PRINSIP – PRINSIP PEMBERIAN IZIN DALAM PENYELENGGARAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) Farida Yuni Rahmawati NIM. H1A116072 E-mail:
[email protected] ABSTRAK Izin atau perizinan merupakan suatu bentuk pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Izin ialah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi, untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Dalam pemberian/penerbitan suatu izin, izin harus dilandasi dengan prinsip – prinsip yang berdasarkan penyelenggaraan tata pemerintah yang baik agar suatu izin dapat diterima dan mempunyai kekuatan hukum ketika terjadi suatu permasalahan dikemudian hari. Kata Kunci : Prinsip – prinsip pemberian izin, tata pemerintahan yang baik. ABSTRACK Permit or permission is a form of giving legality to a particular person or business actor / activity, both in the form of permit and business registration sign. Permission is one of the most widely used instruments in administrative law, to drive the behavior of citizens. In the issuance / issuance of a permit, the permit must be based on principles based on the administration of good governance so that a permit can be accepted and has legal force when a problem occurs in the future. Keyword : Principles of granting permission, good governance.
PENDAHULUAN Dalam struktur ketatanegaraan modern, tugas Negara (pemerintah) dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembagunan nasional membawa konsekuensi terhadap campur tangan pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Bentuk campur tangan ini adalah adanya peraturan perundang – undangan diberbagai bidang yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan tugasnya. Pihak eksekutif dan birokrasinya merupakan bagian dari mata rantai untuk mewujudkan rencana yang tercantum dalam peraturan hukum yang menangani bidang – bidang tersebut.1 Sejak Negara (pemerintah) mencampuri banyak bidang kegiatan dan pelayanan dalam masyarakat, maka campur tangan hukum juga semakin intensif, yang salah satunya adalah memberikan pelayanan publik bidang perizinan. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai suku bangsa, agama dan bahasa,2 sehingga izin yang dikeluarkan harus merupakan izin yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dari sudut hukum administrasi Negara, izin merupakan sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh organ pemerintah, didalamnya terkandung suatu muatan hal yang bersifat konkret, individual, dan final. Sebagai Keputusan Tata Usaha Negara maka izin ini harus memenuhi unsur – unsur Keputusan Tata Usaha Negara 1
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 181 M. Sabarauddin Sinapoy, September 2018, Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Moronene dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Vol. 2 Issue 2, Universitas Halu Oleo, Kedari, hlm. 519 2
sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga izin sebagai bentuk Keputusan Tata Usaha Negara merupakan salah satu dimensi relasi yuridis antara pemerintah dan warganya. Disisi lain perizinan merupakan salah satu kewenangan pemerintah yang perwujudannya dalam bentuk pengaturan. Pengaturan perizinan dapat berupa penentuan persyaratan, kewajiban, maupun larangan. implikasinya adalah apabila persyaratan, kewajiban maupun larangan yang dimintakan dalam izin tidak dipenuhi maka akan berdampak terhadap izin itu sendiri. Salah satu bentuk ketidakterpenuhinya persyaratan, kewajiban maupun larangan itu adalah terjadinya pelanggaran yang berujung pada sanksi hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata yang melakukan pelanggaran. Terjadinya pelanggaran tersebut dalam masyarakat sangatlah mungkin terjadi mengingat dalam masyarakat tersebut terdapat individu – individu dengan sikap beragam dalam hal kepatuhan terhadap hukum. 3 Sjachran Basah memberikan pengertian izin adalah perbuatan hukum administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Menurut Ahmad Sobana mekanisme perizinan dan izin diterbitkan untuk pengendalian dan pengawasan administratif bisa digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi keadaan, potensi serta kendala yang disentuh untuk berubah.4 Izin (verguning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang – undang atau peraturan pemerintah untuk dalam kedaan tertentu menyimpang dari ketentuan – ketentuan larangan peraturan perundang – undangan. Sedangkan perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan yang bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Bentuk dari perizinan dapat berupa pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan suatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Izin merupakan sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh organ pemerintah, didalamnya terkadung suatu muatan hal yang bersifat konkret, jelas, dapat dutentukan, dapat dibedakan, dapat ditunjukkan. Menurut Andrian Sutedi, perizinan merupakan upaya mengatur kegiatan – kegiatan yang memiliki peluang menimbulkan gangguan pada kepentingan umum. Mekanisme perizinan yaitu melalui penerapan prosedur ketat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan lahan. Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi mengatur dan bersifat pengendalian yang dimiliki pemerintah, yaitu merupakan mekanisme pengendalian administratif terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu disebutkan bahwa izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan hukum untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Selanjutnya, pada ketentuan Pasal 1 angka 9 ditentukan bahwa perizinan adalah pemberian legalitas 3
Ivan Fauzani Raharja, Mei 2014, Penegakkan Hukum Sanksi Administrasi Terhadap Pelanggaran Perizinan, http://online-journal.unja.ac.id/, Vol. VII No. II, hlm. 118 4 Suwari Akhmaddian, September 2012, Pengaruh Reformasi Birokrasi Terhadap Perizinan Penanaman Modal Di Daerah (Studi Kasus di Pemerintahan Kota Bekasi), Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 12 No. 3, hlm. 469
kepada seseorang atau pelaku usaha / kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.5 Persoalan perizinan akan menjadi menarik dilihat jika dihubungkan dengan tatanan Negara yang ada sekarang. Pelaksananaan Negara hukum yang demokratis tentu harus dipahami oleh semua aparatur pemerintahan dalam melaksanakan kewenangannya. Perizinan yang selama ini dianggap sebagai otoritas mutlak pemerintahan harusnya ditempatkan dalam dimensi Negara hukum yang demokratis. Oleh karena itu tentu perizinan tidak dapat dipahami asal maunya aparatur pemerintahan tetapi harus memperhatikan hak – hak warga Negara dalam kehidupan demokratis. Adanya perizinan bukanlah menimbulkan konflik sosial tetapi semestinya mampu menciptakan harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. 6 untuk mengendalikan setiap kegiatan atau perilaku individu atau kolektivitas yang sifatnya preventif adalah melalui izin yang memiliki kesamaan seperti dispensasi, izin, dan konsesi. Perizinan sebagai salah satu instrument dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah bisa diterapkan seabagi salah satu kewenangan yang ditentukan pemerintah daerah yang implementasinya tercermin dalam sikap tindak hukum kepala daerah, baik atas dasar peraturan perundang - undangan yang dijadikan landasannya, maupun dalam kerangka menyikapi prinsip pemerintahan yang layak sebagai bentuk tanggung jawab publik.7 Menghadapi globalisasi dan tuntutan masyarakat yang semakin tinggi diperlukan perubahan paradigm, budaya, cetak pikir, dan metode pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pendekatan kekuasaan yang selama ini dipergunakan dalam pelayanan tidak lagi cocok. Demikian pada runag lingkup peran dan fungsi pemerintah saat ini seharusnya diarahkan pada fungsi pengaturan yang menjadi pedoman bagi masyarakat dan pelaku ekonomi. Produk perundang – undangan mengenai tatalaksana perizinan dan non perizinan dibebagai instansi pemerintah dirasakan oleh masyarakat masih mengedepankan budaya kekuasaan pejabat, tumpang tindih peraturan, birokratis, tidak transparan dan kerap terjadi pungutan liar. Oleh karena itu, penataan tata laksana perizinan dan non perzinan sangat diperlukan. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 5 ayat (2) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum yang demokratis, kedaulatan ditangan rakyat, dan Presiden bewenang menetapkan peraturan pemerintah. Penggunaan kekuasaan Negara terhadap individu dan warga Negara bukanlah tanpa persyaratan. Individu dan warga Negara tidak dapat diperlakukan secara sewenang – wenang sebagai obyek. Tindakan dan intervensi pemerintah terhadap individu harus sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Dengan pertimbangan tersebut, terhadap berbagai produk perundang – undangan yang tidak berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat perlu dilakukan penataan dan penyempurnaan kembali. Arah penataan dan penyempurnaan sistem peraturan tatalaksana perizinan dan non perizinan merupakan upaya penataan birokrasi yang professional, efisien, efektif dan bersih. Dalam kaitan ini penataan dan penyempurnaan itu harus memperhatikan kepentingan pelanggan yaitu masyarakat. Harus disadari bahwa kepercayaan masyarakat terhadap profesionalisme pelayanan yang diberikan oleh pemerintah merupakan hal yang sangat penting dalam Negara hukum yang demokratis. 5
Lihat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu 6 Agus Ngadino, Juni 2012, Perizinan Dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis, http://eprints.unsri.ac.id/id/eprint/4012, Vol. VII, hlm. 4 7 Juniarso Ridwan, 2009, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, hlm. 99
Kegiatan penataan sistem tatalaksana perizinan dan non perizinan bertujuan untuk pengaturan kembali dalam rangka menciptakan profesionalisme, efisiensi dan efektifitas di dalam penyelanggaraan pemerintahan khususnya di bidang perizinan. Proses perizinan dan non perzinan harus dibuat sederhana, jelas / transparan, memiliki kepastian waktu, tidak berbiaya tinggi, berkeadilan dan memiliki kepastian hukum. Oleh karena itu setiap perizinan dan non perzinan harus mencantumkan batas waktu yang diperlukan sehingga tercipta kepastian bagi masyarakat yang di layani. Proses perizinan harus dipandang sebagai pemberian intensif kepada masyarakat agar mampu tumbuh dan berkembang, dan bukan sebaliknya memberikan disinsetif pada kelanjutan usaha dan persaingan yang sehat. Ketentuan perizinan pada Badan / Lembaga atau Instansi Pemerintah perlu disempurnakan secara mendasar, baik pada Badan / Lembaga atau Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sampai tingkat kecamatan. Dalam hal pengujian kewenangan perizinan yang dimiliki administrasi Negara secara konstitusional dapat dilakukan. Misalnya dalam kasus permohonan pengujian atas Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Adapun pemohon keberatan dengan kewenangan perizinan yang diselenggarakan kepolisian sebagaimana ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf a Undang – Undang Kepolisian yang menurut pemohon bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28 D ayat (1) dan Pasal 28 E Undang – Undang Dasar 1945.8 Kewenangan perizinan yang dimiliki kepolisian berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf a, c, e, f Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yaitu memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya, memberikan suart izin mengemudi kendaraan bermotor, memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam, memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan. Hukum perizinan adalah suatu bentuk keputusan pemerintah sebagai norma penutup untuk menetapkan peraturan perundang – undangan dan mewujudkan keadaan terentu dalam Negara hukum. Izin adalah instrument yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintahan menggunakan izin sebagai saran yuridis untuk mengemudikan tingkah laku warga. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang – undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan – ketentuan larangan perundang – undangan. Adapun dalam arti sempit menyatakan bahwa izin adalah pengikatan aktivitas – aktivitas. Izin dalam arti luas adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang – undang atau peraturan dalam keadaan tertentu menyimpang dari larangan ketentuan peraturan perundang – undangan dan hal ini menyangkut tindakan demi kepentingan umum. Izin dalam arti sempit yaitu pembebasan, dispensasi, konsesi. Izin dalam arti sempit adalah izin yang pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang – undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau menghalangi keadaan – keadaan buruk, seperti pembebasan / dispense adalah pengecualian atas larangan sebagai aturan umum yang berhubungan erat dengan keadaan – keadaan khusus. Konsesi adalah izin yang berkaitan dengan usaha diperuntukkan untuk kepentinga umum. Menurut Prajudi Atmosudirdjo yang diikuti Philipus M. Hadjon menerangkan bahwa izin adalah dispensasi dari suatu larangan. hal ini berarti bahwa dalam keadaan tertentu suatu
8
Lihat Permohonan dengan Nomor Perkara 33/PUU-X/2012, www.mahkamahkonstitusi.go.id, diakses pada Kamis 6 Desember 2018
ketentuan hukum dinyatakan tidak berlaku untuk hal tertentu yang ditetapkan dalam suatu keputusan tata usaha Negara.9 Sistem perizinan diharapkan mencapai tujuan tertentu diantaranya yaitu adanya suatu kepastian hukum dan perlindungan kepentingan umum. Macam – macam sanksi dalam hukum administrasi Negara, hukum perizinan merupakan bagian dari hukum administrasi. Untuk itu terhadap hukum perizinan akan diterapkan pula sanksi administrasi. Macam sanksi administrasi adalah sebagai berikut: pertama, paksaan pemerintah (Bestuurdwang; kedua, penarikan kembali keputusan. Keputusan akan ditarik kembali oleh pemerintah apabila: 10 yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan – pembatasan, syarat – syarat, atau ketentuan peraturan perundang – undangan dan yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan menggunakan data yang tidak benar atau tidak lengkap. Ketiga, pengenaan denda administratif dan Keempat, pengenaan uang paksa. RUMUSAN MASALAH 1. Apa saja prinsip – prinsip dalam pemberian izin? 2. Apa yang dimaksud dengan tata pemerintahan yang baik (good governance)? 3. Bagaimana implementasi prinsip – prinsip pemberian izin dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance)? 4. Bagaimana penerapan sanksi apabila terdapat indikasi pelanggaran pemberian izin dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance)? METODE PENELITIAN Jenis penelitian/pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif menurut Peter Mahmud Marzuki3 yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan pendekatan undangundang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sedangkan normatif empiris,4 yakni penelitian yuridis dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan juga disebut penelitian kepustakaan. Penelitian hukum empiris dilakukan dengan cara meneliti di lapangan yang merupakan data primer.11 PEMBAHASAN Izin (verguning), adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Jadi izin itu pada prinsipnya adalah sebagai dispensasi atau pelepasan/ pembebasan dari suatu larangan. Jadi perizinan adalah suatu bentuk pelaksaanaan fungsi pengaturan dan bersnaan fungsi pengaturan dan bersifat 9
Helmi, Januari 2011, Membangun Sistem Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup Di Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum, Purwokerto: FH UN-SOED, Vol. 11 No. 1, hlm. 134 10 Etika Rahmi, 2004, Perizinan Dalam Pemerintahan (Sebuah Tantangan dan Harapan di Era Otonomi, Jurnal Hukum Respublica, Pekanbaru: FH Universitas Lancang Kuning, Vol. 4 No. 1, hlm. 122 - 130 11 M. Sabaruddin Sinapoy, 2018, Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Moronene dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Vol. 2 Issue 2, Universitas Halu Oleo, Kedari, hlm. 517
pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan ini dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan suatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh oleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Izin memiliki beberapa sifat, yakni diantaranya:
Izin yang bersifat bebas. Izin yang bersifat terikat. Izin yang bersifat menguntungkan. Izin yang bersifat memberatkan Izin yang segera berakhir Izin yang berlangsung lama Izin yang bersifat pribadi Izin yang bersifat kebendaan
Selain memiliki beberapa sifat, terdapat juga beberapa unsur dalam perizinan, yaitu: 1. Instrumen yuridis Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau mentapkan peristiwa konkret,sebagai ketetapan izin itu dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya. 2. Peraturan perundang-undangan Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum permerintahan,sebagai tindakan hukum maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas, tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah,oleh karena itu dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan peruUUan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah. 3. Organ pemerintah Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.menurut sjahran basah,dari badan tertinggi sampai dengan badan terendah berwenang memberikan izin. 4. Peristiwa kongkret Izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa kongkret dan individual,peristiwa kongkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu ,tempat tertentu dan fakta hukum tertentu. 5. Prosedur dan persyaratan Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah,selaku pemberi izin. Selain itu pemohon juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atatu pemberi izin.prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-
beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Menurut soehino,syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional,konstitutif,karena ditentuakn suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi,kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi. Unsur dalam perizinan yang lainnya yaitu: 1. Wewenang Setiap tindakan hukum oleh pemerintah, utamanya dalam Negara hukum, baik itu dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga tanpa wewenang jelas bahwa tidak akan pernah dapat dibuat keputusan konkrit secara yuridis. 2. Sebagai bentuk ketetapan Dalam Negara hukum modern, tugas dan kewenangan pemerintah tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde), tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenangan pemerintah untk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik yang sampai kini masih dipertahankan. Dalam rangka tugas inilah maka epada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengatran ini muncul beberpa instrument yuridis untk menghadapi peristiwa individual dan konkrit, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan. 3. Lembaga Pemerintah Lembaga atau kelembagaan, secara teoritis adalah suatu rule of the game yang mengatui dapat tindakan dan menentukan apakah suatu organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Dengan demikian tata kelembagaan dapat menjadi pendorong (enabling) pencapaian keberhasilan dan sekaligus juga bila tidak tepat dalam menata, maka akan menjadi penghambat (Contraint) tugas-tugas termasuk tugas penyelenggaraan perizinan tehadapa segala sesuatu yang memerlukan izin dari pemerintah/ Negara. 4. Peristiwa konkrit Disebutkan bahwa izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkrit dan individual. Peristiwa konkrit artinya yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkrit ini beragam, izinpun juga beragam. Izin yang jenisnya beragam itu dibuat dalam proses yang cara prosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya. 5. Proses dan prosedur Proses dan prosedur perizinan dapat meliputi prosedur pelayanan perizinan, proses penyelesaian perizinan yang merupakan proses penyelesaian perizinan yang dilakukan oleh aparat/petugas. Dalam setiap tahapan pekerjaan tersebut, masing-masing pegawai dapat mengetahui peran masing-masing dalam proses penyelesaian perizinan. Secara umum permohonan izin itu harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemeri izin. Di samping
itu pemohon juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan oleh pemerintah/ penguasa sebagai pemberi izin yang ditentukan secara sefihak. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin dan instansi pemberi izin, yaitu instansi mana, bisa pemerintah daerah atau pusat. Selanjutnya beberapa hal yang yang berhubungan dengan pelaksanaan perizinan, lack of competencies akan dijelaskan sebagai berikut :
Proses perizinan membutuhkan adanya pengetahuan tidak hanya sebatas aspek legal dari proses perizinan, tetapi lebih jauh dari itu. Misalnya untuk memberi izin, pihak pelaksana juga harus mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan dari izin tersebut. Proses perizinan memerlukan dukungan keahlian aparatur tidak hanya dalam hal mengikuti tata urutan prosedurnya, tetapi juga hal-hal lain yang sangat mendukung kelancaran proses perizinan itu sendiri. Proses perizinan tidak terlepas dari interaksi antara pemohon dengan pemberi izin. Dalam interaksi tersebut terkadang muncul perilaku yang menyimpang, baik yang dilakukan oleh aparatur maupun yang dipicu oleh kepentingan bisnis pelaku usaha, sehingga aparatur pelaksana perizinan dituntut untuk memiliki perilaku yang positif dengan tidak memanfaatkan situasi demi kepentingan pribadi. Ini semata-mata demi terciptanya good governance.
1. Prinsip – Prinsip Dalam Pemberian Izin Izin merupakan sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh organ pemerintahan, didalamnya terkandung suatu muatan hal yang bersifat konrit, jelas, dapat ditentukan, dapat dibedakan, dapat ditunjukkan. Sebagai Keputusan Tata Usaha Negara maka izin ini harus sesuai dengan prinsip prinsip dalam Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana yang diatur dalam Undang – Undang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu: 1) 2) 3) 4)
Penetapan tertulis; Dikeluarkan oleh Badan / Pejabat Tata Usaha Negara; Berisi tindakan hukum tata usaha Negara; Berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan final 5) Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang / badan hukum perdata. Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas. Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah. Pada umumnya wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Namun dalam penerapannya menurut Marcus Lukman, kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas, dalam arti kepada pemerintah diberi kewenangan
untuk mempertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan tentang:12 1) Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada pemohon; 2) Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut; 3) Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4) Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin. Perizinan sebagai salah satu bagian instrumen pemerintahan secara konseptual harus sesuai dengan prinsip negara hukum demokratis. Perubahan konsep negara tentulah harus dipahami oleh aparatur negara terutama kaitanya dengan perizinan. Oleh karena itu di bawah ini diuraikan tentang penjelasan teoritis dan sandaran yuridis konstitusional yang mendasari tentang adanya konsep perizinan dalam kerangka negara hukum demokratis. Konsep perizinan tentu harus memperhatikan betul apa yang dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 “ Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945” Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Pasal 28 I ayat (5) UUD 1945” Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”. Upaya penjaminan, pengaturan, dan penuangan hak-hak asasi manusia itu dalam peraturan perundang-undangan dimaksud adalah dalam rangka menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis. Jika peraturan semacam itu bertentangan dengan norma yang lebih tinggi atau konstitusi, maka terhadap peraturan yang demikian dapat dilakukan pengujian legalitasnya oleh Mahkamah Agung atau pengujian konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi.13 Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 “ Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”. Dari segi gagasan dasar, semua model demokrasi modern berpangkal pada gagasan kebebasan sebagai sendi utama dari demokrasi. Pemikiran Rousseau yang meletakkan kebebasan dalam kaitan dengan keseimbangan antara hak individu dengan kehendak umum. Namun demikian kebebasan tanpa batas tentu juga berdampak pelaksanaan demokrasi subtantif. Karena demokrasi dan demokratisasi Indonesia saat ini sebagian besar adalah demokrasi procedural, demokrasi formal, bukan demokrasi yang subtantif.14 Oleh karena itu bagaimana menjadikan konsep perizinan itu sesuai dengan semangat Negara hukum yang demokratis. Maka prinsip-prinsp berikut harus
12
Agus Ngadino, Juni 2012, Perizinan Dalam Kerangka Negara http://eprints.unsri.ac.id/id/eprint/4012, Vol. VII, hlm. 10
Hukum Demokratis,
Jimly Asshiddiqie, 2009, Komentar Atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 126 13
14
Todung Mulya Lubis, November 2010, Menuju Hukum Responsif : Indonesia di Persimpangan Jalan, Jurnal Konstitusi PSHTN, Vol. 1 No. 1, hlm. 37
menjadi patokannya. Dimana kalau berbicara gagasan demokrasi yang berdasar atas hukum (constitutional democracy) mengandung empat prinsip pokok, yaitu: 1) 2) 3) 4)
adanya jaminan persamaan dan kesetaraan dalam kehidupan bersama, pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan atau pluralitas, adanya aturan yang mengikat dan dijadikan sumber rujukan bersama, dan adanya mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan mekanisme aturan yang ditaati bersama itu.
Dalam konteks kehidupan bernegara, dimana terkait pula dimensi-dimensi kekuasaan yang bersifat vertikal antara institusi negara dengan warga negara, keempat prinsip pokok tersebut lazimnya dilembagakan dengan menambahkan prinsip-prinsip negara hukum (nomokrasi): 1) pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, 2) pembatasan kekuasaan melalui mekanisme pemisahan dan pembagian kekuasaan disertai mekanisme penyelesaian sengketa ketatanegaraan antar lembaga Negara, baik secara vertikal maupun horizontal, 3) adanya peradilan yang bersifat independen dan tidak memihak dengan kewibawaan putusan yang tertinggi atas dasar keadilan dan kebenaran, 4) dibentuknya lembaga peradilan yang khusus untuk menjamin keadilan bagi warga Negara yang dirugikan akibat putusan atau kebijakan pemerintahan (pejabat administrasi Negara, 5) adanya mekanisme ‘judicial review” oleh lembaga peradilan terhadap normanorma ketentuan legislatif, baik yang ditetapkan oleh lembaga legislatif maupun oleh lembaga eksekutif, 6) dibuatnya konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang mengatur jaminan-jaminan pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut di atas, 7) pengakuan terhadap asas legalitas atau “due process of law’ dalam keseluruhan sistem penyelenggaraan Negara Pemerintah berkedudukan sebagai primus inter pares (bukan pemilik atau penguasa negara dan rakyat), sebagai pamong, yang mengemban tugas memimpin masyarakat dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, khususnya dalam berikhtiar untuk mewujudkan tujuan bernegara, dan sebagai demikian, berkewajiban untuk mempartisipasikan rakyat dalam proses pengambilan putusan rasional untuk mewujudkan masyarakat sejahtera yang adil dan makmur. Pelaksanaan berbagai tugas pemerintah harus dilakukan berdasarkan, bersaranakan dan tunduk pada aturan hukum positif dengan mengacu cita-hukum, cita-negara dan tujuan bernegara secara kontekstual. 2. TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GAVERNANCE) Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan terganggunya hegemoni sistem perekonomian bangsa yang selama ini digembar-gemborkan memiliki angka pertumbuhan perekonomian yang spektakuler hingga mencapai 7%. Akibatnya, krisis ekonomi yang berimbas pada krisis multidimensi tersebut ternyata amat berdampak negatif pada sektor kehidupan dan kesejahteraan bangsa kita. Hal ini setidaknya terlihat pada tingginya angka pengangguran yang disebabkan karena terjadinya pemutusan hubungan kerja dan gulung tikar-nya para pengusaha kecil, menengah dan besar dari lapangan bisnis. Kondisi yang dikemukakan di atas secara nyata tentu saja sangat menghambat langkah pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah guna mencapai tujuan nasional yang telah digariskan di dalam alinea IV UUD 1945. Untuk mengatasi hal
tersebut, atas tekanan dari masyarakat maka pemerintah kemudian melaksanakan reformasi pada seluruh aspek kehidupan. Salah satu langkah reformasi yang ditempuh guna mengatasi krisis tersebut menurut M. Fajrul Falaakh adalah dengan menerapkan prinsipprinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) karena krisis tersebut telah mendorong arus balik yang luas yang menuntut perbaikan ekonomi negara dan perbaikan pemerintahan negara. Namun jika dikontemplasi dan dielaborasi secara lebih lanjut, di samping didorong oleh keinginan untuk menanggulangi krisis terjadi dan dalam rangka pencapaian tujuan nasional, penerapan prinsip-prinsip good governance juga dilatarbelakangi oleh faktor globalisasi. Menurut Sedarmayanti globalisasi yang menyentuh berbagai bidang kehidupan di seluruh wilayah pemerintahan negara akan memungkinkan terselenggaranya interaksi perekonomian antar daerah dan antar bangsa berlangsung secara lebih efisien. Alasannya adalah karena globalisasi akan mendorong terlaksananya reformasi sistem pemerintahan dan perekonomian termasuk lingkungan birokrasinya. Bahkan menurut Bintoro Tjokroaminoto4 mengutip pidato Presiden RI pada tanggal 16 Agustus 2000, pemerintah Indonesia juga menganggap good governance sebagai salah satu kecenderungan global. Berdasarkan uraian di atas, setidaknya dapat diketahui bahwa penerapan prinsip-prinsip good governance merupakan salah satu solusi dalam rangka penanggulangan krisis yang telah terjadi dan merupakan suatu keniscayaan dalam upaya pencapaian tujuan nasional yang telah digariskan oleh konstitusi . Menurut Rustini Wiriaatmadja good governance mencakup aspek kehidupan yang luas mulai dari aspek hukum, politik, ekonomi dan sosial serta terkait erat dengan tugas pokok fugsi penyelenggaraan kekuasaan negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dengan demikian dapat dimaklumi, penerapan prinsip-prinsip good governance yang diwujudkan pada sistem pemerintahan dalam praktiknya harus menjadi inspirasi dan tercermin pada mekanisme perencanaan, penetapan dan pelaksananaan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.15 Kunci utama memahami good governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini didapat tolok ukur kinerja suatu pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: 1) Partisipasi masyarakat: semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembagalembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kepastian untuk berpartisipasi secara konstruktif. 2) Tegaknya supremasi hukum: kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia. 3) Transparasi: transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
15
Romi, Agustus 2017, Implementasi Good Governance Dan Perizinan Dalam Pemanfaatan Ruang Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, Padang Sumatera Barat, Vol. 2 No. 1,
4) Peduli dan stakeholder: lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. 5) Berorientas pada consensus: tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu consensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur – prosedur 6) Kesetaraan: semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. 7) Efektifitas dan efisiensi: proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. 8) Akuntabilitas: para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. 9) Visi strategis: para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut. Good governace hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut: 1) Negara menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil; membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan; menyediakan public service yang efektif dan accountable; menegakkan HAM; melindungi lingkungan hidup; mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik 2) Sektor swasta: Menjalankan industri; Menciptakan lapangan kerja; Menyediakan insentif bagi karyawan; Meningkatkan standar kehidupan masyarakat; Memelihara lingkungan hidup; Menaati peraturan; Melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat; Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM 3) Masyarakat madani: Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi; Mempengaruhi kebijakan; Berfungsi sebagai sarana checks and balances pemerintah; Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah; Mengembangkan SDM; Berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat. 3. IMPLEMENTASI PRINSIP – PRINSIP PEMBERIAN PENYELENGGARAAN TATA PEMERINTAHAN YANG GOVERNANCE)
IZIN DALAM BAIK (GOOD
Tata pemerintahan yang baik merupakan issue yang paling gencar dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan yang gencar dari masyarakat kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat serta adanya globalisasi. Pola lama penyelenggaraan pemerintahan dianggap tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik maka diperlukan pembangunan budaya masyarakat yang menjunjung tinggi moral dan etika, sistem ekonomi yang mapan dan administrasi pemerintahan yang dapat melaksanakan kegiatan sektor publik yang efisien, akuntabel dan terbuka. Disamping itu juga diperlukan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat bekerja dengan baik, birokrasi yang berakhlak, berwawasan luas, demokratis dan responsif terhadap apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Tuntutan masyarakat tersebut hanya dapat terwujud apabila tercipta suatu sistem pemerintahan yang baik, dimana secara utuh dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstruktif diantara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Untuk melaksanakan tuntutan itu maka diperlukan adanya perbaikan kelembagaan terhadap sistem yang digunakan selama ini, untuk dapat mewujudkan clean government. Clean government diartikan sebagai pemerintahan yang bersih, karena sebelum memperoleh tata pemerintahan yang baik terlebih dahulu harus melalui pemerintahan yang bersih. Unsur-unsur pokok dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih adalah membangun SDM yang baik, menciptakan sistem yang baik, dan terwujudnya kepatuhan hukum. Dengan terpenuhinya unsur-unsur tersebut maka diharapkan akan tercapai pemerintahan yang bersih. Dengan memiliki pemerintahan yang bersih akan meningkatkan kesadaran untuk setiap unsur pemerintahan untuk terus melakukan perbaikan. Bagir Manan menyatakan bahwa penyelenggaran pemerintahan yang baik yaitu yang memberikan berbagai kemudahan, kepastian, dan bersih dalam menyediakan pelayanan dan perlindungan dari berbagai tindakan sewenangwenang, baik atas diri, hak maupun atas harta bendanya. Selanjutnya, dijelaskan bahwa yang paling bersentuhan dengan rakyat banyak adalah dua bidang, yaitu administrasi Negara dan penegak hukum. Karena itu sangat wajar apabila penyelenggaraan pemerintahan yang baik terutama ditunjukan kepada pembaharuan administrasi Negara dan pembaruan penegakan hukum. Pelayanan yang di panjang – panjangkan, bertele – tele, bukan hanya memakan waktu, dapat menghilangkan peluang, tetapi menjadi suatu fungsi komersial karena melahirkan sisitem uang pelican yang tidak lain dari suatu bentuk suap. Terkait dengan hal tersebut, di Indonesia dikenal istilah asas-asas umum pemerintahan yang layak, yang dimaksudkan sebagai perlindungan hukum warga dari tindakan pemerintah, yaitu sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya administrasi Menerapkan praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik. Ada beberapa pertimbangan mengapa
pelayanan publik menjadi strategis untuk memulai menerapkan good governance. Pelayanan publik sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang melatarbelakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik good governance di Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah , warga, dan sektor usaha. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik. Konsep dasar dari Pemerintah (Government) lebih berkaitan dengan lembaga yang mengemban fungsi memerintah dan mengemban fungsi mengelola administrasi pemerintahan konsep Tata Pemerintahan (Good Governance) merujuk pada pola hubungan antara pemerintah, kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi dan kelembagaan sosial dalam upaya menciptakan kesepakatan bersama menyangkut pengaturan proses pemerintahan. Hubungan yang diidealkan adalah sebuah hubungan yang seimbang dan proporsional antara empat kelembagaan tersebut. Pada sisi lain, pemerintah daerah atau lokal sebagai lembaga negara yang mengemban misi pemenuhan kepentingan publik dituntut pula pertanggungjawaban terhadap publik yang dilayaninya, artinya pemerintah lokal harus menjalankan mekanisme pertanggungjawaban atas tindakan dan pekerjaannya kepada publik yang sering disebut menjalankan prinsip akuntabilitas (accountability). Pemerintah daerah dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance. Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan dalam menggunakan dan melaksanakan kewenangan politik, ekonomi dan administratif dapat diselenggarakan dengan baik. Oleh sebab itu dalam prakteknya, konsep good governance harus ada dukungan komitmen dari semua pihak yaitu Negara (state)/pemerintah (government), swasta (private) dan masyarakat (society). Sebagai contoh untuk mengetahui Pelaksanaan Prinsip Good Governance Dalam Pelayanan Pemerintahan (Studi Pelayanan Satu Pintu Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Tanjungpinang) dapat dilihat dari : 1) Akuntabilitas Yaitu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BP2TPM) Kota Tanjungpinang meningkatkan baik itu pekerjaan maupun pelayanan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat. Kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BP2TPM) Kota Tanjungpinang dan tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggjawaban. Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas ini diterjemahkan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. 2) Transparansi Kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Paradigma lama yang menyatakan informasi
merupakan milik pemerintah, kecuali yang dibuka kepada masyarakat, kini telah menjadi informasi milik masyarakat, kecuali yang dinyatakan tertutup/rahasia oleh pemerintah. Kondisi ini tentu menjadi tantangan bagi aparatur pemerintah agar mampu mengelola informasi publik dengan baik kepada publik, sehingga tidak ada penyalahgunaan informasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. 3) Keterbukaan Yaitu menghendaki terbukanya kesempatan masyarakat untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Tanjungpinang yang dinilainya tidak transparan hal ini dapat dilihat dari indikator:
Memberikan solusi pada setiap permasalahan masyarakat maupun swasta berkaitan dengan perizinan
Dapat dilihat jika ada masyarakat yang datang pada Kantor Badan pelayanan perizinan terpadu dan penanaman modal Kota Tanjungpinang mengeluhkan tentang kesulitan-kesulitan yang ditemukan berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan seperti masyarakat tidak memahami tentang alur pelayanan maka pegawai akan membantu menjelaskan dan mencarikan solusi yang mudah kepada masyarakat. 4) Aturan hukum Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Tanjungpinang yang baik mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.16 4. Penerapan Sanksi Apabila Terdapat Indikasi Pelanggaran Pemberian Izin Dalam Penyelenggaraan Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Pelanggaran di bidang perizinan bentuknya bermacam-macam yang pada umumnya sudah secara definitif tercantum dalam peraturan perundang- undangan yang menjadi dasarnya. Sanksi administrasi yangdapat dikenakan terhada ppelanggaran perizinan ada beberapa macam yaitu Paksaan Pemerintahan (bestuurdwang), Penarikan Kembali Keputusan yang menguntungkan, Pengenaan Uang Paksa oleh Pemerintah (dwangsom), Pengenaan Denda Administratif (administratif boete). Terkait dengan sanks ini ada beberapa criteria yang perlu untuk diperhatikan, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5)
Unsur-unsur yang dijadikan dasar sanksi tersebut diterapkan; Jenis sanksi yang dikenakan; Jangka waktu pengenaan sanksi; Tata cara penetapan sanksi; Mekanisme pengguguran sanksi.
Mengingat masing-masing perizinan diatur dalam peraturan perundangundangan tersendiri maka dalam proses penetapannya harus memperhatikan peraturan perundangan yang menjadi dasarnya. Kewenangan untuk melaksanakan paksaan pemerintahan (bestuurdwang) adalah kewenangan bebas. 16
Rita Siswati, 2015, Pelaksanaan Prinsip Good Governance Dalam Pelayanan Pemerintahan (Studi Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Dan Penanaman Modal Kota Tanjung Pinang), Jurnal Kita, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Vol. 1 No. 1, hlm. 17
Hal ini mengandung makna bahwa kewenangan tersebut merupakan hak dan kewajiban dalam melakukan tindakan hukum tertentu. Kebebasan kewenangan tersebut berarti bahwa pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan paksaan pemerintahan (bestuurdwang) atau tidak bahkan menerapkan sanksi lainnya. Dalam hal telah terjadi pelanggaran perizinan, maka organ pemerintah sebelum menjatuhkan sanksi berupa paksaan pemerintahan (bestuurdwang) harus mengkaji secara cermat fakta pelanggaran hukumnya. Pada dasarnya (fakta) pelanggaran tersebut dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu : 1) Pelanggaran yang tidak bersifat substansial 2) Pelanggaran yang bersifat substansial Penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran yang bersifat substansial dan pelanggaran yang bersifat tidak substansial dapat menjadi tidak sama. Berpijak pada sifat pelanggarannya maka dalam penetapan pemberian sanksi paksaan pemerintahan maka : 1) Terhadap pelangggaran yang tidak bersifat substansial, Pemerintah tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan (bestuurdwang). Maka organ pemerintah masih dapat melakukan legalisasi. Dalam hal ini Pemerintah memerintahkan kepada warga negara yang melakukan pelanggaran perizinan tersebut untuk segera mengurus perizinannya. Jika warga negara tersebut sudah diperintahkan untuk mengurus perizinannya tetapi tidak juga mengurus perizinan maka Pemerintah dapat menerapkan sanksi paksaan pemerintahan (bestuurdwang). 2) Terhadap pelanggaran yang bersifat substansial, Pemerintah dapat langsung menerapkan paksaan pemerintahan (bestuurdwang). Baik pelanggaran yang bersifat substansial maupun yang tidak bersifat substansial, dalam penetapannya harus memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku baik hukum yang sifatnya tertulis maupun yang tidak tertulis terkait dengan perizinan yang dimaksud. Termasuk didalamnya yaitu asas-asas umum pemerintahan yang baik, antara lain asas kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas proposionalitas, asas bertindak cermat, asas motivasi dalam pengambilan keputusan, serta asas keadilan dan kewajaran. Penarikan kembali keputusan sebagai sanksi ini berkaitan erat dengan sifat keputusan itu sendiri.Bila keputusan bersifat terikat, maka keputusan tersebut harus ditarik sendiri oleh organ atau instansi yang mengeluarkan keputusan. Penarikan ini hanya mungkin dilakukan apabila peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya keputusan telah mengaturnya sebelum keputusan itu dikeluarkan. Sedangkan keputusan yang bersifat bebas, maka penarikannya kadang-kadangditentukan dalam peraturan perundang-undangan, kadang-kadang tidak. Perlu dipahami bahwa pada dasarnya keputusan tata usaha negara yang telah dikeluarkan tidak untuk dicabut kembali. Ketika pencabutan kembali ini lebih menjamin asas kepastian hukum baik itu untuk pihak yang mengeluarkan keputusan maupun pihakyang menerimakeputusan. Namun bukan bermakna bahwa keputusan tersebut bersifat mutlak dan tidak mungkin/dapat dicabut. Kaidah Hukum Administasi Negara memberikan kemungkinan untuk mencabut keputusan tata usaha negara yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima keputusan tata usaha negara, sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya. Pengenaan uang paksa oleh Pemerintah (dwangsom) dianggap sebagai sanksi yang reparatoir. Sanksi ini diterapkan jika warga negara melakukan pelanggaran.
Dalam kaitannya dengan diterbitkannya keputusan tatausaha negara yang menguntungkan, biasanya pemohon izin disyaratkan untuk memberikan uang jaminan. Jika terjadi pelanggaran atau pelanggar (pemegang izin) tidak segera mengakhirinya, maka uang jaminan itu dipotong sebagai dwangsom. Jadi uang jaminan tersebut lebih banyak digunakan ketika pelaksanaan bestuurdwang sulit dilakukan. Pengenaan denda administratif (administratieve boete) dapat dilihat contohnya pada denda fiskal yang ditarik oleh inspektur pajak dengan cara meninggikan pembayaran dari ketentuan semula sebagai akibat dari kesalahan yang telah dilakukan. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terhutang kurang atau tidak dibayar maka selain jumlah kekurangan pajak yang terhutang itu dibebankan kepada wajib pajak, maka dikenakan pula sanksi administrasi berupa bunga dalam presentase tertentu sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam jangka waktu tertentu yang juga harus ditentukan. Terhadap wajib pajak yang dikenai denda administrasi kepadanya dikeluarkan Surat Tagihan Pajak.17 KESIMPULAN 1. Izin merupakan sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh organ pemerintahan, didalamnya terkandung suatu muatan hal yang bersifat konrit, jelas, dapat ditentukan, dapat dibedakan, dapat ditunjukkan. Sebagai Keputusan Tata Usaha Negara maka izin ini harus sesuai dengan prinsip prinsip dalam Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana yang diatur dalam Undang – Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas. Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah. 2. Prinsip-prinsip good governance merupakan salah satu solusi dalam rangka penanggulangan krisis yang telah terjadi dan merupakan suatu keniscayaan dalam upaya pencapaian tujuan nasional yang telah digariskan oleh konstitusi . Menurut Rustini Wiriaatmadja good governance mencakup aspek kehidupan yang luas mulai dari aspek hukum, politik, ekonomi dan sosial serta terkait erat dengan tugas pokok fugsi penyelenggaraan kekuasaan negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dengan demikian dapat dimaklumi, penerapan prinsipprinsip good governance yang diwujudkan pada sistem pemerintahan dalam praktiknya harus menjadi inspirasi dan tercermin pada mekanisme perencanaan, penetapan dan pelaksananaan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. 3. Tata pemerintahan yang baik merupakan issue yang paling gencar dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan yang gencar dari masyarakat kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat serta adanya globalisasi. Pola lama penyelenggaraan pemerintahan dianggap tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik maka diperlukan pembangunan budaya masyarakat yang menjunjung tinggi moral dan etika, 17
Ivan Fauzani Raharja, Mei 2014, Penegakkan Hukum Sanksi Administrasi Terhadap Pelanggaran Perizinan, http://online-journal.unja.ac.id/, Vol. VII No. II, hlm. 135
sistem ekonomi yang mapan dan administrasi pemerintahan yang dapat melaksanakan kegiatan sektor publik yang efisien, akuntabel dan terbuka. Disamping itu juga diperlukan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat bekerja dengan baik, birokrasi yang berakhlak, berwawasan luas, demokratis dan responsif terhadap apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Menerapkan praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik. Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis untuk memulai menerapkan good governance. Pelayanan publik sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang melatar-belakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik good governance di Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah , warga, dan sektor usaha. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik. 4. Pelanggaran di bidang perizinan bentuknya bermacam-macam yang pada umumnya sudah secara definitif tercantum dalam peraturan perundangundangan yang menjadi dasarnya. Sanksi administrasi yangdapat dikenakan terhada ppelanggaran perizinan ada beberapa macam yaitu Paksaan Pemerintahan (bestuurdwang), Penarikan Kembali Keputusan yang menguntungkan, Pengenaan Uang Paksa oleh Pemerintah (dwangsom), Pengenaan Denda Administratif (administratif boete). DAFTAR BACAAN Buku Asshiddiqie, Jimly, 2009, Komentar Atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sinar Grafika Rahardjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, Jakarta: Citra Aditya Bakti Ridwan, Juniarso, 2009, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung: Nuansa Jurnal Akhmaddian, Suwari, 2012, Pengaruh Reformasi Birokrasi Terhadap Perizinan Penanaman Modal Di Daerah (Studi Kasus di Pemerintahan Kota Bekasi), Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 12 Nomor 3 Helmi, 2011, Membangun Sistem Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup Di Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum, Purwokerto: FH-SOED, Vol. 11 Nomor 1 Lubis, Todung Mulya, 2010, Menuju Hukum Responsif Indonesia di Persimpangan Jalan, Jurnal Konstitusi PSHTN, Vol. 1 Nomor 1 Ngadino, Agus, 2012, Perizinan Dalam Kerangka Negara Hukum Denokratis, http://eprints.unsri.ac.id/id/eprint/4012, Vol. II Raharja, Ivan Fauzani, 2014, Penegakkan Hukum Sanksi Administrasi Terhadap Pelanggaran Perizinan, http://online-journal.unja.ac.id/, Vol. VII Nomor II
Rahmi, Etika, 2004, Perizinan Dalam Pemerintahan (Sebuah Tantangan dan Harapan di Era Otonomi), Jurnal Hukum Respublica, Pekanbaru: FHUniversitas Lancang Kuning, Vol. 4 Nomor 1 Romi, 2017, Implementasi Good Governance Dan Perizinan Dalam Pemanfaatan Ruang Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, Padang, Vol. 2 Nomor 1 Sinapoy, M. Sabaruddin, 2018, Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Moronene Dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kendari: Universitas Halu Oleo, Vol. 2 Issue 2 Siswati, Rita, 2015, Pelaksanaan Prinsip Good Governance Dalam Pelayanan Pemerintahan (Studi Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Dan Penanaman Modal Kota Tanjung Pinang), Jurnal Kita, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Vol. 1 Nomor 1 Sumber Lain Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelanggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu