Jurding Upn Ukd 11.docx

  • Uploaded by: gusria
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jurding Upn Ukd 11.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,890
  • Pages: 46
BAB 1 JURNAL 1.2 Jurnal Bahasa Inggris

0

1

2

3

4

5

6

7

1.2 Jurnal Terjemahan

WABAH "ZOMBIE" YANG DISEBABKAN OLEH CANNABINOID SINTETIS AMBFUBINACA DI NEW YORK Axel J. Adams, B.S., Samuel D. Banister, Ph.D., Lisandro Irizarry, M.D., Jordan Trecki, Ph.D., Michael Schwartz, M.D., M.P.H., and Roy Gerona, Ph.D.

LATAR BELAKANG Zat psikoaktif baru berkembang dengan dinamis menjadi obat-obatan terlarang yang disalahgunakan di Amerika Serikat. Pada 12 Juli 2016, cannabinoid sintetis menyebabkan keracunan masal pada 33 orang di satu lingkungan di New York City, dalam sebuah acara dijelaskan pers bahwa telah terjadi wabah "zombie" karena munculnya keadaan klinis seperti orang yang sedang mabuk.

METODE Kami memperoleh dan menguji serum, darah lengkap, dan sampel urin dari 8 pasien dari 18 orang yang dilarikan ke rumah sakit setempat; Kami juga menguji sampel dari produk "icense" herbal "AK-47 24 Karat Gold", yang terlibat dalam wabah tersebut. Sampel dianalisis dengan liquid chromatography-quadrupole time-of-flight mass sepctrometry.

HASIL Cannabinoid

sintetis

metil

2-(1-(4-fluorobenzyl)-1H-indazol-3-karboksamido)-3-

methylbutanoate (AMB-FUBINACA, yang juga dikenal sebagai MMB-FUBINACA atau FUBAMB) diidentifikasi dalam AK-47 24 Karat Gold dengan konsentrasi rata-rata 16,0 ± 3,9 mg per gram. Metabolit asam de-esterifikasi ditemukan dalam serum atau sampel darah lengkap pada delapan pasien, dengan konsentrasi berkisar antara 77 sampai 636 ng per mililiter.

8

KESIMPULAN Potensi cannabinoid sintetis yang diidentifikasi dalam analisis ini mirip dengan efek depresan kuat yang menyebabkan perilaku "seperti zombi" yang dilaporkan dalam keracunan massal ini. AMB-FUBINACA adalah contoh dari kelas cannabinoid sintetis “ultrapoten” yang menimbulkan masalah kesehatan masyarakat. Kolaborasi antara staf laboratorium klinis, tenaga kesehatan profesional, dan lembaga penegak hukum untuk memfasilitasi identifikasi dari senyawa ini memungkinkan pihak kesehatan yang berwenang untuk mengambil tindakan yang tepat. Obat yang banyak disalahgunakan sedang dalam proses periode proliferasi dan diversifikasi, seiring dengan meningkatnya tantangan yang dihadapi oleh tenaga kesehatan di bidang kegawatdaruratan dan kritis, tenaga profesional terkait penyalahgunaan zat, psikiater, dan ahli toksikologi. Zat psikoaktif yang baru menjadi alternatif bagi pengguna menggantikan zat yang lebih tua seperti amfetamin, heroin, kokain, dan ganja. Dari lebih dari 540 zat psikoaktif baru yang telah dilaporkan ke United Nation Office on Drugs and Crime,1 cannabinoid sintetis merupakan kelas yang paling cepat berkembang, dimana lebih dari 177 jenis yang telah diidentifikasi oleh agensi pada tahun 2014 dan 24 kannabinoid sintetis baru dilaporkan oleh Europol pada 2015.1-3 Pada awalnya, cannabinoid sintetis dikembangkan oleh ahli kimia dan ilmuwan farmasi di Amerika Serikat dan Eropa sebagai ligan untuk mempelajari sistem endocannabinoid, cannabinoid sintetis tidak memiliki kesamaan struktural dengan tanaman cannabinoid Δ9-tetrahydrocannabinol (Δ9-THC) yang ditemukan pada cannabis4 (Gambar 1). Cannabinoid sintetis kemudian disalahgunakan dari tujuan awalnya yaitu sebagai dari alat penelitian pada tahun 2008 saat campuran herbal yang dikenal sebagai merek "Spice" (di Eropa) dan "K2" (di Amerika Utara) ditemukan mengandung JWH-018 dan CP 47,497-C8.9 Sejak saat itu, cannabinoid sintetis mulai dikembangkan di laboraturium klandestin di China dan Asia Selatan dan didistribusikan oleh pengecer "darknet" (misalnya, Silk Road, Silk Road 2.0, dan Pandora), pengedar narkoba jalanan, dan kelompok kriminal terorganisir sebagai alternatif dari obat tradisional yang biasa disalahgunakan penggunaannya.10-13 Gambar 1 menyajikan ringkasan perubahan struktural yang ditemukan dalam obat ini sejak mulai diawasi pada tahun 2009. Biasanya, cannabinoid sintetis dilarutkan menjadi bentuk larutan, dimasukkan pada substrat herbal inert, dan dikonsumsi dengan cara dibakar seperti rokok yang mirip dengan 9

ganja.13 Dalam 8 tahun terakhir, cannabinoid sintetis dikaitkan dengan efek samping yang serius. Efek buruk yang paling sering dilaporkan oleh pengguna diantaranya rasa kantuk, rasa ringan seperti melayang, dan detak jantung cepat atau tidak teratur.13-15 Manifestasi klinis yang lebih parah, diantaranya psikosis, delirium, kardiotoksisitas, kejang, cedera ginjal akut, hipertermia, dan kematian.16-18 Depresi sistem saraf pusat (SSP) mirip dengan aktivitas agonis reseptor cannabinoid yang poten 1 yang dilaporkan pada banyak cannabinoid sintetis, kardiotoksisitas mungkin disebabkan oleh penghambatan subunit kanal alfa kalium pada kardiomiosit, dan gejala otonom mungkin disebabkan oleh afinitas dari beberapa cannabinoid untuk reseptor serotonin 2B.19 Beberapa cannabinoid sintetis juga memiliki aktivitas agonis terhadap reseptor dopamin in vitro,19 dan perubahan substansial pada sinyal dopamin dijumpai pada pengguna cannabinoid di tengah sindrom penghentian yang parah.20 Cannabinoid sintetis AB-FUBINACA (Gambar 1) dikembangkan oleh Pfizer dan dipatenkan di tahun 2009.21 AB-FUBINACA pertama kali diidentifikasi dalam produk cannabinoid sintetis di Jepang pada tahun 201222 dan ditetapkan sebagai zat terkontrol Jadwal I di Amerika Serikat pada bulan Januari 2014.23 Pada tanggal 3 Juli 2014, sebuah analog ester dari

AB-FUBINACA,

metil

2-(1-(4-fluorobenzyl)-1Hindazole-3-karboksamido)-3-

metilbutanoat (AMBFUBINACA), ditemukan dalam sebuah produk yang disebut "Train Wreck 2" di Louisiana dan segera dilarang melalui peraturan darurat yang dikeluarkan oleh Louisiana.24 Baru-baru ini, AMB-FUBINACA muncul di sebuah produk yang ditemukan di New York yang mengakibatkan tingginya jumlah pasien rawat inap pada pagi hari tanggal 12 Juli 2016, dan membuat sebuah blok di daerah Bedford-Stuyvesant di Brooklyn menjadi apa yang digambarkan oleh pers awam sebagai "zombieland."25,26

DESKRIPSI INDEKS PASIEN Pada 12 Juli 2016, New York City Emergency Medical Services (EMS) diluncurkan ke lokasi insiden beberapa korban di wilayah selatan Brooklyn di New York. Responden pertama melaporkan bahwa ada beberapa orang di tempat kejadian, yang semuanya memiliki perubahan status mental yang digambarkan oleh para pengamat sebagai "mirip zombie." Laporan media selanjutnya dari wabah pada tanggal 12 Juli 2016, dari 33 orang yang teridentifikasi terpapar obat yang tidak diketahui 18 diantaranya (jumlah yang dikonfirmasi oleh penegak hukum) 10

dibawa ke dua pusat kesehatan setempat. Usia orang yang membutuhkan transportasi adalah 25 sampai 59 tahun (rata-rata 36,8 tahun), dan semua pasien adalah laki-laki. Delapan orang yang diidentifikasi petugas medis darurat adalah tuna wisma. Gambaran klinis dalam wabah ini ditandai dengan indeks pasien, seorang pria berusia 28 tahun dan yang digambarkan oleh penyedia EMS di tempat kejadian, nampak lambat dalam merespon pertanyaan dan menunjukkan "tatapan kosong". Intervensi pra rawat inap meliputi pemberian oksigen tambahan dan pemantauan kerja jantung. Di departemen gawat darurat pasien nampak letargi namun masih merespon terhadap rangsangan taktil. Detak jantungnya 88 kali per menit, tekanan darah 101/61 mmHg, laju pernafasan 21 kali per menit, suhu tubuh 36,7°C(98°F) yang diukur secara oral, dan saturasi oksigen 95% dengan keadaan pasien menghirup udara sekitar. Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan adanya bukti trauma. Pupil di kedua mata berukuran 4 mm dan reaktif; tidak ditemukan asimetris pada wajah atau produksi air liur berlebihan. Pasien berkeringat. Suara paru-paru pada saat auskultasi bersih, dan bunyi jantungnya terdengar normal. Suara usus normoaktif, dan pemeriksaan kulit tak menunjukkan bukti adanya keringat berlebih, kemerahan, atau lesi. Pada pasien juga tidak ditemukan adanya gangguan neurologis fokal dan tidak ada hiperfleksia atau peningkatan tonus otot. Skor keseluruhan berdasarkan Glasgow Coma Scale adalah 13 (skor berkisar antara 3 sampai dengan 15, dimana skor 15 adalah normal); skor untuk respon mata dan respon verbal adalah 4, dan skor untuk respon motorik 5. Pasien memiliki periode intermiten mengerang "seperti zombi" dan gerakan mekanis yang lambat pada tangan dan kaki. Analisis laboratorium meliputi darah lengkap, panel metabolik yang komprehensif, urinalisis, dan skrining immunoassay urin untuk amfetamin, kokain, phencyclidine, opiat, metadon, THC, barbiturat, benzodiazepin, antidepresan trisiklik, dan kadar etanol serum tidak menunjukkan kelainan. Elektrokardiogram menunjukkan ritme sinus normal tanpa bukti adanya cedera miokard akut atau kelainan konduksi. Hasil normal dari uji laboratorium ditemukan pada 7 pasien lainnya yang dirawat di rumah sakit yang sama. Pasien ditempatkan di unit observasi; letargi pada pasien mulai menghilang dan perilakunya mulai berubah menjadi normal dalam waktu sekitar 9 jam setelah kedatangannya ke rumah sakit. Pasien tidak memberikan klarifikasi lebih jauh selain mengonfirmasi paparan secara inhalasi yang pertama kali dari zat yang terkandung dalam sebuah paket, dan kemudian pasien dibolehkan pulang. 11

Deskripsi dari kerja sama yang dilakukan antara klinisi dan berbagai instansi yang dilakukan dari saat wabah muncul hingga agen penyebab yang teridentifikasi dirangkum dalam Gambar 2. Drug Enforcement Administration (DEA) dan Kantor Urusan Kesehatan Departemen Keamanan Dalam Negeri menjadi siaga akan wabah ini karena skalanya yang besar dan evolusinya yang cepat dan karena liputan media. Berlandaskan fakta bahwa kejadian ini adalah sebuah wabah dalam skala cukup besar dan cara pemaparan dengan inhalasi dari rokok, nampaknya sangat mungkin bahwa agonis sintetis cannabinoid-lah yang terlibat, tapi dari hasil wawancara pasien tidak memberikan indikasi adanya identitas senyawa tersebut. DEA selanjutnya mengumpulkan 8 sampel biologis dari 18 pasien pada saat wabah terjadi yang diberikan perawatan medis, termasuk pasien yang dideskripsikan di atas, dan kemudian DEA mengirim sampel mereka untuk dilakukan analisis obat yang komprehensif dengan penggunaan spektrometri massa beresolusi tinggi. Selain itu, sampel produk yang pernah dihisap oleh pasien lain yang dibawa ke departemen gawat darurat dan yang kemudian diserahkan ke Departemen Kesehatan dan Kebersihan Mental New York dan kemudian diberikan ke Laboratorium Kriminal Departemen Kepolisian New York juga dianalisis. Produk yang dicurigai-"AK-47 24 Karat Gold," yang ditunjukkan pada Gambar 3 -terdiri dari bahan herbal teraglutinasi yang dibagi menjadi bagian-bagian kecil dalam delapan kantong biru kecil.

METODE Beberapa bungkus produk (AK-47 24 Karat Gold) dan sampel darah dan urin dari 18 pasien dikirim ke Laboratorium Toksikologi Klinis dan Biomonitoring Lingkungan di Universitas California, San Francisco. Sampel dianalisis dengan menggunakan liquid chromatographyquadrupole time-of-flight mass spectrometry (LC-QTOF/MS) (Agilent LC 1260-QTOF/MS 6550). Analisis kuantitatif dari tiap obat atau metabolit yang dikonfirmasi dilakukan dengan menggunakan metode pengenceran isotop dengan kalibrasi kurva 10 titik. Rincian lebih lanjut untuk analisis toksikologi terdapat dalam Lampiran Tambahan, artikel lengkap tersedia di NEJM.org.

12

HASIL Analisis Bahan Yang Ditemukan Oleh Polisi Analisis LC-QTOF/MS dari produk herbal menunjukkan adanya sinyal unik pada konsentrasi 1 mg per mililiter, yang berhubungan dengan AMB-FUBINACA. Sinyal tersebut direferensikan silang dan dikonfirmasi dengan perbandingan dengan standar analitik dan literatur yang dipublikasi.27 Konsentrasi AMB-FUBINACA pada beberapa sampel produk berkisar antara 14,2 sampai 25,2 mg per gram, dengan konsentrasi rata-rata (± SD) 16,0 ± 3,9 mg per gram (Tabel 1). AMB-FUBINACA dikonfirmasi dari usapan yang diambil dari bagian dalam pembungkus foil.

Analisis Darah Dan Urin Dari Pasien Tidak ada senyawa induk AMB-FUBINACA yang terdeteksi dalam darah atau urin pasien, namun metabolit asam de-esterifikasinya, asam 2-(1-(4-fluorobenzyl)-1H-indazole-3carboxamido)-3-methylbutanoic, terdeteksi pada setiap pasien, dengan konsentrasi serum berkisar antara 77 sampai 636 ng per mililiter (atau ppb) (Tabel 2). Konsentrasi urin dari metabolit asam AMB-FUBINACA adalah 165 ng per mililiter pada sampel Pasien C dan berada di bawah batas deteksi pada sampel Pasien E. Tidak ada obat terlarang lainnya yang ditemukan pada sampel yang diperoleh dari pasien. Dalam satu rangkaian sampel serum serial (dari Pasien C), dijumpai adanya klirens obat saat konsentrasi serum menurun dari 245 menjadi 155 ng per mililiter selama periode 14 jam.

DISKUSI AMB-FUBINACA tegrolong cannabinoid sintetis indazol kuat yang mencerminkan evolusi lanjutan struktur kimia dari agonis reseptor cannabinoid (Gambar 1). Penelitian farmakologis in vitro terbaru tentang kerja AMB-FUBINACA pada reseptor cannabinoid 1 menunjukkan bahwa 85 kali lebih kuat daripada Δ9-THC dan 50 kali lebih kuat dari JWH-018, yang ditemukan pada wabah awal produk cannabinoid sintetis “K2”.5-8 Potensi AMB-FUBINACA mirip dengan efek depresan SSP yang kuat yang menyebabkan perilaku "mirip zombie" pada pengguna yang dilaporkan dalam keracunan massal ini. Deskripsi yang ditemukan di forum narkoba online (misal, Reddit) mengenai AMB-FUBINACA menggunakan istilah seperti

13

"potennya diluar dunia ini" sehubungan dengan efeknya, yang digambarkan secara subyektif mirip dengan Δ9-THC.28 Meskipun berpotensi overdosis, cannabinoid sintetis yang makin poten menjadi populer di kalangan pengedar narkoba dan pengguna karena murah dan potensi pengencerannya menjadi produk dalam jumlah besar. Permintaan dari internet untuk pembelian bubuk AMBFUBINACA baru-baru ini menunjukkan harga $ 1,95 sampai $ 3,80 per gram ($ 1.950 sampai $ 3.800 per kilogram). Seperti ditunjukkan pada Tabel 1, konsentrasi rata-rata AMBFUBINACA yang ditemukan dalam paket yang diperoleh dari tempat kejadian yang diterangkan dalam laporan ini adalah 16,0 mg per gram. Untuk mendapatkan produk 16 mg per gram, produsen dapat mencampur 1 kg AMB-FUBINACA dengan 66,7 kg bahan tanaman dan menghasilkan sekitar 15.625 paket, masing-masing berisi 4 g produk, dengan harga online ratarata $ 35 per paket. Tanpa adanya senyawa induk, AMBFUBINACA, dari sampel biologis yang dianalisis sangat khas untuk zat psikoaktif poten kerja pendek. Untuk obat yang paling banyak diesterifikasi, seperti AMB-FUBINACA, hidrolisis terjadi dengan cepat setelah asupan, dan metabolit asam yang sesuai dapat terdeteksi dalam sampel biologis; namun, senyawa induk hanya dapat dideteksi pada kadar rendah.29 Contohnya, satu-satunya nilai serum lain yang dilaporkan dalam literatur untuk senyawa induk cannabinoid sintetis indazol yang diesterifikasi (5F-AMB, 0,19 ng per mililiter) berada jauh di bawah kisaran yang kami temukan pada metabolit dari sampel biologis yang diperoleh saat wabah ini.30 Konsentrasi metabolit AMB-FUBINACA yang ditemukan pada sampel serum dalam rangkaian kasus ini mirip dengan kisaran yang ditemui pada sampel pasien dengan keracunan yang disebabkan oleh cannabinoid sintetis indazol yang berbeda (ADBPINACA) yang menyebabkan delirium parah saat wabah di Georgia tahun 2013.17 Perubahan perilaku berat yang ditemukan pada pasien di New York City dan dilaporkan oleh pers sesuai dengan aktivitas cannabinoid poten AMB-FUBINACA; keracunan akibat agen ini tidak biasa dimana depresi SSP yang ekstrem tidak disertai takikardia, aritmia, kejang, hipertermia, kardiotoksisitas, dan cedera ginjal akut yang biasanya ditemukan terkait dengan cannabinoid sintetis dosis tinggi atau poten. Pada wabah New York dan Georgia, mungkin ada bias seleksi terhadap kasus yang lebih berat karena sebagian besar sampel yang dianalisis diperoleh dari rumah sakit yang menerima pasien yang paling terintoksikasi. 14

Penyebab sekelompok intokskasi serius akibat obat baru biasanya tidak asing bagi komunitas medis hingga kasus ini pertama kali dijabarkan dalam rangkaian kasus. Identifikasi agen penyebab memerlukan kolaborasi antara laboratorium klinis, profesional kesehatan, lembaga penegak hukum, dan ahli kimia organik sintetis sehingga informasi tentang agen penyebab dapat disebarluaskan. Analisis zat psikoaktif baru membutuhkan lebih dari sekadar panel obat biasa yang digunakan di departemen gawat darurat dan sangat bergantung pada platform analitik yang lebih canggih yang memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dengan cepat senyawa yang sebelumnya belum dilaporkan. Riwayat klinis yang diberikan oleh para profesional medis membantu analisis toksikologi dengan menyingkirkan agen yang sudah dikenal dengan baik seperti kokain, heroin, dan metamfetamin. Lembaga penegak hukum yang terlibat selama wabah mungkin dapat menyediakan produk dan perlengkapan yang dikumpulkan saat intoksikasi massal untuk proses analisis. Hal ini penting sekali terutama jika konsentrasi obat atau metabolitnya dalam sampel biologis rendah. Yang terakhir, kemampuan untuk memprediksi dan dengan cepat menghasilkan standar referensi untuk obat baru dan metabolitnya memungkinkan untuk proses identifikasi zat psikoaktif baru yang tidak diketahui sebelumnya dimana standar referensi komersial tidak tersedia selama beberapa bulan setelah identifikasi

senyawa.31

Kolaborasi

dalam

wabah

AMB-FUBINACA

ini

mampu

mengkarakterisasi cannabinoid sintetis penyebab hanya dalam 17 hari. Seiring bertambahnya jumlah dan kompleksitas zat psikoaktif baru, jenis koordinasi dari berbagai lembaga ini penting sekali untuk penyelesaian wabah yang tepat waktu di masa depan.

15

Gambar 1. Evolusi Struktur Cannabinoid Sintetis Untuk masing-masing cannabinoid, dibutuhkan konsentrasi efektif in vitro untuk respon maksimal 50% (EC50) dan struktur molekul. Struktur metabolit asam metil 2-(1-(4fluorobenzil)-1H-indazol-3-karboksamido)-3-metilbutanoat

(AMB-FUBINACA)

juga

ditampilkan disini. Tanda panah oranye dua sisi menunjukkan periode di mana cannabinoid ini ditemukan oleh Universitas California, San Francisco, Laboratorium Toksikologi Klinik dan Biomonitoring Lingkungan dalam proses surveilans kannabinoid sintetis. Bagian struktur merah dalam struktur molekuler menunjukkan motif struktural baru di dalam cannabinoid sintetis. Metabolit asam AMBFUBINACA ditunjukkan dengan lokasi hidrolisis ester yang diberi warna hijau. Perhatikan bahwa nilai EC50 yang tersedia berasal dari pengujian fluorometrik in vitro dari potensial membran pada sel yang ditransfeksi dengan reseptor cannabinoid manusia 15-8 dan tidak harus sesuai dengan potensi agen-agen ini pada manusia. Δ9-THC adalah Δ9-tetrahydrocannabinol.

16

Gambar 3. AK-47 24 Karat Gold Yang Terbungkus Foil Mengandung Produk Herbal Yang Diambil Dari Seorang Pasien Yang Terlibat Dalam Wabah. Tampak juga tiga dari delapan kantung biru kecil yang mengandung bahan herbal teraglutinasi.

Tabel 1. Konsentrasi AMB-FUBINACA Dari Delapan Bungkus Kecil Bahan Tanaman Yang Diperoleh Dari AK-47 24 Karat Gold.* Bungkus

Konsentrasi AMB-FUBINACA (mg/g)

1

14,5

2

16,1

3

14,5

4

15,2

5

14,2

6

12,5

7

25,2

8

16,1

Rata-rata (+SD) dari semua 16,0+3,9 bungkus

Tabel 2. Konsentrasi Metabolit Asam AMB-FUBINACA Dan Obat Lain Yang Ditemukan Pada Sampel Pasien.* Pasien dan Jenis Tanggal

Waktu

Konsentrasi

Obat

Sampel

Pengambilan

Metabolit

Terdeteksi

Pengambilan

Lain

yang

17

Asam

AMB-

FUBINACA ng/ml Serum Pasien A

12 Juli

17:25

636

ND

Serum Pasien B

12 Juli

13:35

232

Fenilpropanolamin

Serum 1

12 Juli

14:23

245

ND

Serum 2

13 Juli

04:30

155

Lorazepam

Urin

12 Juli

NA

165

Fenilpropanolamin

Serum Pasien D

12 Juli

16:45

377

ND

12 Juli

NA

101

Mirtazapin,

Pasien C

Pasien E Serum 1

difenhidramin Urin 1

12 Juli

NA

<15

Mirtazapin, difenhidramin

Urin 2

14 Juli

NA

<15

Mirtazapin, difenhidramin

Serum Pasien F

12 Juli

13:15

77

ND

Serum Pasien G

12 Juli

19:30

159

Metadon

Darah Pasien H

12 Juli

14:30

68

ND

*Sampel serum dari tujuh pasien yang diperoleh pada saat pasien datang ke departemen gawat darurat, konsentrasi rata-rata (+SD) metabolit asam AMB-FUBINACA adalah 247,8+183,2 ng per mililiter. Konsentrasi metabolit asam AMB-FUCINABA 15 ng per mililiter adalah batas bawah pendeteksian. NA adalah tidak tersedia, dan ND tidak terdeteksi.

18

Gambar 2. Garis Waktu dan Alur Kerja Kolaborasi Sampai Resolusi Wabah.

19

LC-QTOF/MS singkatan dari liquid chromatography-quadrapole time-of-flight mass spectrometry, NYC New York City, dan UCSF University of California, San Francisco. Keterangan Gambar 2: 1. Departemen Gawat Darurat Lokal 2. Badan Pengawas Obat (DEA) 3. UCSF Laboratorium Toksikologi Klinis dan Biomonitoring Lingkungan (CTEBL) 4. Sintesis dan karakterisasi analitik dari cannabinoid sintetis potensial yang bisa diproduksi dimasa mendatang 5. Kantor Urusan Kesehatan (OHA) Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) 6. Departemen Kepolisian New York 7. 33 Kasus intoksikasi dalam radius satu blok di Brooklyn, NY 8. 18 Pasien diantar ke layanan gawat darurat 9. Surveilans DEA mengidentifikasi intoksikasi massal 10. CTEBL disiagakan 11. Ahli toksikologi medis Program Pertahanan Kimia DHS disiagakan 12. NYPD mendapatkan Ak-47 24 Karat Gold dari wabah melalui Departemen Kesehatan dan Kebersihan Jiwa NYC 13. Sampel biologis dari 8 pasien dikirim ke CTEBL 14. Informasi klinis menyingkirkan obat yang biasa disalahgunakan atau zat psikoaktif baru yang diketahui 15. Sampel biologis diminta dari rumah sakit yang menerima 16. Analisis dengan LC-QTOF/MS 17. Ahli toksikologi menghubungi Pusat Racun NYC terkait sampel yang diperoleh dari pasien 18. Sampel diperoleh dari Departemen Kesehatan dan Kebersihan Jiwa NYC 19. Analisis yang ditarget dari 187 metabolit dan cannabinoid sintetis – Skrining terduga (589 metabolit dan cannabinoid sintetis) 20. DHS OHA memastikan bahwa sampel produk yang diperoleh dari pasien masih ada di lab NYPD 21. Konfirmasi metabolit asam AMB-FUBINACA dalam sampel biologis 22. DEA meminta sampel produk dari lab NYPD 20

23. NYPD mengirim AK-47 24 Karat Gold ke CTEBL 24. Analisis LC-QTOF/MS dari sampel produk 25. Konfirmasi AMB-FUBINACA dalam sampel produk 26. Laporan resmi mengenai wabah ke DEA dan DHS 27. Wabah berhenti

21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Toksikologi Forensik 2.1.1 Definisi Toksikologi Forensik Berdasarkan aplikasinya toksikologi dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yakni: toksikologi lingkungan, toksikologi ekonomi, dan toksikologi forensik. Toksikologi forensic menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan.1 Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang forensik, yang secara umum dapat dimengerti sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk penegakan hukum dan keadilan.2 Analisis Toksikologi Forensik pertama kali dikerjakan oleh Orfila pada tahun 1813, dia memainkan peranan penting pada kasus LaFarge (kasus pembunuhan dengan arsen) di Paris, dengan metode analisis arsen, ia membuktikan kematian diakibatkan oleh keracunan arsen. Melalui kerjanya ini dikenal sebagai bapak toksikologi modern karena minatnya terpusat pada efek tokson, selain itu karena ia memperkenalkan metodologi kuantitatif ke dalam studi aksi tokson pada hewan, pendekatan ini melahirkan suatu bidang toksikologi modern, yaitu toksikologi forensik.2 2.1.2. Bidang kerja toksikologi forensik Toksikologi forensik mencakup aplikasi ilmu pengetahuan dan studi tentang racun untuk menjawab pertanyaan yang timbul dalam proses pengadilan. Subjek ini selalu berkaitan dengan tugas polisi, dokter forensik, jaksa, dan hakim.2 Toksikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik “fisical evidence” dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan.2

22

Hasil analisis dan interpretasi temuan analisanya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundang-undangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut dengan surat keterangan ahli atau surat keterangan. Jadi toksikologi forensik dapat dimengerti sebagai pemanfaatan ilmu toksikologi untuk keperluan penegakan hukum dan peradilan. Toksikologi forensik merupakan ilmu terapan yang dalam praktisnya sangat didukung oleh berbagai bidang ilmu dasar lainnya, seperti kimia analisis, biokimia, kimia instrumentasi, farmakologi toksikologi, farmakokinetik, biotransformasi.2 Secara umum bidang kerja toksikologi forensik meliputi:3 

Analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian,



Analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan, penggunaan dooping),



Analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat terlarang lainnya.

Dasar Hukum 1. KUHP Pidana Pasal 202 – 2054 a. Pasal 202 (1) Barangsiapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-sama dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang ber- salah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. b. Pasal 203 (1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bahwa barang sesuatu dimasukkan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air 23

minum untuk umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang lain, sehingga karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun. c. Pasal 204 (1) Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat; berhahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. d. Pasal 205 (1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-barang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau di bagibagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun. (3) Barang-barang itu dapat disita (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2010). 2. KUHAP pasal 1334 (1) dalam hal ini penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang koraban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. 24

3. Undang-undang RI No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika4 a. Penyalahgunaan (pasal 59 ayat 1a) b. Pengedar (pasal 59 ayat 1c) c. Produsen (pasal 59 ayat 1 dan 2) (1) Barangsiapa : a. menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); atau b. memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau c. mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ke-tentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3); atau d. mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan; atau e. secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika golongan I; dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah), dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). (3) Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan oleh korporasi, maka di samping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada korporasi dikenakan pidana denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 4. Undang-undang RI No.35 Tahun 2009 tentang narkotika4

25

Langkah-langkah analisis toksikologi forensik Secara umum tugas analisis toksikolog forensik (klinik) dalam melakukan analisis dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: 1)penyiapan sampel “sample preparation”, 2) analisis meliputi uji penapisan “screening test” atau dikenal juga dengan “general unknown test” dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi, 3) langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis.1 Berbeda dengan kimia analisis lainnya (seperti: analisis senyawa obat dan makanan, analisis kimia klinis) pada analisis toksikologi forensik pada umumnya analit (racun) yang menjadi target analisis, tidak diketahui dengan pasti sebelum dilakukan analisis. Tidak sering hal ini menjadi hambatan dalam penyelenggaraan analisis toksikologi forensik, karena seperti diketahui saat ini terdapat ribuan atau bahkan jutaan senyawa kimia yang mungkin menjadi target analisis. Untuk mempersempit peluang dari target analisis, biasanya target dapat digali dari informasi penyebab kasus forensik (keracunan, kematian tidak wajar akibat keracunan, tindak kekerasan dibawah pengaruh obatobatan), yang dapat diperoleh dari laporan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP), atau dari berita acara penyidikan oleh polisi penyidik. Sangat sering dalam analisis toksikologi forensik tidak diketemukan senyawa induk, melainkan metabolitnya. Sehingga dalam melakukan analisis toksikologi forensik, senyawa matabolit juga merupakan target analisis.1 Sampel dari toksikologi forensik pada umumnya adalah spesimen biologi seperti: cairan biologis (darah, urin, air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh.2 Preparasi sampel adalah salah satu faktor penentu keberhasilan analisis toksikologi forensik disamping kehadalan penguasaan metode analisis instrumentasi. Berbeda dengan analisis kimia lainnya, hasil indentifikasi dan kuantifikasi dari analit bukan merupakan tujuan akhir dari analisis toksikologi forensik. Seorang toksikolog forensik dituntut harus mampu menerjemahkan apakah analit (toksikan) yang diketemukan dengan kadar tertentu dapat dikatakan sebagai penyebab keracunan (pada kasus kematian).5

Penyiapan Sampel Spesimen untuk analisis toksikologi forensik diperiksa oleh dokter, misalnya pada kasus kematian tidak wajar spesimen dikumpulkan oleh dokter forensik pada saat melakukan otopsi. Spesimen dapat berupa cairan biologis, jaringan, organ tubuh. Dalam pengumpulan spesimen dokter forensik memberikan label pada masing-masing bungkus/wadah dan menyegelnya. 26

Label seharusnya dilengkapi dengan informasi: nomer indentitas, nama korban, tanggal/waktu otopsi, nama spesimen beserta jumlahnya. Pengiriman dan penyerahan spesimen harus dilengkapi dengan surat berita acara menyeran spesimen, yang ditandatangani oleh dokter forensik.5 Toksikolog forensik yang menerima spesimen kemudian memberikan dokter forensik surat tanda terima, kemudian menyimpan sampel/spesimen dalam lemari pendingin “freezer” dan menguncinya sampai analisis dilakukan. Prosedur ini dilakukan bertujuan untuk memberikan rantai perlindungan/pengamanan spesimen (chain ofcustody). Beberapa hal yang perlu diperhitungkan dalam tahapan penyiapan sampel adalah: jenis dan sifat biologis spesimen, fisikokimia dari spesimen, serta tujuan analisis. Dengan demikian akan dapat merancang atau memilih metode penanganan sampel, jumlah sampel yang akan digunakan, serta memilih metode analisis yang tepat. Penanganan sampel perlu mendapat perhatian khusus, karena sebagian besar sampel adalah materi biologis, sehingga sedapat mungkin mencegah terjadinya penguraian dari analit. Pemilihan metode ekstraksi ditentukan juga oleh analisis yang akan dilakukan, misal pada uji penapisan sering dilakukan ekstraksi satu tahap, dimana pada tahap ini diharapkan semua analit dapat terekstraksi. Bahkan pada uji penapisan menggunakan teknik “immunoassay” sampel tidak perlu diekstraksi dengan pelarut tertentu. Sampel urin pada umumnya dapat langsung dilakukan uji penapisan dengan menggunakan teknik immunoassay.2 Namun tidak jarang harus mendapatkan perlakuan awal, seperti pengaturan pH dan sentrifuga, guna menghilangkan kekeruhan. Pemisahan sel darah dan serum sangat diperlukan pada persiapan sebelum dilakukan uji penapisan pada darah. Serum pada umumnya dapat langsung dilakukan uji penapisan menggunakan teknik immunoassay. Tidak jarang sampel darah, yang diterima sudah mengalami hemolisis atau menggupal, dalam hal ini darah dilarutkan dengan metanol, dan kemudian disentrifuga, sepernatannya dapat langsung dilakukan uji penapisan menggunakan teknik immunoassay. Ekstraksi satu tahap sangat diperlukan apabila uji penapisan tidak menggunakan teknik immunoassay, misal menggunakan kromatografi lapis tipis dengan reaksi penampak bercak tertentu. Atau juga ekstraksi bertingkat “metode Stas-OttoGang” untuk melalukan pemisahan analit berdasarkan sifat asam-basanya. Metode ekstraksi dapat berupa ekstraksi cair-cair, menggunakan dua pelarut yang terpisah, atau ekstraksi cairpadat.5

27

Prinsip dasar dari pemisahan ekstraksi cair-cair berdasarkan koefisien partisi dari analit pada kedua pelarut atau berdasarkan kelarutan analit pada kedua pelarut tersebut. Pada ekstraksi cairpadat analit dilewatkan pada kolom yang berisi adsorben fase padat (SPE, Si-Gel C-18, Extrelut®, Bund Elut Certify®, dll), kemudian dielusi dengan pelarut tertentu, biasanya diikuti dengan modifikasi pH pelarut. Penyiapan sampel yang baik sangat diperlukan pada uji pemastian “identifikasi dan kuantifikasi”, terutama pada teknik kromatografi. Karena pada umumnya materi biologik merupakan materik yang komplek, yang terdiri dari berbagai campuran baik senyawa endogen maupun senyawa eksogen “xenobiotika”. Penyiapan sampel umumnya meliputi hidrolisis, ekstraski, dan pemurnian analit. Prosedur ini haruslah mempunyai efesiensi dan selektifitas yang tinggi. Perolehan kembali yang tinggi pada ekstraksi adalah sangat penting untuk menyari semua analit, sedangkan selektifitas yang tinggi diperlukan untuk menjamin pengotor atau senyawa penggangu terpisahkan dari analit. Pada analisis menggunakan GC/MS, penyiapan sampel termasuk derivatisasi analit secara kimia, seperi salilisasi, metilisasi, dll. Derivatisasi ini pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan volatilitas analit atau meningkatkan kepekaan analisis.5 Table 1 Relative merits of postmortem specimens for drugs of abuse Specimen Particular advantages Blood/plasma/serum Preferred specimen for most substances Bile Morphine, buprenorphine, tramadol, benzodiazepines, MDMA Bone Qualitative analysis of morphine, benzodiazepines, amphetamines Brain Centrally acting drugs, e.g. morphine, cocaine, limited literature data Fat THC, and other drugs, but little literature to interpret results Gastric contents Orally administered drugs/poisons Hair All substances, particularly basic substances, and most metals Muscle Most drugs, however literature contains little data to interpret concentrations Pleural effusion Most drugs, but drugs subject to concentration changes, hence difficult to interpret Vitreous humour Ethanol, some biochemistries, e.g. glucose, urea, creatinine

Uji Penapisan “Screening test” Uji penapisan untuk menapis dan mengenali golongan senyawa (analit) dalam sampel. Disini analit digolongkan berdasarkan baik sifat fisikokimia, sifat kimia maupun efek farmakologi yang ditimbulkan.5 28

Obat narkotika dan psikotropika secara umum dalam uji penapisan dikelompokkan menjadi golongan opiat, kokain, kannabinoid, turunan amfetamin, turunan benzodiazepin, golongan senyawa anti dipresan tri-siklik, turunan asam barbiturat, turunan metadon. Pengelompokan ini berdasarkan struktur inti molekulnya. Sebagai contoh, disini diambil senyawa golongan opiat, dimana senyawa ini memiliki struktur dasar morfin, beberapa senyawa yang memiliki struktur dasar morfin seperti, heroin, mono-asetil morfin, morfin, morfin-3-glukuronida, morfin-6glukuronida, asetilkodein, kodein, kodein-6-glukuronida, dihidrokodein serta metabolitnya, serta senyawa turunan opiat lainnya yang mempunyai inti morfin.Uji penapisan seharusnya dapat mengidentifikasi golongan analit dengan derajatreabilitas dan sensitifitas yang tinggi, relatif murah dan pelaksanaannya relatif cepat.5 Terdapat teknik uji penapisan yaitu: a) kromatografi lapis tipis (KLT) yang dikombinasikan dengan reaksi warna, b) teknik immunoassay. Teknik immunoassay umumnya memiliki sifat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, serta dalam pengerjaannya memerlukan waktu yang relatif singkat, namun alat dan bahan dari teknik ini semuanya harus diimpor, sehingga teknik inimenjadi relatif tidak murah. Dibandingkan dengan immunoassay, KLT relatif lebih murah, namun dalam pengerjaannya memerlukan waktu yang relatif lebih lama.5 a) teknik immunoassay Teknik immunoassay adalah teknik yang sangatumum digunakan dalam analisis obat terlarang dalammateri biologi. Teknik ini menggunakan “anti-drug antibody” untuk mengidentifikasi obat danmetabolitnya di dalam sampel (materi biologik). Jikadi dalam matrik terdapat obat dan metabolitnya(antigen-target) maka dia akan berikatan dengan“anti-drug antibody”, namun jika tidak ada antigentargetmaka “anti-drug antibody” akan berikatandengan “antigen-penanda”. Terdapat berbagaimetode / teknik untuk mendeteksi ikatan antigenantibodiini, seperti “enzyme linked immunoassay” (ELISA), enzyme multiplied immunoassay technique (EMIT), fluorescence polarization immunoassay (FPIA), cloned enzyme-donor immunoassay (CEDIA), dan radio immunoassay (RIA). Pemilihan teknik ini sangat tergantung pada beban kerja (jumlah sampel per-hari) yang ditangani oleh laboratorium toksikologi. Misal dipasaran teknik ELISA atau EMIT terdapat dalam bentuk single test maupun multi test. Untuk laboratorium toksikologi dengan beban kerja yang kecil pemilihan teknik single test immunoassay akan lebih tepat ketimbang teknik multi test, namun biaya analisa akan menjadi lebih mahal. Hasil dari immunoassay test ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, 29

bukan untuk menarik kesimpulan, karena kemungkinan antibodi yang digunakan dapat bereaksi dengan berbagaisenyawa yang memiliki baik bentuk struktur molekul maupun bangun yang hampir sama. Reaksi silang ini tentunya memberikan hasil positif palsu. Obat batuk yang mengandung pseudoefedrin akan memberi reaksi positif palsu terhadap test immunoassay dari anti bodi- metamfetamin. Oleh sebab itu hasil reaksi immunoassay (screening test) harus dilakukan uji pemastian (confirmatori test).5 b) kromatografi lapis tipis (KLT) KLT adalah metode analitik yang relatif murah dan mudah pengerjaannya, namun KLT kurang sensitifjika dibandungkan dengan teknik immunoassay. Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat disarankan dalam analisis toksikologi forensik, uji penapisan dengan KLT dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem pengembang dengan penampak noda yang berbeda. Dengan menggunakan spektrofotodensitometri analit yang telah terpisah dengan KLT dapat dideteksi spektrumnya (UV atau fluoresensi). Kombinasi ini tentunya akan meningkatkan derajat sensitifitas dan spesifisitas dari uji penapisan dengan metode KLT. Secara simultan kombinasi ini dapat digunakan untuk uji pemastian.5 Uji pemastian “confirmatory test” Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan kadarnya. Konfirmatori test paling sedikit sesensitif dengan uji penapisan, namun harus lebih spesifik. Umumnya uji pemastian menggunakan teknik kromatografi yang dikombinasi dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas - spektrofotometri massa (GC-MS), kromatografi cair kenerja tinggi (HPLC) dengan diode-array detektor, kromatografi cair - spektrofotometri massa (LC-MS), KLT-Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. Meningkatnya derajat spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan mengenali identitas analit, sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada. Prinsip dasar uji konfirmasi dengan menggunakan teknik CG-MS adalah analit dipisahkan menggunakan gas kromatografi kemudian selanjutnya dipastikan identitasnya menggunakan teknik spektrfotometrimassa. Sebelumnya analit diisolasi dari matrik biologik, kemudian jika perlu diderivatisasi. Isolat akan dilewatkan ke kolom CG, dengan perbedaan sifat fisikokima toksikan dan metabolitnya, maka dengan GC akan terjadi pemisahan toksikan dari senyawa segolongannya atau metabolitnya. Pada prisipnya pemisahan menggunakan GC, indeks retensi dari analit yang terpisah adalah sangat spesifik untuk senyawa 30

tersebut, namun hal ini belum cukup untuk tujuan analisis toksikologi forensik. Analit yang terpisah akan memasuki spektrofotometri massa (MS), di sini bergantung dari metode fragmentasi pada MS, analit akan terfragmentasi menghasilkan pola spektrum massa yang sangat kharakteristik untuk setiap senyawa. Pola fragmentasi (spetrum massa) ini merupakan sidik jari molekular dari suatu senyawa. Dengan memadukan data indeks retensi dan spektrum massanya, maka identitas dari analit dapat dikenali dan dipastikan. Dengan teknik kombinasi HPLC-diode array detektor akan memungkinkan secara simultan mengukur spektrum UV-Vis dari analit yang telah dipisahkan oleh kolom HPLC. Seperti pada metodeGC-MS, dengan memadukan data indeks retensi danspektrum UV-Vis analit, maka dapat mengenali identitas analit.5 Disamping melakukan uji indentifikasi potensial positif analit (hasil uji penapisan), pada uji ini juga dilakukan penetapan kadar dari analit. Data analisis kuantitatif analit akan sangat berguna bagi toksikolog forensik dalam menginterpretasikan hasil analisis, dengan kaitannya dalam menjawabpertanyaan-pertanyaan yang muncul baik dari penyidik maupun hakim sehubungan dengan kasus yang terkait. Misal analisis toksikologi forensik ditegakkan bertujuan untuk memastikan dugaan kasus kematian akibat keracunan atau diracuni, pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul pada kasus ini adalah: - senyawa racun apa yang terlibat? - berapa besar dosis yang digunakan? - kapan paparan tersebut terjadi (kapan racuntersebut mulai kontak dengan korban)? - melalui jalur apa paparan tersebut terjadi (jaluroral, injeksi, inhalasi)? Dalam praktis analisis menggunakan teknik GC-MS, LC-MS, atau HPLC-Diode array detektor memerlukan biaya analisis yang relatif mahal ketimbang KLT-Spektrofotodensitometri. Sehingga disarankan dalam perencanaan pengadaan/pemilihan peralatan suatu laboratorium toksikologi seharusnya mempertimbangkan biaya operasional penanganan sampel. Hal ini pada kenyataannya sering menjadi faktor penghambat dalam penyelenggaraan laboratorium toksikologi. Karena pada kenyataanya telah diatur dalam KUHAP, bahwa biaya yang ditimbulkan akibat pemeriksaan atau penyidikan dibebankan pada negara, namun pada kenyataanya sampai saat negara belum mampu memikul beban tersebut.2

31

Interpretasi temuan analisis Temuan analisis sendiri tidak mempunyai makna yang berarti jika tidak dijelaskan makna dari temuan tersebut. Seorang dokter forensik berkewajiban menerjemahkan temuan tersebut berdasarkan kepakarannya ke dalam suatu kalimat atau laporan, yang dapat menjelaskan atau mampu menjawab pertanyaan yang muncul berkaitan dengan permasalahan/kasus yang dituduhkan.2 Berkaitan dengan analisis penyalahgunaan obato-batan terlarang, mengacu pada hukum yang berlaku di Indonesia (UU no 5 th 1997 tentang spikotropika dan UU no 22 th 1997 tentang Narkotika), interpretasi temuan analisis oleh seorang toksikologi forensik adalah merupakan suatu keharusan (Wirasuta, 2005).3 Heroin menurut UU no 22 tahun 1997 termasuk narkotika golongan I, namun metabolitnya (morfin) masuk ke dalam narkotika golongan II.2 Dilain hal kodein (narkotika golongan III) di dalam tubuh akan sebagian termetabolisme menjadi morfin. Namun pada kenyataannya heroin illegal juga mengandung acetilkodein, yang merupakan hasil asetilasi dari kodein, sehingga dalam analisis toksikologi forensik pada pembuktian kasus penyalahgunaan heroin ilegal akan mungkin diketemukan morfin dan kodein. Menurut UU narkotika ini (pasal 84 dan 85), menyatakan bahwa penyalahgunaan narkotika golongan I, II, dan III memiliki konsekuensi hukum yang berbeda, sehingga interpretasi temuan analisis toksikologi forensik, khususnya dalam kaitan menjawab pertanyaan narkotika apa yang telah dikonsumsi, adalah sangat mutlak dalam penegakan hukum.2 Terdapat beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh toksikolog forensik dalam melakukan analisis: a. Senyawa apa yang terlibat dalam tindak kriminal tersebut (senyawa apa yang menyebabkan keracunan, menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan dalam berlalulintas, atau narkoba apa yang telah disalah gunakan)? b. Berapa besar dosisnya? c. Efek apa yang ditimbulkan? d. Kapan tubuh korban terpapar oleh senyawa tersebut? e. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat terungkap dari hasil analisis toksikologi dan didukung olehpenguasaan ilmu pendukung lainnya sepertifarmakologi dan toksikologi, biotransformasi, dan farmakokinetik.

32

Data temuan hasil uji penapisan dapat dijadikan petunjuk bukan untuk menarik kesimpulan bahwa seseorang telah terpapar atau menggunakan obat terlarang. Sedangkan hasil uji pemastian (confirmatory test) dapat dijadikan dasar untuk memastikan atau menarik kesimpulan apakah sesorang telah menggunakan obat terlarang yang dituduhkan.2

CANNABINOID SINTETIS Definisi Cannabinoid sintesis (ganja sintesis) merupakan zat sintetis (zat hasil sintesa di laboratorium) yang efeknya memungkinkan pengikatan dengan reseptor cannabinoid yang diketahui, yaitu CB1 atau CB2 pada sel manusia. Reseptor CB1 terletak terutama di otak dan sumsum tulang belakang dan bertanggung jawab atas efek psikoaktif sama halnya seperti ganja, sedangkan reseptor CB2 terletak terutama di limpa dan sel-sel sistem kekebalan tubuh dan dapat memediasi efek kekebalan - modulasi.6 Cannabinoid sintesis berbentuk serbuk yang efeknya sama dengan penggunaan ganja karena menempati reseptor di tubuh sama dengan penggunaan ganja. Serbuk cannabinoid sintesis ini umumnya disemprotkan pada sampel herbal atau bahan lain kemudian dikeringkan dan dikemas menjadi kemasan herbal ataupun rokok.6 Sejarah Cannabinoid sintesis pada mulanya disintesa oleh seorang doktor di bidang kimia organik yang bernama Jhon W. Huffman yang merupakan seorang ahli riset dari universitas Clemson di Amerika. Jhon W. Huffman dan timnya pada tahun 1990-an telah berhasil mensintesa sekitar 20-an jenis cannabinoid sintesis. Latar belakang penelitiannya adalah pencarian terhadap obatobatan sintetis yang mampu menyembuhkan penyakit multisklerosis, pereda nyeri pada pasien HIV/AIDS maupun pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Ia dan timnya sama sekali tidak menduga hasil risetnya ini ternyata sekarang banyak disalahgunakan sebagai narkoba yang berbahaya bagi pemakainya. Bahkan ia sangat terganggu dengan para pecandunya dan menganggap mereka bodoh secara sembarangan menggunakan zat tersebut.6,7

33

Peredaran cannabinoid sintesis di Indonesia umumnya dijual secara ilegal dalam bentuk daun-daunan/sampel herbal yang dikemas dalam kemasan menarik dengan gambar berwarnawarni. Kemunculan pertama kemasan herbal yang mengandung cannabinoid sintesis ini adalah kemasan herbal seperti good shit yang ternyata hasil analisis di laboratorium BNN mengandung zat 5-fluoro AKB 48 dan MAM-2201. Dua zat ini tergolong dalam cannabinoid sintesis yang efeknya dalah halusinogen dan stimulan dan sifak adiksinya sangat kuat sehingga dapat mempercepat adiksi/ketergantungan terhadap zat tersebut.6,7 Daun-daunan dalam kemasan herbal tadi sebenarnya adalah jenis daun-daunan yang tidak berbahaya namun telah disemprotkan zat cannabinoid sintesis di dalamnya sehingga efeknya menjadi efek narkoba bila digunakan. Jenis daun-daunan itu menurut UNODC yang sering digunakan diantaranya adalah Pedicularis densiflora, Nymphacea caerulea, Leonotis leonurus, Leonurus sibiricus, Carnavalia maritima dan Zornia latifolia.6,7 Cannabinoid sintesis menurut UNODC berbentuk serbuk kristalin yang berwarna putih, abu-abu bahkan coklat kekuningan. Umumnya larut dalam pelarut organik seperti metanol, etanol, acetonitril, etil asetat dan aseton sehingga setelah larut akan dengan mudah disemprotkan ke dalam bahan lain semisal daun-daunan herbal ataupun tembakau.6,7 Peredaran cannabinoid sintesis ini dalam kemasan sampel herbal warna-warni yang mencolok ketika kemunculannya pertama adalah penjualan melalui internet yang dapat diakses bebas oleh semua kalangan sehingga ketika peredarannya sudah sangat menyebar, produkproduk tersebut banyak yang diawasi sehingga bandar narkoba mulai mencari cara penjualan lainnya yaitu dengan menggantinya menggunakan sampel tembakau. Seperti diketahui bahwa masyarakat Indonesia sangat mengenal tembakau dan dapat digunakan secara bebas. Cannabinoid sintesis yang disemprotkan pada tembakau tidak menarik perhatian kalangan penegak hukum untuk menindaknya dan jumlah perokok di Indonesia cukup besar sehingga pasar inilah yang kemudian dibidik oleh bandar-bandar tersebut. Sehingga kemudian muncullah tembakau merk Gorilla yang ternyata telah disusupi zat cannabinoid sintesis.6,7

34

Gambar 2. Jenis Canabinoid sintetic

Aspek Medikolegal Di Indonesia, narkotika diatur di dalam UU No. 35 tahun 2009, UU ini merupakan pembaharuan dari UU No. 22 tahun 1997.Menurut UU No. 35 tahun 2009 pasal 1, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.8 Penggolongan narkotika menurut UU no. 35 tahun 2009 pasal 6 adalah sebagai berikut: a) Narkotika golongan I Dilarang digunakan dalam kepentingan pelayanan kesehatan (pasal 8). Contoh:

Tanaman

bagian

dari

tanaman dan

hasis;

ganja,

semua

tanaman

ganja

atau

tanaman

termasuk bagian

Tetrahydrocannabinol,

biji,

tanaman dan

genus

genus

buah, ganja

semua

cannabis

jerami, termasuk

isomer

serta

dan

hasil

semua olahan

damar

ganja

semua

bentuk

stereo kimianya; Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya; Kokain; Heroin.8 (Permenkes No. 2 tahun 2017) b) Narkotika golongan II Contoh: Fentanil, Morfin, Pethidine (Permenkes No. 2 tahun 2017) c) Narkotika golongan III Contoh: Kodein (Permenkes No. 2 tahun 2017) 35

Narkotika Golongan I dilarang digunakan untukkepentingan pelayanan kesehatan.Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapatdigunakan untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik,serta reagensia laboratorium setelah mendapatkanpersetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala BadanPengawas Obat dan Makanan.(UU no. 35 tahun 2009 pasal 8).8 Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dpaat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasien sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki, menyimpan dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri. Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (UU no. 35 tahun 2009 pasal 53).8 UU no. 35 tahun 2009 pasal 54 menyebutkan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.UU No. 35 tahun 2009 pasal 55 menyatakan bahwa : (1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. (2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Ketentuan pidana untuk pengguna Narkotika golongan I diatur dalam UU No. 35 tahun 2009 pasal 111–116: Pasal 111: (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman,

36

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 112: (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 113: (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1

37

(satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 114: (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 115: (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku 38

dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 116: (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 127(1): Setiap penyalah guna narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. Pasal 129:Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda palingbanyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum: a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

39

Rumus Kimia Cannabinoid Sintetis Ganja sintetis sangat bebeda dengan ganja yang sebenarnya. Synthetic cannabinoid merupakan zat sintetis (zat hasil sintesa di laboratorium) yang berbentuk serbuk yang efeknya sama dengan penggunaan ganja karena menempati reseptor di tubuh sama dengan penggunaan ganja.

Cannabinoids

sintetis

molekul

yang

dirancang

untuk

meniru

efek

dari

tetrahydrocannabinol, atau THC. Seperti THC, ini cannabinoids sintetis menargetkan jenis cannabinoid 1 reseptor (CB1R) di otak, yang bertanggung jawab untuk efek psikoaktif dari THC pada ganja. Meskipun produk ini kadang-kadang disebut "ganja sintetis" atau "pot palsu," kedua istilah yang salah dan menyesatkan. Mereka disebut cannabinoid bukan karena mereka seperti ganja, tetapi karena mereka berinteraksi dengan reseptor cannabinoid di otak dan di tempat lain dalam

tubuh.Teknik

membuat

ganja

sintetis

begitu

mudah.

Cukup

dengan

melarutkan/menyemprotkan aseton yang dicampur dengan bubuk sintetis ke herbal kering (biasaya tembakau).9 Cannabinoid tentu berbeda dari ganja pada uumumnya yang berasal dari tanaman Cannabis sativa . Tanaman Cannabis sativa mengadung lebih dari 400 bahan kimia, termasuk 60 bahan kimia aktif yang disebut dengan cannabinoid. Cannabinoid yang terdapat pada tanaman

Cannabis

sativa

antara

lain

Delta-9-tetrahydrocannabinol,

Delta-8-

tetrahydrocannabinol, cannabinol, dan cannabidiol. Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) merupakan cannabinoid yang paling berpengaruh pada sistem tubuh dan merupakan agen psikoaktif utama. Sama seperti cannabinoid sintetis kandungan THC dalam ganja merupakan molekul yang mudah larut dalam lemak dan alkohol sehingga ganja dapat dicampur ke dalam berbagai bahan makanan dan minuman untuk dikonsumsi.9

Gambar 3. Struktur kimia Delta-9- tetrahydrocannabinol (THC).9 40

Pada ganja sintetis mengandung bahan kimia yang disebut cannabimimetics yang dapat mengakibatkan efek berbahaya bagi kesehatan dan sangat beresiko untuk disalahgunakan. tidak adanya senyawa non-psikotik dalam produk ganja sintetis, membuat ganja sintetis lebih kuat menginduksi psikosis daripada ganja alami dan memiliki efek yang sangat berbeda dalam uji laboratorium. Terdapat zat-zat kimia yang terkandung dalam campuran ganja sintetis , zat-zat kimia tersebut merupakan zat yang sangat berbahaya dan adiktif yang disebut dengan singkatan ABFUBINACA zat yang terdiri dari : 1. Aminocarbonyl. 2. Methylpropyl. 3. Fluropenylmethyl. 4. Indazole. 5. Carboxamid.9 FUB_AMB atau FUBINACA-AMB Methyl 2 - ({1 - [(4fluorophenyl) metil] -1H-indazole-3-karbonil} amino) -3-Rumus C 21 H 22 F N 3 O 3adalah bahasa kimia dari salah satu turunan sintetik canabinoid yang ditemukan terbaru .FUB-AMB adalah analog dari AB-FUBINACA, cannabinoid sintetik yang ampuh, pertamakali disintesis oleh Pfizer. AB-FUBINACA menunjukkan afinitas yang kuat (Ki = 0,9 nM) untuk reseptor CB1. Gugus amida utama dalam rantai samping L-valinamide di AB-FUBINACA diganti dengan ester metil di FUB-AMB.9

Gambar 2 .Evolusi Struktur Cannabinoid Sintetis

41

Selain dari FUB_AMB higga awal 2017 total saat ini sudah 15 jenis zat jenis synthetic cannabinoid yang terdeteksi di Indonesia dan secara keseluruhan sudah ada 44 jenis zat NPS yang sudah Tabel 1. Daftar nama zat synthetic cannabinoid yang sudah teridentifikasi di Indonesia

Sumber: Badan Narkotika Nasional.

42

Farmakologi Ganja Dosis THC yang diperlukan untuk memperoleh efek farmakologis pada manusia dari menghisap sekitar 2-22 mg. Metabolisme THC terjadi di hati dan dipecah menjadi 11-hydroxyTHC yang juga merupakan agen psikoaktif. Karena sifatnya yang lipofilik, eliminasi THC dari dalam tubuh berlangsung cukup kompleks dan membutuhkan waktu yang cukup lama. THC berakumulasi di jaringan adiposa selama 5-7 hari dan secara perlahan dikeluarkan lagi ke tubuh. Waktu paruh eliminasi dari THC dari jaringan mencapai 7 hari dan eliminasi secara total mencapai 30 hari. THC diekskresikan 25% melalui urin dan 65% ke dalam usus untuk di reabsorbsi sehingga efek samping dari THC dapat bertahan lebih lama. Reseptor cannabinoid berdasarkan afinitasnya dibagi menjadi reseptor CB1 dan reseptor CB2. Reseptor CB1 dapat ditemukan di hipokampus, ganglia basal, serebelum, sistem saraf dan juga ditemukan di saluran kelenjar saliva submandibula (ductal system). Reseptor CB2 ditemukan di makrofag pada limpa, sel-sel imun, dan sel-sel asini kelenjar saliva submandibula. Ketika menghisap ganja, THC akan masuk melalui paru-paru sebanyak 50% kemudian diabsorbsi ke aliran darah dan mencapai otak dalam beberapa menit. Aktivasi reseptor cannabinoid pada otak yaitu di bagian hipokampus, ganglia basal dan serebelum yang mempengaruhi perasaan senang, ingatan, pemikiran, konsentrasi, pergerakan, koordinasi dan persepsi waktu serta sensoris. Hipokampus terdapat pada lobus temporal dan berperan untuk ingatan jangka pendek. Apabila THC berikatan dengan reseptor cannabinoid di hipokampus maka akan terjadi pengumpulan kembali ingatan-ingatan yang baru terjadi. Ganglia basal berperan dalam pergerakan spontan, perencanaan dan inisiasi. Serebelum merupakan pusat kontrol motorik dan koordinasi, hal ini yang dapat menyebabkan kerusakan pada sistem koordinasi motorik pada pecandu ganja. THC yang masuk ke dalam otak dapat menstimulasi sel-sel otak di nucleus accumbens dan prefrontal cortex untuk mengeluarkan neurotransmiter dopamin yang berperan dalam pengaturan emosi dan sikap, sehingga dapat menyebabkan munculnya rasa senang dan santai pada seseorang. Dosis rendah THC dapat menstimulasi terjadinya sedasi, sedangkan dosis tinggi THC dapat menyebabkan terjadinya halusinasi. Penggunaan ganja sebagai bahan medikasi telah dilarang di beberapa negara sejak abad 20, namun pada awalnya ganja dapat digunakan sebagai bahan medikasi dengan dosis yang tepat. Efek THC ganja dalam tubuh bergantung pada dosis yang diterima seseorang, dosis tepat penggunaan THC yaitu 5–25 mg. Kandungan THC tersedia dalam bentuk pil yang berguna untuk meningkatkan nafsu makan pada pasien dengan sindrom 43

defisiensi imun dan juga untuk mengurangi rasa mual dan muntah pada pasien yang sedang menjalani kemoterapi. Cannabinoid pada ganja juga efektif dalam merawat nyeri kronis dimana cannabinoid dapat mengurangi rasa nyeri. Menghisap ganja dengan dosis yang tepat dapat mengobati inflamasi membran mukosa, lepra, demam, obesitas, asma, infeksi saluran urin dan batuk. Manfaat terapi dari cannabinoid yaitu sebagai analgesik, relaksasi otot, anti alergi, bronkodilator, neuroproteksi, bahan sedatif, antiemesis, serta menurunkan tekanan intraokular. Pada tahun 1980 terdapat banyak penelitian mengenai manfaat medis ganja, namun karena konsumsi ganja secara teratur dan dalam jangka waktu yang panjang dapat mempengaruhi kesehatan sistemik dan status mental maka penggunaan ganja sebagai bahan medikasi dilarang di beberapa negara termasuk di Indonesia.10,11

PengaruhJangkaPendekPadaFisik Efeksegeradarikanabis

yang seringtermasukrelaksasifisikatausedasi,

matamerah,

batukakibatiritasiparu-paru, meningkatkannafsumakandanhilangnyakordinasiotot.Pengaruhfisiklainnyameningkatkanden yutjantung,menurunkantekanandarah,menurukantekanandi belakang bola mata (Marinol, untukglukoma) danmenguranimual (padapengobatankanker).12,13,14 Kanabismengurangikemampuanmengikuti (kemampuanuntukmengikutiobjek yang bergerak) danmenyebabkansatufenomenajejakdimanaseseorangmelihatsetelahbayangandaribenda yang bergerak.Gangguankemampuanmengikutijejakdanfeomenajejakdanefeksedasimenyebabkanl ebihsulituntukmelaksanakantugas yang memerlukanperkiraanjarakdankoordinasitanganmata yang baikseperti mengendaraimobil. 12 Kanabisdapatberaksisepertistimulansamabaiknyasebagaidepresantergantungpadajenis danjumlahkimia yang diserapotak, latarbelakangpenggunaandankepribadianpengguna.12

PengaruhJangkaPanjang Penghisapankanabissecarateraturmengakibatkangejalaakutdankronisbronkitis. 44

Penelitianmikroskopisdarimembranmukosaoleh

Dr. Tashkin, telahditemukan paling

banyakkerusakanterjadipadaparu-

paru

yang

menghisaprokokdankanabisPenghisapkanabisdanrokokmemilikiresikotingilebihbesaruntukm enjadikankerlidah, kankerlaringdankankerparu-paru.12 Beberapabuktimenunjukkanbahwapenggunaberatkanabisdapatmenekansistimimunme ngakibatkanpenggunalebiuhmudahmenderitademam, flu daninfeksi virus lainnya.12,13

45

Related Documents

Upn
May 2020 4
Upn 5
June 2020 5
Jurding Trauma.docx
December 2019 27
Jurding Ind.docx
July 2020 24
Jurding Tht.docx
November 2019 22

More Documents from "HellenPertiwiWulandari"