Keracunan Zat Korosif Dan Logam.docx

  • Uploaded by: Dwi Octa
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Keracunan Zat Korosif Dan Logam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 21,910
  • Pages: 61
KERACUNAN ZAT KOROSIF DAN LOGAM Toksikologi adalah subyek bahasan yang luas, yang kebanyakan berhubungan dengan alam, kejadian, gejala, biokimia, tindakan dan terapi terhadap berbagai jenis racun. Banyak buku kedokteran forensic, terutama yang berasal dari Asia, mencurahkan sebagian besar bukunya ke semua aspek dari ratusan zat racun, yang banyak juga diantaranya jarang, tapi pernah dijumpai oleh ahli patologi di sebagian besar belahan bumi. Seperti yang terlihat pada otopsi bahwa sebagian besar racun tersebut tidak spesifik, sangat sia-sia untuk mencarinya pada daftar racun dan karena itu disini dijelaskan berbagai racun yang memiliki bentuk spesifik / khusus, atau racun-racun yang sering digunakan. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai otopsi pada beberapa kasus keracunan, yang dapat dikelompokkan sebagai bahan korosif, bahkan jika untuk racunracun yang memiliki sifat tidak mematikan. Sebagai tambahan, beberapa logam berat beracun akan didiskusikan berdasarkan penemuan atopsi atau penemuan labolatorium yang relevan / berhubungan.

SIANIDA Sianida adalah racun yang digunakan baik untuk bunuh diri, kecelakaan atau pembunuhan. Terbentuk sebagai bagian dari racun yang mematikan pada banyak bagian yang terbakar dimana asap inhalasi membunuh sebagian besar korban melebihi kasus kebakaran. Meskipun diagnosis otopsi tentang keracunan sianida sangat jarang diragukan, analisa toksikologi mungkin sulit untuk interpretasi akibat destruksi maupun produk sianida dalam tubuh yang sudah mati dan bahkan pada sampel darah yang disimpan untuk menunggu diperiksa. Keracunan sianida akut merupakan kasus yang paling sering dilaporkan sendiri

( 70% dalam 1 seri ), dalam beberapa

kasus biasanya garam natrium maupun kalium ikut masuk ke saluran cerna. Hal ini bisa tiba-tiba maupun dalam kecelakaan kerja ( industri ) yang dalam beberapa kasus garam-garam tersebut ikut dilibatkan, atau mungkin gas-gas yang dibebaskan dari beberapa proses komersil. Pembunuhan dengan racun jarang terjadi, kecuali pada pembunuhan massal yang masih terjadi, seperti tragedi Jonesville di Guyana, atau penggunaan sianida sebagai senjata dalam perang melawan penduduk di Timur Tengah. Sianida juga pernah digunakan untuk eksekusi yuridis di negara bagian Amerika Serikat, praktek semacam ini tampaknya kembali ada pada tahun-tahun belakang ini.

Sianida hanya bereaksi sebagai hidrogen sianida bebas dan oleh karena itu garam-garam yang ditelan perlu untuk bertemu baik dengan air maupun asam lambung sebelum membebaskan asam hidro-sianida, proses ini hanya butuh waktu beberapa detik. Dosis fatal sianida kecil, 150-300 mg, yang diperbolehkan digunakan sebagai pil bunuh diri yang tersembunyi oleh pemuka Nazi pada akhir perang dunia ke II. Tapi bagaimana pun penyembuhan juga telah dilaporkan pada penggunaan kalium sianida dengan dosis yang lebih besar, 2-4 gr. Kebanyakan bergantung pada sianida murni, yang didasarkan pada pembusukan pada penyimpanan dan sampel yang sudah lama hanya mengandung setengah berat dari sianida aktif.

Penemuan Otopsi pada Keracunan Sianida

Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase yang mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound methemoglobin. Sianida cukup korosif diantara alkali lainnya, dapat menyebabkan kerusakan jaringan setempat yang tidak berhubungan dengan keracunan yang lebih umum melalui inhibisi enzim. Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilanya. Yang klasik, lebam mayat dikatakan menjadi berwarna merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin ( karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen ) dan ditemukannya sianmethemoglobin. Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang berwarna merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama bergantung pada daerahnya, yang mana dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin. Pada beberapa kasus yang dilihat oleh penulis telah ditunjukkan gambaran lebam mayat sianotik gelap, yang mungkin disebabkan kurangnya oksigen dalam sel darah merah oleh karena terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan. Mungkin tidak ada tanda-tanda eksternal yang lain disamping warna kulit dan kemungkinan muntahan hitam disekitar bibir. Mungkin bau sianida ada pada tubuh dan dapat dikenal, tapi perlu diketahui bahwa banyak orang tidak bisa mendeteksi bau ini, kemampuan menciumnya berhubungan dengan genetik ( bukan berdasarkan pengalaman ). Ini penting diketahui oleh ahli patologi dan pegawai kamar mayat, bahwa keracunan sianida dapat membawa resiko. Rekan penulis menjadi sakit dan untuk sementara mengalami gangguan fungsi setelah mengotopsi mayat bunuh diri yang telah menelan

sejumlah besar kalium sianida. Diasumsikan mungkin akibat menghirup hidrogen sianida dari isi perut mayat ketika melakukan pemeriksaan organ dalam. Di dalam jaringan mungkin juga menjadi berwarna merah muda terang disebabkan karena oksihemaglobin yang tidak dapat digunakan oleh jaringan - yang mungkin lebih umum terjadi dari pada karena sianmethemoglobin. Garis perut dapat mengalami kerusakan hebat dan terlihat menutupi permukaan, dan dapat terdapat resapan darah pada lekukan mukosa. Ini terutama disebabkan kekuatan alkali yang kuat dari hidrolisa garam-garam natrium dan kalium sianida. Hidrogen sianida itu sendiri menyebabkan kerusakan yang tidak seperti itu. Dalam sedikitnya kasus yang berat, garis perut akan ditandai dengan striae berwarna merah gelap, yang mana rugae telah menutupinya ketika melewati lekukan diantaranya yang relatif tidak merusak. Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun pendarahan di dinding perut. Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada sedikit kerusakan pada perut, terpisah dari warna merah muda pada mukosa dan mungkin beberapa pendarahan berupa petechiae. Mungkin juga sianida tersebut menjadi kristal / bubuk putih yang tidak dapat larut, dengan bau seperti almond. Seperti kematian yang biasanya berlangsung cepat, sedikit bagian dari sianida dapat sudah melewati masuk ke dalam sel cerna. Oesuphagus dapat mengalami kerusakan, terutama pada bagian mukosa oesophagus yang ketiga yang lebih bawah, yang bisa mengalami perubahan post mortem dari regurgitasi isi perut melalui relaksasi sphincter jantung setelah mati. Organ lain tidak menunjukkan perubahan yang spesifik dan diagnosis dibuat berdasarkan ceritanya, bau dan warna kemerahan pada jaringan dalam tubuh maupun kulit.

Analisa Toksikologi

Darah, isi perut, urin dan muntahan harus diserahkan ke laboratorium, membutuhkan perhatian khusus bahwa sampel terhindar dari resiko dalam pengemasannya, transportasinya atau tidak dikemasnya sampel tersebut. Pemerikasaan laboratorium harus dilakukan dan diperhatikan jika ada kemungkinan terjadinya keracunan sianida. Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen sianida, paru-parunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon ( bukan polivinil klorida).

Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin ( dalam beberapa hari ) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi dalam sampel darah yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu ruangannya, sehingga jika ada penundaan, adanya kulkas pendingin menjadi penting. Jika dibandingkan, beberapa sampel positif sesungguhnya dapat menurun kualitasnya pada penyimpanan, seperti yang diterangkan oleh Curry. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang setelah beberapa minggu, akibat reaksi dengan komponen jaringan dan konversi menjadi thiosianad. Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung jumlah sianida yang masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya sianida dengan kematiannya. Yang mana akhirakhir ini biasanya diukur dalam menit, dosis rendah – atau pada pengobatan – dapat bertahan hidup dalam jam bahkan hari. Dikatakan bahwa tidak ada struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi, sianida yang ditemukan dalam jumlah cukup adalah bukti bahwa sianida masuk dalam tubuh yang mana hal itu sendiri tidak normal dan dikonfermasi sebagai barang bukti dari terjadinya keracunan. Bagaimanapun, Karhunen et al telah melaporkan kasus dimana seorang tersangka pembunuhan terbakar dan pada post mortemnya menunjukkan tingkat sianida dalam darah 10 mg/l, yang diperkirakan sesuai dengan difusi pasif dari sianida melalui seluruh cavitas tubuh yang terbuka saat terjadinya kebakaran. Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1 serial kasus yang fatal antara 1-53 mg/l, dengan rata-rata 12 mg/l. Limpa selalu merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida yang paling tinggi, diperkirakan karena limpa banyak mengandung sel darah merah, dalam 1 serial seperti diatas, tingkat sianida limpa berkisar antara 0,5-398 mg/l, dengan rata-rata 44 mg/l. Dalam serial lain, tingkat sianida darah rata-rata 37 mg/l.

ASAM KOROSIF, ALKALI DAN FENOL

Dahulu, untuk bunuh diri dipakai racun korosive karena sedikit menimbulkan rasa nyeri, tapi sekarang dinegara-negara barat dsudah jarang dipakai. Pada beberap[a belahan dunia, asam-asam mineral hingga kini masih sering dipakai untuk bunuh diri dan poembunuhan. Di Malaysia, sering digunakan asam formic dan asam asetat yang digunakan pada produksi karet untuk bunuh diri.

Bahan-bahan korosive fenol seperti asam karbolik dan lysol sering dip[akai untuk bunuh diri. Menurut ilmu toksikologi, kedua bahan itu tidak memberi masalah besar hingga kematian hanya sering menyebabkan kerusakan otak, namun bila korban sudah memiliki penyakit komplikasi seperti renal failure atau infeksi rongga dada maka kematian dapat terjadi. Sifat-sifat khas bahan korosive : a. tumpahan racun pada tubuh korban dapat merusak struktur kulit; hal ini bisa emmbantu proses rekonstruksi untuk memperkirakan kapan racuinnya diminum. Bibir bisa terbakar dan tetesan racun bisa mengenai dagu, leher dan dada. Pola mulut yang terbakar bisa digunakan untuk melihat racun apa yang diminum. Korban yang meminum racun dengan posisi duduk atau berdiri, racun akan mengalir kedada dan abdomen; bila berbaring, racun akan mengalirti wajah dan pipi lalu keleher belakang. Tumpahan racun bisa masuk kesaluran hidung. b. Bagian inferior mulut bisa terkikis, lidah tertelan atau menciut tergantung bahan racunnya. Faring, laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa saluran nafas bisa rusak dan terjadi adspirasi cairan keparu sehingga terjadi edema paru dan hemoragik. c.

Bagian bawah esofagus dan perut mengalami perubahan warna, deskuamasi dan perforasi. Setelah beberapa menit racun bisa mengalir lebih dalam dan dapat merusak usus halus tapi ini jarang terjadi karena faktor waktu dan adanya spasme pilorus.

d. Tumpahan racun keparu bisa menimbulkan edema paru dan bronkopneumonia akibatnya terjadi kematian.

Bahan-bahan korosive memiliki cara kerja yang berbeda-beda pada jaringan lunak dan dibedakan melalui baunya sedangkan asam-asam mineral tidak begitu berbeda. Fenol dapat terdeteksi melalui bau. Asam kuat bereaksi menyebabkan dehidrasi jaringan, koagulasi protein dan merubah Hb menjadi hematin. Asam sulfur dalam bentuk konsentrat bersifat sangat korosive dan menimbulkan panas bila kontak dengan air atau jaringan. Jaringan akan menjadi abu-abu kehitaman, terdehidrasi. Lambung menjadi abu-abu, coklat tua atau hitam tergantung jumlah darah yang ikut tercampur, kadang bisa terjadi perforasi. Esofagus dan perut menjadi abu-abu dan bengkak tergantung jumlah asam dan makanan yang ada silambung. Asam nitrat menimbulkan kerusakan mukosa dan meninggalkan bekas berupa cetakan kuning kecoklatan dimukosa.

Kulit6 wajah yang terbakar terdapat pola kuning atau coklat dengan tepi tajam. Asap kuning bisa keluar dari perut bila isi perut banyak. Gambaran dalam perut berwarna coklat kekuningan dan perforasinya lebih sedikit dibanding karena asam sulfur. Asam hidroklorida memiliki efek yuang sama terutama pada mukous membran, tapi luka yang ditimbulkan tidak separah asam sulfat dan asan nitrit. Sodium hidroksida bentuk terkonsentrasi bersifat korosive namun lembut dan licin, merusak jaringan melalui caustic soda. Fenol dan lysol juga merusak dan mempengaruhi jaringan seperti asam dan alkali. Asam karbolik (fenol murni) cenderung membuat kaku jarinagn dan permukaannya menjadi putih. Kekakuan yang terjadi pada wajah, kulit, perut dan esofagus. Lysol adalah cairan sabun yang mengandung fenol dan cresol, merubah jarinagn menjadi ungu kecoklatan

ASAM OKSALAT DAN GARAM OKSALAT

Keduanya tidak begitu korosive tapi masih bersifat racun dan kerjanya cepat, kematian timbul dalam beberapa menit sampai satu jam. Asam bersifat korosiv lokal dan berefek sistemik yang dapat berakibat fatal meskipun kerusakan lokalnya non letal. Saat otopsi bila tertelan kristal putih atau asam kuat maka akan timbul efek pemutihan mukosa mulut, faring dan esofagus walau perdarahan lokal juga bisa terjadi. Diperut juga terjadi kerusakan mukosa dan warnanya menjadi cokelat tua atau hitam yang berasal dari asam hematin, dindingnya erosi. Kristal kalsium oksalat bisa terlihat pada isis perut atau dinding mukosa. Kematian pada korban yang telah melewati fase akut disebabkan karena kelainan fungsi otot (termasuk kelainan myocardium) karena hipokalemi akibat presipitasi kalsium tubuh. Kematian terjadi sertelah 2-10 hari.

RACUN ETHYLEN GLIKOL

Walau tidak memiliki sifat racun, ethylen glikol memiliki bentuk umum seperti racun oksalat dan bisa menyebabkan kematian. Glikol telah digunakan secara luas sebagai antifreeze agent pada motor penggerak dan pelarut dalam industri. Ethjylen glikol mudah didapat sehingga sering dipakai untuk racun bunuh diri atau pembunuhan. Sedikitnya 40-60 kematian pertahun telah dilaporkan karena penyebab ini. Kandungannya adalah ethylen, diethylen, propilen dan heksilen glikols, semuanya memiliki efek toksis yang berbeda (kenyataannya propilen glikol bersifat non toksik), ethylen glikol paling banyak digunakan. Saat jumlah yang diminum lebih dari 100-200 ml, bisa berakibat fatal dan harus segera ditangani melalui dialisis atau antidotumnya. Efek yang timbul awalnya berupa mabuk lalu bisa menjadi koma dan kematian yang dapat terjadi dihari pertama. Glikol dimetabolisme dalam tubuh menjadi asam oksalat melalui proses glikol-glioksal-glikolic acid-asam formic-asam glioksilic-asam oksalic. Ethylen glikol dapat menimbulkan edema serebri dan meningoensefalitis kimia, diginjal bisa terjadi nekrosis tubular yang menyerupai keracunan oksalat.

ANALISIS LABORATORIUM PADA KERACUNAN ETILEN GLYCOL

Kadar etilen glycol dalam darah tergantung waktu yang telah dilalui, biasanya lebih dari 300 mg/l, dan rata-rata mencapai 2400 mg/l pada contoh darah yang diambil sebelum hari ke-2. Otak mengandung 300-400 mg/kg. dan di urin 600-10.000 mg/l, dengan rata-rata mencapai 5700 mg/l. BAHAN – BAHAN METAL YANG BERACUN

Ada banyak bahan-bahan metal yang beracun, kebanyakan keracunan bahan-bahan metal terjadi dari lingkungan dan pekerjaan, keracunan dapat akut/kronis. Keracunan akut dapat terajdi akibat bunuh diri, kecelakaan, pembunuhan. Beberapa tahun terakhir, terutama pada abad ke-19 keracunan logam berat dilakukan untuk kepentingan kasus pembunuhan, tapi sekarang kjarang dilakukan di Negara-negara barat, karena dapat dengan mudah dideteksi. Pada bahasan ini hanya akan dibahas satru jenis racun yaitu arsen.

ARSEN

Dari semua bagian penting pada jaringan tubuh hewan, arsen adalah elemen ke-12 paling banyak terdapat di seluruh dunia. Pernyataan tersebut berguna untuk mengontrol secara ketat ketika kita kan membuat analisa tentang arsen pada cairan atau jaringan tubuh manusia. Sebagaimana excresi pada tubuh manuasia yang banyak makan ikan ( t.u kerang2an) kadar arsen dalam tubuhnya dapat meningkat, hal ini terlihat bahwa mereka keracunan arsen kronik. Hal tersebut sama seperti ketika penguapan yang terjadi setelah terpapar racun misalanya dari tanah atau air kuburan harus diambil untruk meastikan bahwa arsen yang ditemukan pada tubuh tidak didapatkan dari kontaminasi local. Logam arsen sebenarnya tidak beracun hanya saja bila dalam jumlah yang banyak dapat menjadi beracun. Hal ini dipengaruhi oleh respirasi seluler dengan mengkombinasikan dengan bebrapa Sulphydril dari enzim mitokondrial, t.u oksidasi piruvat dan phosfatase tertentu. arsen memiliki target pada endotel pembuliuh darah, terhitung banyaknya lesi yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, udema jaringan dan hemorrhagi t.u pada saluran pencernaan. Keracunan arsen dapat timbul melalui saluran cerna yang berasal dari oksida arsen, bubuk putih tidak berasa dari cuprum, sodium dan potassium arsenic, arsen dari calcium lead, arsen sulfide, gas arsen (industri) Pada kedokteran forensic, kasusu yang paling jarang pada keracunan arsen biasanya ditimbulkan oleh oksida arsen atau bisa juga salah satu arsenit. Keracunan arsen dapat akut atau kroni, akhir2 ini disebabkan oleh keracunan pada tempat kerja dan lingkunagn. Pada kasus bunuh diri pasti merupakan keracunan akut. Tapi pada kasus pembunuhan dapat akut atau kronik.

Dosis Fatal pada Keracunan Arsen

Arsen bila diminum pada perut yang kosong terutama dalam bentuk solution pada dosis 150 mg dapat mengakibatkan kematian tapi pada dosis 250-300 mg merupakan minimum lethal dose. Tapi dalam jumlah yang banyak dapat selamat ada beberapa kasus yang toleransi terhadap arsen dapat diraih dengan dosisi besar, kebanyakan menyebabkan muntah-muntah. Kematian dapat terjadi cepat dalam waktu 1 jam dapat terjadi shock dan kegagalan kardiorespirasi atau dapat juga tanpa gejala untuk beberapa hari yang penyebab kematiannya Hepatorenal failure. Pada

keracunan kronik, tidak ada dosis lethal bila pencernaan menimbulkan angka excresi yang normal, maka sekumpulan arsen akan terdeteksi.

Penemuan Otopsi

Pada keracunan akut temuan mungkin hanya sedikit. Pada kematian yang terjadi ± 1 jam. Mungkin bisa ditemukan iritasi minimal pada GIT bagian atas seperti tanda kemerahan pada mukosa gaster t.u sepanjang tepi atas dari rugae. Gambaran red velvet ditemukan pada beberapa lapisan diperut pada keracunan arsen akut mungkin terdapat lapisan mucus dan granule dari agen beracun yang terperangkap pada lapisan tersebut, alasan untuk mengirimkan isi kedua bahan tersebut dan bagian dari dinding lambung untuk diperiksa , sebagaimana dicurigai pada keracunan tipe apapun . Usus ahlus biasanya normal pada keracunan akut. Lesi lain yang mungkin ditemukan adalah subendokardial hemorragi pada dinding ventrikel kiri. Hal ini tentu saja temuan yang umum pada kondisi shock yang berat ketika hipotensi timbul tiba2. Hal ini terlihat pada luka-luka yang banyak, yang kehilangan banyak darah, penurunan tekanan darah dan shock neurogenik dan peningkatan TIK adalah gejala lain. Fenomena yang terjadi dapat meningkat, penulis biasa melihat fenomena tersebut pada korban dari jatuhnya pesawat militer diman jantung keluar dari tempatnya pada saat kejadian. Salah satu deskripsi yang paling baik dari subendokardial hemorrhagi yang ditemukan Seehan 1939. Perdarahan terletak dibagian atas septum interventrikulare dan pada otot papillary yang berlawanan. Pada kasus yang paling berat yang penulis pernah lihat yaitu pada kasus bunuh diri yang massive akibat overdosis dari oksida arsen, dimana perdarahan terdapat pada endokardium, ini dibutuhkan untruk mendiagnosa secara asti sebelum hasil analisa dihasilkan. Pada kasus keracuan kronik arsen, gambaran agak berbeda dengan yang kaut, meskipum sedikitnya ada kejadian yang mendukung atau kejadian yang tidak langsung, diagnosis mungkin saja masih sulit untuk ditentukan. Sebanyak yang telah diteliti , para peneliti kecewa pada waktu lampau keracuan arsen krinik telah salahdidiagnosa sebagai gastroenteritis. Pada keracuan arsen kronik tampak dari luar terlihat kelainan yang merata dipermukaan kulit yang ditandai dengan kekeringan pada kulit, ketombe, permukaan yang hyperkeratosis. Secara klinis terlihat Rain Drop/ pigmentasi punctata, tapi hal ini tidak terdapat setelah meningggal kecuali bila keadaan sudah berat.

Hal ini lebih sering terjadi pada lipatan-lipatan kulit, dahi dan leher. Kerontokan rambut mungkin timbul, dapat terjadi penebalan dan udema dari wajah curiga terdapat myxedema Pad pemeriksaan dalam, lambung normal atau dapat juga menunjukan gastritis kronis denag disertai penebalan mukosa dan lapisan suserous dapat terlihat adanya mucus dan kemerahan akibat inlamasi dari ruggae, kadang-kadang didaptkan gastritis hemoragik dengan erosi akut atau kronis. Pad usu kecil berdilatsi dan merah merata, dengan mukosa yang menebal dan gambaran keseluruhannya edema kongestif yang non-spesifik yang umum ditemukan pada penyakit enteritis. Jarang terjadi ulcerasi pada mukosa, isis dari usus sendiri dapat berlebihan atau berupa cairan denagn gambaran seperrti air perasan beras. Usus besar juga menunjukan perubahan yang minimal/dapat juga normal, isi nya dapat cair dan sama seperti usus kecil. Pada hepar menunjukkan perlemakan hati/ nekrosis yang berat, kadang dapat ditemukan pada lobus perifer. Kerusakan hati yang berat ditandai dengan terlihatnya warna kuning pada tubuh. Ginjal pada keracunan arsen menjadi rusak akibat terjadi nekrosis tubular. Myokardium menunjukkan erusakan myofibril, kumpulan sel interstitial dan degenerasi lemak.

Contoh bahan toksikology dan hasil analisa

Pada keracuana akut, hal-hal utama yang diperlukan adalah lambung dan isinya, mungkin juga dibutuhkan usus kecil, yang diikat pada setiap ujungnya. Darah, urin dan hepar harus diambil juga.

Pada keracunan kronik t.u apabila diagnosa belum ditegakkan dari pemeriksaan otopsi keseluruhan, maka contoh yang mungkin dibutuhkan : -

darah dari vena perifer

-

lambung dan isinya

-

usus kecil dan isinya

-

sediaan dari isi usus besar

-

urin

-

kandung empedu

-

hepar

-

ginjal

-

ujung kuku/seluruh kuku

-

rambut – helaian rambut harus utuh denagn akar-akarnya paling sedikit 20 lembar

Jumlah arsen pada orang yang tidak terekspose dengan arsen dalam jumlah yang besar/ diatas Normal, plasma 3-7 mg/100ml, hepar 0-92 mg/kg, ginjal 0-68 mg/kg, kuku 0-70 mg/kg, rambut 0-192 mg/kg dan otak 0-25 mg/kg. pada test rin 24 jam mengandung 0-26 mg/l. Hal ini telah diteliti bahwa utnuk arsen agar dapat masuk ke dalam jaringan keratin yaitu kuku dan rambut butuh waktu ± 1-2 minggu. Pada teknik analisis yang lebih sensitive, keracunan arsen dapat timbul dalam beberapa jam setelah memakan arsen.

Levels in acute arsenious oxide poisoning from 49 fatalities.

Range

Average

Blood (mg/l)

0.6-9.3

3.3

Liver (mg/kg)

2.0-120

29.0

Kidney (mg/kg)

0.2-70

15.0

Spleen (mg/kg)

0.5-62

8.8

Brain (mg/kg)

0.2-4.0

1.7

Konsentrasi Thallium yang menimbulkan kematian dengan kadar ( mg / l atau mg / kg )

Darah

Range

Rata – rata

0,5 – 11

4.0

Urine

1,7 – 11

5.2

Ginjal

6 – 20

11.0

Liver

5 - 29

15.0

Dijelaskan dengan sesungguhnya bahwa arsenik disekresi dengan cepat melalui keringan dan menyebar kerambut dan kaku secara disfusi . Akhir akhir ini dibantah dengan analis newtron aktif dan mekanisme ini tidak diketahui dengan jelas. Test untuk memperkirakan waktu dan lamanya pada perjalanan arseric dengan analisis mengenai panjang rambut yang berbeda – beda masih di gunakan. Arsenic dapat dilihat jelas dalam keratin untuk beberapa tahun walaupun sudah tidak terpapan ANTIMONY ( Logam keputihan – keputihan sebagai campuran penbuat obat untuk pengemas campuran logam )

Antimony serupa organik dalam beberapa hal. Sisa dari hasil industri biasanya menimbulkan keracunan ” Tourta emetic ” antimony potasisium tartrafe. Ini jelas digunakan untuk bunuh diri dan pembunuhan seperti beberapa kematian. Patologi dan toksikologi memiliki pendapat yang sama mengenai argenik bahwa dosis fatal minimum tartasekitar150mg , walaupun secara IV merupakan dosis normal terhadap pengobatan Bilhaizia,konsep ini tidak pasti, karena beberapa orang dengan dosis minimal tersebut masih maupun berpasaran tidak menimbulkan keracunan Pekerja yang tidak terpapar memiliki nol atau lebih dari 0,01 mg /1 antimony dalam darah dan dalam urine . Pada beberapa kasus pada keracunan akut antimony trichloride dalam kadar ( mg / 1 atau mg / kg ditemukan hasil analisis darah 4 – 6, liver 45, ginjal 32, empedu 404.

THALLIUM Walaupun kadar metal berat ditentukan dalam pemeriksaan forensik di beberapa negara, thallium tersebut sering digunakan pada pembunuhan pada beberapa tahun ini. Thallium digunakan untuk membunuh tikus dibeberapa industri , khususnya dalam industri kaca , ini hal yang harus diketahui dalam kaitannya patologi forensik dalam hal ini di dapat dilihat secara

radiologi pada Intestin dan disimpan dalam liver,.Ahlli patologi jarang menemukan keracunan talium. Xray diambil sebelum dilakukan autopsi . Aspek lain yang unik mungkin merupakan bahan kimia yang dapat ditemukan setelah kremasi. Pada kasus yang di inggris pada tahun 1971, disana 2 orang ditemukan dan beberapa orang lainnya mengalami keracunan yang tidak fatal yang dilakukan orang.Ternyata setelah dilakukan analisis ulang ditemukan thallium pada abu salah satu korban. Dosis fatal sekitar 1gr, tingkat pada tipe thallium itu sendiri dimana ada beberapa bentuk thallium yang berbeda seperti Asefat Sulfat atau Nitrat. Kadarnya berpariasi dari 6 – 40 mg / kg AB dengan rata – rata R mg / kg BB Hasil Autopsi yang didapat bervariasi dan tidak spesifik seperti muka pucat dan mukosa pucat degarerasi miokan ditemukan. Kerontokan rambut adalah salah satu tanda yang mengarah pada keracunan thallium yang biasannya digunakan untuk perontok rambut. Efek ini dimulai 1 minggu setelah pemulaian atau pemakaian yang kedua. Hilangnya alis mata menunjukan gejala yang lebih spesifik meskipun gejala tersebut sama pada penderita hipertyroid. Pemeriksaan akar rambut pada sisa rambut menunjukan adanya lapisan yang lebih hitam yang dapat disebabkan karena melalui pada korban yang selamat dapat ditemukan rekrasis hati dan nekrosis ginjal

TOKSIKOLOGI FORENSIK Latar Belakang: Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dapat dibagi dalam dua kelompok, yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian, misalnya kematian akibat keracunan morfin, sianida, karbon monoksida, keracunan insektisida, dan lain sebagainya, dan kelompok yang kedua – dimana sebenarnya yang terbanyak kasusnya, akan tetapi belum banyak disadari – adalah untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa, misalnya peristiwa pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat udara dan perkosaan dapat terjadi. Dengan demikian, tujuan yang kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi. Bila pada tujuan pertama dari pemeriksaan atas diri korban diharapkan dapat ditemukan reaksi atau obat dalam dosis yang mematikan, maka tidaklah demikian pada yang kedua, dimana disini yang perlu dibuktikan atau dicari korelasinya adalah sampai sejauh mana reaksi obat tersebut berperan dalam memungkinkan terjadinya berbagai peristiwa tadi. Dalam ilmu kedokteran kehakiman, keracunan dikenal sebagai salah satu penyebab kematian yang cukup banyak sehingga keberadaannya tidak dapat diabaikan. Jumlah maupun jenis reaksi pun semakin bertambah, apalagi dengan makin banyaknya macam-macam zat pembasmi hama. Selain karena faktor murni kecelakaan, racun yang semakin banyak jumlah dan jenisnya ini dapat disalahgunakan untuk tindakan-tindakan kriminal. Walaupun tindakan meracuni seseorang itu dapat dikenakan hukuman, tapi baik di dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun di dalam Hukum Acara Pidana (RIB) tidak dijelaskan batasan dari keracunan tersebut, sehingga banyak dipakai batasan-

batasan racun menurut beberapa ahli, untuk tindakan kriminal ini, adanya racun harus dibuktikan demi tegaknya hukum. Arsenic, As, banyak digunakan sebagai bahan campuran obat pembasmi tikus (rodentisida). Arsen juga banyak digunakan dalam masyarakat sebagai hasil industri, misalnya sebagai bahan pengawet, bahan cat, insektisida, herbisida, campuran dalam pupuk, maupun mencemari lingkungan masyarakat karena dampak dari industri. Arsen juga digunakan dalam bidang pengobatan. Dalam hal ini digunakan arsen jenis tertentu dan dalam dosis tertentu pula, seperti neosalveran untuk pengobatan penyakit sifilis, frambusia (sampar / patek), sebagai salah satu campuran dalam tonikum, dan obat-obat lainnya seperti solarson, optarson, arsentriferrol, liquor arsenicallis, dan lain-lain. Senyawaan arsen lainnya ialah Arsine, AsH3 (arsenicum lekas uap), Arsen Trioxide (As2O3), Arsen putih, As2S2, As2S3. Karena sifat beracunnya, mudahnya didapat serta mudahnya digunakan oleh masyarakat, maka wajarlah jika ada yang menyalahgunakannya untuk hal-hal yang bertentangan dengan hukum, misalnya pada kasus pembunuhan, yang bisa dilakukan secara langsung maupun perlahan-lahan dengan gejala yang tidak jelas. Dalam menghadapi kasus yang demikian, maka peranan kedokteran kehakiman sangatlah penting dalam menentukan apakah korban benar-benar meninggal karena arsen, atau sebab lain. Selain dengan pemeriksaan otopsi, dokter juga bekerja sama dengan bagian toksikologi dalam menentukan adanya arsen dan jumlahnya yang ada pada korban. Pada orang-orang sehat, juga bisa ditemukan arsen, misalnya pada orang yang minum tonikum yang mengandung arsen. Oleh karena itu dalam menentukan sebab kematian karena arsen, selain ditemukannya arsen dalam jaringan atau organ, juga harus dapat ditentukan kuantitas dari arsen yang ada dalam jaringan atau organ tersebut. Dan yang tak kalah pentingnya, walaupun mungkin tidak begitu banyak terjadi, keracunan arsen dapat berupa kontaminasi lingkungan dari zat-zat atau benda hasilan atau yang mengandung arsen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Racun Pengertian racun Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan minimal), yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan timbulnya reaksi kimiawi (efek kimia) yang besar yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian. Menurut Gradwohl racun adalah substansi yang tanpa kekuatan mekanis, yang bila mengenai tubuh seorang (atau masuk), akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh, kerugian, bahkan kematian. Sehingga jika dua definisi di atas digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil, tetapi dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian. Jalan masuk Racun dapat masuk ke dalam tubuh seseorang melalui beberapa cara: 1. Melalui mulut (peroral / ingesti). 2. Melalui saluran pernafasan (inhalasi) 3. Melalui suntikan (parenteral, injeksi) 4. Melalui kulit yang sehat / intak atau kulit yang sakit. 5. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) (Idris, 1985) Klasifikasi racun Racun dapat digolongkan sebagai berikut: I. Pestisida A. Insektisida 1. Organoklorin a. Derivat Chlorinethane: DDT

Derivat Cyclodiene : Thiodane, Endrim, Dieldrine, Chlordan, Aldrin, Heptachlor, toxapene. c. Derivat Hexachlorcyclohexan : Lindan, myrex. 2. Organofosfat: DFP, TEPP, Parathion, Diazinon, Fenthoin, Malathion. 3. Carbamat: Carbaryl, Aldicarb, Propaxur, Mobam. B. Herbisida 1. Chloropheoxy 2. Ikatan Dinitrophenal 3. Ikatan Karbonat: Prepham, Barbave 4. Ikatan Urea 5. Ikatan Triasine: Atrazine 6. Amide: Propanil 7. Bipyridye C. Fungisida 1. Caplan 2. Felpet 3. Pentachlorphenal 4. Hexachlorphenal D. Rodentisida 1. Warfarin 2. Red Squill 3. Norbomide 4. Sodium Fluoroacetate dan Fluoroacetamide 5. Aepha Naphthyl Thiourea 6. Strychnine 7. Pyriminil 8. Anorganik: Zinc Phosfat Thallium Sulfat Phosfor Barium Carbamat Al. Phosfat Arsen Trioxyde II. Bahan Industri III. Bahan untuk rumah tangga IV. Bahan obat-obatan V. Racun (tanaman dan hewan) b.

-

Berdasarkan sumber dan tempat dimana racun-racun tersebut mudah didapat, maka racun dapat dibagi menjadi lima golongan, yaitu: 1. Racun-racun yang banyak terdapat dalam rumah tangga. Misalnya: desinfektan, deterjen, insektisida, dan sebagainya. 2. Racun-racun yang banyak digunakan dalam lapangan pertanian, perkebunan. Misalnya: pestisida, herbisida. 3. Racun-racun yang banyak dipakai dalam dunia kedokteran / pengobatan. Misalnya: sedatif hipnotis, analgetika, obat penenang, anti depresan, dsb. 4. Racun-racun yang banyak dipakai dalam industri / laboratorium. Misalnya: asam dan basa kuat, logam berat, dsb. 5. Racun-racun yang terdapat di alam bebas. Misalnya: opium ganja, racun singkong, racun jamur serta binatang.

-

Mekanisme kerja racun 1. Racun yang bekerja secara setempat (lokal) Misalnya: - Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat. Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2.

-

-

-

-

Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol. Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan sensasi nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat disebabkan oleh syok akibat nyerinya tersebut atau karena peradangan sebagai kelanjutan dari perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan. 2. Racun yang bekerja secara umum (sistemik) Walaupun kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya memiliki akibat / afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh lainnya. Misalnya: Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat. Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung. Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang. CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan. Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal. Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama berpengaruh terhadap hati. 3. Racun yang bekerja secara setempat dan secara umum Misalnya: Asam oksalat Asam karbol Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi pada susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian dari asam karbol tersebut akan diserap dan berpengaruh terhadap otak (Nawawi, 1989). Arsen Garam Pb Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja racun 1. Cara pemberian Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika cara pemberiannya tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tentu akan memberikan efek maksimal bila masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh secara ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat yang sama hebatnya walaupun dosis yang masuk ke dalam tubuh sama besarnya. Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja pada tubuh jika masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti, absorbsi melalui mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang sehat. 2. Keadaan tubuh a. Umur Pada umumnya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila dibandingkan dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan lebih tahan. b. Kesehatan Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun yang masuk ke dalam tubuhnya belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat dimengerti karena pada orang-orang tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan dengan baik, demikian pula halnya dengan ekskresinya. Pada mereka yang menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran pencernaan, maka penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian penderita disebabkan oleh racun. Dan sebaliknya pula kita tidak boleh tergesa-gesa menentukan sebab kematian seseorang karena penyakit tanpa melakukan penelitian yang teliti, misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe gastrointestinal) dimana disini gejala keracunannya mirip dengan gejala gastroenteritis yang lumrah dijumpai. c. Kebiasaan Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi perlu diingat bahwa toleransi itu tidak

selamanya menetap. Menurunnya toleransi sering terjadi misalnya pada pencandu narkotik, yang dalam beberapa waktu tidak menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi inilah yang dapat menerangkan mengapa pada para pencandu tersebut bisa terjadi kematian, walaupun dosis yang digunakan sama besarnya. d. Hipersensitif (alergi – idiosinkrasi) Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-preparat yang mengandung yodium menyebabkan kematian, karena sikorban sangat rentan terhadap preparat-preparat tersebut. Dari segi ilmu kehakiman, keadaan tersebut tidak boleh dilupakan, kita harus menentukan apakah kematian korban memang benar disebabkan oleh karena hipersensitif dan harus ditentukan pula apakah pemberian preparat-preparat mempunyai indikasi. Ada tidaknya indikasi pemberi preparat tersebut dapat mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan dikenakan pada pemberi preparat tersebut. 3. Racunnya sendiri a. Dosis Besar-kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan. Dalam hal ini tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan intoleransi individual. Pada intoleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun racun yang masuk ke dalam tubuh belum mencapai level toksik. Keadaan intoleransi tersebut dapat bersifat bawaan / kongenital atau intoleransi yang didapat setelah seseorang menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ yang berfungsi melakukan detoksifikasi dan ekskresi. b. Konsentrasi Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan tersebut berbeda dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini dosislah yang berperan dalam menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan oleh racun tersebut. c. Bentuk dan kombinasi fisik Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila dibandingkan dengan yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam keadaan lambung kosong, tentu akan lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi makanan. d. Adiksi dan sinergisme Barbiturate, misalnya jika diberikan bersama-sama dengan alkohol, morfin, atau CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis barbiturate yang diberikan jauh di bawah dosis letal. Dari segi hukum kedokteran kehakiman, kemungkinan-kemungkinan terjadinya hal seperti itu tidak boleh dilupakan, terutama jika menghadapi kasus dimana kadar racun yang ditemukan rendah sekali, dan dalam hal demikian harus dicari kemungkinan adanya racun lain yang mempunyai sifat aditif (sinergitik dengan racun yang ditemukan), sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa kematian korban disebabkan karena reaksi anafilaksi yang fatal atau karena adanya intoleransi. e. Susunan kimia Ada beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang sebaliknya. f. Antagonisme Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut saling menetralisir satu sama lain. Dalam klinik adanya sifat antagonis ini dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan kaloxone yang dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada keracunan akut obat-obatan golongan narkotik. (Idris, 1985) Kriteria diagnosis kasus keracunan 1. Anamnesa yang menyatakan bahwa korban benar-benar kontak dengan racun (secara injeksi, inhalasi, ingesti, absorbsi, melalui kulit atau mukosa). Pada umumnya anamnesa tidak dapat dijadikan pegangan sepenuhnya sebagai kriteria diagnostik, misalnya pada kasus bunuh diri – keluarga korban tentunya tidak akan memberikan keterangan yang benar, bahkan malah cenderung untuk menyembunyikannya, karena kejadian tersebut merupakan aib bagi pihak keluarga korban. 2. Tanda dan gejala-gejala yang sesuai dengan tanda / gejala keracunan zat yang diduga.

Adanya tanda / gejala klinis biasanya hanya terdapat pada kasus yang bersifat darurat dan pada prakteknya lebih sering kita terima kasus-kasus tanpa disertai dengan data-data klinis tentang kemungkinan kematian karena kematian sehingga harus dipikirkan terutama pada kasus yang mati mendadak, non traumatik yang sebelumnya dalam keadaan sehat. 3. Secara analisa kimia dapat dibuktikan adanya racun di dalam sisa makanan / obat / zat yang masuk ke dalam tubuh korban. Kita selamanya tidak boleh percaya bahwa sisa sewaktu zat yang digunakan korban itu adalah racun (walaupun ada etiketnya) sebelum dapat dibuktikan secara analisa kimia, kemungkinan-kemungkinan seperti tertukar atau disembunyikannya barang bukti, atau si korban menelan semua racun – kriteria ini tentunya tidak dapat dipakai. 4. Ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban, baik secara makroskopik atau mikroskopik yang sesuai dengan kelainan yang diakibatkan oleh racun yang bersangkutan. Bedah mayat (otopsi) mutlak harus dilakukan pada setiap kasus keracunan, selain untuk menentukan jenis-jenis racun penyebab kematian, juga penting untuk menyingkirkan kemungkinan lain sebagai penyebab kematian. Otopsi menjadi lebih penting pada kasus yang telah mendapat perawatan sebelumnya, dimana pada kasus-kasus seperti ini kita tidak akan menemukan racun atau metabolitnya, tetapi yang dapat ditemukan adalah kelainan-kelainan pada organ yang bersangkutan. 5. Secara analisa kimia dapat ditemukan adanya racun atau metabolitnya di dalam tubuh / jaringan / cairan tubuh korban secara sistemik. Pemeriksaan toksikologi (analisa kimia) mutlak harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan tersebut, visum et repertum yang dibuat dapat dikatakan tidak memiliki arti dalam hal penentuan sebab kematian. Sehubungan dengan pemeriksaan toksikologis ini, kita tidak boleh terpaku pada dosis letal sesuatu zat, mengingat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja racun. Penentuan ada tidaknya racun harus dibuktikan secara sistematik, diagnosa kematian karena racun tidak dapat ditegakkan misalnya hanya berdasar pada ditemukannya racun dalam lambung korban. Dari kelima kriteria diagnostik dalam menentukan sebab kematian pada kasus-kasus keracunan seperti tersebut di atas, maka kriteria keempat dan kelima merupakan kriteria yang terpenting dan tidak boleh dilupakan. Analitikal Toksikologi Analitikal toksikologi merupakan pemeriksaan laboratorium yang berfungsi untuk: 1. Analisa tentang adanya racun. 2. Analisa tentang adanya logam berat yang berbahaya. 3. Analisa tentang adanya asam sianida, fosfor dan arsen. 4. Analisa tentang adanya pestisida baik golongan organochlorin maupun organophospat. 5. Analisa tentang adanya obat-obatan misalnya: transquilizer, barbiturate, narkotika, ganja, dan lain sebagainya. Analitikal toksikologi meliputi isolasi, deteksi, dan penentuan jumlah zat yang bukan merupakan komponen normal dalam material biologis yang didapatkan dalam otopsi. Guna toksikologi adalah menolong menentukan sebab kematian. Kadang-kadang material didapatkan dari pasien yang masih hidup, misalnya darah, rambut, potongan kuku atau jaringan hasil biopsi. Hasil toksikologi disini membantu dalam menentukan kasuskasus yang diduga keracunan. Pada pengiriman material untuk analitikal toksikologi, diharapkan dokter mengirimkan material sebanyak mungkin, dengan demikian akan memudahkan pemeriksaan dan hasilnya akan lebih sempurna. Jaringan tubuh masing-masing memiliki afinitas yang berbeda terhadap racun-racun tertentu, misalnya:  Jaringan otak adalah material yang paling baik untuk pemeriksaan racun-racun organis, baik yang mudah menguap maupun yang tidak mudah menguap.  Hepar dan ginjal adalah material yang paling baik untuk menentukan keracunan logam berat yang akut.  Darah dan urin adalah material yang paling baik untuk analisa zat organik non volatile, misalnya obat sulfa, barbiturate, salisilat dan morfin.  Darah, tulang, kuku, dan rambut merupakan material yang baik untuk pemeriksaan keracunan logam yang bersifat kronis.

Untuk racun yang efeknya sistemik, harus dapat ditemukan dalam darah atau organ parenkim ataupun urin. Bila hanya ditemukan dalam lambung saja maka belum cukup untuk menentukan keracunan zat tersebut. Penemuan racun-racun yang efeknya sistemik dalam lambung hanyalah merupakan penuntun bagi seorang analis toksikologi untuk memeriksa darah, organ, dan urin ke arah racun yang dijumpai dalam lambung tadi. Untuk racun-racun yang efeknya lokal, maka penentuan dalam lambung sudah cukup untuk dapat dibuat diagnosa. B. Arsen Sejarah Sebenarnya arsen sudah dikenal sejak dulu dari sulfide-sulfidenya, dan ahli kimia dari Yunani mendapatkan arsen putih dengan membakar salah satu diantaranya. Pada abad ke XVI, buruh-buruh tambang dariSaxony menjadi kebingungan dan tak menentu ketika mereka mencium bau smaltite, Co As2, karena zat tersebut mengeluarkan asap arsen yang beracun, dan zat tersebut tak menghasilkan perak walaupun zat tersebut nampak seperti perak putih metalik. Para petambang tadi mengira bahwa terdapatkobold atau goblin dalam biji tambang tersebut, yang menyebabkan kebingungan yang tak layak. Dan hal ini merupakan asal kata Cobalt. Pengertian tentang senyawa arsen sudah dimulai sejak tahun 1733, ketika Brandt memperlihatkan bahwa arsen putih merupakan oksidasi dari elemen arsen. Pada tahun 1956, dalam “De Re Metallica”, Agricolas menggambarkan efek dari arsenical-cobalt, yang saat itu disebut Cadmia. Dimana dikatakan zat tersebut dapat merusak kulit tangan pekerja, dan dia kemudian mengharuskan pemakaian sarung tangan panjang pada pekerja-pekerja yang menanganinya. Warangan, yang merupakan salah satu bentuk arsen in organik yang merupakan bentuk logam berat yang sangat beracun yang banyak digunakan oleh masyarakat, terutama bagi mereka yang memiliki “wesi aji”. Sebagai salah satu tradisi, setiap kali mereka “menyucikan” wesi aji, mereka mengoleskan warangan padanya. Senyawa arsen in organik yang melebihi golongan racun lainnya, telah digunakan untuk tujuan-tujuan pembunuhan. Pelaku pembunuhan memberi racun pada korban dalam suatu dosis fatal. Pada sejarah pembunuhan dengan menggunakan arsen sering terjadi pada pembunuhan masal, dimana sejumlah orang diracuni oleh seorang individu. Pada masa lalu, karena arsen ini (yaitu arsen trioxide) memiliki aroma yang kurang mencolok, maka akan memudahkannya untuk disembunyikan ke dalam makanan atau minuman dengan tujuan untuk melakukan sesuatu tindak kejahatan yang tersembunyi. Dalam beberapa perihal pembunuhan, preparat yang mengandung senyawa arsen ada yang dimasukkan ke dalam anus, uretra, ataupun vagina. Kadang terjadi dimana preparat arsen dimasukkan ke dalam vagina dengan maksud pengguguran, tetapi malah berakibat kematian. Dalam “Office of The Chief Medical Examiner” (Kantor Pemeriksaan Obat), pembunuhan dengan senyawa arsen termasuk jarang terjadi. Diantara tahun 1918-1951 tercatat 13 kali kejadian. Peracunan yang dilakukan dengan tujuan bunuh diri, terjadi lebih sering, dan biasanya akibat dari racun tikus atau Paris-Green. Dia antara tahun 1918-1951, kematian karena bunuh diri dengan senyawa arsen inorganic tercatat sejumlah 145 orang. Masalah peracunan yang tak disengaja dan hanya secara kebetulan akibat dari arsen inorganik agak umum terjadi. Di New York pada interval antara tahun 1918-1951 ada 114 kasus fatal dari tipe ini. Namun sekarang cara pembunuhan dengan arsen seperti itu sudah tidak begitu terkenal. Beberapa pengadilan di Amerika Serikat bahkan memakai apoteker / ahli obat untuk mencatat semua penjualan yang mengandung senyawa arsen. Kegunaan Pada suatu saat logam-logam berat menempati tempat-tempat yang menonjol dalam pengobatan. Disamping juga merupakan penyebab-penyebab keracunan yang penting. Kecuali emas, pemakaian pengobatan dari logam-logam telah dikemukan dimana-dimana. Arsen sudah diketahui sebagai bahan untuk pengobatan oleh orang-orang Yunani dan Roma zaman dulu. Diantaranya digunakan sebagai parasitisida untuk protozoa, misalnya trypanosomiasis, spirochaeta, yaros, demam kambuhan, amoubiasis, vaginitis trichomonal; dan arsen terutama digunakan untuk mengobati filariasis pada anjing.

Memang dasar-dasar dari banyak konsep-konsep modern tentang kemoterapi berasal dari kerja awal Ehrlich dengan arsen-arsen organic. Derivate-derivat arsen yang terkenal ialah salversan neoarsphenanime (mapharsan, arsenoxide). Bagaimanapun sekarang medical interest terhadap logam-logam berat telah menurun tajam, oleh karena penggantian dengan obat-obat antimikrobial alam dan sintetik yang mujarab dan aman, serta untuk ukuran kesehatan masyarakat dan higiene pencegahan dapat mengatasi masalah keracunan dari pemakaian industri-industri mereka. Namun perhatian lingkungan, telah turut membantu untuk suatu kejutan dari penelitian yang aktif dan berkelanjutan, dan sebagai literatur dalam toksikologi logam berat. Ditemukannya penisilin menyisihkan arsen sebagai obat anti lues, dan juga obat-obat baru lain yang hampir sama halnya dalam menurunkan penggunaan senyawaan arsen organik yang lain. Pada pengobatan manusia sekarang, arsen-arsen yang masih dipakai hanya untuk pengobatan beberapa penyakit tropis. Terutama masih dipakai pada penyakit-penyakit hewan. Untuk masa-masa mendatang, di Amerika Serikat dan juga di negara-negara lain, imbas dari arsen pada kesehatan, akan lebih banyak yang berasal dari industri dan lingkungan daripada yang berasal dari pemakaian obat-obatan. Tinjauan yang menarik dari segi biologis toksikologi dan lingkungan tentang arsen telah ditulis antara lain: - Valce dan Dialoni 1960 - Buchanan 1962 - Schraeder 1966 - Frost 1967 - Lisella & Co. Workers 1972 Salah satu campuran yang paling penting adalah arsen triokside atau arsenious okside, As 2O3, dengan kata lain arsen putih yang banyak digunakan sebagai bahan utama racun tikus – dan kadangkadang dikelirukan dengan asam arsenium. Ini terjadi dalam bentuk bubuk putih atau kristal oktahedral yang tidak mempunyai rasa. Arsenic trioxide beracun dan ditemukan pada beberapa pemberantasan tikus. Beberapa obat yang sering digunakan seperti cairan acidi arsenasi dan Fowler’s solution mengandung arsen trioxide. Dosis letal (yang mematikan) dari keracunan arsenic tergantung pada senyawaannya. Keracunan fatal oleh arsen trioxide adalah 0,2 – 0,3 gram bagi orang dewasa. Campuran arsen yang beracun dalam bentuk lain yaitu trichloride, triyodide, sodium arsenate, pada Pearson’s solution, Scheele’s green atau Copper arsenite, Paris green, Realgar, atau arsenic sulfide, Donovan’s solution, (masing-masing 1 % merkuri yodide dan arsenic yodide), Clemen’s solution (potassium arsenat pada bromidi) dan pigmen-pigmen yang serupa Brunwick green, Vienna merah dan mineral biru dimana terdapat sejumlah arsen dalam bentuk lain. Arsen dalam beberapa campuran arsen organic lain juga toksis. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa penggunaan arsen dalam pengobatan sudah sangat jarang, hanya terbatas pada hewan. Di Indonesia, terutama pada masa pembangunan ini arsen banyak digunakan untuk / pada pabrik-pabrik, alat-alat kesenian, pertanian, pertanian dan perkebunan yang kadang-kadang menyebabkan keracunan, misalnya: 1. Arsenicus acid / white arsenic  Bentuk kristal putih transparan, ada yang afogne seperti enamel, rasa sedikit pahit.  Banyak dipakai untuk: pada peternakan untuk membersihkan bulu-bulu domba (campuran bentuk sulfur atau cairan ter), racun tikus. 2. Persenyawaan Na dan K, liquor arsenicals (Fowler’s sol)  Fly water merupakan campuran dari 1 bagian larutan arsenic sodium dengan 2 bagian gula dalam 20 bagian air. Kertas yang diberi larutan ini disebut “Fly Paper” atau “Kertas lalat”.  Banyak dipakai untuk: membersihkan semak-semak, pengawetan kayu (membunuh serangga / preservatives). 3. Perseny arsenic / arsenic pigment dengan tembaga  Antara lain copper arsenic, scheele green, emerald green (aceto arsenite of copper)  Banyak dipakai untuk: membuat pigmen-pigmen hijau pada kertas hiasan (dekorasi), bahan-bahan cat. 4. Asam arsenic dan persenyewaan arsenic K dan Na



5.

6.

7.

8.

Banyak dipakai untuk: pada pabrik untuk membuat magenta, rasa nilin, warna-warna aniline, jenis-jenis tinta cetak. Sulfida dari arsenic  Antara lain jenis realgar, orpiment (yellow arsenic sulfide).  Banyak dipakai untuk: Orpiment digunakan untuk membuat lukisan-lukisan, cat kertas, warna pada mainan anak-anak, bahan perontok rambut; Orpiment ini bila dicampur dengan linae (jeruk) dapat digunakan untuk penyamakan kulit (menghilangkan wol dari kulit) Arsenic Chloride  Larutan arsenic dalam asam hidroklorida mengandung 1 % arsenioz acid yang sangat beracun. Arsin (AsH3, Arsen uretted hydrogen)  Berbentuk gas yang sangat beracun, menyebabkan hemolisa kematian yang dapat bersifat mendadak, gas tidak berwarna berbau bawang. Banyak terbentuk dalam proses produksi hydrogen, karena proses produksi persenyawaan gas arsenic dengan bantuan Hn. Arsen dengan Pb  Banyak dipakai untuk: membuat peluru / mimis.

Klasifikasi Arsen   

Simbol Nomor atom Berat Atom

   

Berat jenis (bentuk kristal hitam) Valensi Titik lebur Titik sublimasi



Senyawa-senyawa berbahaya

 

Senyawa-senyawa tak berbahaya Efek berbahaya (kronik)

 

Derajat M.A.C.



Penilaian



Sumber-sumber alam

Sifat-sifat kimia dan fisika arsen  As  33  74,9216 (Publikasi Lexicon) 74,91 (Publikasi Hervey B. Elkins PhD)  5,7 g/cc  3,5  814 C / 149 F  614 C / 113 C (Publikasi Lexicon) 615 C (Publikasi Hervey B. Elkins PhD)  AsH3; As2O3; AsCl3, arsenites; arsenates  Arsenic; As2S3  Ulserasi kulit, kerusakan bagian hidung  Serius  0,25 mg/m3 udara (untuk As3O3 1 mg / 1 liter urin.  1. Analisa urin 2. Analisa udara 3. Analisa rambut dan kuku  Tanah; air; bir; tembakau

Arsen sendiri sebagai unsur tidak digunakan. Elemen arsen adalah metal, berwarna hitam, sering digunakan bersama timah yang digunakan dalam pabrik, kadang-kadang ditemukan dalam bentuk metal murni, dimana bentuk alamiahnya tersebut tidak toksik. Campuran tersebut tersebut bagaimanapun juga dapat beracun dan sebagian darinya terkontaminasi dengan bahan tambang, arang dan batu bara. Jejak arsen didapat pada minyak, air dan tumbuh-tumbuhan. Sebagian kecil terdapat sebagai campuran kimia yang digunakan sebagai industri, misalnya mineral arsen, mineral alkali dan metal seperti besi, seng dan timah. Arsenik merupakan salah satu unsur yang ada di dalam tanah, sehingga perlu diketahui jika menghadapi kasus dimana korban telah dikubur. Contohnya tanah disekitar tubuh korban; yaitu di atas,

bawah, dan di sekitar tubuh korban harus diambil guna dilakukan pemeriksaan toksikologis. Tindakan tersebut selayaknya diambil untuk mencegah timbulnya interpretasi yang keliru. Air dapat mengandung arsenic sebagai akibat kontaminasi dari sisa-sisa pembuangan pabrik / industri. Dalam proses pembuatan bir, arsenic dapat terbentuk, yaitu sewaktu membuat glukosa untuk dijadikan bir. Arsenic juga ditemukan dalam jumlah yang cukup tinggi di dalam kerang, oleh sebab itu orangorang yang mempunyai kebiasaan makan kerang, ekskresi arsenic dalam urin cukup tinggi, sama halnya dengan mereka yang keracunan arsenic kronis. Arsen dalam tabel periodik tidak termasuk golongan logam, tetapi karena mempunyai sifat mirip logam, maka dimasukkan ke dalam golongan “metalloid”. Yang dimaksud logam berat ialah: 1. Logam yang mempunyai sifat membentuk garam dengan asam. 2. Logam yang mempunyai berat molekul antara 59-232. 3. Logam yang dapat bereaksi dengan ligond (pengikat berupa gugus atom, ion, atau molekul yang memiliki kesanggupan untuk menjadi donor pasangan dalam satu atau lebih ikatan koordinat [coordinate bound]). Arsen digolongkan ke dalam persenyawaan organic dan in organic; pembagian ini sebagian untuk memudahkan penggolongan kimia. Arsen in organik berbeda dengan arsen organik dalam beberapa hal yang penting dalam farmakologi. Hampir semua arsen in organik dapat dianggap sebagai garam asam meta arsenit (HAsO 2). Arsen yang sering digunakan untuk insektisida, racun tikus, dan herbisida adalah karbason (4ureidobenzen-asam arsenat), glikobiarsol, drokarbil, dan oksofenarsin. Arsen trioksida (AsO 3) sering disebut Arsenous acid yang merupakan anhidrid dari asam meta arsenous (HAsO 2). Hampir semua trivalent arsen in organik dapat dianggap sebagai garam-garam dari asam meta arsenous. Potassium arsenat adalah salah satu pemakaian untuk segala macam pengobatan. Sodium arsenites calcium arsenite copper acete Cupie aceto arsenite dipakai terutama sebagai insektisida, rodentisida, fungisida, dan herbasida. Arsen trichlorid sekali-sekali dipakai sebagai pengganti potassium arsenat. Senyawa-senyawa arsen dari Pb, calcium, dan sodium; masih dipakai dalam formula lama insektisida, yang terkadang merupakan kepentingan dalam hal toksikologinya. Misalnya yang berasal dari arsen pentoxide, dipakai sebagai herbisida dan defoliant. Cocodyl dan sodium sodium cocodilate Na; digolongkan sebagai asam in organik, karena bentuk aktifnya adalah asam arsenikus, dimana kebanyakan cocodyl yang masuk dalam badan dikonversikan. Arsine adalah gas beracun yang menyebabkan keracunan-keracunan industri yang sering terjadi. Dimethyl arsine, dimethyl arsenic acid, dan methyl arsenic acid, sebagaimana garam-garam sodium dan amoniumnya, muncul sebagai bentuk biotik kontaminan lingkungan; dan juga dipakai sebagai herbisida. Arsen organic yang terbanyak / terpenting adalah derivat dari benzene arsenic acid. Ada tiga derivate pentavalen yang digunakan dalam pengobatan; carbosone (4-urcide benzene arsenic acid), tryparsonide (sodium N-Carbomyl methyl – p-amine benzene arsenat) dan glicobiarsol. Benzene arsenic adalah golongan ikatan arsenic karbon dan invivo yang betul-betul tidak dirubah menjadi asam in organik. Ada atau tidak adanya berbagai substituent pada cincin benzene tidak hanya menandai kelarutan dari obat, tetapi juga kemampuan penetrasinya pada membran sel, baik pada organisme parasit maupun pada inang. Pemilihannya dapat dicapai dengan penggantian grup-grup yang tepat. Arsen-arsen organik tanpa grup polar tinggi larut dalam lemak dan siap menembus kulit; beberapa senyawa biasanya mempunyai aksi nesicant. Tanpa memperhatikan apakah suatu arsen mengenai tubuh sebagai arsen trivalent atau pentavalen; semua keracunan berat dan aksi mikrobial dapat dihubungkan dengan bentuk trivalent. Beberapa arsen pentavalen, dikurangi sebagai in vivo, diubah menjadi bentuk aktif trivalent, yaitu suatu arsen ozide. Bagaimanapun redok aqnilibia; penguapan oksidasi in vivo, dan arsen trivalent dioksidasi pelanpelan dalam tubuh menjadi pentavalen arsenic. Toksisitas yang rendah dan pengembalian yang tinggi dari arsen pentavalen di dalam urin dan ekskreta menandakan bahwa sangat kecil reduksi yang berlangsung. Arsen-arsen organik pentavalen semuanya menunjukkan sifat anion dalam cairan tubuh. Dan dalam hal menembus sel-sel inang / pejamu

tidaklah sesiap jika dibandingkan dengan sel-sel dari parasit yang rentan / peka. Dan ini menunjukkan efek terapi yang lebih tinggi dari bentuk trivalent. Arsen, seperti telah disebut di muka adalah racun klasik dari pembunuhan dan bunuh diri, tapi tak kurang pentingnya untuk toksikologi industri. Efek kronis dari arsen trioxide dan dapat diduga debu-debu arsen lain, terutama terdiri dari luka pada membran mukosa dan kulit. Menurut Harsen, ulkus dan perforasi septum hidung tak jarang dapat dijumpai pada pekerja-pekerja arsen. Pentingnya arsen sebagai penyebab kanker masih diragukan. Tapi kejadian abnormal dari kanker eksterna dan saluran pernafasan pada kelompok pekerja-pekerja yang terkena debu arsenic oxide telah dilaporkan. Banyak senyawa-senyawa arsen organic yang sangat toksik. Lewisite Ch Cl = Ch – As Cl2 merupakan satu diantara gas-gas yang digunakan dalam kimia yang merupakan suatu vesicant yang kuat dan dephenyl chloro arsino, dipenylamine chloro arsine, serta dipenyl cyano arsine merupakan jenis senyawa yang sangat iritan. Konsentrasi kecil dapat mengakibatkan muntah-muntah. Cairan arsen triklorid juga vesicant dan sangat toksik bila menyentuh kulit. Arsine: As H3.* Berat molekul : 77,9 * Titik didih * Efek berbahaya * Derajat * M.A.C. * Penilaian

: -35 C : Perubahan-perubahan darah, kerusakan hepar. : Serius, fatal. : 0,05 p.p.m. 0,5 mg As / liter urin. : - Analisis udara - Analisis urin

Arsine merupakan gas tidak berwarna, berbau bawang, dan sangat beracun. Arsine telah diperagakan terjadi dari campuran Ca hydride dan metal oxida yang ada dimana penderita bekerja, pada konsentrasi rata-rata 0,5 ppm. Besarnya bahaya arsine terletak terutama pada penguapan selektifnya daripada toksisitasnya, lain dari pada itu mungkin saja. Demikian suatu debu dari senyawa incet terdiri dari 0,1 % arsen tidak akan menyebabkan keracunan yang sama. Tapi bila zat tersebut menyebabkan proses reduksi kimia atau elektrolit, arsen mungkin menguap hampir seluruhnya seperti arsine, dan suatu konsentrasi yang berbahaya bisa dihasilkan dari material yang relatif kecil. 1. Arsen In Organik Bentuk arsen in organik ini sifatnya sangat beracun dan paling sering digunakan karena sifatnya tersebut. Campuran ini, lebih banyak digunakan untuk pembunuhan dimana racun diberikan dalam dosis besar atau pemberian dosis kecil tetapi berulang-ulang, supaya dapat menimbulkan gejala-gejala seperti sakit biasa. Dahulu pembunuhan pada sejumlah manusia dengan racun tunggal, paling banyak menggunakan jenis arsen ini. Cara pemberiannya dengan cara dicampur pada makanan atau minuman. Tetapi cara pembunuhan seperti ini sudah jarang dilakukan lagi, karena racun ini mudah diketahui dan dicurigai secara langsung sebagai tindakan kriminal. Pada sebagian kecil kasus pembunuhan dengan preparat yang mengandung arsen dimasukkan lewat rektum, vagina, dan uretra serta kematiannya serupa dengan yang diakibatkan oleh obat secara injeksi. Secara pervaginam dapat untuk menginduksi abortus. Kasus-kasus bunuh diri menggunakan racun lebih sering dan biasanya menggunakan racun tikus atau Paris Green. Kecelakaan akibat racun in organik sering terjadi. Sebagian kasus yang diperiksa tersebut ditenggarai menggunakan jenis racun tikus, atau semprotan untuk tanaman (makan buahbuahan, sayuran dimana berasal dari daerah yang disemprot), untuk pengawet kertas atau untuk kain, kertas dinding (karena mengandung arsen yang kemudian menjadi partikel debu dalam rumah) dan untuk campuran warna. Campuran arsen juga ditemukan pada minuman, air, bir, kopi, obat-obatan, mineral, gas, dan produk batu bara. Penggunaan obat dalam bentuk campuran arsen harus diperhatikan karena bahayanya; apakah itu diberikan secara internal ataupun secara topikal seperti lotion, salf, atau bedak untuk luka, tumor, atau

kerusakan pada kulit yang lain. Gejala keracunan kadang disebabkan oleh absorbsi obat. Pada beberapa contoh kasus, arsenic trioxide sering dikelirukan dengan bubuk putih yang lain. Senyawa in organik, hanya mempunyai kemampuan kecil untuk mematikan jaringan tubuh, tapi tetap meracuni protoplasma sel tubuh, yang selama berada dalam sirkulasi darah dan jika terjadi kontak dengan sel hidup dapat menyebabkan perubahan-perubahan degeneratif. Pada umumnya aksi dari iritasi lokal tidak diketahui, tidak begitu jelas, tapi setelah diabsorbsi, akan terus ke aliran darah menuju bagian-bagian organ tubuh hingga timbul efek-efek pada kapiler. Intensitas dari toksemia tergantung dari jumlah obat dan kecepatan absorbsi obat yang diberikan. Jika racun dalam bentuk cairan akan cepat diabsorbsi, tetapi jika diberikan dalam bentuk yang padat akan diabsorbsi lebih lambat. Racun ini akan diabsorbsi dan ditimbun dalam jaringan hepar dan organ lain untuk beberapa hari, dan akan dieliminasi melalui ginjal dan traktus gastrointestinal. 2. Arsen Organik Preparat arsen organik banyak dibuat, sebagian besar diantaranya merupakan senyawa sintetis. Senyawaan organik, termasuk diantaranya merupakan golongan alifatik dan aromatik, yang mengandung baik trivalent maupun pentavalen arsenic. Bersifat kurang toksis apabila dibandingkan dengan bentuk in organik, mungkin disebabkan karena absorbsinya yang lebih lambat. Bila masuk ke dalam tubuh, akan terurai secara perlahan-lahan dan biasanya tidak menyebabkan kerusakan / kesulitankesulitan yang serius, namun kadang-kadang bila karena sesuatu hal, dapat mempercepat absorbsinya sehingga dapat menimbulkan efek toksis yang lebih berat. Beberapa bentuk dari trivalen digunakan pada pengobatan tripanosomiasis dan spirochaeta misalnya pada demam kambuhan sifilis. Bentuk arsen ini ditimbun dalam berbagai organ, khususnya pada hati dan arsen jenis ini menghilang secara bertahap. Hal ini menyebabkan efeknya terhadap parasit (durasinya) arsen menjadi panjang. Arsen pentavalen organik tidak seefisien arsen trivalent, dan jika digunakan untuk obat bisa berbahaya. Arsen trivalent organik yang paling penting adalah derivat dari Arsphenamine (Salvarsan atau 606, formula HCL.NH2.C6H3As=AsC6H3.OH. NH2HCL.2H2O) diantaranya silver arsphenamine, sulfarshphenamine, bismarsen (bismuth arsphenamine sulfonate) dan neoarsphenamine (mapharsen, arseoxide, dasar dari kelompok arsphenamine). Bentuk di atas semuanya efisien dalam pengobatan spirochaeta dan penyakit protoza. Diberikan secara intra vena dalam larutan sekali dengan dosis 0,3-0,6 gram, kecuali silver arsphenamine diberikan dengan dosis lebih kecil. Sekitar tahun 1954, pengobatan berkembang dengan pemberian dosis yang lebih besar, dengan berbagai cara, misalnya intra vena perdrop lambat, intravena perdrip cepat, dan pemberian dengan spuit injeksi. Pemberian marphasen yang dikombinasi dengan bismuth atau vaksin typoid, dengan hasil pengobatan yang lebih baik. Pemberian arsen trivalent sebagai pencegahan tidak menimbulkan kerugian, tapi dalam kasus yang jarang dapat menimbulkan kematian. Kadang-kadang pasien mati dengan gejala kolaps seluruh tubuh sesudah pemberian dosis tunggal dengan injeksi. Pada otopsi, sedikit memperlihatkan gejala khas, hal ini mungkin disebabkan karena reaksi hipersensitivitas. Pada kasus lain, kematian terjadi akibat keracunan kronik oleh pemecahan / disosiasi arsen organik dari preparat arsphenamine dalam tubuh, dan efek ini memerlukan waktu beberapa hari sampai beberapa minggu untuk berkembang. Satu gejala yang paling mencolok adalah dermatitis exfoliativa pada seluruh tubuh, khas dengan adanya skuama epidermis dan infiltrasi leukosit di sekelilingnya dan pada korium. Pada kasus yang lain, terjadi asphenamine enchephaloragi dan pasien meninggal setelah koma, dan dari otopsi memperlihatkan petichae dan perdarahan yang difus dan dapat juga terjadi perdarahan pada pons. Diatesa hemorrhagi juga terjadi pada jaringan subserosa khususnya pada mesenterium, intestinum tenue, dan otot jantung. Kadang granulositopenia atau anemia aplastik, atau berkembang menjadi trombosis umum dapat terjadi. Efek berikutnya berlangsung proses degenerasi berat yang terjadi pada parenkim organ dan hati yang bisa saja terlibat, akhirnya terjadi kematian mendadak (akut) atau subakutyellow atrofi dengan sakit kuning.

Pada kasus dimana korban dapat diselamatkan, dapat terlihat bercak fibrosis pada parenkim hepar dan hepatitis kronik akibat proses degeneratif yang lama. Jika pemberian tidak hati-hati, dan keluar dari vena, dapat menyebabkan tormbosis. Pemberian BAL pada komplikasi akibat arsen organik grup salvarsan misalnya dermatosis, dermatitis exfoliativa, perdarahan otak, sakit kuning, akan memberikan hasil yang baik. Arsen organik pentavalen termasuk sodium cacodilate, (CH 3)2AsO.ONa, arrhenal, arsacetin, acetarsone tryparsamide dan lainnya, pada dosis toksis akan menimbulkan efek subakut atau kronik. Tryparsamide punya efek lain yang dapat menyebabkan amblyopia. FARMAKOKINETIKA Absorbsi Senyawa-senyawa arsen yang larut dalam air diabsorbsi dari semua selaput lendir dan secara pemberian parenteral. Absorbsi senyawa arsen yang sukar larut dalam air misalnya As 2O3 yang sangat tergantung pada kehalusan dari bagian-bagiannya (fineness of subdivision). Dalam obat pembasmian tanaman pengganggu (herbicides), terutama As 2O3 terbagi dengan agak kasar. Walaupun senyawa arsen yang pentavalen lebih banyak mengalami imitasi daripada senyawa yang trivalent, namun senyawa arsen in organik yang pentavalen diabsorbsi lebih baik daripada yang trivalent, namun karena mereka kurang bereaksi dengan isi usus dan mukosa senyawa arsen organik yang trivalent adalah juga sedikit diarbsorpsi dari saluran gastro intestinal, kecuali melarsopral. Bagaimanapun juga zat-zat tersebut dihancurkan di dalam usus dan darinya dihasilkan senyawa arsen in organik yang siap diabsorbsi – senyawa arsen yang pentavalen diabsorbsi dengan variasi yang luas – carbarsone dan melarsopral absorbsinya cukup pada pemberian peroral dalam pengobatan penyakit infeksi yang sesuai. Carbarsone cukup banyak yang tidak diabsorbsi sehingga efektif untuk melawan parasit dalam usus. Triparsamide sedikit diabsorbsi dari saluran pencernaan. Absorbsi melalui kulit merupakan fungsi dari pelarut lipid. Secara umum senyawa arsen trivalent diabsorbsi lebih baik dari pada yang pentavalen. Di Amerika Serikat, masukan harian untuk senyawa arsen sangat bervariasi, tapi rata-ratanya 1 mg perhari dan beban untuk tubuh orang dewasa normal biasanya 14-21 mg (II-927). Pembicaraan di atas kiranya akan menjadi lengkap bila dikaitkan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Absorbsi melalui saluran pencernaan biasanya terjadi pada usaha bunuh diri. Pembunuhan dan keracunan anak-anak dapat terjadi karena mereka tertarik akan warna atau rasa enak suatu obat, sehingga menyebabkan keracunan karena overdosis. Saluran pencernaan masih merupakan lingkungan luar (milious externa), sehingga adanya zat-zat beracun di dalam saluran pencernaan tidak akan mengakibatkan keracunan – hanya racun-racun yang bersifat kanotik atau korosif yang dapat merusak selaput lendir usus, yang selanjutnya bisa terjadi perforasi, peritonitis, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian. Pada umumnya zat beracun lebih mudah menyebabkan keracunan jika diberikan pada perut kosong karena lebih cepat diabsorbsi. Juga pada umumnya bentuk non ion akan lebih mudah diabsorbsi daripada bentuk ion, serta ph dapat mempengaruhi difusi zat beracun melalui membran epitel usus. Selain ph, konstante dinosiasi (p Ka) berpengaruh atas bentuk non ion dan bentuk ion, menurut persamaan Handecson Hasselbach: Untuk asam: P Ka – ph = log (bentuk non ion) bentuk ion Untuk basa : P Ka – ph = log (bentuk ion) (bentuk non ion) 2. Absorbsi melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa hal: Stratum corneum merupakan “therato limiting basic” sehingga bila lapisan ini rusak atau jika integritas kulit terganggu, maka absorbsi akan dipermudah. Spesies pada hewan. Beberapa zat kimia dapat merubah kulit sehingga lebih permeabel terhadap zat kimia lain. Sifat-sifat psikokimia. Zat-zat yang larut dalam lipid kurang mudah diabsorbsi kulit jika dibandingkan dengan zat-zat yang larut dalam air. Zat-zat kimia yang berbentuk non ion lebih mudah diabsorbsi daripada yang berbentuk ion. Ph, ukuran molekul, temperatur dan vaskularisasi juga ikut menentukan.

Sebagian dari zat-zat beracun yang masuk melalui pernafasan terabsorbsi melalui selaput lendir di bagian tracheo-bronchial, non pharynx dan oropharynx serta sebagian dari zat-zat tadi tertelan dan masuk ke dalam alat pencernaan. Partikel-partikel sebesar 5 mikrometer atau lebih tetap berada di dalam nasopharynx (bernafas melalui mulut), dan yang berukuran 2-5 mikron bisa sampai ke dalam bagian tracheo-bronchial, yang kemudian oleh lendir dan silia dapat dibersihkan dengan atau tanpa perantaraan batuk. Partikel-partikel sebesar 1 mikrometer atau kurang dapat masuk ke alveoli dimana partikel-partikel itu dapat diabsorbsi masuk ke dalam darah. Distribusi Setelah zat beracun memasuki plasma darah, baik dengan perantaraan absorbsi maupun langsung melalui intravena, maka zat tersebut dapat terdistribusi ke seluruh bagian tubuh. Kecepatan distribusi ditentukan oleh banyaknya vaskularisasi, mudahnya zat itu memasuki pembuluh kapiler dan menembus membran sel jaringan, serta adanya afinitas jaringan terhadap zat tersebut. Konsentrasi zat beracun ini di dalam darah setelah beberapa waktu tertentu maka dari sini tergantung pada volume distribusinya (Vd); makin besar Vd-nya, makin kecil konsentrasi zat beracun tersebut berada di dalam darah (X). Penimbunan senyawa arsen terutama di dalam hepar, ren, dinding saluran pencernaan, limpa dan paru-paru. Dalam jumlah kecil terdapat pada otot dan jaringan syaraf. Dan selain itu juga terdapat dalam rambut dan kuku, dimana disini mulai terdapat 2 minggu sesudah pemberian dan dapat tinggal sampai 1 tahun. Pada keratin banyak terdapat gugus salf hydril, demikian juga pada jaringan tulang yang dapat menetap untuk selama-lamanya (II). 3.

Biotransformasi (II) Biotransformasi dari senyawa arsen hanya sedikit sekali diketahui. Dari studi pada hewan percobaan nampak kemungkinan senyawa arsen yang trivalent sedikit demi sedikit diubah kearah bentuk pentavalen, dan keduanya sebagian-sebagian diubah ke arah methyl arsenator. Ekskresi Sebagian dari suatu dosis senyawa arsen trivalent yang diabsorbsi akan diekskresikan secara lambat melalui urin setelah pemberian secara parenteral yang dimulai dalam waku 2-8 jam. Namun hal ini dapat bertahan sampai 10 hari untuk eliminasi dari arsen secara komplit setelah pemberian dosis tunggal dan dapat sampai 20 hari pada pemberian berulang. Ekskresi yang lambat ini merupakan dasar untuk terjadinya keracunan arsen yang kumulatif. Arsenate dan bentuk pentavalen yang lain pada tubuh manusia sangat cepat diekskresi, dan oleh sebab itu maka sangat kecil kemungkinannya untuk menjadi keracunan yang bersifat kumulatif, kecuali pemberian dengan dosis yang sangat tinggi dalam periode waktu tertentu. Lisella dkk. (1972), telah mengkalkulasi bahwa pada pemberian arsen pentavalen secara terusmenerus pada dosis maksimal yang diperkenankan di dalam makanan, udara, dan air, maka akan memerlukan waktu 30 tahun untuk terjadinya penimbunan beban toksis bagi badan. Sejalan dengan kenyataan bahwa senyawa arsen trivalent adalah mungkin untuk diekskresikan di dalam jaringan dan bentuk pentavalen cepat diekskresi, maka arsenate diabsorbsi pada bagian proksimal dari tubulus kontortus renir dan diekskresikan sebagai arsenite (Ginsbing, 1965). (II) Senyawa arsenite dapat menembus placental barcick dan telah ditemukan pada janin yang meninggal (sugoctal, 1969). Kira-kira 45 % dari senyawa arsen yang dihisap ketika merokok diekskresikan melalui urin dan kurang lebih 2,5 % melalui feses (Holland et all, 1959). Pada pemberian BAL (dimecarpol), maka ekskresi melalui urin sangat jelas menanjak tanpa adanya kerusakan pada alat ekskresi. Bila pemberian BAL tepat, maka akan dapat menekan sebagian besar tanda dan gejala keracunan akut (Woody and Kometani, 1948). Mekanisme keracunan Mekanisme kerja toksik yang utama dari senyawa arsen ialah dengan menghambat kerja enzim sulfihidril. Senyawa arsen organik yang trivalent misalnya phenyl arsen oxide lebih poten dalam hal menghambat kerja enzim sulfihidril daripada arsenites in organik. Arsenoxide sebagai senyawa antara yang aktif (active intermurate) tidak dapat bereaksi dengan kelompok-kelompok kimia yang lain, kecuali sulfihidril. Consparasid arsen arsen misalnya aesphenamine dan senyawa arsen yang pentavalen harus dikonversi menjadi arsenoxide atau arsenit terlebih dahulu sebelum dapat bereaksi, kecuali dikloroarsen yang dapat bereaksi langsung.

Formulasi yang umum dan komplit dari reaksi arsenoxide (arsenite) dengan gugus sulfihidril dari protein adalah sebagai berikut: S-PR R – As = O + 2 Hs – PR R + As + H-O-H S-PR Dimana R adalah gugus kimia, dan PR adalah protein. Inertivasi dari enymen sulfihifdril yang esensial mungkin merupakan langkah pertama ke arah kerusakan sel. Di antara senyawa arsen, klorvinilkloroarsen (lewisite) mempunyai daya inhibisi yang terkuat. Ion arsenat dapat bekerja sebagai uncouplers pada fosforilasi oksidatif, karena itu pembentukan ATP terganggu. Sistem oksidasi piruvat dan sejumlah besar enzim lain adalah rawan terhadap senyawa arsen. Peranan dari interaksi antara senyawa arsen dengan thiocic (x liporc) acid, suatu bagian esensial dari reaksi dekarboksilasi piruvat menjadi perhatian utama, lebih dari reaksi dengan sulfihidril dari dua molekul yang berbeda seperti dilukiskan pada formula di atas senyawa arsen yang dapat bereaksi dengan kedua gugus sulfihidril dari thiocic acid untuk membentuk cincin bersegi enam, yaitu suatu cincin yang lebih stabil daripada monocyclic thio arsenites. Pembentukan cincin menunjukkan kemanjuran dimercaprol dalam pengobatan keracunan arsen. Arsine (AsH3) bergabung dengan hemoglobin dan dioksidasi menjadi campuran (compound) hemolitik dan tidak menunjukkan aksi dengan menghambat enzim sulfihidril. Efek lokal Senyawa arsen baik organik maupun in organik dapat menembus epitel dan menyebabkan nekrosis dan pengelupasan. Campuran yang larut dalam air, daya toksis lokalnya sangat lemah; triparsamide dan senyawa organik pentavalen yang pada umumnya diberikan secara intramuskular tidak menyebabkan iritasi lokal. Zat ini larut dalam air dan cepat diabsorbsi. Dermatitis kontak dan konjungtivitis yang non alergika sering terjadi di antara para perkerja yang terpapar terhadap debu yang mengandung senyawa arsen. Menghisap udara yang mengandung arsen secara terus-menerus dapat menyebabkan perforasi septum nasi. Efek sistemik Efek pada peredaran darah Senyawa arsen dosis kecil in organik menyebabkan vasodilatasi ringan. Dosis besar menimbulkan efek pada sistem sirkulasi. Perlukaan dapat terjadi pada semua anyaman kapiler, tapi yang sering terjadi di daerah splanchnicus. Sebagai hasilnya adalah transudasi dari plasma dan penurunan darah yang tajam, selanjutnya terjadi kerusakan arteri dan myocard serta tekanan darah turun sampai terjadi syok. Gambaran EKG yang abnormal tetap terjadi sampai satu bulan sesudah penyembuhan dari intoksikasi akuta. Senyawa arsen organ trivalent terutama mengenai kapiler, tekanan pembuluh darah (resistant vessels), dan tentang jantung, pengaruhnya sama dengan arsen in organik. Pada dosis terapeutik obat, efek pada sirkulasi bervariasi dengan jarang terjadi reaksi seperti syok angioneurotik yang segera mengikuti pemberian tryparsamide. Hal ini terjadi mengikuti pemberian senyawa arsenic sejenis dengan sifat simpatomimetik yang secara efektif meninggikan tekanan darah selama suatu krisis; dimana hal tersebut tidak terjadi selama syok oleh karena senyawa arsen in organik. Krisis ini terjadi disebabkan oleh karena flocylasi plasma protein. Arteriosclerosis perifer (clackfoot disease0 dapat disebabkan oleh pemasukan senyawa arsen in organic secara kronis (Heydoen, 1970). Tractus gastrointestinal Dosis kecil senyawa arsen in organik terutama yang trivalent menyebabkan splanchnic hyperemia. Transudasi plasma pada kapiler sebagai akibat pada dosis besar membentuk vesikula di bawah mukosa gastrointestinal. Vesikula tadi akhirnya pecah, fragmen epitel terlepas, lalu plasma tercurah ke dalam lumen, yang kemudian akan membeku. Jaringan yang rusak dan aksi cathartic dari meningkatnya cairan dalam lumen menyebabkan naiknya peristaltik dan keluarnya tinja yang karateristiknya seperti air beras. Protiforens epitel yang normal ditekan, yang menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Segera sesudah itu feses menjadi berdarah, muntah seringkali terjadi, dan muntahan mungkin mengandung darah. Stomatitis mungkin juga terjadi,

serangan gastrointestinal mungkin terjadi dengan sedikit demi sedikit sehingga kemungkinan cara cuman arsenic mungkin diabaikan. Sindrom nausea, vomiting, diare, sakit kepala dan malaise merupakan tipe reaksi yang sering terjadi sebagai akibat pemberian injeksi senyawa arsen organik. Reaksi ini tidak segera terjadi, tetapi terjadi dalam waktu 4-12 jam sesudah injeksi dan berlangsung selama beberapa jam sampai hitungan hari. Hal ini disebabkan oleh intoksikasi oleh bagian senyawa arsenic yang aktif dari obat tersebut. Insidensi tertinggi terjadi setelah pemberian senyawa arsen trivalent dan paling rendah setelah pemberian senyawa arsen pentavalen; misalnya tryparsamide. Over dosis yang sangat besar dari senyawa arsen organik efeknya sama dengan pemberian senyawa arsen in organik.

Tractus urinarius Aksi dari senyawa arsen pada kapiler ginjal, tubuler dan glomeruli dapat menyebabkan kerusakan ren yang hebat. Efek pertama pada glomeruli, pembuluh darah mengalami dilatasi sehingga memungkinkan hilangnya protein dan kemudian terjadi pembengkakan untuk mengisi glomerulair. Variasi tingkatan dari nekrosis tubuler dan degenerasi terjadi, urin berkurang dan berisi protein, eritrosis dan carts. Sejumlah carts, albuminuria ringan dan darah pada urin sedikit meninggi, sering terjadi setelah pemberian senyawa arsen organik dengan dosis terapeutik – namun efek ini hanya bersifat sementara. Kerusakan ginjal akut yang jarang terjadi akibat arsen organik adalah idiosyncrasi. Kulit Pemberian senyawa arsen in organik dengan dosis rendah dan secara kronis akan menyebabkan vasodilatasi kulit dan “milk and corce” complexion. Penggunaan senyawa arsenic yang berkepanjangan juga menyebabkan hiperkeratosis dan hiperpigmentasi, yag akhirnya aksi ini menuju ke arah atrofi dan degenerasi serta mungkin juga ke arah kanker. Erupsi pada kulit umumnya terjadi setelah pengobatan dengan senyawa arsen in organik. Senyawa arsen trivalent yang sistemik mengganggu dengan respon peradangan pada kulit dan dapat menyebabkan terjadinya pyoderma. Hal tersebut juga mengganggu penyembuhan luka pada kulit dan jaringan lain. Insidensi dermatitis pada penggunaan senyawa arsen organik pentavalen adalah rendah dan reaksinya biasanya ringan. Luka bisa lokal atau menyeluruh dalam distribusinya.

-

Sistem syaraf pusat (SSP) Pada penggunaan secara kronis atau terpapar dengan senyawa arsen in organik (namun jarang pada senyawa arsen organik) dapat menyebabkan neuritis periferal. Pada kasus yang berat, sumsum tulang belakang bisa terkena juga. Pada pemberian senyawa arsen in organik dengan dosis toksis secara akuta, hampir 5 % akan menunjukkan depresi sentral tanpa gejala-gejala gastrointestinal. Dari arsen yang masih digunakan oleh manusia, tryparsamide – tapi bukan carborsone atau glico biarzol – menyebabkan insidensi yang tinggi dalah hal efek pada SSP, bila digunakan dengan dosis terapeutik. Efek ini biasanya visual. Ensefalopati dapat ditimbulkan pada penggunaan: Senyawa arsen organik trivalent misalnya: melarsoprol (paling umum sebagai rekasi toksik). Senyawa arsen organik pentavalen, glico biorsal pada dosis klinis (tapi jarang). Overdosis carbarsone. Gejalanya termasuk sakit kepala yang berat, konvulsi dan koma. Gejala-gejala sebelumnya terlihat pada cairan serebro spinal jumlah sel dan protein bertambah. Kerusakan pada otak terutama yang berasal dari vasculair dan terjadi pada massa putih dan abu-abu, gejalanya berupa perdarahan nekrosis dengan focus yang multipel dan simetris. Perlu ditambahkan pada pemberian dimecaprol ialah pengobatan sedatif, anti konvulsan dan tindakan untuk mengurangi oedem otak, yang mana antara lain dapat dengan memberi mannitol hipertonik atau larutan ureum. Darah

Senyawa arsen in organik mengganggu sum-sum tulang dan mengubah komposisi sel-sel darah. Vaskularisasi pada sumsum tulang bertambah. Pada dosis sedang menyebabkan pengurangan eritrosit dan pada dosis besar menyebabkan perubahan morfologis sel-sel darah dengan tampak adanya megalocytes dan microscytes. Senyawa arsen in organik juga menekan produksi leukosit. Beberapa efek kronis pada adarah dapat disebabkan oleh karena terganggunya absorbsi asam folat. Arsenite juga mengganggu syntore parpyrine (Van Togeran et all, 1965). Gangguan pada darah dan sumsum tulang yang ditimbulkan oleh senyawa arsen in organic merupakan masalah yang benarbenar serius, tapi untungnya jarang terjadi. Sejumlah kasus agranulasitosis disebabkan oleh glico biornd yang mana telah dilaporkan pernah terjadi. Hati Senyawa arsen in organik dan sejumlah yang organik, terutama toksis terhadap lever dan menimbulkan infiltrasi lemak, nekrosis sentralis dan chirossis triparsamide yang dapat merusak kapur pada dosis terapeutik. Kerusakan bisa sedang atau berat; menyebabkan acute yellow athrophybahkan kematian. Kerusakan pada umumnya mengenai parenkim hepar, tetapi pada beberapa kasus memberikan gambaran klinis yang menyerupai aclusi saluran empedu secara umum yang disebabkan oleh pericholangitis dan thrombus empron pada cabang saluran empedu yang paling halus. Metabolisme Aksi toksis yang mula-mula dari senyawa arsen organik menimbulkan oedema tersembunyi disebabkan oleh kerusakan kapiler. Pada kerusakan arsen eliminasi nitrogen bertambah oleh karena degenerasi jaringan yang terjadi pada banyak organ. Percobaan untuk mendemonstrasikan aksi tonik dari senyawa arsen pada hewan percobaan menunjukkan bahwa elemen ini tidak berguna pada pertumbuhan dan perkembangan. Simptomatologi Keracunan akut: 1. Gejala biasanya timbul ½ - 1 jam sesudah masuknya obat, tapi mungkin terlambat sampai beberapa jam, terutama bila arsen masuk bersama makanan. 2. Rasa manis metalik, bau bawang putih pada nafas dan feses. 3. Penyempitan pada tenggorokan dan kesukaran menelan. Rasa seperti terbakar dan sakit kolik pada aerophagus ventriculus dan usus. 4. Muntah dan diare dan ekskretanya air beras seperti pada kolera dan kemudian feses berdarah. 5. Dehidrasi dengan rasa haus yang sangat dan kram otot. 6. Sianosis, pols lemah, dan anggota badan menjadi dingin. 7. Vertigo, sakit kepala bagian depan. Pada beberapa kasus (tipe serebral) vertigo stupor, delirium dan mania dapat terjadi tanpa gejala gastro intestinal yang menonjol. 8. Syncope, koma, kadang-kadang konvulsi, paralisis umum dan kematian. 9. Bila fase akut bisa sembuh, maka neuritis perifer yang termasuk syaraf sensoris dan motoris tidak jarang terserang. 10. Berbagai erupsi pada kulit, lebih sering terjadi pada keracunan kronis. 11. Pada saat penyembuhan, kelemahan dan diare akan tetap ada sampai beberapa minggu dan kadang-kadang sindrom sukar dibedakan dengan keracunan kronis. Keracunan kronis Terdapat manifestasi sebagai berikut, mulai dari anoreksia, gangguan pencernaan yang ringan, sedikit demam, pucat, lemah, peradangan catarrhal pada hidung, tenggorokan, konjungtiva dan laring seperti pada infeksi coryza; stomatitis dan salivasi juga sering terjadi. Gangguan kulit dapat berupa eritrema, eczema, pigmentasi (arsenic melanosis), keratosis (terutama pada telapak tangan dan kaki), bersisik dan desquamasi, kuku rapuh, rambut dan kuku rontok dan oedema subkutan yang lokal. Gejala kerusakan ginjal timbul, pembesaran hepar dengan ikterus dan kadang-kadang dengan pruritus dan dapat menjadi sirosis dan asites. Komplikasi jantung (fibrilasi ventrikular dan kardiak akut) pernah dilaporkan walau jarang. Kadang-kadang ada reaksi kehilangan protein pada diskrasia darah enteropathy yang hebat, akibat dari

deposit semua elemen seluler dari sum-sum tulang. Kejadian ini mungkin berhubungan dengan metabolisme folic acid. Pada keracunan yang lanjut, maka gejala syaraf menonjol yaitu encephalopaties dan neuritis perifer lebih umum terjadi. Mula-mula yang terkena syaraf sensorius hingga timbul parestesia, hipertesia dan sakit, namun kemudian muncul paralisa, atrofi otot, biasanya pada kaki. Kemungkinan akan menonjol distribusi kehilangan perasaan yang disebut “Glove and Stocking”. Dalam hal simptomatologi ini, lebih khas pada keracunan arsen in organik, yaitu ada empat tipe dan gejala keracunan yang terjadi: 1. Bentuk paralisis akut Akibat pemberian arsen in organik dalam jumlah besar dan cepat masuk ke dalam sirkulasi. Manifestasi dari bentuk ini ialah kolaps sirkulatori dengan tekanan darah rendah, nadi yang cepat dan lemah, pernafasan sukar dan dangkal, sesak nafas, semicommatore atau stupor dan kadang-kadang konvulsi. Pasien tidak menunjukkan gejala gastrointestinal (kalaupun ada berupa muntah-berak, nyeri perut). Gejalanya timbul mendadak. Penderita dapat meninggal sebelum 24 jam. Gejala di atas disebabkan oleh penekanan syaraf pusat oleh senyawa arsen dosis tinggi terutama pada medulla oblongata. 2. Tipe gastro intestinal Tipe ini lebih umum terjadi dan gejala-gejala yang khas ditimbulkan oleh karena perlukaan / lesi pada ventrikulus, usus, dan organ-organ yang parenkimateous. Segera setelah masuknya senyawa arsen, terjadi muntah yang berlangsung selama 1 atau 2 jam kemudian diikuti dengan diare. Perbedaan gejala-gejala klinik yang menonjol, bervariasi pada tiap-tiap kasus. Pada beberapa kasus diare berat adalah gejala yang paling menonjol, sedangkan pada pasien lain adalah mual, muntah, rasa panas dan terbakar, sakit dan kram pada abdomen yang menjadi keluhan utama. Pada pasien yang lain lagi dapat menderita gatal / serak pada tenggorokan, sensasi haus yang sangat, mulut terasa kering. Kombinasi dari gejala-gejala tersebut bisa terjadi. Muntah bisa terjadi terus-menerus dan muntahannya nampak seperti air beras dan terkadang berisi lendir darah dan cairan empedu. Diare mungkin hebat dan feses mungkin berdarah atau seperti air beras sama dengan feses pada cholera asiatica. Pada kasus yang lebih jelas terdapat muka yang livid, sianosis, merasa gelisah, kulit dingin lembab, kram pada lengan, betis, delirium, albuminuri, urin yang berkurang dan dehidrasi oleh karena muntah yang terus-menerus dan diare. Hal ini bermakna pada kasus muntah dapat terjadi setelah makan arsen bebas, dan ini menimbulkan keragu-raguan berhubung dengan adanya arsen sesudah diabsorbsi yang telah dikeluarkan kembali ke dalam lambung. Kematian terjadi dalam beberapa jam atau hitungan hari. Bila pasien dapat bertahan terhadap serangan maka akan terjadi pemulihan. Penanganan pada keracunan akut adalah dengan mengeluarkan lambung dengan tube dan mencuci dengan air hangat dan susu. Emetic mustart 1 bagian dan garam 6 bagian, pada air dengan jumlah banyak lebih berarti. Antidotum spesifik ½ - 1 ons tincture dari ferri chloride dengan air dan ditambahkan magnesium Castor oil dapat diberikan untuk membersihkan usus. Kantor farmasi dan kimia di Asosiasi Kesehatan Amerika (American Medical Ascociation) menganjurkan pemberian BAL (British Anti Lewisite 2,3 dimercaptopropanol) secepatnya. Ini akan mengambil arsen dari jaringan dan menyebabkannya cepat diekskresi. BAL diberikan intramuskuler pada 10 % larut minyak tiap 4 jam dengan dosis 5 mg/kg BB sampai gejala keracunan hilang. Hasil Otopsi Lesi yang berupa nekrosa mempunyai tingkatan yang sangat bervariasi. Pada kematian yang terjadi dalam beberapa jam karena kolapsnya sirkulasi, membran mukosa lambung dan usus dapat tidak memperlihatkan perubahan yang bermakna. Lambung dapat kosong atau berisi lendir, atau sejumlah cairan kemerahan. Kadang-kadang pada lipatan membran mukosa lambung terdapat kristal oktahedral dari As trioxide atau bercak Paris Green, atau deposit kekuningan dari As sulfide yang terbentuk oleh kombinasi kimiawi antara arsen dengan hydrogen sulfat dalam lambung. Pada kasus lain, mukosa lambung merah kongesti dan edema, sementara itu tampak garis gelap karena korosi pada lipatan, berbentuk karet atau bentuk pemanggang besi pada tempat korosi oleh racun. Lambung dapat berisi lendir warna gelap yang bercampur darah. Pada tahap awal usus tidak menunjukkan perubahan yang berarti, meskipun arsen diperkirakan sudah sampai jaringan.

Selanjutnya pada tahapan menyerang tubuh lebih lanjut, lesi meluas. Dinding lambung dan usus dapat bengkak dan kelihatan edema dan kongesti pada lapisan sub-mukosa, dan biasanya berwarna merah kecoklatan dengan perdarahan bagian dalam sub-mukosa dengan berbagai ukuran di sana-sini. Pada suatu kasus, terdapat pseudomembran warna abu-abu kekuningan pada jejunum bagian atas. Pada beberapa bagian usus dapat berwarna kuning akibat penimbunan arsenic sulfide. Usus dapat berisi sejumlah besar cairan mirip cucian beras, atau dapat kosong dan berisi lender darah. Perluasan lesi sangat bervariasi., kadang lamban, dan sebagian usus mengalami inflamasi, bahkan kadang seluruh gastrointestinal terlibat. Mulut, faring dan esophagus kadang memperlihatkan proses yang sama, hanya intensitasnya lebih rendah. Pada kulit kadang terbentuk bulla pada bagian yang terkena racun, edema pada muka dan sekitar mata pernah dilaporkan bahkan sampai terjadi perdarahan atau purulen. Inflamasi lambung dan usus sebagian besar akibat ekskresi As melalui membran mukosa dan efek lambung secara langsung mengenai pembuluh darah sub-mukosa, dan yang lebih jarang korosif langsung pada dinding usus. Pada beberapa kasus, pemberian arsen in organik pada ulkus kulit atau pada kulit yang utuh, akan diikuti dengan gejala gastrointestinal, meskipun pemberian tidak melalui mulut. Pemeriksaan mikroskopik pada lesi yang meliputi mulut dan usus pada keracunan arsen, memperlihatkan perdarahan pembuluh darah kecil sub-mukosa yang berisi sel darah merah dan sel leukosit plimorfonuklear, disertai bengkak dan membesarnya endothelium, jaringan ekstravaskuler (pada sub-mukosa) edema dan juga mengandung sel darah merah dan leukosit polimorfonuklear. Pada korban yang mampu bertahan hidup selama beberapa hari, terjadi perubahan pada parenkim dan degenerasi lemak pada jantung, hepar, dan ginjal dengan warna suram, abu-abu kemerahan, abu-abu kekuningan. Obat akan ditimbun dalam hepar, parenkim sel akan menjadi bengkak dan ikterik, dan jaringan tubuh akan memperlihatkan berbagai tingkatan dari ikterik hepatogenous. Sesudah racun menjadi subakut atau kronik, akan terjadi komplikasi atrofi kuning akut. Perdarahan atau purpura dengan ukuran yang berbeda-beda dapat terjadi pada jaringan subserosa atau pada jaringan longgar seperti mesenterium, jaringan retroperitoneal, epikardium, preaortae, dan lain-lain. Jaringan subendokardial, khususnya pada permukaan septum ventrikel kiri dapat terlihat bercak kecil menyala seperti perdarahan atau perdarahan yang luas. Lesi ini dapat berubah menjadi perlemakan atau terjadi perubahan degenerasi lain pada endothelium kapiler dan dengan mikroskopik dapat terlihat infiltrasi polimorfonuklear yang jelas pada daerah perdarahan. Pada suatu kasus keracunan arsen akut, pemeriksaan kelenjar adrenal pada bagian korteks mengalami nekrosis disertai dengan infiltrasi leukosit. Jika arsen diberikan dalam bentuk padat dan kematian terjadi pada stadium awal, sebagian besar arsen diketemukan dalam lambung. Jika perjalanan penyakitnya lebih panjang, jumlah arsen dalam lambung berkurang. Seseudah diserap, racun disebar ke organ-organ dan terbanyak ditimbun di hepar, lien, ren, dan jaringan lain dalam beberapa minggu, secara bertahap dikeluarkan lewat urin dan feses. Hepar biasanya mengandung lebih banyak ketimbang organ lainnya, akan tetapi jumlahnya sangat bervariasi sehingga sukar untuk menentukan jumlah minimal dalam jaringan yang menyebabkan kematian. Adanya sejumlah besar arsen dalam organ akan memungkinkan lambatnya pembusukan mayat. Bukti yang nyata perihal jumlah arsen dalam organ akan tergantung pada jenis kasusnya. Meskipun demikian, riwayat penyakit dan penemuan pada otopsi sangat mengarahkan keracunan karena obat ini, memperhitungkan jumlah tiap menitnya harus hati-hati, banyak jumlah arsen yang ada dalam tubuh merupakan akibat pengobatan. Jika analisa kimia hanya terbatas pada luar tubuh atau hanya ada arsen dalam lambung, usus, tetapi organ lain seperti hati, ginjal, dan otak tidak, maka kesimpulan sebab kematian tidak bisa dibuat. Pada penanganan lain jika terasa sejumlah arsen ditemukan pada jaringan-jaringan dan organ lain dalam tubuh, khususnya pada hubungannya dengan bentuk tanda klinis dan lesi patologis, hasilnya akan signifikan adanya aksi absorbsi dan toksis antemortem. Pada kasus akut organ, yang paling baik untuk pemeriksaan adalah lambung dan isinya, hati, ginjal, dan otak. Pada beberapa kasus ini, isi usus dan urin dapat berharga. Pada otopsi bongkar jenazah, tanah di sekitarnya, cairan di sekitar peti dan sebagian dari peti seharusnya diambil untuk di tes adanya arsen untuk membatasi kontaminasi yang mungkin terjadi. 3. Tipe subakut Tipe ini terjadi pada pemberian senyawa arsen dalam dosis kecil, berulang-ulang, dan dalam interval tertentu. Atau pada pemberian dosis tunggal yang besar yang tidak menyebabkan kematian

dalam waktu cepat namun tinggal di dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan selama waktu ekskresinya yang lambat. Korban tetap hidup selama beberapa minggu atau sampai beberapa bulan. Beberapa dapat berkembang menjadi keracunan hepar yang degeneratif, yang melanjut menjadi acute / subacute yellow atrophy dan diikuti oleh icterus toxic yang berat. Perdarahan multipel dapat terjadi pada lapisan subserosa atau pada jaringan longgar di daerah areola. Tractus intro intestinal mungkin mengalami radang kronis dengan diare yang terus-menerus, kram dan dehidrasi. Ginjal dapat menunjukkan inflamasi, nefrosis dengan albuminuria dan urin berdarah. Erupsi pada kulit, daerah yang eczematous dan keratosis timbul di beberapa tempat. Pasien kehilangan berat badan, menjadi kurus dan lemah, sakit yang serius, dan akhirnya meninggal. 4. Tipe kronis Dapat terjadi akibat perkembangan pada sejumlah kasus, sesudah gejala akut menghilang dan ini dapat menunjukkan sejumlah manifestasi yang berbeda-beda. Pada suatu tipe neuritis kronis dapat timbul dengan degenerasi serabut syaraf yang dimulai dari daerah perifer berlanjut ke arah pusat. Lesi ini ditandai dengan paralise otot tangan dan kaki, anastesia gangguan pertumbuhan seperti atrofi otot, rambut dan kuku rontok. Pada beberapa kasus gastritis kronis dapat diamati dengan anoreksia, nausea dan diare. Kelemahan yang progresif, coryza, keratosis pada telapak tangan dan kaki, kelopak mata yang oedematous, mata yang menonjol, kehilangan berat badan, anemia, pucat, penurunan daya tahan tubuh secara umum dan sakit-sakitan dapat terjadi. Sindrom ini dapat ditimbulkan intoksikasi dari senyawa volatil yang dihasilkan oleh jamur padawall papers yang mengandung senyawa arsen atau dengan paparan terhadap asap industri, atau dengan menelan secara terus-menerus dalam jumlah kecil di dalam makanan, atau absorbsi oleh kulit secara terus-menerus dari cat / pewarnaan baju. Bentuk keracunan akut dapat tidak didahului gejala akut. Tipe kronis dari keracunan ini tidak didahului oleh gejala akut dan nampak kronis. Di India, Sirian dan Austria biasa diberikan sebagai obat-obatan, ½ - 2 gram arsenic trioxide tiap minggu. Dan ada beberapa kasus dengan pemberian dosis besar tidak menimbulkan efek toksis. Hal ini dapat diterangkan dengan teori peningkatan eliminasi atau penurunan absorbsi. Sedang laporan lain melaporkan terjadinya efek toksis pada pemberian arsen. Pemeriksaan toksikologi pada kasus subakut atau kronik dapat diperlihatkan hanya sedikit jumlah arsen yang di dapat dalam tubuh. Meskipun jarang, pemeriksaan toksikologi postmortem didapatkan hasil negatif. Misalnya pada keracunan kronis dengan komplikasi jaundice berat – dan beberapa lesi perdarahan dengan pemeriksaan toksikologi ketika masih hidup pada urin dapat ditemukan adanya arsen, tapi pada saat otopsi tak bisa dideteksi pada organ-organ yang rusak. Pada kasus yang berlanjut, keracunan logam dapat ditimbun pada tulang, kulit, dan rambut yang terjadi lambat, dan sebagian dari rambut, kulit dan tulang tadi dapat dipergunakan untuk pemeriksaaan kimiawi sebaik organ yang dimaksud. Arsine (Hidrogen Arsine, arsiniuretted hydrogen AsH3), merupakan gas tak berwarna, yang berbau sangat busuk. Contoh ekstrim keracunan tersebut jika hidrogen bersenyawa dengan arsen trivalent pada tes Marsh. Kasus keracunan bisa terjadi di laboratorium kimia, industri pabrik, dimana logam mencair dan terbentuk asam dan hidrogen dalam jumlah besar. Sejumlah logam dan bahan kimia yang mengandung As dari proses tersebut menghasilkan arseniuretted hydrogen. Beberapa penulis menyebutkan timbulnya gas ini dalam kapal selam yang berasal dari lapisan baterai. Gejala keracunan dapat terjadi sangat cepat sesudah menghisap gas, atau dapat timbul setelah beberapa jam berlalu. Korban menjadi sakit atau tak berdaya dan mengeluh lemas, pusing, sakit kepala, sakit perut, mual, dan muntah. Arsen dapat menyerang syaraf pusat dan mengakibatkan nekrose dan kelumpuhan. Akibat penting dari gas ini adalah menyebabkan hemolise darah merah, hemoglobinuria, dan jaundice. Umumnya muncul kurang lebih 4 jam sesudah menghisap gas. Kerusakan eritrosit dapat menginduksi anemia berat. Kematian terjadi pada 36 % kasus karena kolaps jantung yang diperberat edema paru atau seperti typoid disertai delirium. Keracunan arsine kronis terjadi karena menghirup secara berulang-ulang. Gejalanya terutama multipel neuritis. Penanganan awal dengan memindahkan korban dari daerah beracun dan pemberian

O2. Transfusi dapat diberikan untuk menangani anemianya. Istirahat merupakan pengobatan simptomatis. Hasil otopsi: Pada otopsi ditemukan semua jaringan kekuningan, perubahan degeneratif pada hati yang meluas ke lien, dengan deposit pada parenkim, toksik pada ginjal dan pada paru. Pemeriksaan toksikologi dari arsine pada tubuh sama dengan campuran arsenic trioxide yang teroksidasi dalam jaringan. Pada keracunan akut, paru dan otak sangat baik untuk bahan analisa.

-

-

-

1.

2. 3. 4. 5. 6. 7.

8. 9.

Laboratorium Prosedur pemeriksaan toksikologi a. Reinsch Test Reinsch tes merupakan suatu cara untuk memancing logam-logam dari campuran dengan mempergunakan: Logam Cu untuk memancing logam As dan Hg. Logam Fe untuk memancing logam Cu. Cara Kerja: Mempersiapkan logam Cu yang akan dipakai. Logam Cu sebelum dipakai dibersihkan terlebih dahulu dengan jalan membakar logam Cu tersebut dengan api benzene sampai membara, kemudian dimasukkan dalam HNO 3 pekat lebih kurang 10 menit, lalu dimasukkan ke dalam HCl 10 % lebih kurang 10 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan dengan kertas saring, masukkan ke dalam alkohol selama 10 menit kemudian dimasukkan ke dalam eter untuk membebaskannya dari lemak-lemak, dan logam Cu siap dipakai. Memancing logam dari sampel Dengan mempergunakan logam Cu yang telah kita persiapkan. Sampel sebanyak 10 gram dikeringkan dengan waterbath, lalu dihaluskan. Masukkan bubuk sampel tadi ke dalam tabung Erlenmeyer 125 cc, kemudian tambahkan 5 cc HCl pekat lalu ditambah aquadest sebanyak 10 cc. Langkah selanjutnya, masukkan logam Cu (ikat dulu dengan benang supaya nanti mengambilnya mudah, tapi benangnya jangan ikut tercelup) lalu dipanaskan selama 1 jam. Sesudah itu logam diambil dan dicuci dengan air mengalir, kemudian keringkan. Periksa pada logam CU tersebut apakah terdapat noda-noda atau perubahan warna yang menunjukkan adanya logam yang berhasil dipancing, yaitu As atau Hg. Berikut ini cara kerja yang lebih sistematis: Membuat spiral kawat tembaga dengan diameter 0,88 mm (BWG 20), dengan melingkarkan pada sebatang pensil sebanyak 14 kali, dengan menyisakan bagian yang lurus sepanjang 10 cm, sebagai pegangan. Organ dengan berat 10 gram, misalnya isi lambung, masukkan ke dalam water bath, sampai kering, gerus sampai lumat. Tepung BB dimasukkan dalam labu ehrlenmeyer 125 cc, tambahkan 5 cc HCl pekat, lalu tambahkan aquadest 10 cc. Spiral Cu tadi dicuci dengan asam nitrat pekat, lalu bersihkan dengan air yang mengalir, kemudian dengan alkohol, lalu dengan eter. Masukkan kawat spiral tadi ke dalam campuran. Panasi labu erlenmeyer tadi dengan waterbath selama 1 jam. Spiral diangkat; bersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan material BB yang melekat. Telitilah kalau masih ada sisa material BB yang melekat pada spiral tersebut. Dengan warna abu-abu dari Cu5As2, selain arsen; maka Sb, Bi, Ag, Hg, Se, Te, dan sulfiden akan membentuk deposit (kerak) pada spiral Cu tersebut. Spiral Cu tadi dimasukkan dalam tabung sublimasi, dipanasi, kemudian arsennya akan bereaksi dengan udara membentuk As2O3 dan membentuk kristal oktahedral dan tetrahedral pada bagian yang dingin. Dapat ditambahkan bahwa pada waktu disublimasikan, yang menguap ada 3 macam logam, yaitu: As, Sb dan Hg. Sensitivitas: 250 mikrogram As dalam 50 cc cairan. Reaksi ini dapat diteruskan dengan reaksi lain, seperti tersebut di bawah ini. b. Marsh Test Sifat: Spesifik untuk arsen. Harus dilakukan di almari asam.

-

Dasar: Senyawa arsen diredusir oleh H naccent senyawa AsH3  dipanaskan  dipanaskan  As + gas hidrogen. Reaksinya: As2O3 + 12 Zn + 12 H2SO4  4 AsH3 + 12 ZnSO4+ 4 H2O H3AsO4 + 4 Zn + 4 H2SO4  AsH3 + 4 ZnSO4 + H2O AsH3 --------------------------  As4 + 6 H2

Cara kerja: Alat Marsh disiapkan, lengkap dengan butir-butir Zn dan H2SO4 yang bebas dari As. Ujung tabung pemanas yang bebas disambung dengan pipa karet, sedangkan ujung yang lain dimasukkan ke dalam larutan AgNO3 3 %. Gunanya untuk: 1. Menghilangkan udara dalam labu Erlenmeyer agar tidak terjadi letusan. 2. Mengetahui bahwa alat Marsh itu termasuknya reagennya bebas As. Bila ada As, akan terjadi endapan hitam pada larutan AgNO3: 6 AgNO3 + 3 H2O + AsH3  H3AsO3 + 6 HNO2 (reaksi Hofmann) Biarkan alat ini selama ½ jam, kalaupun terjadi endapan pada larutan AgNO 3, harus diulangi lagi dengan alat-alat yang lebih bersih. Jika larutan AgNO3 tetap jernih, setelah ½ jam, pipa karet dilepas, zat yang akan diperiksa dimasukkan dalam alat Marsh, lewat corong pengisi dan pada bagian pipa yang menjepit dari pipa Marsh, dibalut dengan kasa tembaga. Dan dipanasi dengan Bunsen brander sampai memijar. Jika zat yang diperiksa mengandung As, akan terjadi cermin pada bagian pipa setelah pemanasan. Kepekaan: 1/50 mg. Bila untuk membuat hidrogen digunakan elektrolise, dengan kepekaan 1/200 mg (4 gamma). Kepekaan yang lebih kecil lagi tidak perlu, sebab As pada jumlah yang kecil tidak toksis. Membedakan As dan Sb: Sb, bila diperiksa dengan alat Marsh, juga akan membentuk cermin, yang mudah dibedakan dengan As. 1. Cermin As terjadi di pipa Marsh sesudah pemanasan. Cermin Sb terjadi sesudah dan sebelum pemanasan (lihat gambar). 2. Bila tabung Marsh diambil dan dialiri udara sambil dipanasi sedikit, maka cermin As akan menjadi As2O3 yang menguap dan dibawa aliran udara dan menyublim di bagian ujung sepit dari pipa Marsh, kemudian membentuk kristal yang tetra atau oktahedrat, sedang Sb membentuk sublimasi yang amorph dan dapat dilihat dengan mikroskop. 3. Bila cermin tadi adalah As, maka dapat larut dalam NaClO, sedang Sb tidak larut. Reaksinya: 2 As + NaClO + 3 H2O  1 H3AsO3 + NaCl. 4. Bila dalam tabung Marsh dialirkan gas H2S, maka baik As maupun Sb-nya akan membentuk sulfidenya. Sulfide arsen yang berwarna kuning mudah menguap, dan akan menyublim di tabung yang dingin, sedangkan sulfide Sb-nya pada pemanasan tidak menguap, namun tetap tinggal di tempatnya dan berwarna kemerahan. 5. Bila dialiri gas HCl, sulfide Asnya tetap saja, sedang sulfide Sb akan berubah menjadi chloride yang larut dalam air. -

c. Metoda Gutzeit Indikator: AgNO3 kristal Larutan AgNO3 1 % Prinsip : Senyawa As direduksi oleh H2 (hasil reaksi Zn dengan H2SO4 4N) menjadi AsH3 yang berbentuk gas. Kegunaan Pb asetat untuk mengikat gas H2S yang terjadi. Sedangkan AgNO3 berfungsi sebagai indikator, bila ada As maka akan terjadi senyawa AsH 3 yang bila bereaksi dengan AgNO3 akan berwarna kuning dalam keadaan panas dan berwarna hitam dalam keadaan dingin. Reaksi:  Zn + H2SO4 ------- ZnSO4 + H2 As + H2 ------- AsH3  AsH3 + 6 AgNO3 ------- AsAg3.3 AgNO3 + 3 HNO3 (berwarna kuning bila panas) Dalam keadaan dingin akan berubah menjadi hitam karena dalam udara ada H2O AsAg3.3 AgNO3 + 3 H2O ------- H3AsO + 6 Ag (hitam) + 3 HNO3 c. Sanger Black Test (modifikasi Gutzeit)

-

-

-

-

Prinsip: As diubah dahulu menjadi AsH3, seperti pada percobaan Marsh. Indikator: inilah letak perbedaan reaksi Gutzeit dengan Sanger Black, dimana disini dipakai HgCl 2 atau HgBr2. Percobaan ini dapat dipakai untuk menentukan As secara semikuantitatif. Percobaan ini kurang spesifik, namun cukup mudah dilakukan dan ketidakspesifikannya mudah diatasi. Cara kerja: Gunakan alat Sanger Black atau alat Gutzeit yang dimodifikasi. Sampel yang akan diperiksa mula-mula harus ditimbang atau diukur volumenya (ini untuk kuantitatif). Untuk mengetes kemurnian reagens dan kebersihan alatnya, dilakukan testing dahulu, jadi dilakukan percobaan tanpa sampel. Dalam labu Erlenmeyer, masukkan butiran Zn yang telah direndam dalam larutan CuSO4 5% selama 5 menit. Lalu tambahkan H2SO4 4 N sebanyak 20 cc atau lebih. Pasanglah prop (gabus penutup) yang terbuat dari karet yang sudah dipasangi cerobongnya yang berisi kertas saring / kapas yang telah diinfiltrir dengan Pb asetat, yang gunanya untuk menangkap H 2S yang timbul yang dapat mengganggu jalannya pemeriksaan. Pada ujung cerobong dipasangi pipa kaca yang diisi dengan kertas saring ukuran lebar 1 mm dan telah diinfiltrir dengan sublimate. Biarkan alat ini demikian selama 30 menit. Jika kertas sublimate tetap putih, berarti reagensia dan alatnya bebas dari As, maka sediaan sampel tadi dapat dimasukkan. Ditunggu sampai terjadi perubahan warna pada kertas sublimate dan lamanya menunggu sampai perubahan warna tadi konstan (tidak bertambah panjang lagi). Bila warna yang terjadi sudah tidak bertambah panjang lagi, berarti As dalam labu sudah habis. Penentuan jumlah As yang ada ialah dengan cara dibandingkan dengan panjangnya bagian yang berubah warnanya itu dengan standart yang telah dibuat terlebih dahulu dengan berbagai macam kadar. Cara membuat standard sama saja, hanya jumlah As-nya sudah diketahui lebih dahulu. Inilah sebabnya disebut semikuantitatif karena hanya membandingkan dengan standart. Reaksi yang terjadi (pada kertas sublimate): AsH3 + 3 HgCl2 ------- 3 HCl + As(HgCl)3 ----- kuning 2 As(HgCl)3 + AsH3 ------- 3AsH(HgCl)2 ----- oranye AsH(HgCl)2 + AsH3 ------- 6 HCl + As2Hg3 ----- coklat Warna-warna yang terjadi: Kertas sublimate yang mula-mula putih bila terkena gas AsH3 akan berubah menjadi kuning terlebih dahulu, lalu di bawahnya timbul warna oranye, coklat, dan akhirnya hitam. Jadi bagian yang paling banyak terkena gas AsH3akan berwarna hitam, yang paling sedikit akan berwarna kuning. Bahan-bahan untuk pemeriksaan: Kertas sublimate; adalah kertas saring yang telah direndam dalam larutan sublimate 5 % dalam alkohol selama 5 menit, dan dikeringkan pada temperatur kamar, setelah itu tepinya dibuang lalu dipotong dengan ukuran 1 x 80 mm. Kertas / kapas Pb asetat; adalah kertas saring atau kapas yang telah direndam dalam larutan Pb asetat 5 % selama 5 menit, lalu dikeringkan pada temperatur kamar. Jika dalam sampel, As-nya terlalu banyak, kertas sublimate yang panjangnya 8 cm tersebut seluruhnya akan berubah warna menjadi hitam, maka percobaan ini harus diulangi lagi dengan sampel yang baru dengan cara mengencerkan sampelnya menjadi separuhnya, misalnya dengan hanya memasukkan separuh dari sampel yang ada. Yang menganggu pemeriksaan: Sb dan P. Jika sampelnya diperkirakan tercampur dengan Sb atau fosfor, maka sebelum dilakukan percobaan modifikasi Gutzeit, terlebih dahulu dilakukan percobaan Reinch, lalu kawat tembaga yang telah dipakai tadi diperiksa secara modifikasi Gutzeit. Yang ikut terpancing pada kawat Cu adalah As dan Sb, sedang P-nya tidak ikut terpancing. Dan setelah percobaan modifikasi gutzeit ini selesai, maka kertas sublimate diuji dengan HCl, sehingga bila ada Sb-nya, warna hitam yang ditimbulkan oleh adanya Sb tadi akan hilang oleh uap HCl. Material untuk keperluan analisisl: 1. Isi lambung. Air bekas pembilas lambung (gastric lavage), ~ 100 ml/cc. 2. Urin, ~ 100 ml/cc.

Rambut, dibagi menjadi 3: ujung, tengah, pangkal; yang dipisahkan dalam 3 botol dan masingmasing diberi label 4. Kuku 5. Tulang 6. Kulit 7. Hepar, liver functietest untuk mengetahui kerusakan hepar. 8. Darah, untuk keperluan pemeriksaan albumin, pemeriksaan hematuri, dan analisis kadar arsen, juga Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis (differential count), terutama perubahan eosinofil. Jumlah sampel adalah sebanyak mungkin yang dapat diambil, sebab lebih baik bersisa dan dapat dikembalikan daripada kurang. Pemeriksaan toksikologi untuk arsen harus dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif; pemeriksaan kualitatif saja tidak berarti sebab dapat pula ditemukan arsen dalam jaringan pada orang yang suka minum tonikum yang mengandung As (misalnya Arseen triferol) dan orang tersebut malah sehat. 3.

Hasil pemeriksaan: 1. Pada keracunan akut - Air seni : terdapat darah dan protein. - Darah : terutama pada kasus-kasus yang fatal; konsentrasi arsen 0,1 – 1,5 mg/100 gr. 2. Pada keracunan kronis - Rambut, kuku, air seni, dan feses: terdapat zat arsen : anemia dengan neutrophilic leucophenia. Pengobatan 1. Bilas lambung / gastric lavage dengan 2 – 3 liter air dan diikuti dengan pemberian 1 gelas susu atau colodial ferric hydroxide (persediaan yang masih baru) atau berikan 1% larutan sodium thiosulfat atau larutan B.A.L. (dimercaprol). 2. Salino cathartic (obat pencahar) dengan 15-30 gram sodium sulfat dilarutkan dalam air. 3. Pemberian BAL (dimercaprol) dalam bentuk larutan 10 % dosis menurut kebutuhan yang diperlukan, intermuskuler sedini mungkin. Pada keracunan berat dapat diberikan dosis tunggal 5 mg/kg berat badan dengan interval 4 jam selama 24 jam. Sesudah itu dosis dapat diturunkan dan intervalnya diperpanjang. Karena pengobatan dengan dimercoprol relatif tidak berbahaya (meski begitu tetap harus diperhatikan gejala-gejala keracunan oleh B.A.L.), maka pengobatan jangka pendek (6 dosis: 2,5 mg/kg BB dengan interval 4 jam) dapat diberikan pada penderita yang dicurigai keracunan arsen. 4. Untuk menghilangkan dehidrasi, berikan cairan intravenous (suntikan / infuse) untuk menjaga keseimbangan cairan-cairan elektrolit dalam darah. 5. Hcl morfin mungkin diperlukan untuk mengontrol rasa sakit pada perut. 6. Pada keadaan syok yang serius, selain memberikan cairan elektrolit, transfuse darah dan pemberian oksigen diperlukan. Pertolongan / pengobatan dengan pembilasan lambung, salin cathartic (pencahar) hanya dilakukan terhadap keracunan akut yang pada umumnya keracunan melalui saluran pencernaan. Pada keracunan kronik, baik oleh karena senyawa arsen yang organik maupun yang in organik, pemberian dimercoprol pada umumnya efektif. Perbaikan gejala kronis terjadi 1-3 hari dan masa pemulihan antara 1-3 minggu tergantung dari organ atau sistem yang mengalami kerusakan. Bagaimanapun juga bila kerusakan darah sudah bersifat ireversibel seperti anemia aplastik, ensefalopati yang lanjut dan kebanyakan kasus dengan ikterus, maka penyingkiran arsen dari sistem ini adalah sedikit dapat membantu. Keracunan kronis harus diobati dengan dimercoprol jangka panjang. Eksaserbasi yang timbul sesudah terapi kenalan diperlukan pengobatan ulangan. Glukokortikoid diperlukan bila timbul dermatitis ataupun konjungtivitis. Pencegahan 1. Menghilangkan sumber bahaya yaitu dengan mensubstitusi dengan bahan-bahan lain yang tidak beracun bila memungkinkan. 2. Mengasingkan sumber bahaya, yaitu dengan melokalisasi pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan bahan arsen.

Hindarkan pengisapan debu yang mengandung senyawaan arsen, uap AsH3, atau dengan mengurangi kadarnya, misalnya dengan menekan jumlah debu arsen di udara sehingga menjadi 0,2 mg permeter kutub udara atau di atasnya. 4. Hindarkan dari makanan yang terkontaminasi oleh debu-debu senyawaan arsenic. 5. Hindarkan kontak dengan bahan-bahan As dengan jalan mengusahakan alat bantu perlindungan personal, misalnya masker, sarung tangan dan sebagainya. 6. menjaga kebersihan pribadi, mandi setelah jam kerja di tempat yang berhubungan dengan bahan-bahan As, mencuci tangan sebelum makan. 7. Pencegahan selanjutnya ditujukan kepada keadaan lingkungan kerja (persyaratan keselematan dan kesehatan kerja yang diwajibkan) misalnya dengan jalan memberi pendidikan / penyuluhan kesehatan dengan tujuan agar karyawan / ti mengerti akan bahaya keracunan arsen dan tahu cara pencegahannya serta sadar untuk menjalankannya. 3.

BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN A. Kasus Seorang ayah berumur 27 tahun mengeluh tenggorokannya membengkak, mulut kering, dan salivanya bercampur darah. Setelah pemeriksaan fisik, dan dilakukan kultur dari tenggorok, dia didiagnosa menderita infeksi viral pernafasan atas. Dua hari kemudian, pria ini kembali ke Rumah Sakit mengeluh mengalami pernafasan pendek. Kemudian, selama dilakukan evaluasi, pasien ini mengalami syok, henti nafas, dan kejang-kejang. Terdapat penurunan jumlah hematokrit dan peningkatan angka leukosit. Pasien meninggal. Semua anggota keluarga pasien yang lainnya lalu diperiksa setelah mengeluh gejalagejala masalah gastrointestinal. Dokter keluarga yang menangani kemudian menyarankan untuk melakukan tes pemeriksaan tanah dan air dari lingkungan sekitar tempat tinggal keluarga tersebut. Ternyata 8 dari 9 anggota keluarga tersebut diketahui menderita intoksikasi arsenic. Perubahan status mental dan kejang-kejang dijumpai pada 4 orang anggota keluarga. Muntah, diare, anemia, dan epistaksis dapat terlihat. 3 anggota keluarga kemudian mengalami koma. Terdapat Leukopenia, eosinophilia, pyuria, proteinuria, dan peningkatan kreatinin serum. Jumlah air yang dikonsumsi oleh keluarga tersebut berhubungan secara langsung dengan jumlah arsenic yang ditemukan pada urin mereka. Sampel-sampel air mengandung 108 ppm (part permillion / bagian perjuta) arsenic. Sampel tanah mengandung 781 sampai 5070 ppm arsenic pada area sekitar sumur. Kontaminasi dari pestisida dicurigai sebagai penyebab namun tidak dikonfirmasikan lebih lanjut. Para penyusun tulisan ini berpendapat bahwa lingkungan selayaknya ditenggarai sebagai sumber penyakit ketika diagnosis penyakit adalah tidak jelas. Sumber: Diterjemahkan dari contoh kasus nyata tulisan jurnal berbahasa asing (Inggris) dengan judul “Outbreak of Fatal Arsenic Poisoning Caused by Contaminated Drinking Water”, dengan sumber tulisan: Archives of Environmental Health, Vol. 39, No. 4, pages 276-279, 13, references, 19841984 (lihat lampiran). B. Pembahasan dan kesimpulan - Pasien pertama dari anggota keluarga penderita tersebut adalah si ayah, usia 27 tahun. Yang mendorongnya pertama kali untuk memeriksakan diri ke rumah sakit adalah keluhan pembengkakan tenggorokan, mulutnya kering, dan salivanya bercampur dengan darah. - Pasien tersebut pertama kali didiagnosa menderita infeksi viral saluran pernafasan atas. Pasien pulang, dan kembali lagi ke rumah sakit dengan keluhan yang lebih berat; mengeluh mengalami pernafasan pendek. Setelah dievaluasi, pasien syok, terjadi henti nafas, dan kejang-kejang. Terdapat penurunan jumlah hematokrit dan peningkatan angka leukosit. Pasien akhirnya meninggal. Sampai sejauh ini belum diketahui penyebab pasti semua gangguan kesehatan pasien tersebut sampai pada akhirnya ia meninggal. - Baru didapatkan titik terang setelah 9 anggota keluarga yang lain datang ke rumah sakit mengeluhkan terjadi gangguan gastrointestinal. - Setelah dilakukan pemeriksaan; dari sampel tanah didapatkan kandungan arsen 108 ppm dan dari sampel air didapatkan kandungan arsen sebanyak 781 sampai 5070 ppm.

- Dari kasus di atas dapat diketahui bahwa para pasien dari keluarga tersebut menderita keracunan arsen di lingkungan tempat tinggal mereka (disekitar sumur sebagai sumber air keluarga tersebut). - Gejala-gejala keracunan arsen yang terlihat dari para pasien tersebut antara lain: * Pernafasan: pernafasan pendek, henti nafas. * Peredarah darah: epistaksis, syok. * Susunan syaraf pusat: perubahan status mental, kejang-kejang, koma. * Saluran pencernaan: pembengkakan tenggorokan, mulut kering, saliva bercampur darah, muntah, diare. * Darah: penurunan jumlah hematokrit, peningkatan angka leukosit, anemia, leukopenia, eosinophilia, pyuria, proteinuria, dan peningkatan kreatinin serum. - Diduga penyebab kematian pasien pertama adalah racun arsennya telah menyerang susunan syaraf pusat, sehingga terjadi kematian. - Cara masuknya racun kemungkinan besar lewat mulut (peroral) dari konsumsi air minum yang bersumber dari sumur yang tercemar arsen. - Para pasien diduga menderita keracunan arsen yang bersifat kronis, dimana dapat dilihat dari gejalagejala kronis utama; anemia dan leucopenia. Hal ini diperkuat dengan dugaan bahwa arsen berasal dari lingkungan sekitar tempat tinggal, dimana kontaminasi lingkungan biasanya faktor kronis – telah berlangsung lama. - Perbedaan berat-ringannya gejala yang tampak pada pasien tergantung oleh banyak faktor yang mempengaruhinya; keadaan tubuh (umur, status kesehatan pasien – pengaruh penyakit lain, kebiasaan, hipersensitif – alergi – idiosinkrasi), dosis – berhubungan dengan jumlah air yang dikonsumsi perorangan, konsentrasi, kombinasi fisik, sinergisme dan antagonisme dari racun tersebut, dan lain sebagainya. - Keracunan arsen tersebut kemungkinan besar berasal dari kontaminasi pestisida. Namun hal ini tidak dikonfirmasi lebih lanjut. - Tidak diketahui pasti jenis pestisidanya sebagai sumber arsen, apakah dari jenis golongan arsen organik atau in organik. - Kasus keracunan arsen pada keluarga ini adalah murni karena pencemaran lingkungan, tidak disengaja ataupun terdapat indikasi kriminal. - Lingkungan selayaknya ditenggarai sebagai sumber penyakit ketika diagnosis penyakit adalah tidak jelas. DAFTAR PUSTAKA Adiwisastra, A. Keracunan, Sumber, Bahaya serta Penanggulangannya. Andarwendah, Sumardi, 1982, Keracunan Arsen, Program Pendidikan Pasca Sarjana Hyperkes, FK-UGM. Bagian Farmakologi FKUI, 1980, Farmakologi dan Terapi, PT Intermasa, Jakarta Elkins, Hervey B. Ph.D., The Chemistry of Industrial Toxicology, 1960, John Wiley B. Sous Inc., New York, Chapenan & Hall, Lanbon, USA. Gonzales, Vance, Helper, 1979, Legal Medicine Pathology and Toxicology, second edition. Gonzales, Thomas A. et all, 1954, Legal Medicine Pathology and Toxicology, Appleton, Century Crafts Inc., New York. Goodman & Gilman, 1975, The Pharmacological Basis of Therapeutics, second edition, Mac Millan Publice King Co. inc USA. Hadikusumo, Nawawi, dr. , 1997, DSPF, Ilmu Kedokteran Forensik, IKF III, FK UGM – UMY. Hunter, Donald, 1978, The Disease of Occupational, edisi VI, Hodder and Stoughton, London, Sydney, Auckland, Toronto. Idries, A.M., et all, 1985, Ilmu Kedokteran Kehakiman, PT. Gunung Agung, Jakarta.

Lexicon Publication, 1977, Encyclopedia International, Lexicon Publication Inc. Nawawi, R. HSC Gen’83, Peranan Pemeriksaan Kimia / Toksikologi dalam Pengadaan Visum et Repertum. Kamdari, Siti HSC Gen’83, Analytical Toxicology. Robert & Gasselin. M.D. Ph.D, et all, 1979, Clinical Toxicology of Commercial Products Acute Poisoning, The Williams & Wilkins Co., Baltimore. Simpson, Keith, 1979, Forensic Medicine, eight edition, The English Language Book Society and Edward Arnold (Publishers) LTD. Sutrisno, Bram, dr, Hand Out Toxicology Industry, 1982,Yogyakarta. Tedeschy, Cokert, Tedeschi. Forensic Medicine, A Study in Trauma and Enviromental hazards, Volume II. Thienes, Clinton H. M.D. Ph.D, Thomas Y. Haley Ph.D, 1972, Clinical Toxicology, Heurg kimpton Publishers – London, Great Britain. World Health Organization, 1979, The International Pharmacopoeis, third edition, Geneva. Yudono, dr, Hand Out Toxicology Industry, 1982,Yogyakarta.

TOKSIKOLOGI DAN PENANGANAN KERACUNAN - Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun. - Pengertian lain yaitu semua subtansi yang digunakan, dibuat, atau hasil dari suatu formulasi dan produk sampingan yang masuk ke lingkungan dan punya kemampuan untuk menimbulkan pengaruh negative bagi manusia. - Keracunan dapat ditimbulkan oleh zat kimia ( zat industri, obat, kosmetik, BTM), insektisida, tumbuhan ( jamur), dan hewan (bisa ular/lebah). - Bentuk toksisitas : a. Toksisitas fisika : dermatitis, kulit kering, kulit pecah, iritasi, demam dll. Yang disebabkan oleh radiasi. b. Toksisitas kimia : disebabkan oleh asam kuat, logam merkuri, dll. c. Toksisitas fisiologis : yang mempengaruhi ensim dalam metabolisme. - Semua zat adalah racun yang tegantung dari dosis dan lama kontak. - Zat bersifat racun yang berada dalam tubuh belum tentu bersifat racun karena sangat tergantung dari kadar zat tersebut dalam tubuh. - Konsentrasi zat yang kontak dalam waktu lamam dan tidak menimbulkan efek toksik disebut ambang batas. - Keracunan : a. Keracunan akut : terjadi segera disebabkan logam, insektisida, obat dll. b. Keracunan kronis : terjadi dalam waktu lama dan terjadi penimbunan dalam tubuh. Keracunan kronis dapat menyebabkan kanker,mutagenic, kerusakan organ, dll. - Penggolongan toksikologi : a. Toksikologi obat : efek samping/efek yang tidak diharapkan pada penggunaan obat sesuai petunjuk, keracunan akut pada penggunaan dosis berlebih, pada uji toksisitas. b. Toksikologi bahan makanan : penggunaan BTM, kekurangan/kelebihan gizi. c. Toksikologi peptisida : penggunaan peptisida dalam pertanian. d. Toksikologi industri : industri kimia. e. Toksikologi lingkungan : pencemaran lingkungan oleh bahan kimia, peptisida, kosmetik, gas buangan. f. Toksikologi kecelakaan : kecelakaan akibat racun termasuk bunuh diri.

g. Toksikologi perang : senjata nuklir/biologi/kimia. h. Toksikologi penyinaran : penggunaan zat radioaktif dalam pengobatan, PLTN. - Penanganan keracunan : menjaga fungsi organ dan menghindarai absorpsi lebih lanjut, mempercepat eliminasi, dan menormalkan fungsi tubuh. a. Melalui mulut : - mengurangi absorbsi dengan merangsang muntah (sirup ipeca). - menguras lambung (air hangat dengan tube nasogantrik). - karbon aktif, membersihkan usus ( laksan). - pemberian antidotum. - meningkatkan eliminasi ( diuretic asam atau basa). - transfuse penukar. - dialysis. - hemodialisis. - hemoperfusi. b. Melalui hidung : memindahkan penderita dari ruangan yang tercemar racun, trakeotomi,resuscitator. c. Kontaminasi kulit : siram dengan air. d. Kontaminasi mata : dibilas dengan air/laritam Na Cl fisiologis. e. Sengatan/gigitan binatang berbisa : diikat didaerah luka gigitan, beri antidotum, pendinginan local, mengisap dari luka. - Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengan racun, dapat mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun. - Jenis antidotum yang digunakan pada keracunan : a. Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin : atropine, reaktivator kolinesteras (pralidoksin, obidoksin). b. Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl (4-DMAP) dan natrium tiosulfat. c. Keracunan methanol dengan etanol. d. Keracunan methenoglobin : tionin. e. Keracunan besi : deferoksamin f. Keracunan As,Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol(BAL =british anti lewisit). g. Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis. h. Keracunan Au,Cd,Mn,Pb,Zn : kalsium trinatrium pentetat. - Jenis keracunan : a. logam berat : Pb, Hg, As, Cd, Fe. b. asam : asam asetat, asam klorida, asam sulfat, asam nitrat. c. basa : natrium hidroksida, K hidroksida. d. sabu dan detergen. e. pelarut organic : bensin, m.bumi, benzene, kloroform, alcohol f. Racun pernafasan : klor, nitrogen oksida, CO2, HCN, SO2,CO, H2S g. Senyawa pembentuk besi (III): klorat, perklorat, nitrit, nitrat membentuk besi III Hb. h. Alkaloid : beladona, opium, kolkhisin, nikotin. i. Jamur : amatoksin, falotoksin, muskarin. k. Bisa ular. l. Insektisida m. Rodentisida : kumarin n. Herbisida : fenoksikarboksilat, dikuat. o. Racun bahan makanan : enerotoksin, botulinus. p. Zat karsinogen : benzopiren. q. Obat. - Mekanisme kerja antidotum : a. Membentuk senyawa kompleks dengan racun : dimerkaprol, EDTA, penisilamin, dikobal edetat, pralidoksin.

b. Mempercepat detoksifikasi racun : natrium tiosulfat,dll. c. Berkompetisi dengan racun dalam interaksi dengan reseptor : oksigen, nalokson. d. Memblokade reseptor esensial : atropine. e. Efek antidot melampaui efek racun : oksigen, glukagon. f. Mempercepat pengeliaran racun : NaCl untuk meningkatkan pengeluaran urin pada keracunan bromide g. Mengabsorpsi racun : karbon. h. Menghambat absorpsi racun : MgSO4. i. Perangsang muntah : sir. Ipeca. j. Menginaktifkan racun : natrium tiosulfat, antibisa, antitoksin botulinus. k. Pengendap racun : natrium sulfat, kalsium laktat. l. Antidot universal (campuran karbon, asam tanat, MgO (1:1:2): asam ,alkali, logam berat, glikosida. m. Antidot multiple (campuran besi sulfat, Mg S04, air, karbon) : As, opium, Zn, digitalis, Hg, strihnin. n. Serum anti bisa ular : neurotoksis, hemotoksis. Penanganan keracunan : 1. Tindakan untuk penegakan fungsi vital - Bebaskan jalan nafas. - Nafas buatan. - Menjaga sirkulasi. 2. Tindakan primer untuk eliminasi racun ( yang belum diabsorpsi) - Timbulkan muntah : sirup ipeca. - Bilas lambung. - Berikan zat absorben : karbon aktif. - Pengosongan usus (diare paksa) : laksan. - Pada kontaminasi mata : bilas dengan air hangat. - Pada kontaminasi kulit : bilas dengan air. - Terpapar gas beracun : beri udara segar/oksigen. - Inhalasi racun : beri inhalasi glukokortikoid. 3. Tindakan sekunder untuk eliminasi racun ( yang sudah diabsorpsi) - Diuresis paksa : furosemid iv atau manitol infuse. - Diuresis paksa alkali : diuresis paksa ditambah natrium bikarbonat infuse (pada keracunan barbiturate, asam salisilat) - Diuresis paksa asam : diursis paksa ditambah arginin HCl infuse atau amonium klorida (pada keracunan amfetamin, metadon, efedrin, fensiklidin). - Antidotum. - Hemodialisa. - Hemoperfusi. - Dialisis peritoneal dilakukan bila hemodialisis adan hemoperfusi tidak dapat dilakukan). - Transfusi pertukaran : pada intoksikasi berat (CO, methemoglobin, hemolisis). Pemberian antidotum. - Parasetamol dengan A-asetilsistein (reaksi konyugasi metabolit toksik). - Opioid dengan nalokson ( Antagonis kompetitif pada reseptor opioid). - Benzodiazepin dengan flumazenil ( antagonis kompetitif pada reseptor benzodiazepin). - Digitalis dengan antibody digitalis ( reaksi antigen-antibodi). - Neuroleptik dengan biperidin ( sebagai antikolinergik sentral). - Antikoagulan dengan vitamin K (antagonis kompetitif pada system protrombin). - Antikolinergik dengan fisostigmin ( hambatan terhadap asetilkolinesterase)

- Alkalifosfat/karbamat dengan atropine (antagonis kompetitif reseptor Ach.). - Metanol dengna etanol ( ikatan kompetitif pada alkoholdehidrogenase). - Amanitin/jamur amanita dengan silibinin (hambatan ambilan amanitin di hepatosit). - Sianida dengan DMAP, Natrium tiosulfat, EDTA ( terjadi pembentukan methemoglobin/tiosianat/kompleks CN ). - Nitrit/nitrat dengan biru toluidin/biru metilen (reduksi methemoglobin). - Tembaga dengan D-penisilamin (pambentukan kompleks Cu). - Logam berat dengan EDTA/NaCaDTPA/dimerkaprol (pembentukan kompleks). sumber: Farmakologi Toksikologi

MAKALAH

ANTIDOTUM DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH SISTEM PENCERNAAN I Disusun Oleh : 1. Ro’uufun Nisa Haqqu 2. Rahayu Tri Nuritasari

S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Patria Husada Blitar 2013 KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Makalah Antidotum. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan I. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memenuhi kriteria penilaian dan bermanfaat bagi pembaca.

Blitar, Oktober 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................... ...........2 DAFTAR ISI ......................................................................................

3

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................

4

1.1 Latar belakang ............................................................................... 4 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4 1.3 Tujuan ......................................................................................... ......... 4 BAB II PEMBAHASAN ..................................................................... 5 2.1 Anatomi Fisiologi Antidotum .........................................................

5

2.2 Indikasi, Kontra Indikasi, Efek Samping .........................................

7

BAB IV PENUTUP.............................................................................

15

3.1 Kesimpulan ..................................................................................

15

3.2 Saran ........................................................................................... ........

15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini manusia sering terkena zat-zat toksik baik dari makanan, air dan lingkungan. Di rumah pun bukan berarti tidak berbahaya karena masih ada kemungkinan keracunan insektisida maupun herbisida. Tergantung dari sifat yang dimiliki oleh zat toksik tersebut, sehingga bisa terserap melalui lambung, usus, paru-paru dan atau kulit. Untungnya, hati (liver) memiliki kemampuan mendetoksifikasi zat-zat toksik tersebut sehingga dapat dikeluarkan melalui urine, empedu dan udara. Namun, apabila kecepatan penyerapan melebihi kecepatan ekskresinya, zat toksik itu akan menumpuk dalam konsentrasi kritis dan mengakibatkan munculnya efek toksik dari zat tersebut. Zat-zat tosik seperti sulfida, arsenik, logam berat dapat masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan efek keracunan. Kondisi suatu obat dapat menimbulkan keracunan bila digunakan melebihi dosis amannya. Selain itu, perbedaan metabolisme tubuh setiap orang terhadap dosis obat juga mempengaruhi. Dalam hal ini, obat tidak akan menyembuhkan melainkan berbahaya. Umumnya akan timbul efek sampingnya. 1.2 1. 2. 3. 4.

Rumusan Masalah Bagaimana anatomi fisiologi antidotum? Apa sajakah indikasi dari antidotum? Apa sajakah kontra indikasi antidotum? Bagaimana cara kerja antidotum?

1.3 1. 2. 3. 4.

Tujuan Mengetahui anatomi fisiologi antidotum Menegtahui indikasi dari antidotum Mengetahui kontra indikasi antidotum Mengetahui cara kerja antidotum

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi Antidotum Antidot adalah sebuah substansi yang dapat melawan reaksi peracunan. Antidotum adalah penawar racun, sedangkan antitoksik adalah penawar terhadap zat yang beracun (toksik) terhadap tubuh. Keracunan sendiri adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Berbeda dengan alergi, keracunan memiliki gejala yang bervariasi dan harus ditindaki dengan cepat dan tepat karena penanganan yang kurang tepat tidak menutup kemungkinan hanya akan memperparah keracunan yang dialami penderita. Dalam arti sempit, antidotum adalah senyawa yang mengurangi atau menghilangkan toksisitas senyawa yang diabsorpsi. Antidotum lebih difokuskan terhadap over dosis atau dosis toksik dari suatu obat. Kondisi suatu obat dapat menimbulkan keracunan bila digunakan melebihi dosis amannya. Selain itu, perbedaan metabolisme tubuh setiap orang terhadap dosis obat juga mempengaruhi. Obat dapat menjadi racun bila dikonsumsi dalam dosis berlebihan. Dalam hal ini, obat tidak akan

menyembuhkan melainkan berbahaya. Umumnya akan timbul efek sampingnya. Praktisi kesehatan seperti dokter dan apoteker harus berhati-hati dalam memilih dosis obat yang sesuai dengan kondisi penderita. Obat yang sama dapat diberikan dalam dosis yang berbeda kepada bayi, anak-anak, dewasa dan usia lanjut. Hal ini disebabkan perbedaan kesempurnaan pembentukan organ-organ tubuh terutama hati Pengobatan terhadap keracunan obat yang umum untuk keracunan yang terjadi kurang dari 24 jam yaitu dengan membilas lambung bila obat baru ditelan, memuntahkan obat sampai tindakan khusus untuk mempercepat pengeluaran obat dari tubuh. Setelah bilas lambung, karbon aktif dan suatu pencahar perlu diberikan. Pada keracunan yang parah dibutuhkan antidotum yang memang terbukti menolong terhadap efek keracunan obat tertentu, misal asam Folinat untuk keracunan metotrexat. Nalokson, atropin, chelating agent, natrium tiosulfat, metilen biru merupakan antidotum spesifik yang sangat ampuh dan sering menimbulkan reaksi pengobatan yang dramatis. Namun, sebagian terbesar kasus keracunan harus dipuaskan dengan pengobatan gejalanya saja, dan inipun hanya untuk menjaga fungsi vital tubuh, yaitu pernafasan dan sirkulasi darah. Racun akan didetoksikasi oleh hepar secara alamiah dan racun atau metabolitnya akan diekskresi melalui ginjal dan hati. Selama keracunan hanya perlu dipertahankan pernapasan dan sistem kardiovaskuler (fungsi vital). Antidot untuk beberapa racun didapat dengan cara menyuntikkan racun ke badan binatang dalam dosis kecil, lalu mengekstraknya kembali dari darah binatang tersebut. Ini mengeluarkan terjadinya sebuah antidot yang dapat melawan racun yang diproduksi oleh binatang-binatang seperti ular, laba-laba, dan binatang beracun lainnya. Beberapa racun tidak ada antidotnya, dan ini kadang menimbulkan kematian apabila racun tersebut memasuki tubuh makhluk hidup lainnya. Beberapa racun dari binatang, khususnya yang diproduksi oleh arthropoda (seperti laba-laba atau kalajengking) hanya berbahaya ketika mereka membuat reaksi alergik dan menyebabkan shok anapilaktik. Beberapa racun lainnya tidak memiliki antidot. Contohnya adalah racun risin, yang diproduksi dari limbah minyak goreng, dan akibatnya kadang fatal ketika memasuki tubuh manusia dalam jumlah yang cukup. 2.2 Indikasi, Kontra Indikasi, Efek Samping Leucovirin

Kalbe Farma Komposisi Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping Peringatan & Perhatian Interaksi Obat Dosis

Leucovorin Ca Overdosis asam Folat, anemia megaloblastik Anemia pernisiosa dan anemia megaloblastik lainnya dimana terdapat defisiensi vit B12. Sensitisasi alergi Tumor yang tergantung oleh folat  OD antagonis as.folat Maks IV 75mg selama 12 jam, kemudian 12mg IM selama 6 jam utk 4dosis. Dosis scr umu ≥ dosis antagonis. Anemia megaloblastik 1mg/hr IM.

Nalokson (Nokoba) Fahrenheit Komposisi

Indikasi

Kontra Indikasi Efek Samping

Peringatan & Perhatian

Interaksi Obat

Dosis

Naloxone HCl. Pemulihan total atau sebagian dari depresi opiate dan overdosis opiate akut, termasuk depresi opiate akut, termasuk depresi pernapasan, yang diinduksi oleh opiate alami dan sintetik, termasuk propoksifen, methadone dan analgesic campuran agonis-antagonis:nalbufin, pentasozin, butorfanol. Hipersensitif terhadap nalokson hidroklorida Hipotensi, hipertensi, takikardi dan fibrilasi ventricular, dispnea, edema paru, hentil jantung, kematian, koma dan ensenfalopati pada penggunaan pasca operasi. Individu, termasuk bayi dari ibu yang diketahui atau diduga menderita ketergantungan opiate. Dapat menimbulkan sindroma putus obat akut. Hindari tindakan penghentian terapi pemulihan depresi opiate secara mendadak pasca operasi. Bisulfit, Metabisulfit, Anion rantai panjang atau dengan berat molekul tinggi, larutan dengan pH basa. Dewasa diduga/diketahui OD Opiat: 0.4-2mg i.v, dapat diulang dengan interval 2-3menit. Jika tidak ada respon sesudah pemberian 10mg, diagnose toksisitas yang diinduksi narkotik harus dipertimbangkan. Dapat diberikan secara IM atau SK jika rute IV tdk dapat dilakukan.

Nalokson adalah antagonis opiat yang utama yang tidak mempunyai atau hanya sedikit mempunyai aktivitas agonis. Jika diberikan pada pasien yang tidak menerima opiat dalam waktu dekat, nalokson hanya memberi sedikit atau bahkan tidak memberikan efek. Sedangkan pada pasien yang sudah menerima morfin dosis tinggi atau analgesik

lain

dengan

efek

mirip

morfin,

nalokson mengantagonis sebagian besar efek opiatnya. Akan terjadi peningkatan kecepatan Mekanisme Kerja Obaat

respirasi dan minute volume, penurunan arterial PCO2 menuju normal, dan tekanan darah menuju normal jika ditekan. Nalokson mengantagonis depresi pernapasan ringan akibat opiat dosis rendah. Karena durasi kerja nalokson lebih singkat dibandingkan durasi kerja opiat, maka efek opiat mungkin muncul kembali begitu efek nalokson menghilang. Nalokson mengantagonis efek sedasi atau tertidur yang dipicu oleh opiat. Nalokson tidak mengakibatkan toleransi atau ketergantungan fisik maupun psikologis.

Asam Folinat (Calciumlevofolinat Ebewe) Ferron/Ebewe Folinic acid Komposisi Antidotum untuk methotrexate. Kompensasi trhdp aksi antagonis asam folat pd obat sitostatik. Utk terapi kombinasi dengan obat sitistatik lain seperti Indikasi 5-fluorouracil pada tumor GI dan tumor kepala dan leher. Anemia pernisiosa atau anemia lain karena Kontra Indikasi defisiensi vit B12. Reaksi alergi (jarang). Gangguan GI pd dosis tinggi. Remisi hematologi dengan progresi Efek Samping gangguan neurologik.

Peringatan & Perhatian Interaksi Obat Dosis

Kehamilan laktasi Trimetropim, kitrimeksasol, fluorourasi. Pemberian via inj IV atau infuse IV. Antidotum thp metotreksat Dosis tergantung individu. Kombinasi dgn 5-fluorourasil 100mg/m2 IV.

ANTIDOTUM SPESIFIK (Jenis, indikasi, cara kerja, dan dosis) N o 1.

Antidotum

Indikasi

Aluminium silikat bentonit

Keracunan paraquat, diquat

2.

Atropin

3.

Kalsium glukonat 50% i.v

4.

Dekstrosa

5.

Dicobalt edetate

6.

Dimercapr ol

Cara Kerja

Dosis

Memblok 250 ml suspensi 30% absorpsi lewat tiap jam untuk 24-48 usus jam (selalu diberikan bersama MgS) Keracunan Memblok 1,2-2,4 mg ulangi obat/bahan reseptor tiap 5-10 menit dengan efek muskarinik sampai tampak tanda muskarinik atropinisasi (mulut kering, pulsus >70x/menit) Keracunan Mengikat ion 2,5% gel untuk luka fluorida Fe yang bakar kulit, 10% timbul injeksi pelan 10 ml hiperkalemia Mengurangi 10-20 g dalam 25 ml paralisis otot air diikuti 10 ml lurik karena larutan 10% K+ naik hipermagnese idem idem mia Keracunan Menghilangka idem oksalat n hipokalsemia Keracunan Meningkatkan 50 ml larut insulin, OAD ladar gula darah Keracunan Mengikat 600 mg i.v kemudian sianida atau sianida 300 mg lagi jika derivatnya menjadi respon belum tampak cobaltisoanid atau cobaltosianid Keracunan As, Kelasi logam 2,5-5 mg/kg i.v tiap 4 Cu, Pb, atau jam untuk 2 hari Hg kemudian 2,5 mg

N o

Antidotum

7.

Etanol

8.

Asam folanat

9.

Metionin

10 .

Methylen blue

11

Nalokson

.

Indikasi

Cara Kerja

Dosis 2x/hari dan diteruskan 1x/hari 50 mg oral atau i.v kemudian 10-12 g/jam lewat infuse

Keracunan etilenglikol dan methanol (derivatnya)

Inhibisi metabolisme methanol menjadi formaldehid dan asa format yang toksik Keracunan Menerobos Keracunan antagonis asam blockade metotreksat 60 mg folat (missal metabolisme trimetoprim, asam folat 2x/hari i.v diikuti 15 metotreksat, mg/6 jam per oral dan pirimetamin) sampai 5 hari Keracunan trimetoprim 3-6 mg i.v kemudian 15 mg/hari per oral sampai 5-7 hari Keracunan Mengembalik 2,5 mg per oral parasetamol an cadangan kemudian diikuti 2,5 glutation, mg tiap 4 jam untuk mencegah 3 dosis (10 g dalam kerusakan hati 12 jam) dan ginjal Keracunan Memacu 1-2 mg/kg atau 0,1 bahan-bahan konversi ml larutan 1%/kg i.v penyebab metHb pelan infuse pada methemoglobi menjadi Hb penderita kekurangan nemia (cresol, G6PD, tambahkan dapson, nitrat, vit C 1 g i.v pelan femol, atau 200 mg oral primakuin) 3x/hari untuk mencegah hemolisis karena methylen blue Meracunan Inhibisi 0,4-2,4 mg i.v ulangi narkotika

kompetitif

tiap

(opioid)

pada reseptor

sehingga menjadi

2-3

menit total 10

mg,

N o

Antidotum

Indikasi

Cara Kerja

Dosis diberikan

bersama

infuse

12

Natrium

Membuat urin Meningkatkan Tergantung pada pH

.

bikarbonat

lebih

alkalis ekskresi

(Bic Nat)

untuk

karbonat

dimonitor

Kelasi

50-75

ion urin yang harus terus

mencegah presipitasi Kristal sulfonamide dalam tubulus renalis

dan

mengoreksi asidosis metabolic 13

NaK-

Keracunan Pb

.

edetate

infuse tiap 5 jam

(CaEDTA)

untuk 5 hari (tiap 2 g EDTA

mg/kg

i.v

diencerkan

dalam 200 ml RL) 14 .

Na-Nitrit

Keracunan sianida

Membentuk dan metHb

10 ml larutan 3% i.v

yang dalam

derivatnya atau mempunyai

3

menit

kemudian diberi 25

hydrogen

afinitas tinggi ml larutan 50% Na-

sulfide

terhadap

ion tiosulfat

CN- dan HS- menit sehingga terbentuk sianometHb

dalam

10

N o

Antidotum

Indikasi

Cara Kerja

Dosis

dan sulfurmetHb

15

Na-

Keracunan

.

tiosulfat

sianida derivatnya

Meningkatkan 25 ml larutan 50% i.v dan cadangan

dalam

tiosulfat tubuh kemudian

10

menit 10

ml

yang penting larutan 3% Na-nitrit untuk

i.v selama 3 menit

mengubah CN- menjadi tiosianat

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan  Antidot adalah sebuah substansi yang dapat melawan reaksi peracunan. Antidotum adalah penawar racun. Antidotum lebih difokuskan terhadap over dosis atau dosis toksik dari suatu obat.  Nama Generik : Leucovorin Nama Dagang : a. Nalokson (Nokoba) b. Atropin (Aludonna D) c. Asam Folinat (Calciumlevofolinat Ebewe) 3.2 Saran Untuk pemilihan dan penggunaan antidotum dan zat antitoksik yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter dan melakukan terapi pengobatan pada apoteker sebagai ahli kesehatan dalam pengobatan, untuk mendapatkan informasi obat dan penjelasannya.

DAFTAR PUSTAKA http://ml.pdfcoke.com/doc/129568085/ANTIDOTUM-SPESIFIK http://apotik.medicastore.com/artikel-obat/obat-penawar-racun-dan-detoksifikasi

otum dan Mekanisme Kerja 20.15 No comments 1. Etanol Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia.

Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar. Umumnya, etanol digunakan untuk mengatasi keracunan methanol. Keracunan methanol umumnya terjadi karena etanol tertukar denganmetanol yang memiliki toksisitas lebih tinggi. Toksisitas yang tinggi dari methanol disebabkan oleh oksidasi methanol di dalam organisme menjadi formaldehid dan asam format. Gejala keracunan pertama terlihat setelah beberapa jam yaitu keluhan saluran cerna, pusing, sakit kepala, nausea, muntah dan gangguan penglihatan. Menyusul kemudian pasien akan tidak sadar dan jika tidak ditangani secara cepat akan terjadi kematian akibat kelumpuhan pernapasan. Terapi keracunan methanol dimaksudkan untuk mencapai 3 tujuan : 1. Untuk menurunkan konsentrasi methanol dalam darah 2. Untuk menghambat oksidasi methanol 3. Untuk menghilangkan asidosis Penurunan konsentrasi methanol dalam darah dapat dicapai dengan : 1. Dialysis peritoneal atau dialysis ekstra corporal 2. Diberikan etanol segera (30-40 ml), diusahakan agar konsentrasi etanol dalam darah 1mg/ ml selama 5 hari, kalau perlu dilakukan infuse. 3. Asidosis ditangani dengan infuse larutan NaHCO3 atau larutan Na2HPO4 dengan mengontrol reaksi urin harus jelas bersifat basa Mekanisme kerja etanol yaitu menghambat kerja enzim pengurai methanol ( yang dinamakan competitive inhibition ) sehingga methanol tidak sempat terurai dan akan dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk utuhnya. Yah, penangkalnya adalah ethanol berkadar 5 -10 % yang bisa diberikan dalam cairan infus dextrose 5 % atau bisa juga diminumkan kepada pasien berupa whisky, vodka, atau gin. (jika keracunan metanol) enzym yang akan mengurai ethylene glycol

akan terhambat (terblokir) sehingga mengurangi keracunan yang terjadi. (jika keracunan etilen glikol) 2. Botulismus Polivalen Definisi 1 : Botulisme adalah suatu keadaan yang jarang terjadi dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh keracunan toksin (racun) yang diproduksi oleh Clostridium botulinum. Toksin ini adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot yang berat. Karena menyebabkan kerusakan berat pada saraf, maka racun ini disebut neurotoksin. Definisi 2 : Botulismus merupakan keracunan akibat makanan (tidak selalu makanan kaleng) yang tercemar toksin yang dihasilkan oleh C.botulinum. Keracunan ini ditandai oleh kelainan neuromuskuler, jarang terjadi diare. Kematian sekitar 65%.

Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu : - Foodborne botulism, merupakan akibat dari mencerna makanan yang tercemar - Wound botulism, disebabkan oleh luka yang tercemar - Infant botulism, terjadi pada anak-anak, karena mencerna makanan yang tercemar.

PENYEBAB Bakteri Clostridium botulinum memiliki bentuk spora. Spora ini dapat bertahan dalam keadaan dorman (tidur) selama beberapa tahun dan tahan tehadap kerusakan. Jika lingkungan di sekitarnya lembab, terdapat cukup makanan dan tidak ada oksigen, spora akan mulai tumbuh dan menghasilkan toksin. Beberapa toksin yang dihasilkan Clostridium botulinum memiliki kadar protein yang tinggi, yang tahan terhadap pengrusakan oleh enzim pelindung usus.

Jika makan makanan yang tercemar, racun masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, menyebabkan foodborne botulism. Sumber utama dari botulisme ini adalah makanan kalengan. Sayuran, ikan, buah dan rempah-rempah juga merupakan sumber penyakit ini. Demikian juga halnya dengan daging, produki susu, daging babi dan unggas.

Wound botulism terjadi jika luka terinfeksi oleh Clostridium botulinum. Di dalam luka ini, bakteri menghasilkan toksin yang kemudian diserap masuk ke dalam aliran darah dan akhirnya menimbulkan gejala.

Infant botulism sering terjadi pada bayi berumur 2-3 bulan. Berbeda dengan foodborne botulism, infant botulism tidak disebabkan karena menelan racun yang sudah terbentuk sebelumnya. Botulisme ini disebabkan karena makan makanan yang mengandung spora, yang kemudian tumbuh dalam usus bayi dan menghasilkan racun. Penyebabnya tidak diketahui, tapi beberapa kasus berhubungan dengan pemberian madu.

Clostridium botulinum banyak ditemukan di lingkungan dan banyak kasus yang merupakan akibat dari terhisapnya sejumlah kecil debu atau tanah. Gambaran klinik : - Inkubasi penyakit ini kira-kira 18 – 36 jam, namun dapat beragam dari beberapa jam sampai 3 hari. - Tanda awal adalah rasa lelah dan lemas, serta gangguan penglihatan. - Diare lebih sering tidak ada. - Gejala neurologi seperti disartria dan disfagia dapat menimbulkan pneumonia aspirasi. - Otot-otot tungkai, lengan dan badan lemah. - Sementara itu daya rasa (sensoris) tetap baik, dan suhu tidak meningkat. - Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah poliomielitis, miastemia gravis, dan ensefalitis virus.

Terapi umum : Istirahat Terutama untuk diawasi Diet Pemberian cairan atau alimentasi Medikamentosa - Obat pertama : -

- Obat alternatif :

Toksin botulinum diserap terutama di lambung dan bagian atas usus halus. Toksin yang mencapai bagian bawah usus halus dan usus besar mungkin dapat diserap secara perlahan-lahan dan menyebabkan gejala dengan mula kerja lambat maupun lama pada beberapa pasien. Toksin botulinum mempunyai efek farmakologis yang sangat spesifik, yaitu manghambat hantaran pada serabut saraf kolinergik dan mengadakan sparringdengan serabut adrenergik. Pada penyelidikan diperlihatkan bahwa sejumlah kecil toksin mengganggu hantaran saraf di dekat percabangan akhir dan di ujung serabut saraf, sebelummotor end plate, dan menghambat pelepasan asetilkolin. Reaktivitas serabut otot terhadap asetilkolin tidak mengalami gangguan. Hal ini berbeda dengan kerja kurare yang menghambat respons serabut otot terhadap asetilkolin.

Manifestasi Klinis Akibat botulisme bervariasi sebagai penyakit yang ringan samapai penyakit yang berat dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu 24 jam. Gejala-gejala klinis biasanya dimulai 12-36 jam setelah toksin termakan, walaupun pernah pula dilaporkan setelah 3-14 hari. Pada umumnya, bila gejala timbul lebih cepat, maka keadaannya lebih serius dan berat. Gambaran klinisnya sangat khas, yaitu dilatasi pupil yang menetap, kekeringan selaput lendir, dan kelumpuhan otot yang progresif dengan angka kematian yang tinggi. Gejala lain dapat berupa mual dan muntah, rasa lemah, pusing dan vertigo, rasa kering pada mulut dan tenggorok, kadang-kadang disertai rasa nyeri ditenggorok, dan gejala neurologis dapat timbul segera dan bersamaan atau sesudah 12-72 jam, berupa gangguan penglihatan (kabur), diplopia, disfonia, disfagia, kelelahan, dan diikuti dengan gangguan otot-otot pernapasan. Pasien biasanya tetap sadar, berorientasi baik, dan afebris, tetapi pada yang berat kadang-kadang kesadaran dapat somnolen, kesulitan berbicara, dan menelan. Selaput lendir mulut dan lidah kering dan kasar. Kelelahan serabut otot terutama pada leher, ekstremitas proksimal, dan otot-otot timbul sesuai dengan perjalanan penyakit. Refleks tendo biasanya tetap baik. Bisa didapatkan distensi abdomen dengan bising usus melemah atau menghilang, serta retensi urin. Gejala terakhir, berupa kelumuhan otot pernapasan (paralisis respirasi), kegagalan pernapasan, obstruksi jalan napas, dan infeksi sekunder pada paru-paru, dapat menjadi penyebab-penyebab kematian. Henti jantung yang mendadak sering

terjadi pada beberapa pasien dengan gangguan yang berat, tetapi apakah hal ini terjadi sekunder oleh karena anoksia atau kerja primer dari toksik botulinum masih belum jelas. Pada pasien yang sembuh, kembalinya fungsi otot-otot pernapasan, menelan, dan berbicara dapat berlangsung cepat, dan perbaikan tersebut sering terjadi dalam waktu 1 minggu. Kelemahan umum, konstipasi, gangguan okular dapat menetap untuk beberapa minggu, bahkan kadang-kadang beberapa bulan. Penatalaksanaan Pasien dengan botulisme dapat meninggal karena kegagalan pernapasan. Trakeostomi segera atau penggunaan respirator mekanis dapat mempertahankan hidup. Enema pembersih diberikan untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dalam usus besar. Segera setelah diagnosis klinis dibuat, dilakukan uji kulit terhadap antitoksin. Bila negatif segera diberikan 100.000 unit antitoksin tipe A dan tipe B serta antitoksin tipe E 10.000 unit secara iv. Karena setiap antitoksin tersebut adalah antigen spesifik, maka tidak ada proteksi silang di antara antitoksin-antitoksin tersebut. Karena antitoksin botulisme tetap berada dalam sirkulasi darah selama 30 hari, maka dianjurkan dosis terapeutik total harus segera diberikan daripada pemberian dosis kecil secara multipel dalarn waktu yang lebih lama. Antitoksin dengan dosis, 1/3- ½ dosis terapeutik harus diberikan sebagai profilaksis pada orang-orang yang diketahui makan bahan makanan yang tercemar namun belum memperlihatkan gejala-gejala klinis. Ada dugaan bahwa C. botulinum dapat berkembang biak di dalam saluran cerna manusia, maka sebaiknya diberikan pula antibiotik untuk mencegah komplikasi infeksi yang spesifik. - Inkubasi penyakit ini kira-kira 18 – 36 jam, namun dapat beragam dari beberapa jam sampai 3 hari. - Tanda awal adalah rasa lelah dan lemas, serta gangguan penglihatan. - Diare lebih sering tidak ada. - Gejala neurologi seperti disartria dan disfagia dapat menimbulkan pneumonia aspirasi. - Otot-otot tungkai, lengan dan badan lemah. - Sementara itu daya rasa (sensoris) tetap baik, dan suhu tidak meningkat. - Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah poliomielitis, miastemia

gravis, dan ensefalitis virus. Diagnosis Riwayat konsumsi makanan tertentu. Penatalaksanaan - Tindakan penanggulangan: 1. Bila perlu, berikan pernapasan buatan. 2. Jika tidak muntah, usahakan untuk muntah. Jika perlu, lakukan bilas lambung. - Bila terdapat tanda-tanda syok pasang infus glukosa 5% dan kalau perlu lakukan pernafasan buatan. - Pengobatan spesifik, terutama bila timbul gejala dengan antitoksin. - Penderita harus segera dirujuk ke rumah sakit 3. Glukagon Glukagon adalah antagonis dari insulin: Pada prinsipnya menaikkan kadar gula di dalam darah. Glukagon diproduksi di sel alpha dari pankreas. Glukagon melewati dalam proses sintesenya yang disebut sebagai limited proteolyse, yang artinya molekul glucagon berasal dari prohormon yang lebih tepatnya disebut sebagai prohormon. Gen untuk glukagon selain di pankreas juga terdapat di otak dan sel enteroendokrin L di sistem pencernaan. Obat ini bersifat larut dalam air dan terikat dengan membran plasma. Mekanisme kerja obat ini yaitu dengan berkomunikasi dengan proses metabolisme intraselluler melalui senyawa yang disebut sebagai second messenger. Konsep second messenger timbul dari pengamatan Earl Sutherland dan rekan-rekan,bahwa Epineprin terikat pada membran plasma eritrosit burung merpati dan meningkatkan cAMP. Senyawa second messenger yang diaktivasi oleh pengikatan antara hormon dengan reseptor spesifiknya di membran plasma.

4. Paraffin Liquidum (Parafin Cair) Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral; sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau butilhidroksitoluen tidak lebih dari 10 bpl.

Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi ; tidak berwarna; hampir tidak berbau; hampir tidak mempunyai rasa. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam kloroform P dan dalam Eter P. Bobot per ml 0,8070 g sampai 0,890 g. Keasaman-kebebasan memenuhi syarat yang tertera pada paraffin Solidum. Serapan ultraviolet Serapan-1 cm larutan 2,0 % b/v dalam trimetilpentana P pada daerah panjang gelombang antara 240 nm dan 280 nm, tidak lebih dari 0,10. Kekentalan pada suhu 37,80 tidak kurang dari 55 cP Khasiat dan penggunaan  merupakan

campuran hidrokarbon cair dari minyak bumi. Umumnya transparan dan tidak

berbau.  mudah mengalami

oksidasi sehingga dalam penyimpanannya ditambahkan antioksidan seperti

Butil hidroksi toluene (BHT).  digunakan

untuk menghaluskan basis pasta dan mengurangi viskositas sediaan krim.

 jika dicampur

dengan 5% low density polietilen, lalu dipanaskan dan dilakukan pendinginan

secara cepat, akan menghasilkan massa gel yang mampu mempertahankan konsistensinya dalam rentang suhu yang cukup luas (-15oC hingga 600C).  stabil

pada perubahan suhu, kompatibel terhadap banyak zat aktif, mudah digunakan, mudah

disebar, melekat pada kulit, tidak terasa berminyak dan mudah dibersihkan.  Paraffin

cair digunakan untuk menurunkan viskositas basis sehingga penggunaannya lebih

mudah dan menyenangkkan Parafin terdiri atas campuran senyawa hidrokarbon cair jenuh yang di peroleh dari minyak bumi. Zat ini tidak dicerna dalam saluran lambung-usus dan hanya bekerja sebagai zat pelicin bagi isi usus dan tinja. Gunanya untuk melunakkan tinja terutama satelah pembedahan rektal atau pada penyakit wasir. Penggunanya dapat menimbulkan iritasi sekitar dubur. Zat ini digunakan sebagai emulsi yang kadang di kombinasi dengan fenolftaleine. Keburukan nya adalah sifatnya yang mengurangi penyerapan oleh tubuh dan

zat-zat gizi a.l. vitamin yang larut dalam lemak (A, D , E, K) bila di inhalasi(tersedak) , zat ini dapat mengakibatkan sejenis adang paru-paru berbahaya. Penggunaan nya selama kehamilan tidak dianjurkan. Oleh karena masalah ini parafin cair praktis tidak digunakan lagi. Dosis 15-30 ml, diberikan pada malam hari sebelum tidur. Mekanisme Parafin Liquid sebagai Antidotum : Parafin liquidum yang memiliki sifat sulit diabsorpsi akan bercampur dengan pelarut organic dan dengan ini menurunkan absorpsi racun dalam tubuh.

Parafin liquid disini berfungsi sebagai laksansia yang bisa digunakan sebagai antidotum, apabila keracunan terjadi kurang dari 4 jam.

Related Documents


More Documents from ""

Cpo B
November 2019 24
November 2019 7
Kisi Kisi Pts Uuk.docx
November 2019 29
English Kelompok.docx
July 2020 17