Kedamaian Di Bulan Ramadhan

  • Uploaded by: Prof. DR. H. Imam Suprayogo
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kedamaian Di Bulan Ramadhan as PDF for free.

More details

  • Words: 740
  • Pages: 2
Kedamaian Di Bulan Ramadhan Terasa sekali Bulan Ramadhan membawa kedamaian yang luar biasa. Apa yang tidak selalu dilakukan di bulan selain itu, ternyata dilakukannya. Tidak saja masjid, musholla, atau surau, yang menjadi ramai, tetapi pasar, dan bahkan kuburan pun menjadi banyak didatangi orang untuk berziarah. Sejak pagi ketika masuk waktu sholat subuh, yaitu tatkala suara adzan dikumandangkan maka jama’ah bergegas menuju masjid, mushalla atau surau. Pada Bulan Ramadhan biasanya jumlah jama’ah jauh lebih banyak dibanding selain Bulan Ramadhan. Orang yang tidak selalu aktif ke masjid, tatkala masuk Bulan Ramadhan, mereka berpuasa dan juga menunaikan sholat berjama’ah di masjid pada waktu subuh itu. Pada malam hari, mereka juga datang ke masjid atau tempat-tempat lain untuk menunaikan sholat tarweh berjama’ah. Antar sesama jama’ah yang semula tidak pernah ketemu, menjadi bertemu di tempat ibadah itu. Tempat ibadah menjadi wahana mendapatkan kenalan dan sekaligus menjadi tempat yang amat damai. Siapapun yang mau menjalankan ibadah sholat, bisa datang dan mengambil tempat di mana saja, asalkan belum diambil orang lain. Dalam sholat berjama’ah, tidak sebagaimana di tempat lain, ------penggunaan tempat selalu diatur, dibeda-bedakan antara orang yang dianggap penting dan mereka yang dianggap kurang penting. Semua orang, baik pejabat, orang kaya, bergelar akademik apapun, dan sebaliknya rakyat biasa, orang miskin, bahkan mereka yang tidak pernah tamat sekolah, diberi peluang dan boleh memilih tempat di manapun yang mereka sukai. Pembedaan tempat hanya didasarkan atas jenis kelamin. Kaum pria tidak boleh bercampur dengan kaum wanita. Di antara dua jenis kelamin ini saja yang ditempatkan secara terpisah. Apapun jabatan atau kedudukannya, wanita harus berkumpul dengan wanita. Satu-satunya tempat yang tidak boleh ditempati oleh sembarang orang, di masjid itu hanyalah tempat imam. Selain itu, siapapun yang datang lebih awal boleh memilih shof atau barisan yang paling depan. Sebaliknya, sekalipun ia seorang pejabat tingi, orang kaya, atau orang terhormat lainnya, manakala datang akhir, maka tidak boleh mengusir orang yang telah menempati barisan depan, siapapun yang duduk di tempat itu terlebih dahulu. Kedamaian di Bulan Ramadhan, juga tampak dari pengamanannya. Tidak sebagaimana di hotel atau tempat yang dianggap penting lain misalnya, tempat ibadah sekalipun terbuka untuk umum tidak menggunakan security yang berlebih-lebihan. Kalau pun ada satpam, cukup bertugas mengatur jama’ah di luar terkait dengan parkir atau hal lain di luar masjid, semata-mata agar tertib. Sekalipun jumlah jama’ah, khususnya pada masjidmasjid besar mencapai ribuan orang, pelaksanaan ibadah berjalan tertib. Agar shof atau barisan solat tertata rapi, yakni lurus dan rapat, maka cukup dengan satu kalimat perintah dari imam sebelum memulai sholat, semua akan menyesuaikan. Suasana sholat berjama’ah seperti itu, terjadi dan bisa dilihat di berbaai tempat ibadah, mulai subuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isya’. Hanya memang biasanya, ------belum sebagaimana di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi, masjid-masjid di Indonesia pada bulan Ramadhan biasanya hanya ramai pada waktu jama’ah Isya’ dan Subuh saja. Selain itu, karena terkait dengan tempat kerja, jarak antara rumah dan tempat ibadah, dan juga adanya kegiatan lain, maka tidak seramai di kedua waktu itu, sekalipun pada Bulan

Ramadhan. Masih di tempat ibadah, kedamaian itu juga tampak dan tersakan dari kegiatan lainnya. Di beberapa masjid pada waktu menjelang maghrib disediakan takjil dan bahkan juga berbuka bersama. Tidak sedikit orang menyediakan berbagai jenis makanan, pada saat itu. Semangat memberi atau beramal pada bulan Ramadhan selalu meningkat. Memasuki bulan itu orang merasa terpanggil untuk memberi sesuatu pada orang lain. Berbagi, pada bulan itu, dianggap sebagai sesuatu yang harus ditunaikan. Kesabaran, keikhlasan, dan juga pengabdian terhadap orang lain menjadi meningkat. Inilah sebagian dari kekuatan Bulan Ramadhan, mampu menggerakkan orang, sehingga menjadi ingat dan peduli pada sesama. Selain itu, menjelang dan bahkan juga memasuki Bulan Ramadhan, mereka tidak saja teringat terhadap saudaranya yang masih hidup, melainkan juga orang-orang yang telah meninggal dunia. Bulan Ramadhan ternyata juga mengingatkan terhadap saudara dan bahkan orang tua yang telah meninggal dunia. Mereka berziarah kubur untuk mendoakan mereka yang telah wafat. Kegiatan semacam ini dipandang penting, sebagai bagian dari menjalankan ajaran agamanya. Rupanya pada bulan mulia ini, kaum muslimin tidak saja ingin berdamai dengan sesama yang masih hidup, melainkan juga kepada mereka yang sudah meninggal dunia sekalipun. Hal itu selain tampak dari aktivitas berziarah, juga dari doa yang diucapkan. Doa tidak saja diperuntukkan bagi semua kaum muslimin yang masih hidup, melainkan juga bagi mereka yang sudah meninggal dunia. Islam memang agama yang kehadirannya untuk mewujudkan keselamatan, kedamaian, dan kebahagiaan. Suasana itu sangat kelihatan dan terasa, lebih-lebih pada Bulan Ramadhan, seperti yang bisa dilihat dan rasakan pada saat sekarang ini. Islam adalah memang agama kedamaian dan bukan yang berlawanan dengan itu. Wallahu a’lam.

Related Documents


More Documents from "H Masoed Abidin bin Zainal Abidin Jabbar"