Kelompok 4 Mawarist.docx

  • Uploaded by: Astrina
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 4 Mawarist.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,316
  • Pages: 14
FIKIH MAWARIST Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Fikih PSY18208

Dosen Pengampu: Andra Liliyanti, M.Pd.I

Di Susun Oleh: Kelompok 4 Lokal E18 1. Astrina Ika Wahyuni : 180105020356 2. Hayatun Nufus

:

3. Mega Mursinah

:

4. Nur Azizah Yuliani F : 5. Nurul Hidayati

:

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UIN ANTASARI BANJARMASIN APRIL 2019 1

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr.wb Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebatas pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Dan juga kami ssangat berterimakasih kepada teman-teman yang telah membantu kami selama proses pembuatan makalah ini. Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kata-kata yang kurang berkenan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca agar dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan ini di masa depan. Wassalamu’alaikum wr.wb

Banjarmasin, 22 April 2019

Penyusun

2

DAFTAR ISI COVER KATA PENGANTAR

………………………………………….………….2

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

……………………………………………………..4

……………………………………………………………..4

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………..5 C. Tujuan Masalah

……………………………………………………………..5

BAB II PEMBAHASAN

……………………………………………………..6

A. Pengertian Harta Warisan ……………………………………………………..6 B. Sebab-Sebab Orang Mendapat Harta Warisan

……………………………..7

C. Kewajiban Ahli Waris Sebelum Harta Warisan dibagi

……………………..7

D. Ahli Waris ……………………………………………………………………..8 E. Aturan-aturan dalam Pembagian Harta Warisan ……………………………..9 F. Orang-orang yang Tidak Mendapat Harta Warisan G. Ashabah

……………………11

……………………………………………………………………11

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………12 A. Kesimpulan

……………………………………………………………12

DAFTAR PUSTAKA

3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diantara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah adalah aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang timbul sebagai akibat dari suatu kematian. Harta yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia memerlukan pengaturan tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya, dan bagaimana cara mendapatkannya. Aturan tentang waris tesebut ditetapkan oleh Allah melalui firmannya yang terdapat dalam Al-Qur’an, terutama surah an-nisa’ ayat 7,8,11,12, dan 176, pada dasarnya ketentuan Allah yang berkenaan dengan warisan telah jelas maksud, arah dan tujuannya. Hukum kewarisan islam atau yang juga dikenal the Islamic law of inheritance mempunyai karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan sistem hukum lainnya. Ditinjau dari perspektif sejarah, implementasi hukum kewarisan islam pada zaman penjajahan belanda ternyata tidak berkembang, bahkan secara politis posisinya dikalahkan oleh sistem kewarisan hokum adat. Pada masa itu diintrodusir teori persepsi yang bertujuan untuk mengangkat hukum kewarisan adat dan menyisihkan penggunaan hukum kewarisan islam1. Banyak para sarjana hukum barat menganggap hukum kewarisan islam tidak mempunyai sistemdan hukum islam itu hanya bersandar pada asas patrilineal. Sementara itu, dikalangan umat islam sendiri banyak pula 1 Drs. H. Moh. Muhibbin, “hukum kewarisan islam, sinar” grafika, 2009,di Indonesia.

4

yang mengira tidak ada sistem tertentu dalam hukum kewarisan islam, sehingga menimbulkan sebuah anggapan seolah-olah hukum kewarisan islam merupakan hukum yang sangat rumit dan sulit. Kondisi yang demikian itulah yang menyebabkan hukum kewarisan islam menurut fiqih kebudayaan arab itu sangat sulit diterima masarakat islam.

B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan harta warisan? 2. Apa saja sebab-sebab orang mendapat harta warisan? 3. Apa saja kewajiban ahli waris sebelum harta warisan dibagi? 4. Siapa saja yang termasuk ahli waris? 5. Bagaimana aturan-aturan dalam pembagian harta warisan? 6. Siapa saja orang-orang yag tidak mendapat harta warisan? 7. Apa yang dimaksud dengan ashabah?

C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui pengertian harta warisan. 2. Untuk mengetahui sebab-sebab orang mendapat harta warisan. 3. Untuk mengetahui kewajiban ahli waris sebelum harta warisan dibagi. 4. Untuk mengetahui ahli waris. 5. Untuk mengetahui aturan-aturan dalam pembagian harta warisan. 6. Untuk mengetahui orang-orang yang tidak mendapat harta warisan. 7. Untuk mengetahui ashabah.

5

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Harta Warisan Hukum Waris adalah hukum yang mengatur masalah peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada keluarganya yang masih hidup.Hukum

waris

dalam

bahasa

Arab

disebut

mawaris

dan

fara’idh.Hukum waris dititikberatkan pada orang-orang yang berhak mendapat bagian harta yang ditinggal mati seseorang.Hukum waris disebut dengan istilah fara’idh, artinya kewajiban yang harus dilaksanakan karena didalamnya terdapat bagian-bagian tertentu dari orang-orang tertentu dan dalam keadaan tertentu pula, yang wajib dibagikan kepada orang-orang tertentu.Ilmu mawaris dan ilmu fara’idh pada prinsipnya adalah sama yaitu ilmu yang membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenan dengan harta peninggalan orang yang meninggal dunia.2 Hakikat diberlakukannya hukum waris adalah agar masalah harta warisan yang sering menjadi sumber sengketa dalam keluarga diatasi dengan semata-mata tunduk kepada ketentuan Ilahi. Dasar hukum masalah mawarist atau fara’idh bersumber pada ketentuan Allah dalam surah An-Nisa ayat 11-12 dan 176. Sesuai dengan maksud ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah warisan, Nabi saw. menegaskan:

ْ ‫واال َمالَِبَيْنَ ِأ َ ْهل‬ ْ ‫ا َ ْقسِ ُم‬ ِ‫ِللا‬ ّ ‫علَىِكت َاب‬ َ ِ‫ِالفَ َرائض‬ “Bagilah harta kepada ahli waris berdasarkan Kitab Allah.” (HR.Muslim). Tujuan hukum waris adalah untuk menyatakan agar masalah harta warisan yang sering menjadi seumber sengketa dalam keluarga diatasi dengan semata-mata tunduk kepada ketentuan Ilahi.

2 Hasan Saleh, dkk. “Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer”.Jakarta: Rajawali Pers.2008. Hal 342

6

B. Sebab-sebab Orang Mendapat Harta Warisan Islam mengajarkan kepada kita, apabila ada orang meninggal dunia dan meninggalkan harta, maka keluarganya atau ahli warisnya berhak mendapat bagian.Adapun sebab-sebab mendapatkan harta warisan adalah: 1. Keturunan atau hubungan kekeluargaan, misalnya: anak, ayah, nenek

dan sebagainya. 2. Sebab perkawinan,yaitu apabila suami istri salah satu–nya meninggal dunia maka yang ditinggal mendapat harta warisan 1/3. Dengan jalan memerdekakan budak,ini berlaku pada masa perbudakan,sedangkan sekarang sudah tidak ada lagi perbudakan. 3. Hubungan Islam,orang Islam yang meninggal dunia apabila tidak ada ahli waris tertentu,maka harta peninggalannya diserahkan kepada Baitul mal untuk kepentingan Islam.3

C. Kewajiban Ahli Waris Sebelum Harta Warisan dibagi Ahli waris sebelum harta peninggalan diwaris, lebih dahulu kewajiban membayar tanggungan si mayat sewaktu hidup atau segala sesuatu yang berhubungan dengan biaya penguburan mayat, yang tentunya harta itu diambil dari harta peninggalannya. Adapunkewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh ahli waris adalah : 1. Membayarkan yang bersangkutan dengan harta itu sendiri, misalnya membayarkan zakat, membayarkan pajak, membayarkan sewa, bayar hutang dan sebagainya. 2. Belanja untuk mengurus mayat, seperti pembeli membeli kain kafan, upah menggali kubur, upah mengurus mayat dan sebagainya. 3. Membayarkan wasiat bila sewaktu hidup berwasiat, asalkan tidak lebih dari sepertiga harta peninggalannya.

3 DRS. Abdus Shobur A. Nurzaman, Ba ”Fiqih”. Semarang: Cv.Toha Putra 1995. Hal 103.

7

D. Ahli Waris Ahli Waris dari pihak laki-laki ada 15 orang: 1. Anak laki-laki. 2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki. 3. Ayah atau bapak nya yang mati. 4. Kakek (kakeknya yang mati). 5. Saudara laki-laki seayah seibu. 6. Saudara laki-laki saya saja. 7. Saudara laki-laki seibu saja. 8. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sekandung. 9. Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah saja. 10. Paman (saudara laki-laki dari ayah seayah dan seibu). 11. Paman (saudara laki-laki dari ayah yang salah ayah saja). 12. Anak laki-laki paman (saudara laki-laki dari ayah yang sekandung). 13. Anak laki-laki paman (saudara laki-laki dari ayah yang seayah saja). 14. Suami. 15. Laki-laki yang telah memerdekakan si mayit. Jika ahli waris ada semua maka yang berhak mendapat harta warisan adalah: 1. Ayah. 2. Anak laki. 3. Suami. Ahli waris dari pihak perempuan ada 10 orang: 1. Anak perempuan. 2. Cucu perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah. 3. Ibu. 4. Anak nenek ( ibu dari bapak). 5. Nenek( ibu dari ibu). 6. Saudara perempuan sekandung. 7. Saudara perempuan seayah.

8

8. Saudara perempuan seibu. 9. Istri. 10. Perempuan yang telah dimerdekakan si mayit. Jika ahli waris itu ada semua maka yang berhak mendapat waris adalah istri, anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, ibu dan saudara perempuan seibu sebapak. Jika 25 orang ahli waris semuanya ada maka yang mendapat warisan adalah salah seorang dari suami, istri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.4

E. Aturan-aturan dalam Pembagian Harta Warisan Dalam al-qur'an sudah dijelaskan dan ditentukan ada 6 macam pembagian harta warisan yaitu:

mendapat setengah (1/2) dari harta

warisan, mendapat seperempat (1/4) dari harta warisan, mendapat seperdelapan (1 /8) dari harta warisan, mendapat dua per tiga (2/3) dari harta warisan, mendapat sepertiga (1/3) dari harta warisan dan mendapat seperenam (1/6) dari harta warisan. 1. orang yang mendapat bagian setengah (1/2) harta warisan adalah. a. Anak perempuan jika sendirian atau anak tunggal firman Allah SWT. b. Cucu perempuan dari anak laki-laki jika sendirian. c. Saudara perempuan seayah apabila tidak ada saudara perempuan sekandung. d. Saudara perempuan sekandung apabila sendirian. e. Suami bila tidak mempunyai anak. 2. Orang yang mendapatkan bagian seperempat(1/4) dari harta warisan. a. Suami, jika ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki. b. Istri, baik istrinya satu atau lebih, jika suami mati dan tidak mempunyai anak, mendapat (1/4). 4 DRS. Abdus Shobur A. Nurzaman, Ba ”Fiqih”. Semarang: Cv.Toha Putra 1995Hal 105-107.

9

3. Orang yang mendapat bagian seperdelapan (1/8). Jika seorang suami meninggal dunia, ia meninggalkan seorang istri dan anak maka istri mendapat bagian harta warisan seperdelapan (1/8). 4. Orang mendapat bagian harta warisan dua pertiga(2/3). a. Dua orang anak perempuan atau lebih. b. Dua orang cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih. c. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih dua orang saudara perempuan seayah atau lebih. 5. Orang yang mendapat bagian harta warisan sepertiga(1/3). a. Ibu, yaitu apabila tidak terhalang. ibu mendapat bagian sepertiga (1/3) apabila mayat tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, tidak ada dua orang saudara laki-laki atau perempuan sekandung, ayah atau seibu saja b. Saudara saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan. 6. Orang yang mendapat bagian harta warisan seperenam(1/6). a. Ibu apabila ada anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak lakilaki. b. Nenek perempuan apabila ada ibu. c. Cucu perempuan dari anak laki-laki apabila ada anak perempuan. d. Saudara perempuan seayah apabila ada saudara perempuan sekandung. e. Ayah apabila ada anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak lakilaki. f. Kakek apabila tidak ada ayah. g.

5 DRS.

Seorang saudara seibu.5

Abdus Shobur A. Nurzaman, Ba ”Fiqih”. Semarang: Cv.Toha Putra 1995.

Hal 107-110.

10

F. Orang-orang yang Tidak Mendapat Harta Warisan Ada beberapa sebab sehingga ahli waris tidak mendapatkan warisan dari keluarga mereka yang meninggal dunia yaitu : 1. Pembunuh: yaitu orang yang membunuh keluarganya tidak mendapat harta warisan dari keluarganya yang di bunuh. misalnya : anak membunuh orang tuanya, maka anak tersebut, tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tuanya. 2. Murtad: yaitu orang yang keluar dari agama islam, tidak mendapat warisan dari keluarganya yang masih beragama islam, sebaliknya keluarga yang beragama islam tidak dapat mewarisi harta keluarganya yang murtad. 3. Orang kafir, tidak berhak menerima harta warisan dari keluarganya yang beragama islam, sebaliknya keluarga yang beragama islam tidak dapat menerima warisan dari keluarganya yang kafir. 4. Hamba: seorang budak tidak mendapat harta warisan dari keluarganya yang meninggal dunia selama ia masih menjadi budak.6

G. Ashabah Ashabah artinya kelebihan atau sisa harta warisan. Apabila ahli waris hanya mendapat ketentuan saja, berarti tidak ada yang dapat menghabiskan semua harta warisan berarti harta warisan itu ada sisanya. Sisa ini harus di bagi lagi kepada ahli waris yang ada. Adapun yang dapat menerima ashabah atau sisa harta warisan adalah: 1. Anak laki-laki. 2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki. 3. Bapak. 4. Kakek. 5. Saudara laki-laki sekandung. 6. Saudara laki-laki seayah. 6 DRS. Abdus Shobur A. Nurzaman, Ba ”Fiqih”. Semarang: Cv.Toha Putra 1995. Hal 110- 111.

11

7. Orang yang memerdekaan si mayit. 8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung. 9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak. 10. Paman dari pihak bapak yang seibu-sebapak atau sebapak. 11. Anak laki-laki dari paman pihak bapak. Apabila penerima ashabah tersebut semua ada maka yang paling berhak untuk menerima sisa harta warisan adalah anak laki-laki,sedangkan yang lainnya tidak mendapat bagian sebab terhalang oleh anak laki-laki dalam istilah Faraidh disebut mahjub. Ketentuan-ketentuan tentang harta warisan harus dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan beragama, sebab banyak orang dalam membagi warisan setelah dibagi ada yang tidak puas dan menimbulkan perselisihan yang akhirnya sesama keluarga tidak rukun. akan tetapi jika mereka dalam membagi didasarkan pada ketentuan Islam dan disertai oleh rasa keimanan maka tidak akan menimbulkan perselisihan. Pada zaman jahiliyah atau masa kebodohan, pembagian harta warisan didasarkan pada: 1. Keturunan: keturunan ini hanya anak laki-laki saja yang berhak mendapat warisan dengan alasan anak laki-laki kuat dalam berperang, sedangkan perempuan tidak mendapatkan harta warisan. 2. Anak angkat atau anak pungut istilah sekarang adopsi, pada masa jahiliyah anak ini mendapat warisan. 3. Dengan sumpah atau perjanjian, misalnya kalau saya meninggal dunia nanti kamu mendapat warisan sekian, padahal orang tersebut bukan ahli waris. Praktek pembagian harta warisan seperti ini dalam Islam tidak diperbolehkan. apabila masalah ini masih dipraktekkan akan menimbulkan permusuhan.7

7DRS. Abdus Shobur A. Nurzaman, Ba ”Fiqih”. Semarang: Cv.Toha Putra 1995Hal 111- 113.

12

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Hukum Waris adalah hukum yang mengatur masalah peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada keluarganya yang masih hidup.Hukum

waris

dalam

bahasa

Arab

disebut

mawaris

dan

fara’idh.Hukum waris dititikberatkan pada orang-orang yang berhak mendapat bagian harta yang ditinggal mati seseorang.Hukum waris disebut dengan istilah fara’idh, artinya kewajiban yang harus dilaksanakan karena didalamnya terdapat bagian-bagian tertentu dari orang-orang tertentu dan dalam keadaan tertentu pula, yang wajib dibagikan kepada orang-orang tertentu.Ilmu mawaris dan ilmu fara’idh pada prinsipnya adalah sama yaitu ilmu yang membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenan dengan harta peninggalan orang yang meninggal dunia. Adapun sebab-sebab mendapatkan harta warisan adalah keturunan atau hubungan kekeluargaan, sebab perkawinan,dan hubungan Islam. Ahli waris sebelum harta peninggalan diwaris, lebih dahulu kewajiban membayar tanggungan si mayat sewaktu hidup atau segala sesuatu yang berhubungan dengan biaya penguburan mayat, yang tentunya harta itu diambil dari harta peninggalannya. Dalam al-qur'an sudah dijelaskan dan ditentukan ada 6 macam pembagian harta warisan yaitu:

mendapat setengah (1/2) dari harta

warisan, mendapat seperempat (1/4) dari harta warisan, mendapat seperdelapan (1 /8) dari harta warisan, mendapat dua per tiga (2/3) dari harta warisan, mendapat sepertiga (1/3) dari harta warisan dan mendapat seperenam (1/6) dari harta warisan. Ashabah artinya kelebihan atau sisa harta warisan.

13

DAFTAR PUSTAKA DRS. Abdus Shobur A. Nurzaman, Ba ”Fiqih”. Semarang: Cv.Toha Putra 1995. Drs. H. Moh. Muhibbin, “hukum kewarisan islam, sinar” grafika, 2009,di Indonesia. Hasan

Saleh,

dkk.

“Kajian

Fiqh

Kontemporer”.Jakarta: Rajawali Pers.2008. Hal 342

14

Nabawi

dan

Fiqh

Related Documents

Kelompok 4
June 2020 26
Kelompok 4
May 2020 39
Kelompok 4
May 2020 37
Kelompok 4
May 2020 38
Kelompok 4
April 2020 29
Kelompok 4
May 2020 34

More Documents from "aprilia dwi safitri"