LAPORAN PENDAHULUAN HEMIPARESIS
Disusun untuk memenuhi tugas praktik Keperawatan Gawat Darurat
Disusun Oleh : Agustian Trihatmoko P1337420216058 Tingkat 3B
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO 2019
LAPORAN PENDAHULUAN HEMIPARESIS
Latar Belakang Salah satu penyakit non infeksi yang berkembang saat ini adalah penyakit atau gangguan sistem peredaran darah yang menimbulkan kerusakan pada sistem syaraf pusat dan lebih lanjut mengakibatkan kelumpuhan pada sebagian anggota badan dan wajah sehingga menurunkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien. Interfensi fisioterapi dan kerja sama dengan tenaga medis dan paramedis lainya pada kasus-kasus seperti ini sangat dibutuhkan, baik selama pasien masih dirawat di rumah sakit maupun setelah kembali ke keluarganya. Dengan hubunganya dengan penulisan makalah ini, masalah yang timbul adalah bagaimana proses patologi stroke sehingga dapat menimbulkan hemiparese, penanganan fisioterapi pada pasien hemiparese pasca stroke dengan berbagai modalitas fisioterapi yang ada. Hemiparese merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya kelemahan separuh wajah, lengan dan tungkai berupa gangguan motorik dan gangguan fungsional lainya. Hemiparese Dextra adalah kelumpuhan pada bagian salah satu sisi tubuh. (sumber: Kamus Keperawatan Sue Hinchliff). Hemiparese Dextra adalah kelemahan sebelah kanan di tandai dengan adanya tonus yang
abnormal atau cidera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak.(sumber: Patofisiologi, Elizabeth J. Corwin) Hemiparese adalah suatu penyakit sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis yang berlangsung 24 jam atau lebih langsung menimbulkan kematian dan disebabkan oleh gangguan perdarahan otak non traumatic. (sumber: Kapita Selekta Kedokteran jilid II) A. DEFENISI Hemiparesis adalah suatu penyakit sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif cepat, berupa defisit neurologis yang berlangsung 24 jam atau lebih langsung menimbulkan kematian dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic. Hemiparesis berarti kelemahan pada satu sisi tubuh. Contohnya, pasien dapat mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang mengarah pada lesi hemisfer serebri kontralateral. Dalam mendiagnosis, harus dilakukan pertanyaan lebih lanjut dan mendetil mengenai waktu terjadinya gejala sehingga dapat mengklarifikasikan perjalanan patologis dari lesi ini. Hubungan antara waktu dengan penyebab neuropatologis spesifik, dengan mengambil contoh lesi hemisfer serebri dengan gejala kelemahan tubuh kontralateral: 1. Onset yang cepat dan kejadian ikutan yang statis memberkesan suatu kejadian vascular (stroke), yaitu perdarahan atau infark. 2. Suatu kejadian dengan progresi lambat lebih mengarah ke lesi berupa massa, yaitu
tumor.
3. Kejadian yang berulang dengan pola remisi umumnya mengarah pada proses inflamasi atau demielinisasi kronik, contohnya: sklerosis multiple B. ETIOLOGI 1. Infark otak (80%) a. Emboli 1) Emboli kardiogenik a) Fibrilasi atrium dan aritmia lain b) Thrombus mural dan ventrikel kiri c) Penyakit katub mitral atau aorta d) Endokarditis (infeksi atau non infeksi) 2) Emboli arkus aorta a) Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar. b) Penyakit eksrakanial c) Arteri karotis internal d) Arteri vertebrali 2. Penyakit intracranial a. Arteri karotis internal b. Arteri serebri interna c. Arteri basilaris d. Lakuner (oklusi arteri perforans kecil) 3. Pendarahan intraserebral (15%) a. Hipertensif b. Malformasi artei-vena
c. Angipati amyloid d. Pendarahan subaraknoid (5%) 4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) a. Trobus sinus dura b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis c. Vaskulitis system saraf pusat d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progesif) e. Migren f. Kondisi hiperkoagulasi g. Penyalahgunaan obat h. Kelainan hematologist (anemia sel sabit, polisistemia,atau leukemia) i. Miksoma atrium
C. PATOFISIOLOGI 1. Stroke non hemoragik Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli. 2. Stroke hemoragik Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
D. MANIFESTASI KLINIS Pada hemiparesis, gejala utamanya adalah timbulnya deficit neurologist secara mendadak/subakut, di dahului gejala prodromal, terjadinya pada waktu istirahat atau bangun pagi dan biasanya kesadaran tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar, biasanya terjadi pada usia > 50 tahun. Menurut WHO dalan International Statistical Dessification Of Disease And Realeted Health Problem 10th revitoan, stroke hemoragik dibagi atas: 1. Pendarahan Intraserebral (PIS) 2. Pendarahan Subaraknoid (PSA)
3. Hemiparesis akibat PIS mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi, serangan sering kali siang hari, saat aktifitas atau emosi/marah, sifat nyeri kepalanya hebat sekali, mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplagi biasa terjadi pada permulaan serangan, kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (60% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara stengah jam s.d 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari). Pada pasien PSA gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut, kesadaran sering terganggu & sangat bervariasi, ada gejala/tanda rangsangan maningeal, oedema pupil dapat terjadi bila ada subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau artei karotis interna. Gejala neurologist tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah & lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa: 1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis yang timbul mendadak 2. Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemiparesik 3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma) 4. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan
5. Disartria (bicara pelo atau cadel) 6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler, atau diplopia) 7. Ataksia (trunkal atau anggota badan) 8. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala. Pada gangguan aliran darah otak (stroke), gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi ocular (“deviation conjugee” akibat kerusakan area motorik penglihatan), hemianopsia (radiasi optikus), gangguan bicara motorik dan sensorik (area bicara broca dan wernicke dari hemisfer dominan), gangguan persepsi spasial, apraksia, hemineglect (lobus parietalis). Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan postsentralis bagian medial), kesulitan berbicara (akibat kerusakan area motorik tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbic. Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial (korteks parsial primer) dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori (lobus temporalis bagian bawah). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan
defisit
sensorik.Penyumbatan
total
arteri
basilarismenyebabkan paralisis semua ekstremitas (tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. E. KOMPLIKASI 1. Gangguan otak yang berat 2. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskuler 3. Edema Serebri dan Tekanan Intra cranial tinggi yang dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak 4. Aspirasi Atelektasis 5. Gagal Nafas 6. Disrithmia Jantung 7. Kematian
F. Pathway
Sumber : http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-strokecerebro.html?m=1 G. PENATALAKSANAAN 1. Demam : deman dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus diobati secara agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau kompres dingin, jika diperlukan. Penyebab deman tersering adalah pneumonia aspirasi, lakukan kultur darah dan urine kemudian berikan antibiotik intravena secara empiris (sulbenisilin,sepalosporin, dll) dan terapi akhir sesuai hasil kultur. 2. Nutrisi : pasien stroke memiliki risiko tinggi untuk aspirasi. Bila pasien sadar penuh tes kemampuan menelan dapat dilakukan dengan memberikan satu sendok air putih kepada pasien dengan posisi setengah duduk dan kepala fleksi kedepan sampai dagu menyentuh dada, perhatikan pasien tersedak atau batuk dan apakah suaranya berubah (negative). Bila tes menelan negative dan pasien dengan kesadaran menurun, berikan makanan enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke 3. Hidrasi intravena : hipovolemia sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (misalnya dektrosa 5% dalam air, larutan NaCL 0,45%) dapat memperhebat edema serebri dan harus dihindari 4. Glukosa
:
hiperglikemia
dan
hipoglikemia
dapat
menimbulkan
sksaserbasiiskemia. Walaupun relevansi klinis dari efek ini pada manusia belum jelas, tetapi para ahli sepakat bahwa hiperglikemia (kadar glukosa
darah sewaktu >200mg/dl)harus dicegah. Skala luncur (sliding scale) setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset stroke 5. Perawatan paru : fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah atelaktsis paru pada pasien yang tidak bergerak. 6. Aktivitas : pasien dengan stroke harus diimobilisasi dan harus dilakukan fisioterapi sedini mungkin bila kondisi klinis neurologist dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi pasif pada pasien yang belum bergerak, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus, latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur. Splin tumit untuk mempertahankan kaki dalam posisi dorsofleksi dan dapat juga mencegah pemendekan tendon Achilles. Posisi kepala 30 derajat dari bidang horisontal untuk menjamin aliran darah yang adekuat ke otak dan aliran ballik vena ke jantung, kecuali pada pasien hipotensi (posisi datar), pasien dengan muntah-muntah (dekubitus lateral kiri), pasien dengan gangguan jalan nafas (posisi kepala ekstensi). Bila kondisi memungkinkan, maka pasien harus diimobillisasi aktif ke posisi tegak, duduk dan pindah kekursi sesuai toleransi hemodinamik dan neurologist. 7. Neurorestorasi dini : stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta otak yang terganggu. Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan diobati sedini mungkin. 8. Profilaksis trombosis vena dalam : pasien stroke iskemiok dengan imobilisasi lama yang tidak dalam pengobatan heparin intravena harus diobati dengan heparin 5.000 unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk
mencegah pembentukan thrombus dalam vena profunda, karena insidennya sangat tinggi . terapi ini juga dapat diberikan dengan pasien perdarahan intraserebral setelah 72 jam sejak onset. 9. Perawatan vesika : kateter urine menetap (kateter foley), sebaiknya hanya dipakai hanya ada pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global). Pada pasien yang sadar dengan gangguan berkemih, keteterisasi intermiten secara steril setiap 6 jam lebih disukai untuk mencegah kemungkinan infeksi, pembentukan batu, dan gangguan sfingter vesika terutama pada pasien laki-laki yang mengalami retensi urine atau pasien wanita dengan inkontinensia atau retensio urine. Latihan vesika harus dilakukan bila pasien sudah sadar.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Klinik Melalui anamnesis dan pengkajian fisik (neurologis) a. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya serangan, gejala yang timbul) b. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, jantung, DM, disritmia, ginjal, pernah mengalami trauma kepala). c. Riwayat penyakit keluarga (hipertensi, jantung, DM). d. Aktivitas (sulit beraktivitas, kehilangan sensasi penglihatan, gangguan tonus otot, gangguan tingkat kesadaran). e. Sirkulasi (hipertensi, jantung, disritmia, gagal ginjal kronis).
f. Makanan/ cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase akut, hilang sensasi pengecapan pada lidah, obesitas sebagai faktor resiko). g. Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan berkurang atau ganda, hilang rasa sensorik kotralateral, afasia motorik, reaksi pupil tidak sama). h. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan otot). i. Pernafasan (merokok sebagai faktor resiko, tidak mampu menelankarena batuk). j. Interaksi social (masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi). 2. Pemeriksaan Penunjang a. Angiografi Serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri. b. CT SCAN (Computerized Axial Tomografi): adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak. c. MRI (Magnetic Resonance Imaging): Menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV). d. USG Doppler (Ultrasonografi dopple): Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis(aliran darah atau timbulnya plak) dan arteiosklerosis. e. EEG (elekroensefalogram): Mengidentifikasi masalah pada otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
f. Sinar tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid. 3. Pemeriksaan Laboratorium a. Darah Rutin b. Gula Darah c. Urine Rutin d. Cairan Serebrospinal e. Analisa Gas Darah (AGD) f. Biokimia Darah g. Elektrolit
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari prosos keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapar mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan pasien baik mental, sosial dan lingkungan a. Identitas diri klien 1) Pasien (diisi lengkap): Nama, Umur, Jenis Kelamin, Status Perkawinan, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku Bangsa, Tgl Masuk RS, No. CM, Alamat.
2) Penanggung Jawab (diisi lengkap): Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian) 2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit) 3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien) 4) riwayat kesehatan keluarga (adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak) c. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum 2) pemeriksaan persistem a) sistem persepsi & sensori (pemeriksaan 5 indera penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, perasa) b) Sistem persarafan (bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu & tempat) c) Sistem pernafasan (Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan jalan nafas)
d) Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dari irama, kualitas dan frekuensi) e) Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum, peritaltik, eliminasi) f) Sistem integumen (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien) g) Sistem reproduksi h) Sistem perkemihan (nilai frekunsi BAK, volume BAK) d. Pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi terdapat juga kebiasaan untuk merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan. 2) Pola aktifitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang mengalami/merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot dan kesadaran menurun. 3) Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang mengalami mual dan muntah. 4) Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguri. 5) Pola tidur dan istirahat. 6) Pola kognitif dan perceptual 7) Persepsi diri/konsep diri 8) Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya mengalami stress psikologi.
9) Pola seksual reproduktif 10) Pola hubungan dan peran 11) Pola nilai dan keyakinan. 2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kelemahan fisik b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya suplai O2 ke jaringan c. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neurovaskuler d. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler. e. Defisit perawatan diri b.d keterbatasan aktivitas f. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan. 3. Intervensi 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kelemahan fisik Tujuan : klien mampu menggerakkan ekstremitas kiri Kriteria hasil : 1) Klien tidak terjatuh 2) Tidak ada trauma dan komplikasi lain
Intervensi : -
Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar.
-
Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yang tenang: batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi. Berikan istirahat secara periodic antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
-
Pantau TTV seperti mencatat : adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
-
kaji fungsi-sungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika pasien sadar
-
Anjurkan untuk melakukan ambulasi pada tingkat yang dapat ditoleransi pasien
-
berikan anti koagulan, sesuai program.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya suplai O2 ke jaringan Tujuan :Setelah di lakukan tindakan keperawatan klien mamapu meningkatkan dan memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi kriteria hasil : 1) bunyi nafas terdengar bersih 2) ronkhi tidak terdengar 3) trakeal tube bebas sumbatan 4) menunjukan batuk efektif 5) tidak ada penumpukan secret di jalan nafas 6) frekuensi pernafasan 16 -20x/menit
Intervensi : -
Kaji keadaan jalan nafas,
-
Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.
-
Ajarkan klien batuk efektif.
-
Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
-
Kolaborasi : pemberian oksigen 100%.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler. Tujuan : Pasien mendemonstrasikan mobilisasi aktif Kriteria hasil : 1) Kontraksi otot membaik 2) Mobilisasi bertahap Intervensi: -
identifikasi tingkat fungsional dengan skala mobilisasi fungsional.
-
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
-
pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan/bantalan trocanter.
-
ajarkan pasien dan anggota keluarga atau teman tentang latihan ROM, dan program
-
konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien
4. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak. Tujuan: Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Kriteria hasil: 1) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi 2) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat Intervensi: -
Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isyarat.
-
Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
-
Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”.
-
Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
-
Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
-
Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.
5. Deficit perawatan diri b.d keterbatasan aktivitas Tujuan : Kemampuan merawat diri meningkat Kriteria hasil : 1) mendemonstrasikan
perubahan
pola
hidup
untuk
memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari 2) Melakukan perawatan diri sesuai kemampuan 3) Mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber bantuan Intervensi : -
lakukan
program
penanganan
terhadap
penyebab
gangguan
muskuloskeletas. Pantau kemajuan, laporkan respon terhadap
penanganan, baik respon yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. -
pantau pencapaian mandi dan hygiene setiap hari. Tetapkan tujuan mandi dan hygiene. Hargai pencapaian mandi dan hygiene.
-
sediakan alat bantu, seperti sikat gigi bergagang panjang, untuk mandi dan perawatan hygiene : ajarkan penggunaanya.
-
Konsultasi dengan ahli fisioterapi atau ahli terapi okupasi.
6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan. Tujuan: kebutuhan nutrisi klien terpenuhi kriteria hasil: asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, tidak terjadi penurunan berat badan, tidak terpasang sonde.
Intervensi: -
Lakukan oral higiene.
-
Observasi intake dan output nutrisi.
-
Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
-
Letakan posisi kepala lebih tingggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
-
Stimulasi bibir untuk membuka dan menutup mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir atau dibawah dagu jika diperlukan.
-
Merikan makan perlahan dengan lingkungan yang tenang.
-
Mulailah untuk memberi makan per oral setengah cair, makanan lunak ketika klien dapat menelan air.
-
Kolaborasi dalam pemberian nutrisi melalui parenteral dan makanan melalui selang.
7. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka pasien dapat melakukan aktifitas normal, dan mampu menggerakkan sebagian atau seluruh tubuhnya. Jika belum maka lakukan intervensi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Ghani, L., Laurentia, K. M., & Delima. (2016). Faktor Resiko Dominan Penderita Stroke di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 44 No. 1, Maret 2016; 4958. Ghifari, M. A., & Meizly, A. (2015). Gambaran Tekanan Darah padaPasien Stroke Akut di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015. Artikel Penelitian. Medan: FK Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.M. Bulechek, G. (2016). edisi enam Nursing interventions classification ( N I C ). singapore: elsevier Global rights. NANDA. (2015).buku diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA Nic-Noc. Yogyakarta Sue Moorhead, d. (2016). edisi enam Nursing outcomes classification (Noc).Singapore: Elsevier Global Rights.