Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN BANK1 Oleh : Sigel Ratumbuysang2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)dalam pengawasan bank dan apa saja bentuk dan tujuan dari pengawasan Bank di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Otoritas Jasa Keuangan berperan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan system keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. 2. Pengawasan Bank dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengawasan tidak langsung dan pengawasan langsung. Pengawasan tidak langsung dilakukan oleh pengawas bank melalui penelitian dan analisis terhadap laporan-laporan yang wajib kepada otoritas pengawas, termasuk informasi lain yang dipandang perlu, baik yang bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif. Pemeriksaan langsung secara berkala merupakan langkah terbaik untuk menentukan ketaatan bank terhadap ketentuan. Kata kunci: Otoritas Jasa Keuangan, pengawasan bank. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan perbankan dibentuk sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank 1
Artikel Skripsi. Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 120711180 2
Indonesia. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Lembaga yang nantinya melakukan pengawasan di sektor jasa keuangan menggantikan fungsi pengawasan Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bepepam LK) agar menjadi terintegrasi dan komprehensif.3 Latar belakang pembentukan OJK dikarenakan perlunya suatu lembaga pengawasan yang mampu berfungsi sebagai pengawas yang mempunyai otoritas terhadap seluruh lembaga keuangan, Lembaga pengawas tersebut bertanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank maupun lembaga keuangan non bank, sehingga tidak ada lagi lempar tanggung jawab terhadap pengawasannya. Selain itu, kegiatan usaha yang dilakukan berakibat semakin besarnya pengaturan pengawasannya. Sehingga perlu adanya suatu alternatif untuk menjadikan pengaturan dan pengawasan maupun lembaga keuangan lainnya dalam satu atap. Hal ini mengingat tujuan dari pengaturan dan pengawasan perbankan adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga aspek, yaitu perbankan yang dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar, dalam arti di satu pihak memerhatikan faktor risiko seperti kemampuan, baik dari sistem, finansial, maupun sumber daya manusia.4 Para pakar ekonomi mengemukakan pendapat mengenai OJK, bahwa OJK dibentuk guna mengantisipasi kompleksitas sistem keuangan global. Sektor keuangan memperkuat fondasi, daya saing dan stabilitas perekonomian nasional. pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK 3
Wiwin Sri Haryani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuanga, Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 9 No.3 Oktober 2012. hal. 45-46. 4 Hermansyah, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta. 2011, hal. 175-176.
73
Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia. Pemerintah mempunyai komitmen tinggi dan menjalankan mandat untuk melakukan reformasi di sektor keuangan.Untuk melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan. Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan. LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. OJK, Bank Indonesia, dan LPS wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi. Berdasarkan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, dengan adanya keberadaan OJK bukan berarti tidak ada lagi Bank Indonesia, yang ada adalah pembagian tugas antara Bank Indonesia dengan OJK. Pembagian tugas tersebut salah satunya yaitu pengawasan perbankan. Tugas yang dulunya khusus dipegang oleh Bank Indonesia, dengan adanya OJK, kini tugas tersebut beralih ke OJK. Dalam masa peralihan tersebut Bank Dunia mengingatkan masa transisi OJK di tengah krisis yang masih melanda dunia akan membahayakan Indonesia. Banyak yang menunjukan perkembangan baik setelah pembentukan OJK, tetapi tidak sedikit yang mengalami kegagalan.5 Masalah lain, OJK akan membawahi industri perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Hal tersebut, cukup jadi perhatian sebuah badan baru akan dikelilingi uang triliunan rupiah ditengah beberapa lembaga independen yang ada di Indonesia sering terkait kasus korupsi dan merugikan negara. Dengan adanya lembaga baru yang disebut OJK menarik sekali untuk diadakan penelitian mengenai peranan OJK dalam pengaturan dan pengawasan perbankan mengingat OJK akan mempunyai tugas baru
dalam melakukan pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan yang ada di Indonesia. Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Bank”
5
6
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2014, hal 124.
74
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasan bank? 2. Apa sajakah bentuk dan tujuan dari pengawasan Bank di Indonesia? C. Metode Penelitian Penelitian hukum ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. PEMBAHASAN A. Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Bank Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi indenpendensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi dan pertanggungjawaban, transparansi dan kewajaran. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan tugas pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. Pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan berlaku terhadap :6 a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana pensiun. Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga jasa keuangan lainnya. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang independen seperti yang telah dijelaskan pada Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bahwa Otoritas Jasa Lihat, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 keuangan adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenang, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. 7 Pasal tersebut tersirat arti bahwa Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga nonkeuangan atau independen.Artinya, Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintah. Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan kerja sama dengan otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya, antara lain dalam bidang dan/atau kegiatan sebagai berikut:8 a. Pengembangan kapasitas kelembagaan, antara lain pelatihan sumber daya manusia di bidang pengaturan dan pengawasan Jasa Keuangan; b. Pertukaran informasi; dan c. Kerja sama dalam rangka pemeriksaan dan peyidikan serta pencegahan kejahatan di sektor keuangan Dalam hal pengawasan Otoritas Jasa Keuangan pada industri keuangan, baik Bank maupun nonbank berada di satu atap bank atau sistem pengawasan terpadu sehingga sistem pengawasan bisa bertukar informasi dengan mudah. Hal ini dapat menghindari adanya putusnya informasi antara badan pengawas bank dan nonbank yang telah ada di Indonesia sebelumnya. Sebagai contoh kasus bank Century yang telah terjadi yang hingga sampai saat ini belum terselesaikan. Dalam kasus tersebut Bank Indonesia sebagai pengawas bank menganggap PT antaboga sudah diawasi Bapepam LK karena merupakan produk reksa dana, tetapi Bapepam LK juga tidak mengetahui keberadaan PT Antaboga karena produk ini dijual di lingkungan Bank. Sistem pengawasan terpadu ini dapat meminimalisasi kemingkinan berbenturannya kordinasi antarlembaga. Jika ada berbagai lembaga dalam suatu sistem keuangan banyak tantangan yang harus dihadapi salah satunya memastikan kordinasi antarlembaga-lembaga
agar terciptanya konsistensi dalam menetukan suatu kebijakan atau siapa yang bertanggung jawab atas suatu kebijakan.9 Namun pada kenyataannya sering terjadinya kegagalan kordinasi dalam bentuk pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawasan terhadap dunia perbankan.dalam proses pengawasan terpadu ini membutuhkan undang-undang baru, tetapi memungkinkan menjadi kesempatan untuk kemungkinan tertentu di sektor keuangan dalam membatasi proses efektivitas aturan dan pengawasan. Dengan adanya proses pengawasan terpadu akan berbenturan dengan sistem pengawasan sektoral yang sudah ada sebelumnya. Hal ini dapat menjadi kendala yang besar dalam proses pengawasan terpadu. Salah satu cara dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan mencabut aturan pengawasan sektoral dan pelakukan pengawasan terpadu. Namun yang perlu diperhatikan, dalam hal ini jangan sampai proses pembentukan aturan baru dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh kepentingankepentingan tertentu. Dalam sistem pengawasan terpadu ada dua persoalan penting mengenai perubahan tata kelola yang akan dihadapi menuju sistem pengawasan terpadu yang diinginkan. Kegagalan dalam mengatasi persoalan tersebut, secara efektif akan mengurangi kemampuan lembaga pengawasan yang baru dalam kewenangannya melakukan pengawasan. Pertama, kesepakatan mengenai pemindahan pegawai dari lembaga pengawasan yang lama ke lembaga 10 pengawasan yang baru. Dalam hal ini ketika sudah ada beberapa lembaga pengawasan dan kemudian digabungkan menjadi satu lembaga pengawas akan memunculkan ketegangan antarkeduanya. Untuk mencegah hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pemindahan pegawai dari lembaga pengawas yang lama ke lembaga pengawas yang baru. Akan tetapi, harus disertai kesepakatan antar-dua lembaga untuk meninjau dan menempatkan kedudukan ulang para pegawai dan juga membentuk ulang struktur pengawasan yang teratur. Hal ini agar tidak dapat menjadi benturan atau persaingan
7
Lihat, Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 8 Lihat, Pasal 47 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
9
Adrian Sutedi, Op-Cit, hal 202. Ibid, hal 203.
10
75
Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 antar pegawai yang belum bekerja di lembaga yang berbeda. Pengawasan kedua yaitu pada perubahan budaya kerja. Di setiap lembaga pengawas yang berbeda tentunya memiliki suatu budaya kerja yang beda pula. Budaya kerja dalam hal ini telah terjadi suatu kebiasaan yang di sebabkan oleh beberapa faktor seperti tata kelola dari masing-masing dan pendekatan umum pengawasan terhadap lembaga keuangan. Untuk itu, dengan adanya penggabungan menjadi satu lembaga pengawas harus menciptakan budaya kerja yang mencakup dari setiap-setiap lembaga pengawas yang sudah ada sebelumnya.Dari uraian tadi, dapat dikemukakan dalam pengawasan perbankan dilaksanakan secara terpadu, yaitu melalui otoritas jasa keuangan. Pengawasan ini berbeda dengan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang hanya melakukan fungsi pengawasan terhadap dunia perbankan.Namun, untuk pengawasan nonbank di awasi oleh lembaga lain, seperti yang salah satunya pengawasan di dunia pasar modal adalah Bapepam-LK.11 Fungsi pengawasan yang terpisah itu dapat menantisipasi terjadinya masalah-masalah kordinasi antara lembaga pengawas di lembaga sektor keuangan. Untuk itulah Otoritas Jasa Keuangan hadir dan dapat membuat pembaharuan fungsi di dunia bank dan nonbank. Setelah rancangan undang-undang ini disahkan menjadi undang-undang, banyak tantangan yang akan dihadapi. Salah satunya, beberapa politisi menggunakan proses politik terbuka pada perubahan struktur pengawasan yang diadakannya suatu perundingan guna mendorong perwujudan suatu pengawasan dengan cepat tidak peduli optimal atau tidak. Dalam sistem pengawasan terpadu terdapat dua persoalan penting. Pertama, perubahan tata kelola yang akan dihadapi menuju sistem pengawasan terpadu yang diinginkan. Kedua, kegagalan dalam mengatasi persoalan tersebut secara efektif akan mengurangi kemampuan lembaga pengawasan yang baru dalam kewenangannya melakukan pengawasan.
Fungsi pengawasan dilakukan terhadap seluruh aktivitas perusahaan baik yang belum berjalan atau yang sedang berjalan.Pengawasan dilakukan terhadap sumber daya manusia, sistem yang dijalankan, proses, ouput serta sarana dan prasarananya.12 Pengawasan yang dilakukan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap lembaga keuangan harus dilakukan dengan berdasarkan prinsip-prinsip independensi, transparansi, dan akuntabel. Prinsip-prinsip tersebut hanya dijadikan sebagai tulisan belaka tanpa dijalankan. Hingga saat ini kasus-kasus dalam pengawasan masih banyak terjadi dan melibatkan pihak pemerintah dalam menentukan kebijakan. Agar tidak terjadi benturan antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaan pengawasan terhadap bank, perlu adanya kejelasan mengenai pembagian otoritas dan koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasan perbankan.untuk itu, diperlukan adanya suatu revisi dari UndangUndang Bank Indonesia mengenai fungsi pengawasannya yang telah diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan. Hal yang terpenting juga adalah bahwa formasi keanggotaan Dewan Komisioner yang berasal dari Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia, hendaknya tidak menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah. Intervensi dari Pemerintah akan menjadi percuma dan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ini hanyalah menjadi boneka bagi Pemerintah dalam menjalankan 13 kepentingannya. Oleh karena itu, diharapkan pihak-pihak dalam Otoritas Jasa Keuangan bertindak tegas apabila ada intervensi dari pemerintah. Dalam rangka mewujudkan Otoritas Jasa keuangan yang efektif dan tidak dijadikan lahan politik untuk kepentingan pribadi atau kelompok, Otoritas Jasa Keuangan harus bisa mengakomodir fungsi pengawasan di dunia bank dan nonbank. Dengan demikian, dana yang di himpun dari masyarakat tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingannya sendiri, seperti pada kasuskasus yang terjadi pascareformasi.
11
12
Tri Hendro dan Conny Tjandra Rahardja, Bank dan Institusi Keuangan Non Bank di Indonesia, UPP STIM YKPN, Jakarta, 2014 hal 493.
76
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Edisi Revisi), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal 318. 13 Adrian Sutedi, Op-Cit, hal 205.
Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan pada sebuah perekonomian memiliki keunggulan dan kelemahan serta hambatan. B. Bentuk dan Tujuan Pengawasan Bank di Indonesia Pengawasan bank pada prinsipnya berlaku atas dua jenis, yaitu pengawasan dalam rangka mendorong bank-bank untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter (macro-economic supervision), dan pengawasan yang mendorong agar bank secara individual tetap sehat serta mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik (prudential supervision). Dapat dipahami bahwa sekalipun salah satu tujuan pengawasan bank adalah untuk menciptakan perbankan yang aman dan memelihara keamanan serta kepentingan masyarakat, tetapi tidak berarti otoritas pengawasan harus memikul tanggung jawab atas semua keadaan dari setiap bank. Dibeberapa negara seperti Inggris dan Jepang dilakukan pemisahan antara fungsi menjaga stabilitas harga dan fungsi pengawasan industri perbankan.dengan pemisahan ini, bank sentral bertanggung jawab terhadap kebijakan moneter, sedangkan pengawasan bank dilakukan oleh financial supervisory agency (FSA). Karena bank sentral berfungsi sebagai lender of last resort, bank sentral, baik langsung maupun tidak langsung harus memiliki peran dalam pengaturan dan pengawasan 14 bank. Sebagai contoh Kanada, Bank Of Canada bertanggung jawab terhadap stabilitas harga sedangkan bank dilakukan oleh the superintendent of financial institution. Bank of Canada tetap memainkan peran dalam penanganan bank gagal.Bank of Canada berperan dalam memutuskan apakah suatu bank yang gagal perlu diselamatkan atau dicabut izin usahanya.Singkatnya, meskipun di negara yang memisahkan antara fungsi moneter dan pengawasan, bank sentral tetap memainkan peranan penting dalam pengawasan bank. Pendapat di Kongres Amerika Serikat tentang memodernisir struktur pengaturan sistem keuangan, presiden Federal Reserve Bank of New York menyatakan bahwa
bank sentral harus secara langsung dapat mengawasi semua perusahaan yang mendapat pinjaman dari bank sentral.Alasannya, bank sentral adalah lender of last resort. Sehingga bank sentral harus berwenang memeriksa dan menetapkan standar kecukupan modal atas lembaga keuangan yang memanfaatkan fasilitas lender of last resort.Diberbagai negara tugas menjaga stabilitas keuangan diemban oleh bank sentral, dengan dasar bahwa stabilitas moneter hanya dapat dicapai dengan sistem keuangan yang stabil.15 Di Indonesia, memang tidak ada kerangka hukum yang secara formal dan definitif menyatakan bahwa bank yang secara formal dan definitif menyatakan bahwa Bank Indonesia memiliki fungsi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Perlu diingat bahwa baik fungsi kestabilan moneter maupun fungsi kestabilan keuangan akan bermuara pada hal yang sama, yaitu stabilitas harga. Sebagai Lender of the last resort merupakan instrumen pengawasan pada saat krisis, dimana bank sentral dapat memiliki peranan yang sangat besar dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.16 Lender of the last resort merupakan instrumen pengawasan pada saat krisis, dimana bank sentral dapat memberikan bantuan kepada bank yang mengalami krisis likuiditas apabila ada potensi terjadi risiko sistemik. Hal ini bertujuan untuk memulihkan kepercayaan sehingga menciptakan kredibilitas bank sehingga stabilitas keuangan juga turut terjaga. Pengawasan bank pada prinsipnya terbagi atas dua, yaitu pengawasan dalam rangka mendorong bank-bank untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter (macro-economic supervision), dan pengawasan yang mendorong agar bank secara indivudual tetap sehat serta mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik (prudential supervision). Sasaran yang ingin dicapai oleh macro-economics supervision adalah bagaimana mengarahkan dan mendorong bank serta sekaligus mengawasi, 15
Ibid. Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank: Suatu Gagasan tentang Pendirian Lembaga Penjaminan Simpanan di Indonesia, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hal 349. 16
14
Zulfi Diane Zaini, Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah, Cv Keni Media, Jakarta, 2012 hal 139.
77
Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 agar dapat ikut berperan dalam berbagai program pencapaian sasaran ekonomi makro, baik yang terkait dengan kebijaksanaan umum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kemantapan neraca pembayaran, perluasan kerja, kestabilan moneter. Pemerintah telah mengeluarkan seperangkat kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi bank guna melaksanakan pencapaian sasaran ekonomi makro dimaksud. Dalam kaitannya dengan pengawasannya, walaupun dalam beberapa hal pelaksanaan program tersebut tidak terlalu menguntungkan bank kadangkala merupakan suatu beban.17 Kepada bank biasanya ditetapkan suatu reward atau penalty, yaitu bagi bank yang dapat memenuhi pelaksanaan program tersebut atau yang tidak dapat memenuhinya. Tujuan dari prudential supervision adalah mengupayakan agar setiap bank secara individual sehat dan aman, serta keseluruhan industri perbankan menjadi sehat dan dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Ini berarti bahwa setiap bank dari sejak awal harus dijauhkan dari segala kemungkinan risiko yang akan timbul. Dengan demikian, bank perlu dipagari dengan berbagai peraturan yang membatasi atau sekurang-kurangnya mengingatkan mengenai perlunya penanganan risiko secara saksama, dan jika perlu melarang bank melakukan kegiatan tertentu yang mengandung risiko tinggi. Teori pengawasan bank mengajarkan bahwa sistem pengawasan bank yang ideal dari sudut kepentingan semata-mata untuk mewujudkan dan menjaga sistem perbankan yang sehat, akan tercapai apabila otoritas pengawasan bank dapat dengan mudah melakukan pengawasannya secara efektif serta semua bank yang diawasi dalam kondisi terkendali sepenuhnya. Hal ini dimungkinkan apabila bank yang diawasi jumlahnya sedikit atau diupayakan menjadi sangat minimal, dan semua kegiatan bank sampai pada hal yang paling teknis diatur melalui seperangkat aturan yang ketat dan pembatasan ruang gerak usaha bank melalui berbagai aturan yang bersifat larangan.18
Teori di atas dianggap tepat apabila peranan industri perbankan suatu negara telah mencapai pada suatu tahap yang peranannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sudah kurang begitu diperlukan lagi.Teori tersebut lebih tepat bagi negara yang perekonomiannya sudah maju, dimana berbagai pembiayaan kegiatan usaha dapat dilakukan sendiri oleh kalangan dunia usaha dan peranan pasar modal sudah demikian berkembangnya. Sehingga telah mampu menjadi sarana pengerahan dana yang lebih efektif bagi dunia usaha. Apabila kondisi perekonomian belum mencapai pada tahap tersebut, penerapan sistem pengawasan semacam ini bahkan dikritik sebagai suatu kendala dan hanya menciptakan distorsi dalam pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sektor usaha lain, kepercayaan masyarakat terhadap bank tertentu bukanlah merupakan sesuatu yang dapat berdiri sendiri serta terlepas dari kepercayaan terhadap bank lainnya dan sistem perbankan secara keseluruhan. dalam beberapa kejadian, hilangnya kepercayaan terhadap suatu bank seringkali menjalar secara cepat kepada bank lainnya, yang tidak memiliki hubungan dengan bank pertama. Untuk dapat meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan diperlukan seleksi yang ketat terhadap manajemen yang akan mengelola bank.Pengawasan terhadap aspek kualitatif ini meliputi pemenuhan terhadap persyaratan mengenai keahlian dan/atau pengalaman di bidang perbankan, serta moral dan akhlak dari individu anggota manajemen bank.19 Kendala bagi pengawasan bank-bank adalah tidak ada suatu jaminan bahwa moral dan akhlak yang baik pada awalnya akan dapat terus dipertahankan setelah bekerja di bank. Pengawasan bank dari suatu sisi pada hakikatnya merupakan pengawasan terhadap perilaku para pengelola bank dan seringkali pula pengawasannya didasarkan pada pendekatan perilaku dimaksud. Tujuan pengawasan bank tidak dimaksudkan untuk menggantikan manajemen bank dalam melakukan dan mengambil keputusan
17
Adrian Sutedi, Op-Cit, hal 147. Ibid, hal 148.
18
78
19
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Op-Cit, hal 76.
Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 bisnis.Sebagai unit ekonomi independen, bank memiliki pertimbangan-pertimbangan sendiri yang bebas untuk memelihara kesinambungan eksistensinya.Keputusan bisnis yang diambil sepenuhnya dilakukan oleh manajemen bank. Batasan dan nilai-nilai yang mungkin diberikan oleh pemilik, masyarakat atau pemerintah dimaksudkan untuk membantu manajemen dalam menjalankan kegiatan bank, yaitu dalam arti memengaruhi pemikiran dan perilaku manajemen sehingga kegiatannya diarahkan pada tujuan yang dikehendaki bersama.20 Arah pengembangan yang ingin dicapai bank sepenuhnya merupakan perwujudan dari keputusan independen yang diambil oleh manajemen. Tugas pengawas bukan mendikte bank tentang apa yang harus dilakukan pada saat bank sehat. Tugas pengawas adalah memastikan bank bermasalah melaksanakan setiap perintah yang diberikan oleh pengawas bank. Tugas pengawasan oleh otoritas perbankan tidak dimaksudkan untuk menjamin bahwa bank tidak akan jatuh bangkrut. Pengawasan bank pada hakikatnya merupakan tugas dan kewajiban dari semua pihak yang terkait dengan bank, yaitu manajemen, pemilik, masyarakat termasuk nasabah bank, dan pemerintah (otoritas pengawas). Kesemua pihak dimaksud mempunyai pengaruh terhadap arah dan jalannya operasa bank, apakah bank mengarah pada perkembangan yang sehat atau sebaliknya.Tugas pengawasan bank bukan mencegah atau melarang bank untuk mengambil risiko bisnis dari kegiatan usahanya. Sebagai suatu unit usaha yang berorientasi laba, bank akan selalu dihadapkan pada berbagai alternatif bisnis yang dapat menjanjikan keuntungan atau kemungkinan risiko rugi.Rugi bukan merupakan hal yang tidak lazim apabila manajemen bank secara sengaja atau sadar telah mengabaikan prinsipprinsip pengelolaan bank yang sehat. Atau apabila kerugian tersebut berlangsung secara berkelanjutan tanpa ada upaya untuk mengurangi ataupun mencegahnya.
Tugas pengawasan bank tidak dimaksudkan untuk menciptakan distorsi terhadap iklim persaingan yang sehat dari pasar, dan tidak untuk memaksakan bank agar melakukan kebijakan moneter dan kredit tertentu.Persaingan antar bank adalah iklim yang ingin diciptakan oleh kebijakan deregulasi, karena dengan iklim tersebut dapat diharapkan tercipta efisiensi dalam perbankan.21 Tugas pengawasan bank pada dasarnya merupakan tugas yang cukup dilematis, terutama apabila ditinjau dari sudut kepentingan bank dan kepentingan otoritas pengawas. Dilema bagi bank justru terletak pada perbedaan karakteristik antara pengawasan bank dengan kepentingan bisnis. Kesempatan bisnis tidak mudah digali dan dikembangkan oleh bank apabila terdapat berbagai aturan yang dalam batas-batas tertentu dapat menjadi penghambat. Mengubah kesempatan bisnis menjadi hasil nyata memerlukan berbagai strategi yang dalam pelaksanaannya kadangkala harus melalui batasan-batasan yang ditetapkan oleh peraturan. Semakin besar peluang bisnis tersebut, akan semakin memerlukan berbagai kiat usaha yang semakin jauh dari aturan main yang ditetapkan oleh otoritas. Apabila keinginan menggali peluang bisnis sudah sulit dikendalikan, tidak jarang pula disertai dengan strategi lain berupa rekayasa untuk menghilangkan kesan adanya pelanggaran peraturan. Sebaliknya, sikap untuk mengoperasikan bank sesuai dnegan ketentuan yang ada dinilai dapat mengurangi upaya untuk menggali kesempatan bisnis dimaksud. Dari sudut kepentingan otoritas pengawas dalam rangka menjaga sistem perbankan yang sehat sehingga mampu melindungi kepentingan masyarakat akan dapat lebih mudah dilaksanakan melalui penerapan sistem pengawasan yang sangat ketat. Sistem perbankan yang sehat dalam arti semata-mata mendorong setiap individual bank sehat akan lebih mudah dicapai dalam waktu yang relatif singkat. Namun demikian, semua pihak memahami bahwa hal tersebut dapat
20
21
Ibid, hal 78.
Adrian Sutedi, Op-Cit, hal 149.
79
Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 mengakibatkan kontribusi perbankan terhadap perekonomian menjadi sangat minimal.22 Pentingnya peranan perbankan dalam perekonomian pengawasan bank yang sangat ketat dikhawatirkan dapat menimbulkan distorsi atau bahkan merupakan gangguan terhadap sistem perekonomian. Namun demikian, di sisi yang lain pengawasan bank yang sangat longgar juga dapat menimbulkan gangguan yang tidak kecil pula terhadap sistem perbankan itu sendiri. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Otoritas Jasa Keuangan berperan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan system keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. 2. Pengawasan Bank dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengawasan tidak langsung dan pengawasan langsung. Pengawasan tidak langsung dilakukan oleh pengawas bank melalui penelitian dan analisis terhadap laporan-laporan yang wajib kepada otoritas pengawas, termasuk informasi lain yang dipandang perlu, baik yang bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif. Pemeriksaan langsung secara berkala merupakan langkah terbaik untuk menentukan ketaatan bank terhadap ketentuan. B. Saran 1. Diharapkan dengan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan, pengawasan terhadap pelayanan dan pengaduan masyarakatdi sektor keuangan semakin preventif sehingga kasus seperti Bank Century tidak akan terulang lagi dengan adanya lembaga pengawas yang terintegrasi. 2. Diharapkan Otoritas Jasa Keuangan ini lebih aktif lagi dalam melakukan sosialisasi yang luas sehingga eksistensi 22
H. Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015, hal 17.
80
dari peranan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang baru didirikan dapat diketahui oleh kalangan masyarakat umum sehingga Otoritas Jasa Keuangan bias lebih dikenali secara luas bukan hanya pada kalangan tertentu saja. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Thamrindan Francis Tantri., Bank dan Lembaga Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014. Asikin, H. Zainal., Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015. Haryani,Wiwin Sri., Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legislasi Indonesia. Vol.9 No.3 Oktober 2012. Hendro, Tri dan Conny Tjandra Rahardja., Bank dan Institusi Keuangan Non Bank di Indonesia, UPP STIM YKPN, Jakarta, 2014. Hermansyah, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2011. Ibrahiman, Johnny., Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2005. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Edisi Revisi), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014. Sitompul, Zulkarnain., Perlindungan Dana Nasabah Bank Suatu Gagasan tentang Pendirian Lembaga Penjaminan Simpanan di Indonesia, Program Pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2002. Sulistyandari, Lembaga dan Fungsi Pengawas Perbankan di Indonesia, Mimbar Hukum Volume 24 Nomor 2, Juni 2012. Sutedi, Adrian., Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2014. Zaini, Zulfi Diane., Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah, CV KENI Media, Bandung, 2012. SUMBER-SUMBER LAIN Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Undang-UndangNomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Bank Indonesia. Undang-UndangNomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Media Indonesia, OJK Tidak Perlu Tergesa-gesa Dibentuk, 9 November 2004. Ryan Kiryanto, OJK dan Kepentingan, Kompas, 14 Juni 2003.
81