BAB I CATATAN MEDIS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN Nama
: Tn.A
Umur
: 57 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
No RM
:
Tgl masuk bangsal
: 21 November 2018
ANAMNESE Anamnese dilakukan secara autoanamnesis pada Pasien tanggal 21 November 2018 jam 14.00 WITA. Di IGD RSUD Raha Keluhan Utama
: Pasien tidak bisa BAB
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan susah BAB, BAB seperti kotoran kambing. Sejak 5 hari terakhir. Hal ini bukan pertama kalinya, sebelumnya pasien pernah mengalami hal tersebut pada tahun lalu, dengan keluhan yang sama. Dirawat dengan keluhan konstipasi selama 9 bulan di RSUD Muna. Demam (-), nyeri kepala (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-), mual (+), muntah (+) sejak 5 hari terakhir, frekuensi dalam sehari kurang lebih 3 kali, berisi sisa makanan, darah (-). Pasien juga mengeluh nyeri perut, dan tidak bisa kentut selama 5 hari. BAK lancar, biasa. Makan dan minum baik. Hasil BNO : Suspek ileus obstruksi letak rendah, Spondilosis lumbalis. Hasil USG : Gambaran tumor sigmoid
1
Riwayat Penyakit Dahulu
:
Pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya, tahun lalu. Riwayat pernah operasi tumor sigmoid, 2 tahun lalu. Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (+), dan Jantung (-). Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga. Riwayat keluarga tidak ada penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan jantung.
Riwayat Pribadi Ekonomi Sosial Pasien merokok, pasien tidak mengkonsumsi alkohol. Kesan : Keadaan sosial dan ekonomi cukup. Anak pasien mengatakan jika pasien sulit sekali makan sayur sejak muda dan lebih suka makan makanan yang serba digoreng.
III.
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 November 2018 1. Keadaan Umum
: Lemas
2. Kesadaran
: Compos mentis
3. Tanda Vital Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8° C
4. Status Internus a) Kepala Normocephal b) Mata
2
Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+) c) Telinga Sekret (-/-), darah (-/-), gangguan fungsi pendengaran(-/-) d) Hidung Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), septum deviasi (-/-)
e) Mulut Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-) f) Leher Simetris, trachea di tengah, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal), kaku kuduk (-) g) Thorax Depan 1. Inspeksi Bentuk dada Hemitorak Dinamis 2. Palpasi Stem fremitus Pelebaran ICS Arcus Costa 3. Perkusi
4. Auskultasi Suara dasar Suara tambahan Belakang 1. Inspeksi
Dextra
Sinistra
Ø Lateral >Antero posterior Simetris Simetris
Ø Lateral >Antero posterior Simetris Simetris
Dextra = sinistra (-) Normal
Dextra = sinistra (-) Normal
Sonor diseluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
Vesikuler Wheezing(-), ronki (-/-)
Vesikuler Wheezing(-), ronki (-/-)
3
Bentuk dada Hemitorak
Dalam batas normal Simetris
Dalam batas normal Simetris
2. Palpasi Stem fremitus Pelebaran ICS
Dextra = sinistra (-)
Dextra = sinistra (-)
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
Vesikuler Wheezing(-), ronki (-)
Vesikuler Wheezing(-), ronki (-)
3. Perkusi Suara lapang paru
4. Auskultasi Suara dasar Suara tambahan Tampak anterior paru
Tampak posterior paru
SD : vesikuler
SD : vesikuler
ST : ronki (-/-), wheezing (-)
ST : ronki (-/-), wheezing (-)
Cor Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
Perkusi
:
Batas atas
: ICS II parasternal sinsitra
pinggang jantung
: ICS III parasternal sinsitra
batas kanan bawah
: ICS IV lin.sternalis dextra
kiri bawah
: ICS IV linea midclavicula sinistra 1 cm kearah medial
4
konfigurasi jantung
: dalam batas normal
Auskultasi : reguler Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler. Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-) h) Abdomen Inspeksi
: Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar
Auskultasi
: Bising usus 10x / menit, bruit hepar (-), bruit aorta abdominalis(-), bruit A.Renalis dextra (-), bruit A.Renalis sinistra(-), bruit A.Iliaca dextra (-), bruit A.iliaca sinistra (-). Bising usus menurun, metallic sound (+)
Perkusi
: Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+) normal, pekak alih (sulit dinilai)
Palpasi
: turgor cukup, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal tidak teraba. Nyeri tekan (+).
i) Ekstremitas Akral dingin Oedem Sianosis Capilary refill IV.
Superior -/-/-/<2”/ <2”
Inferior -/-/-/<2”/ <2”
PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium Pemeriksaan Leukosit Hb
V.
Hasil 9,46 12,10
ASSESMENT Diagnosis Banding
: Ileus Paralitik
5
Satuan ribu/ul g/dl
Rujukan 5,5 -10.5 10,8 - 12,8
Diagnosis Kerja
:
Diagnosis Klinis : Ileus Obstruksi e.c Tumor Sigmoid VI.
INITIAL PLAN Ip Tx :
IVFD RL 20 tpm
Injeksi Ceftriaxon 1 gr/12 j/iv
Injeksi Ranitidin 50 mg/12j/iv
Dulcolax Supp
Injeksi ondansentron 4 mg/8 j/iv
Ip Mx :
Monitoring KU dan Vital Sign pasien
Ip Ex : -
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit pasien
-
Menjelaskan pasien untuk melakukan pemasangan NGT
-
Menjelaskan pasien untuk stop intake oral
-
Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan kateter
-
Menjelaskan pengobatan, dan komplikasi penyakit
-
Menjelaskan kepada pasien, untuk dilakukan rujukan ke RS yang lebih memadai fasilitasnya
VII.
PROGNOSIS Quo ad Vitam
: dubia ad bonam
Quo ad Sanam
: dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam
: dubia ad bonam
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen. Gawat perut dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
Intestinal obstruction merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.
Intestinal obstruction meliputi sumbatan sebagian (partial) atau seluruh (complete) lumen usus sehingga mengakibatkan isi usus tak dapat melewati lumen usus. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam kondisi, yang paling sering menyebabkannya adalah jaringan usus itu sendiri karena adhesi, hernia, atau tumor11. Tidak hanya intestinal obstruction saja yang dapat menghasilkan perasaan yang tidak nyaman, kram perut, nyeri perut, kembung, mual, dan muntah, bila tak diobati dengan benar, intestinal obstruction dapat menyebabkan sumbatan bagian usus dan menyebabkan kematian usus. Kematian jaringan ini dapat ditunjukkan dengan perforasi usus, infeksi ringan, dan shock11.
7
Adhesi merupakan suatu jaringan parut yang sering menyebabkan organ dalam dan atau jaringan tetap melekat setelah pembedahan. Adhesi dapat membelit dan menarik organ dari tempatnya dan merupakan penyebab utama dari obstruksi usus, infertilitas (bedah ginekologik), dan nyeri kronis pelvis.
Definisi Ileus obstruktif adalah obstruksi usus akibat dari penghambatan motilitas usus yang dapat ditimbulkan oleh banyak penyebab.
INSIDEN Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.(5,10)
I.
Anatomi Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm sampai 290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang jejenum 100 – 110 cm dan panjang ileum 150 -160 cm. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium. Kira – kira dua per lima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai vaskularisasi yang besar dimana lebih tebal dari ileum. Apendiks vermiformis merupakan tabung buntu berukuran sekitar jari kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum.
8
Secara mikroskopik, dinding usus halus dibagi atas empat lapisan yaitu lapisan serosa, muskularis propria, lapisan submukosa dan lapisan mukosa. Lapisan serosa merupakan lapisan terluar yang terdiri dari peritoneum visceralis dan parietal dan ruang yang terletak antara lapisan visceral dan parietal dinamakan rongga peritoneum. Lapisan muscularis propria terdiri dari dua lapisan otot yaitu lapisan otot longitudinal yang tipis dan lapisan otot sirkular yang tebal. Ganglion sel berasal dari pleksus Myenterica (Auerbach) yang berada di antara lapisan otot dan mengirimkan rangsangan pada kedua lapisan tersebut. Lapisan submucosa terdiri dari lapisan jaringan konektif fibroelastis yang berisi pembuluh darah dan saraf. Lapisan mukosa dibagi menjadi 3 lapisan yaitu mukosa muscularis, lamina propria dan lapisan epitel. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lapisan sirkular yang dinamakan valvula koniventes (Lig.Kerckringi) yang menonjol ke dalam sekitar 3 mm.
Mesenterium merupakan lipatan peritoneum yang lebar, menyerupai kipas yang menggantung jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen. Omentum mayus merupakan lapisanganda peritoneum yang mengantung dari curvatura mayor lambung dan berjalan turun di depan visera abdomen. Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi rongga peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang dari curvatura minor lambung dan bagian atas duodenum menuju ke
hati,
membentuk
Ligamentum
Hepatogastrikum
dan
Ligamentum
hepatoduodenale.
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri celiaca. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi
oleh
arteri
gastroduodenalis
dan
cabangnya
arteri
pankreatikoduodenalis superior. Darah dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
9
Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom. Rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur refleks usus.
Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati sekitar dua atau tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi menjadi colon ascenden, colon transversum, descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk belokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rektum. Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya.
Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika media. Kolon transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan sebagian besar rektum perdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Kolon dipersarafi oleh oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari N.vagus.
II.
Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan – bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim –
10
enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan makanan dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari : Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur makanan dengan enzim – enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi
Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang mendorong makanan ke arah usus besar.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan
11
adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm
Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh adanya gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh adanya sel – sel pace maker yang terdapat pada dinding usus halus, dimana aktifitas dari sel – sel ini dipengaruhi oleh sistem saraf dan hormonal.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus. Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang – kadang terhambat selama beberapa jam sampai seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal meningkatkan aktifitas peristaltik dan mendorong makanan melewati
12
katup ileocaecal menuju ke kolon. Makanan yang menetap untuk beberapa lama pada daerah ileum oleh adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat diabsorbsi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan kembali dari caecum masuk ke ileum.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.
III.
Klasifikasi
Berdasarkan Lokasi Obstruksi :
Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
Letak Tengah : Ileum Terminal
Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
Berdasarkan Stadium :
Parsial : menyumbat lumen sebagian
Simple/Komplit: menyumbat lumen total
Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa
13
IV.
Etiologi
14
Ileus Obstruktif a. Hernia Inkarserata Suatu keadaan dimana isi kantong henia tidak dapat masuk kembali ke rongga peritoneal akibat jepitan. Proses yang langsung terjadi adalah gangguan aliran darah dan gangguan pasase segmen usus yang terjepit. b. Non Hernia : Penyempitan lumen usus
Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
Adhesi adalah pita fibrosa yang membentuk jaringan scarlike antara dua permukaan di dalam tubuh.
Invaginasi atau intususepsi adalah bagian usus masuk kedalam usus dibagian belakangnya, terjadi jepitan usus, sehingga menyebabkan hambatan aliran usus dan mengganggu aliran darah yang melalui bagian usus yang mengalami intususepsi. Atau bagian proksimal masuk kebagian distal. Volvulus adalah merupakan keainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap usu itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usustersebut dengan mesenterum itu sendiri sebagai aksis longitudilah sehingga menyebabkan obstruksi saluran cerna. Malformasi Usus
15
V.
Patofosilogi
Obstruksi usus
Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah proksimal dari letak obstruksi
Distensi
Tekanan intralumen
Kehilangan H2O dan elektrolit
Proliferasi bacteri yang berlangsung cepat
Volume ECF
Syok hipovolemik
Ischemia dinding usus
Kehilangan cairan yang menuju ruang peritoneum
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi sistemik
Peritonitis septikemia
16
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas ntakin hertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sehelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah hilang oleh karena dinding usus kehilangan kontraksinya
VI.
Gejala klinis
A. Nyeri-Kolik B. Muntah :
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.\
C. Perut Kembung (distensi) D. Konstipasi E. Tidak ada defekasi F. Tidak ada flatus G. Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus H. Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
17
Tabel-2.1. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus. Macam ileus
Nyeri Usus
Distens i
Obstruksi simple tinggi Obstruksi simple rendah
++ (kolik) +++
Obstruksi strangulas i
++++
Paralitik Oklusi vaskuler
Bising usus
Keteganga n abdomen
+
Muntah borborigm i +++
Meningka t
-
+++
+
Meningka t
-
++
Lambat, fekal +++
Tak tentu
+
(Kolik)
(terusmenerus, terlokalisir ) + +++++
biasanya meningka t ++++ +++
+ +++
Menurun Menurun
+
VII. Diagnosis 1. Subyektif -Anamnesis Nyeri-Kolik. Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus, Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik. Muntah, Perut Kembung (distensi), Konstipasi, Tidak ada defekasi, Tidak ada flatus Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus. Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
18
2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi Hipertimpani
Palpasi Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher - Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease - Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma - Feses yang mengeras : skibala - Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi - Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
19
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis 3. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.10 Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis. Radiologik Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Foto polos abdomen Dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
20
21
22
CT scan kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.
VIII.
Diagnosis banding Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:
1. Carcinoid gastrointestinal. 2. Penyakit Crohn. 3. Intussuscepsi pada anak. 4. Divertikulum Meckel. 5. Ileus meconium. 6. Volvulus. 7. Infark Myocardial Akut. 8. Malignansi, Tumor Ovarium.
23
9. TBC Usus.
IX.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan obstruksi ileus sekarang dengan jelas telah menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Hal ini terutama disebabkan telah dipahaminya dengan tepat patogenesis penyakit serta perubahan homeostasis sebagai akibat obstruksi usus. Pada umumnya penderita mengikuti prosedur penatalaksanaan dalam aturan yang tetap. 1. Persiapan penderita Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa obstruksi ileus secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang baik, obstruksinya berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita meliputi : o Penderita dirawat di rumah sakit. o Penderita dipuasakan o Kontrol status airway, breathing and circulation. o Dekompresi dengan nasogastric tube. o Intravenous fluids and electrolyte o Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Operatif.
24
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus : a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan. b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya. c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut. d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk
mempertahankan
kontinuitas
lumen
usus,
misalnya
pada
carcinomacolon, invaginasi strangulate dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
25
3. Pasca Operasi Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik. Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.
X.
Komplikasi
o Nekrosis usus o Perforasi usus o Sepsis o Syok-dehidrasi o Abses o Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi o Pneumonia aspirasi dari proses muntah o Gangguan elektrolit o Meninggal
26
XI.
Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192. 2. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004. 3. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004. 4. General and laparoscopy surgeon,: Ileus obstruksi. Editor : Dr. A. Yuda Hendaya. Sp B, FInaCS,FMAS. http://www.dokteryudabedah.com . last Update januari 5, 2010 5. Obstruksi usus kecil. Avialablle at URL. www. learningRadiology.com Accessed on 18 April 2010 6. Evers, BM Usus Kecil. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, eds. Sabiston Textbook of Surgery . 18th ed. St. Louis, Mo: WB Saunders; 2008:chap 48 7. Intestinal obstruction. Aviable at URL . www.healthline.com. Accessed 0n 20 April 2010
28