BAB I PENDAHULUAN
Kejadian hipertensi pada anak terus meningkat. Data terbaru dari Survei Kesehatan dan Gizi Nasional menunjukkan 10% anak-anak dan remaja dalam kategori prehipertensi dan 4% dalam kategori hipertensi. Dalam sebuah studi dari 14.187 anak-anak dan remaja yang memiliki setidaknya 3 kunjungan ke pusat pelayanan media rawat jalan, 507 pasien di antaranya memenuhi kriteria untuk hipertensi, namun hanya 131 (26%) memiliki diagnosis ini didokumentasikan. 1,2,3,4,5,6,7 Prevalensi dan diagnosis hipertensi pada anak dan remaja tampak meningkat.
Hal
ini kemungkinan
berkaitan
dengan
meningkatnya
prevalensi obesitas pada anak dan bmeningkatnya kepedulian terhadap penyakit ini. Prevalensi hipertensi pada anak diperkirakan sebesar 1-2%. 1,2,3,4,5,6,7
Hipertensi pada anak dapat dibedakan menjadi hipertensi krisis dan non krisis. Hipertensi krisis dapat timbul mendadak tanpa diketahui penyakit sebelumnya atau merupakan akibat hipertensi yang sudah ada sebelumnya. Hipertensi krisis dapat menyebabkan ensefalopati, gagal jantung, gagal ginjal, edema paru, dan retinopati. Penanggulangan hipertensi krisis harus segera dilakukan untuk mencegah kerusakan organ target. 1,2,3,4,5,6,7 Hipertensi diketahui merupakan salah satu faktor risiko terhadap terjadinya penyakit jantung koroner pada orang dewasa. Hipertensi berat juga meningkatkan risiko berkembangnya ensefalopati hipertensif, kejang, kelainan serebrovaskular, dan gagal jantung kongestif.
1,2,3,4,5,6,7
Pengukuran tekanan darah secara rutin berguna untuk deteksi hipertensi pada anak sedini mungkin. Tekanan darah normal anak-anak bervariasi karena banyak faktor mempengaruhinya antara lain usia, jenis kelamin, tinggi, dan berat badan. Hipertensi pada anak dibagi menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau esensial
1
merupakan
hipertensi
yang
tidak
dapat
dijelaskan
penyebabnya.
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi oleh akibat penyakit lain. Perbedaan hipertensi pada anak dengan orang dewasa adalah kejadian hipertensi sekunder yang lebih lazim terjadi pada masa anak. 1,2,3,4,5,6,7
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tekanan darah normal pada anak adalah tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD) di bawah persentil 90 berdasarkan jenis kelamin, usia dan tinggi badan. Hipertensi adalah nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan atau diastolik lebih dari persentil ke-95 berdasarkan jenis kelamin, usia dan tinggi badan pada pengukuran sebanyak 3 kali atau lebih. Pengukuran tekanan darah tersebut dilakukan 3 kali pada kesempatan yang berbeda. Bila didapatkan tekanan darah sistolik atau diastolik berada pada persentil yang berbeda, maka status tekanan darah ditentukan sesuai dengan persentil yang lebih tinggi. 1,2,3,4,5,6,7
2.2 Klasifikasi a) Prehipertensi adalah tekanan darah sistolik atau diastolik lebih tinggi atau sama dengan persentil ke-90 tetapi lebih rendah daripada persentil 95 atau tekanan darah 120/80 mmHg atau lebih pada remaja. b) Hipertensi stadium I didefinisikan bila tekanan darah sistolik dan atau diastolik lebih dari persentil ke-95 sampai persentil ke-99 ditambah 5 mmHg, sedangkan hipertensi stadium 2 bila tekanan darah lebih dari persentil ke-99 ditambah 5 mmHg. c) Untuk anak berusia 6 tahun atau lebih, krisis hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik ≥ 180mmHg dan atau diatolik ≥ 120 mmHg, atau tekanan darah kurang dari ukuran tersebut, namun telah timbul gejala gagal jantung, ensefalopati, gagal ginjal, maupun retinopati. Pada anak berusia kurang dari 6 tahun, batasan krisis hipertensi adalah tekanan darah 50% diatas persentil ke – 95. Krisis hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu
3
a. Hipertensi Urgensi : peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolik yang belum menyebabkan kerusakan organ target (otak, jantung, ginjal atau mata). Biasanya bergejala sakit kepala dan
muntah,
namun
dapat
progresif
menjadi
hipertensi
emergensi. b. Hipertensi Emergensi : peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolik yang telah menyebabkan kerusakan organ target (otak, jantung, ginjal atau mata). 1,2,3,4,5,6,7
2.3 Etiologi Sebagian besar hipertensi pada anak terutama anak pre-remaja merupakan hipertensi sekunder. Penyebab tersering hipertensi pada anak adalah penyakit parenkim ginjal (60-70%) dan penyakit renovaskular. 1,2,3,4,5,6,7,8,9 Kelompok Umur Bayi
Penyebab Penyakit
renovaskular,
kongenital
ginja,
kelainan
koarkasio
aorta,
dysplasia bronkopulmoner 1-10 tahun
Penyakit
parenkim
ginjal,
koarkasio
aorta, penyakit renovaskuler 10-20 tahun
Penyakit
parenkim
ginjal,
penyakit
renovaskuler, hipertensi esensial
A. Hipertensi Primer Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Meskipun demikian, beberapa faktor dapat diperkirakan berperan menimbulkan seperti faktor keturunan, berat badan, respons terhadap stres fisik dan psikologis, abnormalitas transpor kation pada membran sel, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, resistensi insulin, dan respons terhadap masukan garam dan kalsium. 1,2,3,4,5,6,7 4
B. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding pada orang dewasa. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan pada suatu kelainan sistemik yang mendasari hipertensi merupakan langkah pertama evaluasi anak dengan kenaikan tekanan darah yang menetap. Jadi, sangat penting untuk mencari gejala dan tanda klinis yang mengarah pada penyakit ginjal (hematuria nyata, edema, kelelahan), penyakit jantung (nyeri dada, dispneu, palpitasi), atau penyakit dari sistem organ lain (seperti kelainan endokrinologis, reumatologis). 1,2,3,4,5,6,7 Sekitar 60-80% hipertensi sekunder pada masa anak berkaitan dengan penyakit parenkim ginjal. Kebanyakan hipertensi akut pada anak berhubungan dengan glomerulonefritis, Sedangkan hipertensi kronis paling sering berhubungan dengan penyakit parenkim ginjal (70-80%), hipertensi renovaskular (10-15%), koartasio aorta (5-10%), feokromositoma dan penyebab endokrin lainnya (1-5%). Pada anak yang lebih kecil (< 6 tahun) hipertensi lebih sering sebagai akibat penyakit parenkim ginjal, obstruksi arteri renalis, atau koartasio aorta. Anak yang lebih besar bisa mengalami
hipertensi
dari
penyakit
bawaan
yang
baru
menunjukkan gejala dan penyakit dapatan seperti refluks nefropati atau glomerulonefritis kronis. 1,2,3,4,5,6,7 Adapun beberapa penyebab hipertensi pada anak adalah sebagai berikut: a. Kelainan ginjal kongenital - Dysplasia ginjal - Ginjal polikistik - Uropati obstruktif b. Penyakit ginjal yang didapat - Tumor Wilms
5
- Glomerulonefritis - Sindrom hemolitik uremik - Nefropati refluks - Obat dan toksin - Lupus eritematosus sistemik c. Kelainan endokrin - Tumor yang menghasilkan katekolamin - Sindrom Cushing - Hiperparatiroidisme - Nefropati diabetik d. Kelainan neurologis - Stress, ansietas - Sindrom guillain Barre - Kuadriplegia - Poliomyelitis - Ensefalitis e. Penyebab vaskular - Emboli arteri renalis - Thrombosis vena renalis - Stenosis arteri renalis
2.4 Patogenesis Patogenesis hipertensi pada anak dengan penyakit ginjal melibatkan beberapa mekanisme. Hipoperfusi ginjal pada penyakit glomerular diketahui
memicu produksi renin melalui aparatus
jukstaglomerular yang mengaktifkan angiotensin I dan selanjutnya mengaktifkan angiotensin II sehingga menyebabkan hipertensi.
1,2,3,5,7
Sistem hormonal seperti prostaglandin meduler yang bersifat vasodepresor dapat menurun dan menyebabkan hipertensi, substansi lipid pada medula ginjal juga menurun pada penyakit ginjal. Hipervolemia akibat retensi air dan garam menyebabkan curah
6
jantung meningkat dan timbul hipertensi. Hipertensi juga bisa disebabkan oleh farmakoterapi untuk penyakit parenkim ginjal yang diobati dengan kortikosteroid. Krisis hipertensi dimulai dengan adanya peningkatan tiba-tiba resistensi vascular sistemik yang terkait dengan vasokonstriktor humoral. 1,2,3,5,7 Peningkatan tekanan darah akan menyebabkan stress dan trauma endotel, sehingga terjadi peningkatan permeabilitas endotel, aktivitas trombosit, dan kaskade pembekuan serta deposit fibrin. Semakin tinggi tekanan darah, semakin berat trauma endotel dan nekrosis fibrinoid dan arteriol. Proses ini akan mengakibatkan iskemi dan merangsang pengeluaran mediator vasoaktif lainnya sehingga terjadi
lingkaran
setan,
aktivitas
system
renin-angiotensin
menyebabkan bertambah beratnya vasokonstriksi dan terbentuknya sitokin pro-inflamasi seperti interleukin-6. Berbagai mekanisme ini menyebabkan
hipoperfusi,
iskemi
dan
disfungsi
organ
yang
bermanifestasi sebagai hipertensi emergensi. Gejala klinik berupa nyeri kepala hebat,mual, muntah, rasa ngantuk dan keadaan bingung. Bila berlanjut, dapat terjadi kejang umum, mioklonus dan koma.
1,2,3,5,7
2.5 Manifestasi Klinis Hipertensi
derajat
ringan
atau
sedang
umumnya
tidak
menimbulkan gejala. Gejala non spesifik berupa nyeri kepala, insomnia, rasa lelah, nyeri perut atau nyeri dada dapat dikeluhkan. Pada keadaan hipertensi berat yang bersifat mengancam jiwa atau menggangu fungsi organ vital dapat timbul gejala yang nyata. Keadaan ini disebut krisis hipertensi. 1,2,3,4,5,6,7 Krisis hipertensi dibagi menjadi dua kondisi yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi namun komplikasi utama pada anak melibatkan sistem saraf pusat, mata, jantung, dan ginjal. Anak dapat mengalami gejala berupa sakit kepala, pusing, nyeri perut, muntah, atau gangguan
7
penglihatan. Krisis hipertensi dapat pula bermanifestasi sebagai keadaan hipertensi berat yang diikuti komplikasi yang mengancam jiwa atau fungsi organ seperti ensefalopati, gagal jantung akut, infark miokardial, edema paru, atau gagal ginjal akut. Ensefalopati hipertensif ditandai oleh kejang fokal maupun umum diikuti penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma. Gejala yang tampak pada anak
dengan
ensefalopati
hipertensif
umumnya
akan
segera
menghilang bila pengobatan segera diberikan dan tekanan darah diturunkan. Gejala dan tanda kardiomegali, retinopati hipertensif, atau gambaran neurologis yang berat sangat penting karena menunjukkan hipertensi yang telah berlangsung lama. 1,2,3,4,5,6,7
2.6 Penegakkan Diagnostik Tekanan
darah
sebaiknya
diukur dengan menggunakan
sfigmomanometer air raksa, sedangkan sfigmomanometer aneroid memiliki kelemahan yaitu memerlukan kalibrasi secara berkala. Lingkaran lengan atas harus diukur tengah-tengah antara olekranon dan akromion. Ukuran cuff yang terlalu besar akan menghasilkan nilai tekanan darah yang lebih rendah, sedangkan ukuran cuff yang terlalu kecil akan menghasilkan nilai tekanan darah yang lebih tinggi.
1,2,3,4,5,6,7
Gambar 1. Lingkaran Lengan Atas Harus Diukur Tengah-tengah Antara Olekranon dan Akromion
8
Gambar 2. Cuff Pengukur Tekanan Darah Panjang cuff manset harus melingkupi minimal 80% lingkar lengan atas, sedangkan lebar cuff harus lebih dari 40% lingkar lengan atas (jarak antara akromion dan olekranon). Tekanan darah sistolik ditentukan saat mulai terdengarnya bunyi Korotkoff ke-1. Tekanan darah diastolik sesungguhnya terletak antara mulai mengecil sampai menghilangnya bunyi Korotkoff. 1,2,3,4,5,6,7
Cara penggunaan tabel tekanan darah 1 dan 2 yaitu sebagai berikut: 1. Pergunakan grafik pertumbuhan Center for Disease Control (CDC) 2000 untuk menentukan persentil tinggi anak. 2. Ukur dan catat TDS dan TDD anak, lalu gunakan tabel TDS dan TDD yang benar sesuai jenis kelamin. Lihat usia anak pada sisi kiri tabel. Ikuti perpotongan baris usia secara horizontal dengan persentil tinggi anak pada tabel (kolom vertikal).
9
3. Kemudian cari persentil 50, 90, 95, dan 99 TDS di kolom kiri dan TDD di kolom kanan. 4. Interpretasikan tekanan darah (TD) anak sesuai table kriteria. 5. Bila TD > persentil 90, pengukuran TD harus diulang sebanyak dua kali pada kunjungan berikutnya di tempat yang sama, dan rerata TDS dan TDD harus dipergunakan. Bila TD >persentil 95, TD harus diklasifikasikan dan dievaluasi lebih lanjut. 1,2,3,4,5,6,7 Tabel 2. Diagnosis Berdasarkan Parameter Tekanan Darah 1
Parameter TD TD Sistole atau diastole <90 percentile Hipertensi Stage I TD Sistole atau diastole berada diantara 9095 percentile atau TD >120/80 mm Hg (walaupun <90th percentile) TD Sistole atau diastole berada diantara 95 percentile sampai 5 mmHg diatas 99 percentile TD Sistole atau diastole >99 percentile ditambah 5 mm Hg
Diagnosis Normal Prehipertensi
Hipertensi stage I
Hipertensi
stage
II
10
11
12
13
14
2.7 Penatalaksanaan Tujuan pengobatan hipertensi pada anak adalah mengurangi risiko
jangka
pendek
maupun
panjang
terhadap
penyakit
kardiovaskular dan kerusakan organ target. Upaya mengurangi tekanan darah saja tidak cukup untuk mencapai tujuan ini. Selain menurunkan tekanan darah dan meredakan gejala klinis, juga harus diperhatikan faktor-faktor lain seperti kerusakan organ target, faktor komorbid,
obesitas,
hiperlipidemia,
kebiasaan
merokok,
dan
intoleransi glukosa. 1,2,3,4,5,6,7 Pengobatan
hipertensi
ditujukan
terhadap
anak
yang
menunjukkan peningkatan tekanan darah di atas persentil ke-99 yang menetap. Tujuan akhir pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga di bawah persentil ke-95 berdasarkan usia dan tinggi badan anak. 1,2,3,4,5,6,7 Pengobatan hipertensi pada anak dibagi ke dalam 2 golongan besar, yaitu nonfarmakologis dan farmakologis yang tergantung pada usia anak, tingkat hipertensi dan respons terhadap pengobatan. 1,2,3,4,5,6,7
1) Pengobatan Non-farmakologis Anak dan remaja yang mengalami prehipertensi atau hipertensi tingkat 1 dianjurkan untuk mengubah gaya hidupnya. Pada tahap awal anak remaja yang menderita hipertensi primer paling baik diobati dengan cara nonfarmakologis.
Pengobatan
tahap awal hipertensi pada anak mencakup penurunan berat badan, diet rendah lemak dan garam, olahraga secara teratur, menghentikan rokok dan kebiasaan minum alkohol.
Penurunan
berat badan terbukti efektif mengobati hipertensi pada anak yang mengalami obesitas. Hindarilah mengkonsumsi makanan ringan di antara waktu makan yang pokok. Demikian juga makanan ringan yang mengandung banyak lemak atau terlampau manis sebaiknya dikurangi.
1,2,3,4,5,6,7
15
Buatlah
pola
makan
teratur
dengan
kandungan
gizi
seimbang dan lebih diutamakan untuk banyak mengkonsumsi buah dan sayuran. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif memiliki risiko yang lebih rendah untuk mengalami obesitas dan hipertensi dibandingkan dengan anak yang mendapat susu formula. Diet rendah garam yang dianjurkan adalah 1,2 g/hari pada anak usia 4-8 tahun dan 1,5 g/hari pada anak yang lebih besar. Diet rendah garam yang dikombinasikan dengan buah dan sayuran, serta diet rendah lemak menunjukkan hasil yang baik untuk menurunkan tekanan darah pada anak. Asupan makanan mengandung kalium dan kalsium juga merupakan salah satu upaya untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga secara teratur merupakan cara yang sangat baik dalam upaya menurunkan berat badan dan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Olahraga teratur akan menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan aliran darah, mengurangi berat badan dan kadar kolesterol dalam darah, serta stress. 1,2,3,4,5,6,7
2) Pengobatan Farmakologis Di bawah ini dicantumkan beberapa keadaan hipertensi pada anak yang merupakan
indikasi
dimulainya
pemberian obat
antihipertensi: a. Hipertensi simtomatik b. Kerusakan organ target, seperti retinopati, hipertrofi ventrikel kiri, dan proteinuria c. Hipertensi sekunder d. Diabetes melitus e. Hipertensi tingkat 1 yang tidak menunjukkan respons dengan perubahan gaya hidup f. Hipertensi tingkat 2
16
Golongan diuretik dan β-blocker merupakan obat yang dianggap aman dan efektif untuk diberikan kepada anak. Golongan obat lain yang perlu dipertimbangkan untuk diberikan kepada anak hipertensi bila ada penyakit penyerta adalah penghambat ACE (angiotensin converting enzyme) pada anak yang menderita diabetes melitus atau terdapat proteinuria, serta β-adrenergik atau penghambat calcium-channel pada anak-anak yang mengalami migrain. 1,2,3,4,5,6,7 Penggunaan obat penghambat ACE harus hati-hati pada anak yang mengalami penurunan fungsi ginjal. Meskipun kaptopril saat ini telah digunakan secara luas pada anak yang menderita hipertensi, tetapi saat ini banyak pula dokter yang menggunakan obat penghambat ACE yang baru, yaitu enalapril. Obat ini memiliki masa kerja yang panjang, sehingga dapat diberikan dengan interval yang lebih panjang dibandingkan dengan kaptopril.
1,2,3,4,5,6,7
Obat yang memiliki mekanisme kerja hampir serupa dengan penghambat ACE adalah penghambat reseptor angiotensin II (AII receptor blockers). Obat ini lebih selektif dalam mekanisme kerjanya dan memiliki efek samping yang lebih sedikit (misalnya terhadap
timbulnya
batuk)
dibandingkan
dengan
golongan
penghambat ACE. 1,2,3,4,5,6,7 Setelah diagnosis hipertensi ditegakkan, terapi dapat dimulai meskipun etiologi belum diketahui. Pada hipertensi ringan tanpa kerusakan target organ, penyakit sistemik, atau faktor risiko lain, perubahan pola hidup harus dimulai (diet dan olahraga). Pemberian obat antihipertensi diberikan pada hipertensi sedang, berat, atau simtomatik. 1,2,3,4,5,6,7 Obat antihipertensi golongan calcium channel blockers, inhibitor angiotensin converting enzyme, beta blockers, atau kombinasi alfa/beta blockers dapat dipilih untuk hipertensi ringan sampai sedang. Terapi satu jenis obat biasanya cukup. Kombinasi
17
terapi obat antihipertensi (diuretic dan calcium channel blocker atau inhibitor angiotensin-converting enzyme) mungkin diperlukan untuk hipertensi berat. 1,2,3,4,5,6,7
Tabel 1. Obat Antihipertensi Yang Digunakan Pada Anak dan Remaja 1 Golongan
Jenis Obat
Obat Angiotensin
Dosis dan
Efek Samping
Interval Kaptopril
Dosis 0,3 s/d 0,5 Kontraindikasi
Converting
mg/kg/kali (maks pada
Enzyme
6 mg/kg/hari)
Inhibitor
Enalapril
(ACEi)
Dosis
0,08 serum
kreatinin
dan kalium. Hati-
sampai
5 hati
mg/hari Dosis
pemakaian
pada
penyakit
0.07 ginjal
dengan
mg/kg/hari Kuinapril
hamil.
Pemeriksaan
mg/kg/hari
Lisinopril
ibu
proteinuria
sampai
dan
40 diabetes mellitus
mg/hari. Dosis 5 s/d 10 mg/hari
(maks
80 mg/hari) Angiotensin
Irbesartan
6 s/d 12 tahun : Semua
ARB
Receptor
75 sampai 150 dikontraindikasikan
Blocker
mg/hari.
(ARB)
≥13 tahun 150 Losartan Losartan
pada
s/d 300mg/hari. Dosis mg/kg/hari sampai
ibu
dibuat
0,7 suspensi.
hamil. dapat menjadi FDA
membatasi 50 pemakaian
18
mg/hari (satu kali losartan
hanya
untuk anak ≥ 6
sehari)
Dosis maksimum tahun dan kreatinin 1,4
mg/kg/hari klirens ≥ 30 ml/min per 1,73 m3
sampai 100 mg Beta Blocker Metoprolol
Dosis: 1 s/d 2 Tidak
digunakan
mg/kg/ hari(dua pada
pasien
kali
perhari) diabetes mellitus
(maks 6 mg/kg/ hari Propanolol
sampai
200mg/hari). Dosis:
1-2
mg/kg/hari (dibagi
dua
sampai
tiga
dosis)
Dosis
maksimum:
4
mg/kg. Diuretik
Hidroklorotiazid Dosis:
1
/kg/hari Furosemid
mg Harus
dimonitor
(sekali kadar
elektrolit
sehari). Dosis:
secara 0,5
mg Diuretik
s/d 2 mg/kg/hari kalium Spironolakton
(maks
hemat dapat
6 menyebabkan
mg/kg/hari. Dosis:
periodik.
hiperkalemia berat 1 terutama
bila
mg/kg/hari
dikombinasikan
(dibagi1-2 dosis)
dengan ACEi atau ARB. Furosemid
19
berguna
sebagai
terapi
tambahan
pada
penyakit
ginjal. Central
Anak ≥ 12 tahun: Menyebabkan
Klonidin
Alpha
Dosis:
Blocker
mg/hari
0,2 mulut kering atau (dibagi sedasi.
dua dosis) (maks Penghentian terapi 2,4 mg/ Hari)
yang
tiba
tiba
dapat menyebabkan rebound hypertension Vasodilator
Hidralazin
Dosis:
0,75 Sering
mg/kg/hari (maks
menyebabkan 7,5 takikardi
mg/kg/hari
retensi
dan cairan.
sampai 200 mg/ Dapat hari.
menyebabkan lupus
like
syndrome Kontraindikasi pada
efusi
pericardium, supraventrikular takikardia,
dan
takidisritmia.
Secara
skematis
langkah-langkah
pendekatan
pengobatan
farmakologis pada anak sebagai berikut :
Diuretik, mulai dengan dosis minimal
Penghambat adrenergik (alpha atau beta ) mulai dengan doisis minimal 20
Langkah 1 atau Jika diperlukan, dosis dapat dinaikkan sampai mencapai dosis maksimal Tekanan darah tidak turun
Langkah 2
Tambahkan atau ganti dengan penghambat adrenergik
Tambahkan atau ganti dengan diuretik (tiazid)
atau Lanjutkan sampai mencapai dosis maksimal
Tekanan darah tidak turun Langkah 3
Tambahkan golongan vasodilator (hidralazin)
atau
Rujuk kepada Nefrologi
SpA(K)
Tatalaksana Krisis hipertensi sebagai berikut : 1. Menurunkan tekanan darah secepatnya dengan obat antihipertensi parenteral atau oral. Bila hipertensi telah dapat diatasi dan stabil, pemberian obat antihipertensi parenteral dianjutkan dengan obat peroral. 2.
Mencari dan menanggulangi kelainan target organ, misal gagal jantung
3. Menanggulangi etiologi hipertensi. 1,2,3,4,5,6,7 A) Hipertensi Emergensi Hitung perbedaan antara tekanan darah saat itu dengan tekanan darah persentil 95, sesuai umur, jenis kelamin dan tinggi pasien.
21
Turunkan tekanan darah 25-30% dalam 6 jam pertama, selanjutnya 25-30% dalam 24 -36 jam. Selebihnya dalam 48-72 jam. Obat antihipetensi yang dipakai bersifat short acting, parenteral dan mudah di filtrasi. Dalam literature dianjurkan labetalol, nitroprusid, nicardipin. Obat lain yang dapat dipakai adalah diazoxid, hidralazin, klonidin, enalapril. Satu-satunya obat oral yang dapat dipakai adalah nifedipin. Sebaiknya dilakukan di ruang perawatan intensif. Tekanan darah diukur tiap 5 menit pada 15 menit pertama, selanjutnya setiap 15 menit pada 1 jam pertama, kemudian setiap 30 menit sampai tekanan darah sistolik <100 mmHg dan tiap 1-3 jam sampai tekanan darah stabil. Lini pertama : nifedipin sublingual, dikombinasikan dengan furosemide intravena Nifedipine dosis 0,1 mg/kgBB/kali, dinaikkan tiap 5 menit pada 15 menit pertama, selanjutnya setiap 15 menit pada 1 jam selanjutnya, kemudian setiap 30 menit. Dosis maksimal 10 mg/kali. Furosemid, dosis 1 mg/ kgBB/kali intravena, 2 kali sehari (dapat diberikan oral bila keadaan umum pasien baik). Bila tekanan darah belum turun, ditambah kaptopril dosis awal 0,3 mg/kgBB/kali, diberikan 2-3 kali sehari. Dosis maksimal 2 mg/kgBB/hari. Bila tekanan darah belum turun juga, dapat dikombinasikan dengan obat antihipertensi lainnya. Bila tekanan darah turun, dapat dilanjutkkan dengan nifedipin oral 0,25-1 mg/kgBB/hari, 34 kali sehari. Dapat dikombinasikan dengan kaptopril bila belum turun, selanjutnya dosis nifedipin dan kaptopril diturunkan secara bertahap, diteruskan dengan kaptopril oral.
22
Lini kedua : klonidin drips (katapres) dikombinasi dengan furosemide intravena.
Klonidin dosis 0,002 mg/kgBB/8 jam +
100 ml dekstrosa 5% (mikrodrips). Tetesan 12 tetes menit, bila tekanan darah belum turun, dapat dinaikkan 6 tetes/menit tiap 30 menit ( maksimum 36 tetes/menit). Furosemide dosis 1 mg/ kgBB/kali intravena, 2 kali sehari. Bila 30 menit setelah tetesan 36 tetes/menit tekanan darah belum turun, ditambah kapropril, dosis awal 0,3 mg/kgBB/kali, diberikan 2-3 kali sehari, dosis maksimal 2 mg/kgBB/hari. Bila tekanan darah belum turun juga, dapat dikombinasikan dengan obat antihipertensi lainnya. Bila tekanan darah telah diturunkan, klonidin diturunkan bertahap 6 tetes/menit tiap 30 menit,
kaptopril
tetap
dilanjutkan.
Selanjutnya
kaptopril
diturunkan secara bertahap. 1,2,3,4,5,6,7,8,9 B) Hipertensi Urgensi Tekanan darah dapat diturunkan lebih perlahan, yaitu 25% dalam 12-24 jam. Mempergunakan obat antihipertensi oral seperti pada hipertensi emergensi. Perlu observasi ketat karena dapat progresif menjadi hipertensi emergensi bila tidak diturunkan dalam 12-24 jam. 1,2,3,4,5,6,7
2.8 Pencegahan Upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi pada anak harus mencakup pencegahan primer, sekunder, maupun tersier. Pencegahan primer hipertensi harus dilihat sebagai bagian dari pencegahan terhadap penyakit lain seperti penyakit kardiovaskular dan stroke yang merupakan penyebab utama kematian pada orang dewasa. Penting pula diperhatikan faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular seperti obesitas, kadar kolesterol darah yang
23
meningkat, diet tinggi garam, gaya hidup yang salah, serta penggunaan rokok dan alkohol. 4,5,6,7 Pencegahan sekunder dilakukan bila anak sudah menderita hipertensi untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti infark miokard, stroke, gagal ginjal atau kelainan organ target. Pencegahan ini meliputi modifikasi gaya hidup menjadi lebih benar, seperti menurunkan berat badan, olahraga secara teratur, diet rendah lemak dan garam, menghentikan kebiasaan merokok atau minum alkohol. 4,5,6,7
Asupan makanan mengandung kalsium dapat dilakukan sebagai pengobatan alternatif untuk mengatasi hipertensi. Kadar kalsium yang tinggi dalam darah akan menurunkan kadar natrium. Apabila komplikasi sudah terjadi, misalnya stroke dan retinopati, maka upaya rehabilitatif dan promotif yang merupakan bagian dari pencegahan tersier dapat dilakukan untuk mencegah kematian dan mempertahankan fungsi organ yang terkena seefektif mungkin. 4,5,6,7 2.9 Prognosis Prognosis tergantung etiologi yang mendasari. Hipertensi esensial, bila
mengenai remaja, biasanya
tidak menunjukkan
morbiditas pada saat awal, namun bila tidak diterapi bahkan hipertensi esensial asimtomatik dapat menyebabkan morbiditas kardiovaskular, sistim saraf pusat, dan gangguan ginjal pada masa dewasa. 1,2,3,4,5,6,7
\
24
BAB III PENUTUP
Hipertensi pada anak adalah rerata tekanan darah sistolik dan/atau tekanan darah diastolik > persentil 95 sesuai dengan jenis kelamin, usia dan tinggi badan pada >3 kali pengukuran. Prevalensinya diperkirakan sebesar 12%. Hipertensi diketahui merupakan salah satu faktor risiko terhadap terjadinya penyakit jantung koroner pada orang dewasa, dan adanya
hipertensi pada masa
anak mungkin
berperanan dalam
perkembangan dini penyakit jantung koroner tersebut.
1,2,3,4,5,6,7
Pengobatan hipertensi pada anak terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non-farmakologis pengurangan berat badan, aktivitas fisik yang reguler, dan modifikasi diet sedangkan terapi obat menggunakan - Angiotensin-converting enzymes (ACE) inhibitors, penghambat
reseptorangiotensin,
penghambat
reseptor-b,
calcium
channel blockers, dan diuretika. 1,2,3,4,5,6,7
25
DAFTAR PUSTAKA 1. Florin, T. & Ludwig, S., 2011. Netter's Pediatrics. 1st ed. Philadephia: Elsevier. 2. Kliegman, R., 2016. Nelson Textbook of Pediatric. 20th ed. Philadelphia: Elsevier. 3. Kline, M., 2018. Rudolph's Pediatrics. 23rd ed. New York: McGrawHill Education 4. Sekarwana, N. Rachmadi, D. Hilamnto, D. 2011. Consensus tatalaksana hipertensi. Bandung: Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 5. Supartha, M. Suarta, I.K. Winaya, I.B.A, 2014. Hipertensi pada Anak. Volum: 59, Nomor:5. IDI. 6. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS. Standar pelayanan Medis Kesehatan Anak, SMF Anak RS dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar, 2015. 7. Pudjiadi HA, et al. pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta; 2016
26