Langkah Implementasi Ayat Al-Quran dan Hadits Nabi Tentang Kebersihan dalam Kehidupan Wednesday, August 22, 2012 cecep hilman No comments
Keasrian dan kebersihan lingkungan Bersih kadang disamakan juga dengan kata suci, dalam bahasa Arab disebut Thoharoh sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Baqoroh ayat 222 di bawah. Suci atau bersih bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana sesuatu itu terbebas atau bersih dari yang namanya kotoran dan Hadas kecil maupun hadas besar. Bersih atau suci didalam agama islam merupakan salah satu hal yang dianjurkan bahkan wajib hukumnya bagi seorang Muslim untuk berusaha membiasakan dan memiliki pola hidup bersih dalam berbagai aspek kehidupan jasmani maupun rohaninya. Didalam pembahasan fiqih kebersihan merupakan masalah utama dan pertama dibahas serta bahan kajiannya. Karena kebersihan dan kesucian merupakan syarat utama dalam melakukan sebagian peribadatan. Seperti misalanya kalau kita shalat maka harus dalam keadaan suci dari hadas dan menggunakan pakaian serta tempat yang bebas dari kotoran yang membatalkan shalat. Sekali lagi seorang muslim wajib dalam kehidupan nya untuk selalu bersih dan suci baik jasmaniyahnya maupun rohaniyahnya. Bukankah Allah sangat mencintai dan menyayangi kebersihan, sebagaimana tercantum dalam salah satu firman-Nya:
َ َ هللا يُ ِحبُّ الت َّ َّوا ِبيْنَ َويُحبُّ ْال ُمت )٢٢٢ : ط ِ ِّه ِريْنَ ( البقره َ ا َِّن
tinya : “ Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang membersihkan diri” ( Al-Baqoroh : 222) Dalam Hadits Rosulullah SAW juga banyak hadits-haits yang menyatakan pentingnya kebersihanian, diantaranya adalah sebagai berikut:
َّ ْف فَتَن ) ْف ( رواه البيهقى ٌ َظفُ ْوا فَ ِانَّهُ َْل َي ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ ا َِّْل ن َِظي ٌ ا َ ْ ِْل ْس ََل ُم ن َِظي
Artinya: “Agama Islam itu adalah (agama) yang bersih/suci, maka hendaklah kamu menjaga kebersihan. Sesungghnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang bersih” ( HR. Baihaqi ).
َ ِبَ ْينَ َما َر ُج ٌل يَ ْم ِش ْي ب ُ ق َو َج َد ) ش َك َر هللا لَهُ فَغَفَ َرلَهُ ( رواه البخرى َ َغسْنَ ش َْو ِك فَأ َخ َذه ف ٍ ط ِر ْي
Artinya: ‘Ketika seseorang laki-laki sedang berjalan dijalan, ia menemukan dahan berduri, kemudian ia mengambilnya (karena mengganggu). Lalu Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuni dosanya” ( HR. Bukhary).
َّ َ ا ) اْل ْي َمان (رواه مسلم َ لط ُه ْو ُر ِ ْ شتْ ُر
Artinya: “Bersuci (kebersihan) adalah sebagian dari iman” ( HR. Muslim ). Masih banyak lagi hadits yang senada menganjurkan kepada ummat islam untuk melakukan kebersihan jasmani dan ruhani dalam berbagai aspek kehidupan serta melakukan kebersihan masyarakat dan lingkungan tempat manusia itu sendiri tinggal. Berikut adalah diantara sebagian penerapan (implementasi) wajibnya kebersihan dalam kehidupan diri lingkungan serta masyarakat diamana kita hidup bertempat tinggal.
Implementasi atau penerapan dari Ayat Al-Quran dan Hadits di atas dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah : 1. Senang dan gemar melakukan kebersihan jasmaniyah dan rohaniyah. 2. Bila bersalah atau khilaf kepada Allah beristigfarlah (bertaubat) dan bila
dilakukan kepada sesama manusia mohon maaflah dengan segera. 3. Lakukan Kebersihan dimana dan kapanpun juga, bersih badan pakaian dan lingkungan sekitar kita, di rumah, di sekolah serta dilingkungan masyarakat dimana kita berada. 4. Tidak membuang sampah sembarangan, tetapi buanglah sampah pada tempatnya. 5. Tidak melakukan curat-coret di meja, di dinding atau ditempat-tempat yang tidak semestinya. 6. Berusaha menyediakan tempat pembuangan sampah dengan apa saja yang dapat digunakan untuk penyimpanan sampah. 7. Saling tegur atau nasihat menasihati dengan tutur kata yang baik ( mau’idhoh hasanah) kepada orang yang khilap atau lupa membuang sampah secara sembarangan. 8. Kalau melihat sampah, berusaha mengambil dan membuang ke tempanya. 9. Mengolah dan mengelola sampah menjadi suatu yang berguna dan bermanfaat, apalagi kalau dijadikan sesuatu yang memiliki nilai ekonomis. 10. Menjadikan lingkungan kita bersih, nyaman dan asri. 11. Menata halaman dengan cara menjaga kebersihannya serta menanaminya dengan tumbuhan-tumbuhan yang baik dan bermanfaat. 12. Menciptakan hidup serasi dengan lingkungan sebenarnya kita melakukan pencegahan terhadap timbulnya berbagai bencana yang megancam lingkungan hidup manusia itu sendiri. 13. Berusaha dan senantiasa mengucapkan kalimah istighfar serta bertaubat setiap kali berbuta kekhilfan dan dosa.
Demikian sebagian implementasi atau penerapan Ayat-ayat Al-Quran dan Hadits-hadits Nabi SAW tentang perintah melakukan kebersihan dan kesucian dalam hidup serta kehidupan manusia. Semoga bermanfaat serta diberikan rahmat karunia inayah dan hidayah oleh Allah, kita mampu melaksanakannya dalam kehidupan ini. Amin!.
Pernikahan Dini Dalam Perspektif Agama dan Negara Ditulis oleh Yusuf Fatawie*
Isu pernikahan dini saat ini marak dibicarakan. Hal ini dipicu oleh pernikahan Pujiono Cahyo Widianto, seorang hartawan sekaligus pengasuh pesantren dengan Lutviana Ulfah. Pernikahan antara pria berusia 43 tahun dengan gadis belia berusia 12 tahun ini mengundang reaksi keras dari Komnas Perlindungan Anak. Bahkan dari para pengamat berlomba memberikan opini yang bernada menyudutkan. Umumnya komentar yang terlontar memandang hal tersebut bernilai negatif. Di sisi lain, Syeh Puji, begitu ia akrab disapa berdalih untuk mengader calon penerus perusahaannya. Dia memilih gadis yang masih belia karena dianggap masih murni dan belum terkontaminasi arus modernitas. Lagi pula dalam pandangan Syeh Puji, menikahi gadis belia bukan termasuk larangan agama. Sebenarnya kalau kita mau menelisik lebih jauh, fenomena pernikahan dini bukanlah hal yang baru di Indonesia, khususnya daerah Jawa. Penulis sangat yakin bahwa mbah buyut kita dulu banyak yang menikahi gadis di bawah umur. Bahkan—jaman dulu—pernikahan di usia ”matang” akan menimbulkan preseden buruk di mata masyarakat. Perempuan yang tidak segera menikah justru akan mendapat tanggapan miring atau lazim disebut perawan kaseb. Namun seiring perkembangan zaman, image masyarakat justru sebaliknya. Arus globalisasi yang melaju dengan kencang mengubah cara pandang masyarakat. Perempuan yang menikah di usia belia dianggap sebagai hal yang tabu. Bahkan lebih jauh lagi, hal itu dianggap menghancurkan masa depan wanita, memberangus kreativitasnya serta mencegah wanita untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Pernikahan Dini menurut Negara Undang-undang negara kita telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.[1] Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental. Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan dini mempunyai dampak negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Menurut para sosiolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya
mentolerir pernikahan diatas umur 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Pernikahan Dini menurut Islam Hukum Islam secara umum meliputi lima prinsip yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal. Dari kelima nilai universal Islam ini, satu diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan (hifdzu al nasl). Oleh sebab itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya al Bajuri menuturkan bahwa agar jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus melalui pernikahan. Seandainya agama tidak mensyari’atkan pernikahan, niscaya geneologi (jalur keturunan) akan semakin kabur.[2] Agama dan negara terjadi perselisihan dalam memaknai pernikahan dini. Pernikahan yang dilakukan melewati batas minimnal Undang-undang Perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak sah. Istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan umur. Sementara dalam kaca mata agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh. Terlepas dari semua itu, masalah pernikahan dini adalah isu-isu kuno yang sempat tertutup oleh tumpukan lembaran sejarah. Dan kini, isu tersebut kembali muncul ke permukaan. Hal ini tampak dari betapa dahsyatnya benturan ide yang terjadi antara para sarjana Islam klasik dalam merespons kasus tersebut. Pendapat yang digawangi Ibnu Syubromah menyatakan bahwa agama melarang pernikahan dini (pernikahan sebelum usia baligh). Menurutnya, nilai esensial pernikahan adalah memenuhi kebutuhan biologis, dan melanggengkan keturunan. Sementara dua hal ini tidak terdapat pada anak yang belum baligh. Ia lebih menekankan pada tujuan pokok pernikahan. Ibnu Syubromah mencoba melepaskan diri dari kungkungan teks. Memahami masalah ini dari aspek historis, sosiologis, dan kultural yang ada. Sehingga dalam menyikapi pernikahan Nabi Saw dengan Aisyah (yang saat itu berusia usia 6 tahun), Ibnu Syubromah menganggap sebagai ketentuan khusus bagi Nabi Saw yang tidak bisa ditiru umatnya. Sebaliknya, mayoritas pakar hukum Islam melegalkan pernikahan dini. Pemahaman ini merupakan hasil interpretasi dari QS. al Thalaq: 4. Disamping itu, sejarah telah mencatat bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi dalam usia sangat muda. Begitu pula pernikahan dini merupakan hal yang lumrah di kalangan sahabat. Bahkan sebagian ulama menyatakan pembolehan nikah dibawah umur sudah menjadi konsensus pakar hukum Islam. Wacana yang diluncurkan Ibnu Syubromah dinilai lemah dari sisi kualitas dan kuantitas, sehingga gagasan ini tidak dianggap. Konstruksi hukum yang di bangun Ibnu Syubromah sangat rapuh dan mudah terpatahkan.[3] Imam Jalaludin Suyuthi pernah menulis dua hadis yang cukup menarik dalam kamus hadisnya. Hadis pertama adalah ”Ada tiga perkara yang tidak boleh diakhirkan yaitu shalat ketika datang waktunya, ketika ada jenazah, dan wanita tak bersuami ketika (diajak menikah) orang yang setara/kafaah”.[4]
Hadis Nabi kedua berbunyi, ”Dalam kitab taurat tertulis bahwa orang yang mempunyai anak perempuan berusia 12 tahun dan tidak segera dinikahkan, maka anak itu berdosa dan dosa tersebut dibebankan atas orang tuanya”.[5] Pada hakekatnya, penikahan dini juga mempunyai sisi positif. Kita tahu, saat ini pacaran yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi acapkali tidak mengindahkan norma-norma agama. Kebebasan yang sudah melampui batas, dimana akibat kebebasan itu kerap kita jumpai tindakantindakan asusila di masyarakat. Fakta ini menunjukkan betapa moral bangsa ini sudah sampai pada taraf yang memprihatinkan. Hemat penulis, pernikahan dini merupakan upaya untuk meminimalisir tindakan-tindakan negatif tersebut. Daripada terjerumus dalam pergaulan yang kian mengkhawatirkan, jika sudah ada yang siap untuk bertanggungjawab dan hal itu legal dalam pandangan syara’ kenapa tidak ? Penutup Substansi hukum Islam adalah menciptakan kemaslahatan sosial bagi manusia pada masa kini dan masa depan. Hukum Islam bersifat humanis dan selalu membawa rahmat bagi semesta alam. Apa yang pernah digaungkan Imam Syatiby dalam magnum opusnya ini harus senantiasa kita perhatikan. Hal ini bertujuan agar hukum Islam tetap selalu up to date, relevan dan mampu merespon dinamika perkembangan zaman.[6] Permasalahan berikutnya adalah baik kebijakan pemerintah maupun hukum agama sama-sama mengandung unsur maslahat. Pemerintah melarang pernikahan usia dini adalah dengan pelbagai pertimbangan di atas. Begitu pula agama tidak membatasi usia pernikahan, ternyata juga mempunyai nilai positif. Sebuah permasalahan yang cukup dilematis. Menyikapi masalah tersebut, penulis teringat dengan gagasan Izzudin Ibn Abdussalam dalam bukunya Qowa’id al Ahkam. Beliau mengatakan jika terjadi dua kemaslahatan, maka kita dituntut untuk menakar mana maslahat yang lebih utama untuk dilaksanakan.[7] Kaedah tersebut ketika dikaitkan dengan pernikahan dini tentunya bersifat individual-relatif. Artinya ukuran kemaslahatan di kembalikan kepada pribadi masing-masing. Jika dengan menikah usia muda mampu menyelamatkan diri dari kubangan dosa dan lumpur kemaksiatan, maka menikah adalah alternatif terbaik. Sebaliknya, jika dengan menunda pernikahan sampai pada usia ”matang” mengandung nilai positif, maka hal itu adalah yang lebih utama. Wallahu A’lam *) Penulis adalah santri Lirboyo Kediri asal Pati. Daftar Pustaka : 1. 2. 3. 4. 5.
UU Perkawinan di www.depag.go.id . Ibrahim, al Bajuri hlm. 90 vol. 2 Toha Putra, Semarang. Ibnu Hajar al ’Asqalani, Fathul Bari vol.9 hlm.237 Darul Kutub Ilmiah, Beirut. Jalaluddin Suyuthi, Jami’ al Shaghir hlm.210 Darul Kutub Ilmiah, Beirut. Ibid, hlm.501.
6. Imam Syatibi, al Muwafaqot hlm.220 Darul Kutub Ilmiah, Beirut. 7. Izzudin Ibn Abd. Salam, Qowa’id al Ahkam hlm.90 vol.II Darul Kutub Ilmiah, Beirut. itu kamu instal win 8 pro activatornya abis itu kamu restart windowsnya. terus instal WPEnya, di folder perzonalitation ya. inget jangan koneksi sama internet pas ngecrack.