Hiv Aids Askep Kel 4.docx

  • Uploaded by: fitriani mamonto
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hiv Aids Askep Kel 4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,080
  • Pages: 27
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV/AIDS

KELOMPOK 4 B : KHOFIFAH ARIFAH GAIB NURUL REDITA MOKOGINTA FITRIANI MAMONTO ADRIANI I. MOKOGINTA TESSI MOKOGINTA

STIKES GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU T.A 2018/2019

KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan askep ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki di tugas selanjutnya. Akhir kata kami berharap semoga askep ini dapat memberikan manfaat maupun pengetahuan terhadap pembaca.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................................................ DAFTAR ISI............................................................................................................................ BAB I LAPORAN PENDAHULUAN.......................................................................................... A. B. C. D. E. F. G. H. I.

DEFINISI.................................................................................................................... ETIOLOGI.................................................................................................................. PATOFISIOLOGI......................................................................................................... TANDA DAN GEJALA................................................................................................. CARA PENULARAN................................................................................................... PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................................................... KOMPLIKASI............................................................................................................. PENCEGAHAN.......................................................................................................... PENATALAKSANAAN MEDIS.....................................................................................

BAB II TINJAUAN KASUS....................................................................................................... BAB III ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS........................................................................... BAB IV PENUTUP.................................................................................................................. A. KESIMPULAN............................................................................................................ B. SARAN...................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN HIV/AIDS A. PENGERTIAN 1. -

HIV

Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu,

-

virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007). Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan menggunakan enzim reverse transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia (Finch, Moss,

-

Jeffries dan Anderson, 2007 ). HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol)

-

(KPA, 2007). Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material

genetik

transcriptase untuk

adalah

virus

RNA

dapat

menginfeksi

yang sel

menimbulkan kelainan patologi secara lambat.

tergantung

pada

mamalia, termasuk

enzim reverse manusia, dan

Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006). -

HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006). 2.

-

AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit

-

lain (Yatim, 2006). AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal

-

dan sebagainya (Laurentz, 2005). AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam melawan infeksi dan penyakit dalam tubuh manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan menggunakan mereka untuk mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat lagi mengatasi infeksi akibat berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila sistem pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada tahap lanjut (AVERT, 2011).

B.

ETIOLOGI Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur.

Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi

HIV.

Protein Rev dibutuhkan

virus. Rev membantu

keluarnya

untuk

transkrip

virus

ekspresi yang

protein

terlepas

dari

struktural nukleus.

Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005). C.

PATOFISIOLOGI Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi. Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius. Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS (Brooks, 2005). D. TANDA DAN GEJALA Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi): 1.

Gejala mayor:

a.

Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

b.

Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c.

Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

d.

Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

e.

Demensia/ HIV ensefalopati

2.

Gejala minor:

a.

Batuk menetap lebih dari 1 bulan

b.

Dermatitis generalisata

c.

Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang

d.

Kandidias orofaringeal

e.

Herpes simpleks kronis progresif

f.

Limfadenopati generalisata

g.

Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

h.

Retinitis virus Sitomegalo

Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase : 1.

Fase awal

Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadangkadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain. 2.

Fase lanjut

Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek. 3.

Fase akhir

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor

Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan mengikut fasenya. 1.

Fase akut Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan,

mual,

muntah,

diare,

meningitis,

ensefalitis,

periferal

neuropati,

myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejalagejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri. 2.

Fase asimptomatik Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.

3.

Fase simptomatik Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

E.

CARA PENULARAN HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006) 1. Seksual : Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki.

Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. 2.

Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.

3.

Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam

tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan. 4.

Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan

karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan. 5.

Melalui transplantasi organ pengidap HIV

6.

Penularan dari ibu ke anak

7.

Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan

sesudah lahir melalui ASI. 8.

Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.

Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000). Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci, 2000). Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain: 1.

Kontak fisik

- Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular. - Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui hal-hal sehari-hari seperti berbagi makanan, tidak akan menyebabkan seseorang tertular.

2.

Memakai milik penderita

Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular. 3.

Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.

4.

Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010). Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV. kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi. Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann, 2008).

Tes

ELISA

dan Western

blot dapat

mendeteksi

antibodi

terhadap

virus,

manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010). E.

KOMPLIKASI Komplikasi primer : -

F.

MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati ) Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)

PENCEGAHAN Menurut The National Women’s Health Information Center (2009), tiga cara untuk pencegahan HIV/AIDS secara seksual adalah abstinence (A), artinya tidak melakukan hubungan seks, be faithful (B), artinya dalam hubungan seksual setia pada satu pasang yang juga setia padanya, penggunaan kondom (C) pada setiap melakukan hubungan seks. Ketiga cara tersebut sering disingkat dengan ABC.

Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan masyarakat dalam mengamalkan hubungan seks aman termasuk pemasaran sosial, pendidikan dan konseling kelompok kecil. Pendidikan seks untuk remaja dapat mengajarkan mereka tentang hubungan seksual yang aman, dan seks aman. Pemakaian kondom yang konsisten dan betul dapat mencegah transmisi HIV (UNAIDS, 2000). Bagi pengguna narkoba harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk mengurangi risiko tertular HIV, yaitu beralih dari NAPZA yang harus disuntikkan ke yang dapat diminum secara oral, jangan gunakan atau secara bergantian menggunakan semprit, air atau alat untuk menyiapkan NAPZA, selalu gunakan jarum suntik atau semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum digunakan kembali, ketika mempersiapkan NAPZA, gunakan air yang steril atau air bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk bersihkan tempat suntik sebelum disuntik (Watters dan Guydish, 1994).

Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus tersebut kepada bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. Seorang ibu dapat mengambil pengobatan antiviral ketika trimester III yang dapat menghambat transmisi virus dari ibu ke bayi. Seterusnya ketika melahirkan, obat antiviral diberi kepada ibu dan anak untuk mengurangkan risiko transmisi HIV yang bisa berlaku ketika proses partus. Selain itu, seorang ibu dengan HIV akan direkomendasikan untuk memberi susu formula karena virus ini dapat ditransmisi melalui ASI ( The Nemours Foundation, 1995). Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) yang meliputi, cara penanganan dan pembuangan barang-barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen kerja dan peralatan yang terkontaminasi dan penanganan seprei kotor/bernoda secara tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap telah terinfeksi dengan HIV, tanpa memandang apakah status orang tersebut baru diduga atau sudah diketahui status HIV-nya (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan: a.

Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan

protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC). b.

Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari

HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat– obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).

c.

Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga

suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.

2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah: a.

Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28 minggu

selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC) b.

Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu

dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari. 3.

Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang

dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan

bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman.

4.

Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk mencegah

baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005). 5.

Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Betujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis

BAB II TINJAUAN KASUS Seorang pasien datang kerumah sakit dengan keluhan mencret sejak 1 bulan yang lalu, malam keringat dingin dan kadang demam serta tubuh terasa lemah. Sejak 12 tahun yang lalu pasien mengkonsumsi obat putaw dengan cara suntik. Karena menggunakan obat terlarang akhirnya di kucilkan oleh saudara-saudaranya. Klien memakai obat karena merasa terpukul akibat ditinggal meninggal ibunya. Sejak 1 bulan yang lalu klien mencret-mencret 3-5 kali sehari. Sejak 15 hari yang lalu mencretnya makin keras dan tidak terkontrol. Klien tgl 10-3-2019 memeriksakan diri ke UGD RSUD VV.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV/AIDS  PENGKAJIAN A. Identitas pasien Nama : Tn. Y Umur : 37 tahun Jenis kelamin : laki-laki Suku/bangsa : indonesia Agama : kristen Alamat : jl.Garuda B. Alasan masuk rumah sakit 1. Alasan dirawat : mencret sejak 1bulan yang lalu malam keringat dingin dan kadang demam serta tubuh terasa lemah 2. Keluhan utama : diare yang tak terkontrol C. Riwayat kesehatan 1. Riwayat kesehatan sebelum sakit : pasien sebelumnya belum pernah sakit serius kecuali batuk dan pilek 2. Riwayat kesehatan sekarang : sejak 12 tahun lalu klien mengkonsumsi obat putaw dengan cara disuntik, karena menggunakan obat terlarang akhirnya dikucilkan oleh saudara-saudaranya. Klien memakai obat karena merasa terpukul akibat ditinggal meninggal ibunya. Sejak 1bln lalu klien mencret-mencret 3-5 kali sehari. Sejak 15hari yang lalu mencretnya makin keras dan tak terkontrol. Klien tgl 10-3-2019 memeriksakan diri ke UGD RSUD VV 3. Riwayat kesehatan keluarga : kedua orang tua sudah meninggal, tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama atau PMS. Tidak ada penyakit bawaan dalam keluarga klien.



PENGKAJIAN HOLISTIK BIOLOGIS

PSIKOLOGIS

SOSIAL

CULTURAL

SPIRITUAL

- Sejak 1bln lalu klien mencretmencret 3-5 kali sehari. Sejak 15hari yang lalu mencretnya makin keras dan tak terkontrol. - Malam keringat dingin dan kadang demam serta tubuh terasa lemah

- integritas ego : klien mengatakan merasa tidak berdaya dan putus asa - respon psikologis : cemas, mudah tersinggung

- perasaan minder dan tidak berguna dimasyarakat - interaksi sosial : klien mengatakan di tolak di kalangan masyarat terutama keluarganya

Pasien mengatakan dulu pernah berteman dengan orang pecandu obat terlarang, dan pada akhirnya pasien juga ikut menggunakan obat terlarang tersebut.

Pasien mengatakan berharap agar pasien bisa sembuh dari penyakit yang dialaminya

 PENGKAJIAN KASUS KELOLAAN A. Aktivitas hidup sehari-hari Aktivitas sehari-hari Pre-masuk rumah sakit Di rumah sakit a. Makan dan Pola makan tidak teratur, Pola makan 3kali/hari bubur, minum 1. Nutrisi tetapi tidak ada napsu makan, namun tidak ada napsu makan, terutama jika sudah memakai nyeri saat menelan, makan 2. Minum

obat. Minum

air

putih

hanya ½ porsi. dengan Minum air putih 2-3 gelas dan

jumlah tidak tentu, kadang teh hangat 2-3 gelas. minuman keras b. Eliminasi

Mencret

5x/hari,

seperti Mencret dengan frekuensi 5-

lendir, tidak bercampur darah 7x/hari, encer, tidak ada isi dan berbau. BAK 2x/hari dan tanpa diikuti sakit perut dan tidak ada kelainan

BAK 2x/hari serta tidak ada kelainan

c. Istirahat dan tidur

Pasien tidak bisa istirahat dan Pasien istirahat di tempat tidur tidur karena terus keluar saja, pasien tidak bisa istirahat mencret serta perasaan tidak dan tidur karena terus keluar menentu akibat tidak dapat mencret serta perasaan tidak putaw sejak 20 hari.

d. Aktivitas

Pasien

sebagai

menentu akibat tidak dapat putaw sejak 20hari. guide Pasien mengatakan tidak bisa

freelance sejak sebulan tidak melakukan aktifitasnya karena

bekerja

lemah, merasa tidak berdaya dan cepat lelah. Pasien partial

e. Kebersihan

Jarang dilakukan

diri

care. Mandi dibantu petugas, dan menggosok gigi dilakukan di tempat tidur. Hambatan dalam melakukan

f.

Rekreasi

diri

adalah lemah. Tidak ada, hanya dengan Hanya ingin bercerita dengan mamakai putaw



kebersihan

petugas

PEMERIKSAAN FISIK TTV Keadaan umum : pasien tampak lemah, kurus, dan pucat Kesadaran : compos mentis TD : 110/70 mmHg N : 120x/mnt R : 22x/mnt SB : 37,8 ℃ BB : 40 kg

Head to toe : -

Kepala : bentuk bulat, dan ukuran normal, kulit kepala nampak kotor dan berbau, rambut ikal, nampak kurang bersih.

-

Mata (penglihatan) : ketajaman penglihatan dapat melihat, konjungtiva anemis, refleks

-

cahaya mata baik, tidak menggunakan alat bantu kacamata Hidung (penciuman) : bentuk dan posisi normal, tidak ada deviasi septum, epistaksis,

-

rhinoroe, peradangan mukosa dan polip, fungsi penciuman normal. Telinga (pendengaran) : serumen dan cairan, perdarahan dan otorhoe, peradangan, pemakaian alat bantu, semuanya tidak ditemukan pada pasien. Ketajaman pendengaran

-

dan fungsi pendengaran normal. Mulut dan gigi : ada bau mulut, perdarahan dan peradangan tidak ada, ada karang gigi/karies. Lidah bercak-bercak putih dan tidak hiperemik serta tidak ada peradangan

-

pada faring Leher : kelejar getah bening tidak membesar, dapat diraba, tekanan vena jugularis tidak

-

meningkat, dan tidak ada kaku kuduk/tengkuk Thoraks : pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Auskultasi bunyi paru normal. Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak ada murmur

-

Abdomen : inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa tidak membesar, ada nyeri

-

tekan, perkusi bunyi redup, bising usus 14x/menit Reproduksi : penis normal, lesi tidak ada Ekstremitas : klien masih mampu duduk, berdiri dan berjalan sedikit, etapi cepat lelah.

-

Ekstremitas atas kanan terdapat tato dan pada tangan kiri tampak tanda bekas suntikan Integumen : kulit keriput, pucat, akral hangat



PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium : Tanggal 10-3-2019 Hb : 8,7 Leukosit : 8,8 Trombosit : 208 PCV : 0,25 Terapi : tanggal 14-1-2019

-

Diit TKTP RL 14x/menit Cotimoxazol : 2x 2 tab Corosorb : 3x1 tab Valium : 3x1 tab



KLASIFIKASI DATA Data subyektif  Pasien mengatakan lemah, cepat

Data obyektif  Keadaan umum : pasien tampak

lelah, bila melakukan aktifitas

lemah, kurus dan pucat Kesadaran : Compos Mentis TD : 110/70 mmHg N : 120 x/mnt R : 22x/mnt SB : 37,8 ℃  BB : 40kg turgor masih baik,

terbatas.  Pasien mengatakan

kadang

demam  Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan, saat menelan sakit, mengatakan menghabiskan

tidak

bisa

porsi

yang

disediakan.  Pasien mengatakan diare sejak 1 bulan

yang

lalu,

mengatakan

mencret 5-7x/hari, kadang demam dan keringat pada malam hari, minum 2-3 gelas/hari  Klien merasa diasingkan

oleh

keluarga dan teman-temannya, klien merasa frustasi karena tidak punya teman dan mersa terisolasi. Minta dipanggilkan Pastur dari Gereja.

inkontinensia alvi, BAB encer, membran mukosa kering, bising usus meningkat 20x/mnt  Lemah, 4hari tidak makan, mulut kotor, holitosis, lidah ada bercakbercak keputihan, HB 8,7g/dl, pucat, konjungtiva anemis.



ANALISA DATA DATA

PENYEBAB

DS : Pasien mengatakan kadang

Virus HIV

demam Do : Keadaan

MASALAH

Merusak seluler umum

:

pasien

tampak lemah, kurus dan pucat Kesadaran : compos mentis TD : 110/70 mmHg N : 120x/mnt R : 22 x/mnt SB : 38 ℃

Ds : pasien

mengatakan

5-

7x/hari, kadang demam dan keringat pada malam hari, minum 2-3 gelas/hari Do : turgor masih

saraf, makrofag, monosit,

Immunocompromised

diare

mencret

Resiko infeksi

limfosit B

sejak 1 bulan yang lalu, klien menatakan

Menyerang T limfosit, sel

Immunocompromised Flora normal patogen Organ target

Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan

Gastrointestinal Diare intake cairan

baik,

inkontinensia alvi, BAB encer, membran bising

mukosa usus

kering,

meningkat

20x/mnt Ds : Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan, saat menelan sakit, mengatakan tidak bisa menghabiskan

porsi

yang

disiapkan

Immunocompromised Invasi kuman patogen Organ target Manifestasi oral Lesi mulut Intake yang tidak adekuat

Do : Lemah, 4 hari tidak makan, mulut kotor, holitosis,lidah ada bercak-bercak keputihan, Hb

8,7g/dl,

pucat,

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

konjungtiva anemis



Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas : 1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan yang berlebihan, diare berat 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat 3. Resiko infeksi b/d immunocompromised



Rumusan diagnosa prioritas 1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan yang berlebihan, diare berat



INTERVENSI

Diagnosa keperawatan

Intervensi

Tujuan

resiko

tinggi

terhadap

-

kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan yang berlebihan, diare berat

-

Monitor tanda-tanda Keseimbangan cairan dan dehidrasi elektrolit dipertahankan Monitor intake dan dengan kriteria intake output seimbang output, turgor Anjurkan untuk normal, membran mukosa minum peroral Atur pemberian infus lembab, kadar urine normal, dan elektrolit : RL 20 tidak diare setelah 3 hari

-

perawatan tetes/menit Kolaborasi pemberian antidiare antimikroba



IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

-

IMPLEMENTASI Memonitor tanda-tanda dehidrasi S : Memonitor intake dan output Menganjurkan untuk minum

-

peroral Mengatur pemberian infus dan

-

diare lagi pasien mengatakan sudah tidak

-

elektrolit : RL 20 tetes/menit Mengkolaborasi pemberian

-

demam pasien mengatakan sudah tidak

antidiare antimikroba

EVALUASI pasien mengatakan sudah tidak

mudah lelah O: -

Diare (-) Demam (-) Pasien tidak mudah lelah Pasien tidak berkeringat malam hari

Ttv : TD : 120/80 mmHg N : 80x/mnt S : 37 C RR : 20x/mnt -

BAB/diare (-) Pasien tidak terlihat pucat Jumlah dan warna urine normal Anoreksia (-) Turgor kulit baik/lembab

A: Masalah

kekurangan

sudah teratasi P: Intervensi dihentikan

volume

cairan

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Acquired Immune Defiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang dapat disebabkan oleh Human Immuno Deficiency Virus (HIV). Virus dapat ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan vagina, cairan sperma, cairan air susu ibu. Virus tersebut merusak system kekebalan tubuh manusia dengan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. B. SARAN Untuk penderita diharapkan untuk selalu kontrol dengan teratur, selalu konsultasi bila ada keluhan dan ketidaktahuan tentang penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA https://id.pdfcoke.com/document/337755340/ASKEP-HIV-AIDS-doc https://www.academia.edu/33482041/ASKEP_pasien_dengan_Kasus_HIV_AIDS

Related Documents


More Documents from ""