sifat hemat 4. Jiwa bersaing Beberapa nilai budaya yang perlu dimiliki oleh lebih banyak manusia Indonesia dari semua lapisan masyarakat adalah a. Nilai budaya yang berorientasi ke masa depan Suatu nilai budaya semacam ini akan mendorong manusia untuk melihat dan merencanakan masa depannya dengan lebih seksama dan teliti dan oleh karena itu akan memaksa manusia untuk hidup berhati-hati dan berhemat. Kita semua tahu bahwa sikap hemat yang meluas itu amat perlu untuk memungkinkan suatu bangsa menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk mengakumulasi modal. 25

b. Nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan alam dan kekuatankekuatan alam Suatu nilai semacam ini akan menambah kemungkinan inovasi, terutama inovasi dalam teknologi. Pembangunan yang memerlukan usaha untuk mengintensifkan produksi tentu tak bisa tidak harus memanfaatkan teknologi yang makin lama makin disempurnakan.

Mungkin

ada

yang

beranggapan

bahwa

kita

tak

perlu

mengembangkan suatu mentalitas yang menilai tinggi inovasi, karena kita tak perlu lagi mengembangkan teknologi. Sudah banyak bangsa-bangsa yang melakukannya sehingga kita hanya perlu membeli saja teknologi yang sudah mereka kembangkan. Akan tetapi teknologi tersebut pada kenyataannya memerlukan suatu adaptasi dan tidak dapat langsung dipakai begitu saja. Adapun usaha untuk melakukan adaptasi itu, sering merupakan suatu proses yang sama sulitnya dengan mengembangkan teknologi yang baru. Usaha mengadaptasi teknologi yang baru juga tidak hanya memerlukan suatu mentalitas yang menilai tinggi hasrat bereksplorasi tetapi juga mutu dan ketelitian. c. Nilai budaya yang menilai tinggi usaha orang dapat mencapai hasil, sedapat mungkin atas usaha sendiri Suatu nilai semacam ini bila diextremkan tentu ada bahayanya yaitu akan menuju kearah individualisme. Tentu kita harus mencegah bahaya ke arah perkembangan secara extreme tersebut karena suatu nilai seperti itu akan menghilangkan dasar dari rasa keamanan hidup kita. Dengan kata lain, suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan harus berusaha agar banyak dari warganya lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan, dan bersifat hemat untuk bisa lebih teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan, lebih menilai tinggi hasrat explorasi dalam kapasitas inovasi, lebih menilai tinggi orientasi ke arah achievement dari karya, dan akhirnya menilai tinggi mentalitas berusaha atas kemampuan sendiri, percaya kepada diri sendiri, berdisiplin murni, dan berani bertanggung jawab sendiri.

26

PENUTUP 1. Kesimpulan a. Modern adalah suatu keadaan dimana masyarakat telah menghasilkan produk-

produk secara massal, guna memenuhi kebutuhan sehingga kehidupan menjadi lebih mudah b. Menurut Alex Inkeles, setidaknya ada sembilan tema yang mendasari definisi-

definisi bagi manusia modern: ➢ Tema yang berkaitan dengan hal-hal baru ➢ Tema yang berkait dengan dunia opini ➢ Tema yang berkaitan dengan konsepsi waktu ➢ Tema yang berkait dengan perencanaan ➢ Tema yang berkait dengan keyakinan akan kemampuan manusia ➢ Tema yang berkait dengan kemampuan memperhitungkan segala sesuatu ➢ Tema yang berkait dengan harga diri ➢ Tema ilmu dan teknologi, dimana sangat dipercayai oleh Manusia modern ➢ Tema tentang keadilan c. Ciri-ciri Manusia Modern : ➢ Menurut Lerner dalam Modernization: Social Aspect (1968): •

Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan,



Partisipasi politik,



Mobilitas geografis dan sosial pada tingkat tinggi, dan



Transformasi kepribadian, yang cocok dengan pemungsian secara efisien lembaga-lembaga modern.

➢ Ciri-ciri manusia modern menurut Inkeles dan Smith :



Seorang warga negara yang berpartisipasi,



Mempunyai pendirian yang ditandai keyakinan pribadi,



Sangat bebas dan Atonom dalam hubungannya dengan sumbersumber pengaruh tradisional, terutama jika sedang membuat

27

keputusan penting mengenai bagaimana cara menyelesaikan persoalan pribadinya, •

Siap untuk menerima ide dan pengalaman baru. Artinya, ia relatif berpikiran terbuka dan lentur,



Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan,



Mempunyai kesanggupan merencanakan,



Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam, dan



Menemukan bahwa pendidikan 3 kali lebih kuat untuk mengubah manusia dibandingkan yang lainnya.

d. Ciri-ciri manusia Indonesia menurut Muchtar Lubis (bukunya “Manusia

Indonesia Sebuah Pertanggung Jawaban”) : ➢

Hipokritis alias munafik (halaman 23)

➢ ➢ ➢

Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. (halaman 26) Berjiwa feodal (halaman 28) Masih percaya takhyul (halaman 32)



Artistik (halaman 38)



Watak yang lemah (halaman 39)



Tidak hemat, dia bukan “Economic Animal” (halaman 41)



Lebih suka tidak bekerja keras (halaman 41), kecuali kalau terpaksa.



Manusia Indonesia kini tukang menggerutu (halaman 42)



Cepat cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih dari dia.



Manusia Indonesia juga dapat dikatakan manusia sok (halaman 43),



Manusia Indonesia juga manusia tukang tiru

e. Bangsa Jepang cepat maju dan sejajar dengan masyarakat barat, karena

masyarakatnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut : ➢ Kerja Keras ➢ Malu ➢ Hidup Hemat ➢ Loyalitas ➢ Inovasi ➢ Pantang Menyerah 28

➢ Budaya Baca ➢ Kerjasama Kelompok ➢ Mandiri ➢ Jaga Tradisi f. Bangsa Indonesia kurang maju, karena memiliki : ➢ Sifat mentalitas yang meremehkan mutu ➢ Sifat mentalitas yang suka menerobos ➢ Sifat tak percaya diri ➢ Sifat tidak disiplin murni ➢ Sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh g. Sifat atau nilai yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemajuan bangsa Indonesia : ➢ Nila yang berorientasi terhadap achievement dari karya ➢ Nilai yang mementingkan eksplorasi ➢ Sifat hemat ➢ Jiwa bersaing

2. Saran Perkembangan zaman mempengaruhi perkembangan manusia untuk berkembang ke arah yang lebih baik dan menuntut setiap bangsa untuk berusaha maju namun pada akhirnya terdapat perbedaan yang cukup besar antara setiap bangsa misalnya antara Indonesia dan Jepang. Jepang mampu maju hingga sejajar dengan bangsa Barat seperti yang telah terjadi sekarang ini sedangkan bangsa Indonesia sendiri mengalami kemajuan yang dapat dikatakan cukup lambat. Bangsa Indonesia pun sebenarnya dapat bangkit dan mengejar kembali ketertinggalannya dari bangsa lain tersebut, apabila seluruh masyarakat nya mau mulai mencoba untuk lebih mengenal budayanya sendiri, mulai mengeksplorasi potensi alam yang ada, lebih berorientasi ke masa depan, lebih hemat, dan tentunya diperlukan kesadaran diri untuk mau berubah.

29

DAFTAR PUSTAKA Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. www.google.com www.yahoo.com www.pdfcoke.com

30

Related Documents