LAPORAN BELAJAR MANDIRI SKENARIO B BLOK 22 TAHUN 2019
DISUSUN OLEH: Nama
: Julius Akbar
NIM
: 04011181621004
Kelas
: Alpha 2016
Tutor: dr.Liniyanti D.Oswari, MNS, MSc.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2019
Learning Issues Preeklampsia dan Eklampsia a. Algoritma penegakan diagnosis
Skema 1 : Penilaian Klinik Preeklampsia dan Eklampsia (sumber: DEPKES RI. 2005. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar )
b. Diagnosis banding Hipertensi kronik ƒ Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketahui, akan sulit untuk membedakan antara preeklampsia dan hipertensi kronik, dalam hal demikian, tangani sebagai hipertensi karena kehamilan. 2
Proteinuria ƒ Sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi urin, sehingga terdapat proteinuria ƒ Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan infeksi ƒ Infeksi kandung kemih, anemia berat, payah jantung dan partus lama juga dapat menyebabkan proteinuria ƒ Darah dalam urin, kontaminasi darah vagina dapat menghasilkan proteinuria positif palsu
Kejang dan koma ƒ Eklampsia harus didiagnosa banding dengan epilepsi, malaria serebral, trauma kepala, penyakit serebrovaskuler, intoksikasi (alkohol, obat, racun), kelainan metabolisme (asidosis), meningitis, ensefalitis, ensefalopati, intoksikasi air, histeria dan lain-lain
c. Diagnosis kerja Eklampsia
d. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi.
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang tonik klonik disusul dengan koma.
e. Faktor resiko Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut. 1. Primigravida, primiparernitas. 2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar. 3
3. Umur yang ekstrim . 4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia. 5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil . 6. Obesitas.
f. Klasifikasi
Tabel 1 : Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan (Sumber: DEPKES RI. 2005. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar )
g. Patogenesis dan patofisiologi Penyebab hipertensi kehamilan belum diketahu dengan jelas. Terdapat banyak teori, namun tidak ada satupun teori yang yang dianggap mutlak benar. Teori- teori tersebut adalah 1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling
4
arteri spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta. 2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel.
Iskemik plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh rubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
5
Keadaan ini disebut "disfungsi endotel" (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi: - Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilatator kuat. - Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilatator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah. - Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis). - Peningkatan permeabilitas kapilar. - Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat. - Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut.
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya
periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
6
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maldaption pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif.
4. Teori adaptasi kardiovaskular Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada terimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
5. Teori genetik Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26 % anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8 % anak menantu mengalami preeklampsia.
6. Teori defisiensi gizi (teori diet) Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak 7
ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14 % sedang yang diberi glukosa 17 %.
7. Teori stimulus inflamasi Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbuikan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.
Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan "aktivitas leukosit yang sangat tinggi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai "kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan" yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.
h. Manifestasi klinis
Gambaran klinik preeklampsia ringan Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/ atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
8
- Hipertensi: sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik > 30 mmHg dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia. - Proteinuria: ≥ 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik. - Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuaii edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
Gambaran klinik preeklampsia berat Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut. - Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring. - Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif. - Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam. - Kenaikan kadar kreatinin plasma. - Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur. - Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson). - Edema paru-paru dan sianosis. - Hemolisis mikroangiopatik. - Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunana trombosit dengan cepat. - Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase - Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat. - Sindrom HELLP.
Gambaran klinik eklaampsia : Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, 9
intra, dan postpartum. Eklampsia posrpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan. Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau tandatanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang. Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai impending eclampsia atau imminent eclampsia i. Pemeriksaan penunjang • Hitung darah perifer lengkap (DPL) • Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang • Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT) • Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum) • Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen) • USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin terhambat) j. Tatalaksana
Skema 2 : Alur Pengobatan Hipertensi dalam Kehamilan (sumber: DEPKES RI.2005. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar )
10
PREEKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia. Pengelolaan kejang: ƒ Beri obat anti kejang (anti konvulsan) ƒ Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker oksigen, oksigen) ƒ Lindungi pasien dari kemungkinan trauma ƒ Aspirasi mulut dan tenggorokan ƒ Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko aspirasi ƒ Berikan O2 4-6 liter/menit Pengelolaan umum ƒ Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik antara 90100 mmHg ƒ Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih ƒ Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload ƒ Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria ƒ Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam ƒ Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin ƒ Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam ƒ Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV) ƒ Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati Anti konvulsan Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal. 11
Anti hipertensi ƒ Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam ƒ Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin sublingual. ƒ Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan lagi Labetolol 20 mg oral. Persalinan ƒ Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul ƒ Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia), lakukan bedah Caesar ƒ Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa: - Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi anestesi spinal). - Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi terlalu tinggi. ƒ Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau dengan cara pemberian prostaglandin / misoprostol
Perawatan post partum ƒ Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang terakhir ƒ Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg ƒ Lakukan pemantauan jumlah urin
Rujukan ƒ Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika: - Terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam) - Terdapat sindroma HELLP - Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang
12
k. Komplikasi
Iskemia uteroplasenter - Pertumbuhan janin terhambat - Kematian janin – Persalinan prematur - Solusio plasenta
Spasme arteriolar - Perdarahan serebral - Gagal jantung, ginjal dan hati - Ablasio retina - Thromboemboli - Gangguan pembekuan darah –Buta kortikal
Kejang dan koma - Trauma karena kejang - Aspirasi cairan, darah, muntahan dengan akibat gangguan pernafasan
Penanganan tidak tepat - Edema paru - Infeksi saluran kemih - Kelebihan cairan - Komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik
l. Prognosis Quo vitam: dubia ad bonam Quo sanationam: dubia ad bonam Quo functionam: dubia ad bonam Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini
13
merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian. Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.
m. KIE Pencegahan :
Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah hipertensi karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin
Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena kehamilan belum sepenuhnya terbukti
Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus harus ditindak lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas bilamana harus kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan, keluarga (suami, orang tua, mertua dll.) harus dilibatkan sejak awal
Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru
n. SKDI Preeklampsia dan eklampsia : 3B
14
Analisis Masalah 1. Mrs. Adis, 17-years-old pregnant woman G1P0A0 38- week pregnancy, was brought by her husband to the RSUD Pali due to convulsion 3 hours ago about ± 2 minute.. a. Apa hubungan usia pasien dengan keluhan utama pasien? Usia ibu (<20 atau ≥ 35 tahun) merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Hipertensi (pre eklampsia-eklampsia) meningkat di umur muda, sehubungan dengan belum sempurnanya organ-organ yang ada ditubuh wanita untuk bereproduksi, selain itu faktor psikologis yang cenderung kurang stabil juga meningkatkan kejadian pre eklampsia di umur muda. Hubungan peningkatan usia maternal terhadap hipertensi kehamilan adalah sama, dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun. Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita tua.
b. Apa hubungan usia kehamilan dan kehamilan pertama dengan keluhan utama pasien?
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
Sebagian besar ibu hamil yang mengalami eklamsi-preeklamsi adalah kehamilan aterm. Preeklampsi-eklampsia sering muncul pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu, hal ini disebabkan kerja plasenta yang semakin aktif bekerja mengalirkan nutrisi bagi janin sehingga menyebabkan kenaikan tekanan darah sebagai reaksi peningkatan metabolisme organ tubuh ibu. Dapat disimpulkan semakin tua umur kehamilan, risiko untuk mengalami peeklampsiaeklampsia semakin tinggi
c. Bagaimana mekanisme kejang pada kasus? Eklampsia ditandai oleh kejang umum pada wanita hamil dengan hipertensi dan proteinuria. Sedikit yang diketahui tentang apa yang memicu kejang-kejang pada sindrom ini. Pandangan yang berlaku adalah bahwa kejang disebabkan oleh vasospasme otak dan edema serebral. Namun, banyak temuan klinis yang penting menentang edema serebral atau hipertensi ensefalopati sebagai satu-satunya penyebab kejang pada eklampsia. Iskemia utero-plasenta menyebabkan pelepasan molekul tertentu seperti neurokinin B, sitokin inflamasi, endotelin, dan aktivator plasminogen jaringan. Molekul-molekul ini merangsang reseptor neuron rangsang dan mengubah rangsangan neuron, transmisi sinaptik, dan neuronal survival independent dari efek vaskular. Hal yang penting dari neuromodulator dan efek kejang dari 15
masing-masing molekul yang meningkat pada pre-eklampsia, sebagai perspektif baru mengenai mekanisme kejang pada eklampsia.
d. Apa makna klinis durasi kejang selama 2 menit? Kejang selama 2 menit menunjukkan kejang yang terjadi pada tingkat tonik klonik. Kejang pada eklampsia dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu tingkat awal atau aura, tingkat kejangan tonik, tingkat kejangan klonik, dan tingkat koma. Tingkat awal atau aura berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar kekanan atau kekiri. Tingkat kejangan tonik berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki bengkok ke dalam. Pernafasan berhenti, wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit. Stadium ini akan disusul oleh tingkat kejangan klonik yang berlangsung antara 1-2 menit. Spasme tonik menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar lidah yang berbusa, wajah menunjukkan kongesti dan sianotis. Setelah kejang terhenti, pasien bernafas dengan mendengkur. Pada tingkat koma, lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan penderita biasa menjadi sadar lagi.
e. Apa tatalaksana kejang pada pasien?
Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi (cairan intravena).
MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang). Cara pemberian dapat dilihat di halaman berikut.
Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif
16
2. She has been complaining of headache, epigastric pain, vomitting and visual blurring for the last 2 days. According to her husband, on her last ANC, the midwife found that her blood pressure was high, and advice to deliver the baby in the hospital. a. Bagaimana mekanisme dari sakit kepala,nyeri epigastrium, muntah, dan penglihatan buram?
sakit kepala : Sindrom preeklamsia memiliki dasar aktivasi endotel yang terkait dengan kebocoran antarsel endotel, yang timbul pada tekanan darah yang jauh lebih rendah dibandingkan tekanan yang menyebabkan edema vasogenik, dan juga didasari oleh hilangnya autoregulasi batas-atas. Adanya mekanisme tersebut menyebabkan nyeri kepala. Singkatnya nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema
Penglihatan buram: Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur
Nyeri epigastrium : Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan yang dapat disebabkan hipertensi dalam kehamilan. Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium.
b. Apa hubungan keluhan tambahan dengan keluhan utama? Nyeri kepala, penglihatan kabur dan nyeri epigastrium merupakan gejala dari perubahan sistem dan organ yang disebabkan oleh preeklampsia-eklampsia. Keluhan utama dari eklampsia adalah kejang yang terjadi pada kasus preeklampsia. c. Apa indikasi janin harus dilahirkan pada kasus? Kriteria terminasi kehamilan pada preeklampsia berat
17
d. Makna klinis dari tekanan darah tinggi pada kasus? Tekanan darah 220/ 110 menandakan preeklampsia pada ibu ini tergolong berat. e. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada ANC? 1. Timbang berat badan 2. Ukur lingkar lengan atas 3. Ukur tekanan darah 4. Ukur tinggi fundus uteri 5. Hitung denyut jantung janin 6. Tentukan presentasi janin 7. Beri imuniasasi tetanus toksoid 8. Beri tablet tambah darah (tablet besi) 9. Periksa laboratorium (rutin dan khusus) 10. Tatalaksana/penanganan kasus 11. KIE efektif
f. Kapan saja dilakukan pemeriksaan ANC? 1. Minimal 1 kali pada trimester ke-1 (kehamilan < 14 minggu) 2. Minimal 1 kali pada trimester ke-2 (kehamilan 14-28 minggu) 3. Minimal 2 kali pada trimester ke-3 ( >28 minggu sampai kelahiran)
g. Apa tatalaksana hipertensi pada ibu hamil? -Antihipertensi lini pertama 18
Nifedipin Dosis 10 -20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24 jam - Antihipertensi lini kedua Sodium nitoprusside ; 0,25 pg i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 pg i.v./kg/ 5 menit, Diazokside: 30 - 60 mg i.v./5 menit; atau i.v. infus 1O mg/menit/ dititrasi. yang harus dihindari secara mutlak, sebagai antihipertensi, ialah pemberian diazokside, ketanserin, nimodipin, dan magnesium sulfat.
h. Apa tatalaksana sakit kepala,nyeri ulu hati, muntah, dan penglihatan buram? Pengobatan penyebab utamanya yakni hipertensi dalam kehamilan( preeklamsia) sudah cukup untuk mengobati keluhan tambahannya.
3. In the examination findings : Upon admission, Height = 163 cm ; weight 76 kg; Sense : decrease of consciousness, GCS : 13 BP : 200/ 110 mmHg . HR : 123 x/ men, RR: 28x/m. Pretibial edema
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?
No.
Nama
Nilai normal
Hasil Pemeriksaan
Interpretasi
17-23
76/ (1,632) = 28,6
Abnormal
pemeriksaan 1.
IMT
(obesitas) 2.
3.
Sensorium
Tekanan Darah
Compos
decrease
mentis , GCS :
consciousness,
15
GCS : 13
≤120/80
200/ 110 mmHg
mmHg
of
Abnormal
Abnormal (hipertensi)
19
4.
Nadi
60-100x/min
123x/min
Abnormal (takikardi)
5.
Respiratori Rate
16-24x/min
28x/min
Normal
pada
ibu hamil 6.
Pretibial
Tidak edama
edema
Abnormal
Mekanisme abnormal
Tekanan darah : Plasenta pada kehamilan preeklamsia mengalami proses implantasi yang cacat. Hal tersebut ditandai dengan invasi tidak sempurna dinding arteriola spiralis oleh troloblas ekstravilus, dan menyebabkan terbentuknya pembuluh darah berdiameter sempit dngan resistensi yang tinggi. Resistensi yang tinggi pada pembuluh darah menyebabkan hipertensi.
Nadi : peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia. Hal ini menyebabkan peningkatan deyut nadi
Pretibial edema : Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", yang dapat berakibat plasenta mengalami iskemia. terjadi iskemia plasenta dapat menyebabkan peningkatan radikal bebas, adanya radikal bebas dapat merusak sel endotel kapilar, akibatnya terjadi peningkatan permeabilitias kapilar dan terjadi hipoalbuminemia sehingga terjadi pretibial edema.
4. Obstetric examaniation : Outer examination : fundal height 33 cm, cephalic presentation, contraction 4x/10‘/40”, FHR : 120x/min, EFW : 3100 g Vaginal toucher : portio was tender , effacement 100 %, dilatation 7 cm, vertex presentation, amniotic fluid (+), H11, transverse UUK a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan obstetrik? Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Interpretasi
pemeriksaan Fundal height
33 cm
33 cm
Normal
Presentasi
cephalic
cephalic presentation
Normal
presentation
20
Kontraksi
4x/10’/40”
>3x/10’/40”
Memasuki kala 1 aktif
FHR
120x/menit
EFW
3100 g
110 –160 x/menit
Normal Normal
Hasil pemeriksaan
Interpretasi
Mekanisme
Portio was tender
Normal
-
Effacement 100%
pendataran
serviks
sempurna
Serabut otot setinggi ostium serviks internum
ditarik
ke
atas,
atau
dipendekkan menuju segmen bawah uterus. dilatation 7 cm
Fase
aktif
kala
I,
Kontraksi uterus menyebabkan tekanan
bukaan belum lengkap
selaput ketuban dan meningkatkatn tekanan hidrostatik kantong amnion. Terjadi pelebaran servik.
vertex presentation
Normal
-
amniotic fluid (+),
Selaput ketuban sudah
Adanya kotraksi uterus
pecah Hodge II
Penurunan
kepala
janin mencapai bagian bawah simfisis
21
Adanya dilatasi serviks
Transverse UUK
Posisi
normal
bayi
sesaat sebelum proses melahirkan
5. Lab : Hb : 10,2 g/ dl; PLT: 132.000/mm3; WBC :12.600/mm3 and she had 4+ protein on urine, cylinder (-) a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium ? No.
Pemeriksaan
Nilai normal
Hasil
Interpretasi
1.
Hb
11-12 g/dl
10,2 g/dl
Anemia ringan (normal
pada
ibu hamil) 2.
PLT
150.000-
132.000/mm³
400.000/mm³ 3.
WBC
Abnormal (turun)
5.000-12.000/mm³
12.600/mm³
Abnormal ( meningkat )
4.
Protein
Negative
(+) 4
Abnormal
5.
cylinder
Negative
Negative
Normal
Mekanisme abnormal
PLT turun : Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", yang dapat berakibat plasenta mengalami iskemia. Terjadi iskemia plasenta dapat menyebabkan peningkatan radikal bebas, adanya radikal bebas dapat merusak sel endotel arteriole ,hal tersebut menyebabkan trompositemia.
WBC meningkat : pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Produksi debris trofoblas plasenta meningkat mengakibatkan disfungsi endotel yang berakhir pada aktivitas leukosit yang tinggi pada sirkulasi ibu.
22
Protein (+)4 : Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Terjadi iskemia plasenta dapat menyebabkan peningkatan radikal bebas, adanya radikal bebas dapat merusak sel endotel salah satunya kerusakan sel endotel kapilar glomerulus yang dapat mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
b. Apa saja pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan pada kasus? • Hitung darah perifer lengkap (DPL) • Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang • Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT) • Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum) • Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen) • USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin terhambat)
23
DAFTAR PUSTAKA Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. 2005. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta: EGC. Kementerian Kesehatan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2010. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku saku pelayanan kesehatan Ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. 2000. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Ed. 1. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Waspado, Djoko dkk. 2005. Buku Acuan pelayanan obstetri neonatatal emergensi dasar. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Wibowo, Nayorono dkk. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tata Laksana Pre-Eklamsia. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal. . Azrul, Azwar. 2004. Tubuh Sehat Ideal dari Segi Kesehatan. Diperoleh dari http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/Tubuh-ideal-sehat.pdf . Diakses pada tanggal 12 februari 2019. Rohmani, Afiana dkk. 2015. Faktor Resiko Kejadian Hipertensi dalam Kehamilan. Diperoleh dari https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/2564. Diaskses pada tanggal 12 februari 2019 Wasseff, Sameh. 2009. Mechanisms Of Convulsions In Eclampsia. Diperoleh dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1884039. Diakses pada tanggal 12 februari 2019.
24