Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat Palu Refleksi kasus 15 Desember 2018
MALNUTRISI PROTEIN ENERGI (PEM) DENGAN TUBERKULOSIS
Disusun Oleh : A Nurul Afiah Ali 13 17777 14 230
Pembimbing : dr. Hj. Nurhaedah Tangim, Sp.A
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITRAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT PALU RSU ANUTAPURA PALU 2018
HALAMAN PENGESAHAN Nama dan stambuk Fakultas Program Studi Universitas Judul Referat Bagian
: A Nurul Afiah Ali (13 17777 14 230) : Kedokteran : Pendidikan Dokter : Alkhairaat : malnutrisi protein energi (PEM) dengan tuberkulosis : Ilmu Kesehatan Anak
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU ANUTAPURA PALU Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
Palu, 15 Desember 2018
Pembimbing
dr. Hj. Nurhaedah Tangim, Sp.A
Mahasiswa
A Nurul Afiah Ali, S.ked
2
BAB 1 PENDAHULUAN Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan TB paru dewasa. Masalah yang dihadapi pada TB anak adalah masalah diagnosis, pengobatan dan pencegahan. Gejala dan tanda TB anak sering tidak khas, sehingga perlu ketelitian dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik.3 Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini saat pesat. Sekurang-kurangnya 500.000 anak didunia menderita TB setiap tahun. Di Indonesia, proporsi kasus TB anak diantara semua kasus TB ternotifikasi dalam program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11 %, tetapi apabila dilihat pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan variasi proporsi yang cukup lebar, yaitu 1,8-15,9%.1 Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah BALITA yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui pemberian makanan tambahan dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998, 8,1% pada tahun 1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%.3,4,5 Penatalaksanaan kasus TB dan disertai gizi buruk pada anak merupakan upaya komprehensif, yang menggabungkan aspek klinis, program serta upaya kesehatan masyarakat. Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan dengan dosis yang tepat, maka akan meningkatkan kualitas hidup anak dan tumbuh kembang anak yang optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Berikut ini refleksi tuberculosis dan gizi buruk pada anak yang didapatkan di ruang perawatan Nuri bawah RSU Anutapura Palu.
3
BAB II LAPORAN KASUS Tanggal Masuk
: 20- November - 2018
Nama
: An. A F
Jenis kelamin
: perempuan
Kebangsaan
: Indonesia
Suku
: kaili
Agama
: Islam
Nama Ayah
: Tn. Ikwan
Usia
: 51 tahun
Pekerjaan
: Buruh harian
Pend. Terakhir
: SMP
Nama Ibu
: Ny. Suriadewi
Usia
: 41 tahun
Pekerjaan
: IRT
Pend. Terakhir
: SMP
Alamat
: jl. Kalukubula
Lahir pada tanggal / umur : 21 – februari -2018 Di : Rumah Sakit Berat waktu lahir
: 2200 gram
Partus Sectio caesarea oleh dokter. Dikirim oleh
:
-
dengan diagnosis:-
Tanggal
: 20 november 2018
jam 12.00
Masuk ke ruangan 20 – November - 2018
belum sembuh
Keluar tanggal 2 – November - 2018
jam
11.00 atas permintaan : keluarga
Jumlah hari perawatan : 12 hari Diagnosis: TB + Gizi Buruk tipe marasmus Anamnesis (diberikan oleh) Ibu Anak ke 7 dari 7 bersaudara status anak kandung Tanggal lahir
meninggal(umur)
keterangan jika hidup
4
FAMILY TREE
Anamnesis:
c v
c v
c v
c v
c v
Keluhan utama : Batuk berlendir 1 bulan Riwayat penyakit sekarang : pasien masuk dengan keluhan batuk yang dialami sejak 1 bulan lebih, batuk berlendir warna putih keruh, tidak disertai darah. Batuk dialami terus menerus. Pasien juga kadang mengalami sesak napas pada saat batuk. Keluhan ini juga disertai demam yang terjadi sejak 2 minggu, demam turun dengan konsumsi obat antipiretik, tetapi beberapa jam setelah itu naik kembali. Pasien kadang berkeringat pada malam hari. Mengigil (-) Tidak ada kejang (-) flu (-) mual (-) muntah (-) pasien juga sering rewel. Nafsu makan kurang. Ada penurunan berat badan. BAK baik BAB baik.
Riwayat Antenatal Care: Ibu mengatakan tidak pernah memeriksakan kehamilannya di pelayanan kesehatan dan dokter kandungan. Selama hamil ibu juga tidak ada mengalami keluhan yang bermakna. Ibu tidak ada penyakit metabolic dan infeksi.
5
Penyakit yang sudah pernah dialami (tanggal & riwayat) Morbili – Varicella – Pertussis – Diare – Cacing – Batuk/pilek + ( saat usia 5 bulan) Lain lain –
KEPANDAIAN/KEMAJUAN BAYI Pertama kali membalik
7
bulan
Tengkurap
7
bulan
Duduk
-
bulan
Merangka
-
bulan
Berdiri
-
bulan
Berjalan
-
bulan
Tertawa
-
bulan
Berceloteh
5
bulan
Tengkurap
7
bulan
Memanggil papa -
bulan
ANAMNESIS MAKANAN TERPERINCI SAMPAI SEKARANG 0-2 bulan : ASI 2-6 bulan : Sufor 6-9 bulan : Sufor + bubur saring
6
IMUNISASI
I
II
III
BCG
+
POLIO
-
-
-
DTP
-
-
-
CAMPAK
-
HEPATITIS
-
-
-
I
II
III
IKHTISAR PENYAKIT MENURUT STATUS POLIKLINIK
ANAMNESIS KELUARGA 1. IKHTISAR KETURUNAN: Anak ke 7 dari 7 bersaudara.
2. RIWAYAT KELUARGA : Di dalam anggota keluarga yaitu kakak pernah mengalami batuk lama dan pernah berobat TB 6 bulan, akan tetapi pada akhir pengobatan tidak periksa kembali di Rumah Sakit untuk diketahui sembuh atau tidak.
KEADAAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIASAAN DAN LINGKUNGAN : Anak tinggal bersama kedua orang tua dan saudaranya. Ayah bekerja sebagai buruh harian dan ibu sebagai IRT. Rumah pasien terbuat pondasi batako dengan dinding rumah terbuat dari kayu serta atab dari seng. Tinggal dilingkungan yang padat penduduk. Keadaan social menengah kebawah.
PERJALANAN PENYAKIT: Pasien masuk dengan keluhan batuk yang dialami sejak 1 bulan lebih, batuk berlendir warna putih keruh, tidak disertai darah. Batuk dialami terus menerus. Pasien juga kadang
7
mengalami sesak napas pada saat batuk. Keluhan ini juga disertai demam, demam turun dengan konsumsi obat antipiretik, tetapi beberapa jam setelah itu naik kembali. Pasien kadang berkeringat pada malam hari. Mengigil (-) Tidak ada kejang (-) flu (-) mual (-) muntah (-) pasien juga sering rewel. Nafsu makan kurang. Ada penurunan berat badan. BAK baik BAB baik. Pada saat hamil ibu mengatakan tidak pernah memeriksakan kehamilannya di pelayanan kesehatan dan dokter kandungan. Selama hamil ibu juga tidak ada mengalami keluhan yang bermakna. Ibu tidak ada penyakit metabolic dan infeksi.
PEMERIKSAAN PERTAMA Tanggal : 20 – November - 2018 Umur : - tahun 9 bulan
berat badan : 4kg
panjang badan: 64cm
KEADAAN UMUM: Gizi : buruk
suhu : 38 C
respirasi: 70x/m
Sianosis : tidak ada
keadaan mental: compos mentis
nadi :135 x/m
Anemis :tidak ada
icterus : -/-
tensi: -
KEJANG: Tipe: tidak ada Lamanya: -
KULIT: warna : sawo matang efloresensi : dalam batas normal
turgor: kembali < 2 detik
pigmentasi : dalam batas normal
tonus: dalam batas normal
jaringan parut : tidak ada
oedema: tidak ada
lapisan lemak : lain-lain
8
KEPALA: Bentuk : normocephal (+)
ubun-ubun besar: tertutup
Rambut : hitam (+) , sukar dicabut (+) MATA: Exophtalmus/enophthalmus: dalam batas normal Tekanan bola mata : normal Konjunctiva
: anemis -
lensa: jernih
Sclera
: icterus -
fundus:
Corneal reflex : +/+ Pupil
visus : 6/6
: isokor , 3mm/3mm
gerakan :
TELINGA: otorhea – HIDUNG : rinorhea –
MULUT : bibir: cyanosis : tidak ada
selaput mulut : dalam batas normal
lidah
: kotor (-)
gusi
gigi
:
bau pernapasan : dalam batas normal
TENGGOROKAN:
: dalam batas normal
Tonsil : T1 / T1 Pharynkx : dalam batas normal
LEHER : Trachea
: dalam batas normal
Kelenjar
: dalam batas normal
Kaku kuduk
: tidak ada
Lain lain
:-
THORAKS : Bentuk
: dalam batas normal
Rachitic rosary: dalam batas normal
Xiphosternum : dalam batas normal Harrison’s groove: dalam batas normal
9
Ruang intercotal : dalam batas normal
pernapasan paradoxal : dalam batas normal
Precordial bulging: dalam batas normal
retraksi
: dalam batas normal
PARU Inspeksi
: simetris bilateral
Palpasi
: Vocal fremitus kiri = kanan
Perkusi
: sonor +/+
Auskultasi
: bronkhovesikular (+) Rhonki +/+ , Wheezing -/-
JANTUNG : Detak jantung : Regular Ictus
: ICS V
Batas kiri atas : ICS II Batas kiri bawah : ICS IV Batas kanan atas : ICS II Batas kanan bawah : ICS IV Bising
: sistolik (-) diastole (-)
ABDOMEN Bentuk : cembung (+) cekung (-) datar (-) Lien
: tidak ada pembesaran
Hepar : tidak ada pembesaran
GENITALIA : dalam batas normal KELENJAR : KGB (-) ANGGOTA GERAK : aktif TULANG-TULANG : dalam batas normal OTOT : dalam batas normal REFLEKS : fisiologis (+) patologis (-)
10
PEMERIKSAAN PENUNJANG HASIL
NILAI RUJUK
RBC
3.45
4.00 – 6.00
HGB
11.4
13.5 -19.5
HCT
33.7
44.0-64.0
MCV
98
100-112
PLT
576
200-400
WBC
16.9
10.0-26.0
GDS
104
81-199 mg/dl
Diagnosis sementara : TB + Gizi buruk Diagnosis
: TB + Gizi buruk tipe marasmus
Anjuran
: - uji tuberculin -
Foto thorax
RESUME : Pasien masuk dengan keluhan batuk yang dialami sejak 1 bulan lebih, batuk berlendir warna putih keruh. Batuk dialami terus menerus. Pasien juga kadang mengalami sesak napas pada saat batuk. Keluhan ini juga disertai demam, demam turun dengan konsumsi obat antipiretik, tetapi beberapa jam setelah itu naik kembali. Pasien kadang berkeringat pada malam hari. pasien juga sering rewel. Nafsu makan kurang. Ada penurunan berat badan. BAK baik BAB baik. BB : 4kg , PB:64cm , Suhu: 38 C , Respi : 70x/m , nadi: 135x/m.
TERAPI : - IVFD Kaen 3B 12 tpm (mikro)
- vit A 100.000 IU
- O2 2 lpm
- vit B 1 x 1
- inj cefotaxime 100mg/ 12jam/IV
- vit C 1 x 50mg
- inj gentamicin 20 mg/24jam/IV
-asam folat 1 x 5mg
11
- santagesik 40mg/8jam/IV
-F75 65cc/jam
- nebu ventolin + pulmicort + Nacl 0,9% - puyer batuk ( ambroxol 3mg , salbutamol 0,5mg, cetiricine 1,75mg)
FOLLOW UP (20-November-2018)
MASUK JAM: 16.00 S
O
A
P
Batuk berlendir (+)
KU: sakit sedang
- Susp. TB Paru
- pasang infus
sesak napas
Kesadaran :
- Gizi buruk
- O2 2 lpm
(+)demam (+)
compos mentis N: 135x/m R: 70x/m S: 38 C
Pem. Fisik: Dada: Rh +/+,Wh +/+
- pasang sonde Atas dasar :
- larutan gula 10% 50cc
Anamnesis
via sonde
Pemeriksaan fisis - inj cefotaxime Hasil lab
100mg/8jam/IV - inj santagesik 40mg/8jam/IV
Laboratorium
- inj gentamisin
Darah lengkap:
20mg/24jam/IV
WBC = 16.9
- asam folat single dose
RBC = 3.45
5mg 1x1 pulv via sonde
HGB = 11.4
- vit A 100,000 IU
HCT = 33.7 MCV = 98 PLT = 576 GDS = 104 mg/dl
- vit C 50mg 1x1 via sonde - vit B comp 1x1 via sonde - Nebulizer:ventolin + pulmicort + Nacl 0.9% tiap 12jam - F75 65c tiap 3jam Anjuran : - foto thorax
12
FOLLOW UP (21-November-2018 & 22 November 2018)
S
O
A
P
Batuk berlendir
KU: sakit sedang
- Susp. TB
- pasang infus
(+)
Kesadaran :
Paru
- O2 2 lpm
sesak napas (-)
compos mentis
- Gizi buruk
- pasang sonde
demam (-)
N: 120x/m R: 55x/m S: 37 C
Pem. Fisik: Dada: Rh +/+,Wh +/+
- larutan gula 10% Atas dasar :
50cc via sonde
Anamnesis
- inj cefotaxime
Pemeriksaan
100mg/8jam/IV
fisis
- inj santagesik
Hasil lab
40mg/8jam/IV - inj gentamisin 20mg/24jam/IV - asam folat single dose 5mg 1x1 pulv via sonde - vit A 100,000 IU - vit C 50mg 1x1 via sonde - vit B comp 1x1 via sonde - Nebulizer:ventolin + pulmicort + Nacl 0.9% tiap 12jam - F75 65c tiap 3jam
Anjuran : - foto thorax
13
FOLLOW UP (23-November-2018)
S
O
A
P
Batuk berlendir
KU: sakit sedang
- TB Paru
- KAEN 3B
(+)
Kesadaran :
- Gizi buruk
- O2 1-2 lpm
sesak napas (-)
compos mentis
tipe
- Elkana syr 1 x ½ cth
demam (+)
N: 111x/m
marasmus
- pasang sonde
R: 42x/m S: 39.3 C
- inj sanmol Atas dasar :
50mg/6jam
Anamnesis
- Nebulizer:ventolin +
Pemeriksaan
pulmicort + Nacl
fisis
0.9% tiap 12jam
Foto Thorax :
Hasil lab
- F75 65c tiap 3jam
bronchopneumoni
Skoring TB
- mulai HRZ 1 x 1
Pem. Fisik: Dada: Rh +/+,Wh -/-
(7)
14
SCORING SYSTEM TB Parameter
0
1
2
3
SKO R
Kontak TB
Tidak jelas
-
Laporan
BTA (+)
3
Positif (≥10 mm
-
keluarga BTA (-), BTA tidak jelas/tida k tahu Uji tuberculin Negatif
-
-
atau (≥5 mm pada
(Mantoux)
pasien imunokompromise d Berat
badan/
-
BB/TB < 90%
keadaan gizi
Klinis
-
2
gizi buruk atau BB/TB <70%
Demam yang
-
≥ 2 minggu
-
-
1
-
≥ 3 minggu
-
-
1
tidak diketahui penyebabnya Batuk kronik
15
Pembesaran kelejar
≥ 1 cm, lebih
-
limfe
coli,
-
-
0
-
-
0
-
-
1
dari 1 KGB,
aksila,
tidak nyeri
inguinal Pembengkaka
-
Ada
n tulang/sendi
pembengkaka
panggul, lutut,
n
falang Foto thoraks
Normal/kelaina
Gambar
n tidak jelas
sugestif mendukung TB Skor
7
Total: FOLLOW UP (24 November 2018 – 26 november 2018)
S
O
A
P
Batuk berlendir
KU: sakit sedang
- TB Paru
- KAEN 3B
(+)
Kesadaran :
- Gizi buruk
- O2 1-2 lpm
sesak napas (-)
compos mentis
demam (+)
N: 120x/m R: 43x/m S: 38.2 C
Pem. Fisik: Dada: Rh +/+,Wh -/-
- Elkana syr 1 x ½ cth Atas dasar :
- pasang sonde
Anamnesis
- inj sanmol
Pemeriksaan
50mg/6jam
fisis
- Nebulizer:ventolin +
Skoring TB:
pulmicort + Nacl
7
0.9% tiap 12jam
Foto Thorax :
- F75 65c tiap 3jam
bronchopneumoni
- HRZ 1 x 1
16
FOLLOW UP (27 November 2018 – 29 November 2018)
S
O
A
P
Batuk berlendir
KU: sakit sedang
- TB Paru
- KAEN 3B
(+)
Kesadaran :
- Gizi buruk
- O2 1-2 lpm
sesak napas (-)
compos mentis
demam (+)
N: 148x/m R: 52x/m S: 38.3 C
Pem. Fisik: Dada: Rh +/+,Wh -/-
- Elkana syr 1 x ½ cth Atas dasar :
- pasang sonde
Anamnesis
- inj sanmol
Pemeriksaan
50mg/6jam
fisis
- Nebulizer:ventolin +
Skoring TB:
pulmicort + Nacl
7
0.9% tiap 12jam
Foto Thorax :
- F75 65c tiap 3jam
bronchopneumoni
- HRZ 1 x 1
17
FOLLOW UP (30 November 2018 – 2 Desember 2018)
S
O
A
P
Batuk berlendir
KU: sakit sedang
- TB Paru
- KAEN 3B
sudah kurang .
Kesadaran :
- Gizi buruk
- Elkana syr 1 x ½ cth
sesak napas (-)
compos mentis
demam (+)
N: 144x/m R: 42x/m S: 38 C
Pem. Fisik: Dada: Rh +/+,Wh -/-
- pasang sonde Atas dasar :
- inj sanmol
Anamnesis
50mg/6jam
Pemeriksaan
- F75 65c tiap 3jam
fisis
- HRZ 1 x 1
Skoring TB: 7
Foto Thorax : bronchopneumoni
18
BAB III DISKUSI Pasien masuk dengan keluhan batuk yang dialami sejak 1 bulan lebih, batuk berlendir warna putih keruh, tidak disertai darah. Batuk dialami terus menerus. Pasien juga kadang mengalami sesak napas pada saat batuk. Keluhan ini juga disertai demam, demam turun dengan konsumsi obat antipiretik, tetapi beberapa jam setelah itu naik kembali. Pasien kadang berkeringat pada malam hari. Mengigil (-) Tidak ada kejang (-) flu (-) mual (-) muntah (-) pasien juga sering rewel. Nafsu makan kurang. Ada penurunan berat badan. BAK baik BAB baik. Dari hasil pemeriksaan didapatkan adanya didapatkan suara ronki basah halus pada pemeriksaan auskultasi paru. Dari penilaian skoring TB yang dilakukan didapatkan skor total 7 dengan penjabaran: riwayat kontak 3; penurunan BB (z score <-3 SD) 2; batuk 1 demam 1 dan hasil foto thoraks Bronchopneumonia. Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin RBC 3.45 106/mm, HGB 11.4 g/dL , HCT 33.7 % , MCV 98 um3, PLT 576 , WBC 16.9 103/mm3. GDS 104 mg/dl . elektrolit Na 134.30 mmol/L Dari hasil foto thorax tampak bercak berawan pada kedua lapangan paru, tidak tampak proses spesifik, cor: ukuran normal, sinus dan diafragma baik, tulang-tulang intak. Kesan : Bronchopneumoni. Berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis Tuberkulosis + gizi buruk tipe marasmus. Pada pasien pada saat masuk di diagnosis sebagai suspek TB sebelum adanya hasil foto thorax. Pada anamesis pasien mengeluh batuk lebih dari 1 bulan, demam, dan sesak. Sehingga diberikan cefotaxime 100mg/8 jam, inj santagesik 40mg/8jam , gentamicin 20mg/24jam dan di nebulizer menggunakan ventolin + pulmicort + Nacl 0,9% diberikan setiap 12 jam. Pada hari ke 4 pasien di diagnosis sebagai TB Paru, setelah adanya hasil foto thorax dan total skor TB : 7
19
dengan penjabaran: riwayat kontak 3; penurunan BB (z score <-3 SD) 2; batuk 1 demam 1 dan hasil foto thoraks. Pasien ini di terapi HRZ 1 x 1. Pasien diberikan terapi Isoniazid (H) 50 mg, pirazinamid (Z) 125 mg, rifampisin (R): 50 mg yang dibuat dalam pulveres dan diminum selama 2 bulan kemudian dievaluasi kembali sesuai management tuberculosis pada anak. Pasien juga diberikan sanmol 50mg/6jam, sanmol diberikan sebagai antipiretik dimana pasien masih mengeluh demam dengan suhu tubuh 38.3 C. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.4 Sumber penularan TB adalah melalui inhalasi droplet pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak, namun pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB, tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif adalah 17%.4 Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam droplet nuclei yang ukurannya sangat kecil (<5 um), terhirup dan mencapai alveoli. Tubuh akan merespon adanya kuman dengan mengeluarkan pertahanan berupa mekanisme imunologik non spesifik. Jika tubuh tidak mampu menghancurkan seluruhnya, maka akan terdapat kuman TB yang tersisa dan terus berkembang biak dalam paru dan membentuk lesi yang disebut focus primer Gohn. Fokus ini menyebab ke saluran limfe (limfangitis), dan sampai ke kelenjar limfe (limfadenitis) bergabung dan membentuk kompleks primer. 5 Adapun faktor risiko infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (hygiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA positif. Berarti, bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. 4
20
Pada kasus ini adalah adanya riwayat kontak atau pajanan terhadap pasien yang hasil BTA (+), yaitu kakak pasien. Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena kuman TB sangat jarang ditemukan didalam secret endobronkhial pasien anak. Selain itu, jumlah kuman TB anak biasanya sedikit (pausibasiler), tetapi karena imunitas anak masih lemah, jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit. Selain itu, lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi sputum. Kemudian, karena tidak ada/sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk didaerah parenkim sehingga TB pada anak jarang terdapat gejala batuk. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (pausibasiler) dan sulitnya pengambilan specimen (sputum), sehingga tidak ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan dahak tidak menyingkirkan diagnosis TB anak. Uji BTA pada anak bisa dilakukan pengambilan cairan lambung, dimana anak lebih banyak menelan dahak dibanding mengeluarkan dahak.Adapun gejala sistemik TB anak adalah sebagai berikut: 1. Berat badan turun tanpa sebab yang baik yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan perbaikan gizi yang baik. 2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas. Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai gejala sistemik umum lain. 3. Batuk lama (≥3 minggu), bersifat non-remitting (tidak pernah reda, atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan. 4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh. 5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain. 6. Diare persisten (≥2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.2 Adapun pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis TB pada anak dapat dilakukan beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis langsung atau biopsy jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk pemeriksaan mikrobiologi, namun pada anak jarang dilakukan karena sulitnya mendapatkan spesimen. Selain itu, pemeriksaan Patologi Anatomi dapat digunakan.
21
Pemeriksaan foto thoraks juga dapat dilakukan. Namun pada anak, gambaran foto thoraks tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain. Oleh karena itu, pemeriksaan thoraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier. Gambaran radiologi TB sebagai berikut: 1. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat. 2. Konsolidasi segmental/lobar 3. Efusi pleura 4. Milier 5. Atelectasis 6. Cavitas 7. Kalsifikasi dengan infiltrat 8. tuberkuloma Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidaklah khas, karena kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit-penyakit lain. Sebaliknya foto Rontgen toraks yang normal (tidak terdeteksi secara radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang lainnya mendukung. Dengan demikian, pemeriksaan foto Rontgen toraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier. Pada kasus ini, didapatkan gambaran radiologi foto toraks, berupa: Tampak bercak berawan pada kedua paru disertai cavitas, Cavitas berdinding tebal pada paru kanan, Cor: dalam batas normal, Sinus dan diafragma baik, Tulang-tulang intak.3 Tata laksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis (pencegahan).Prinsip pengobatan TB pada anak: 1. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat. 2. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. 3. Pengobatan TB dibagi 2 tahap: a. Tahap intensif, selama 2 bulan pertama b. Tahap lanjutan, 4-10 bulan selanjutnya. 4. Pasien TB dengan gejala klinis berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal, dirujuk ke fasilitas yankes rujukan. 5. Pada kasus TB tertentu, sepeti TB milier, efusi pleura TB, meningitis TB diberikan prednisone 1-2 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis
22
6. Paduan OAT untuk anak di Indonesia: a. Kategori 3 macam obat
: 2HRZ/4HR
b. Kategori 4 macam obat
: 2HRZE/4-10HR
7. Panduan OAT kategori anak diberikan dalam bentuk KDT (kombinasi dosis tetap).
Tabel 1. OAT yang biasa dipakai, dosis dan efek sampingnya Nama Obat
Isoniazid (H)
Dosis
harian Dosis maksimal Efek samping
(mg/kgbb/hari)
(mg/hari)
10 (7-15)
300
Hepatitis,
neuritis
perifer, hipersensitivitas Rifampisin (R)
15 (10-20)
600
Gangguan GI, reaksi kulit,
hepatitis,
trombositopenia, peningkatan
enzim
hati, cairan tubuh berwarna
orange
kemerahan Pirazinamid (Z)
35 (30-40)
-
Toksisitas
hepar,
arthralgia, gangguan GI Etambutol (E)
20 (15-25)
-
Neuritis optic, visus berkurang,
buta
warna merah hijau, hipersensitivitas GI Streptomisin (S)
15-40
1000
Ototoksik, nefrotoksik
23
Tabel 1. Dosis Kombinasi pada TB Anak
Berat Badan (kg)
2 bulan RHZ (75/50/150 mg)
4 bukan RH (75/50 mg)
5–9
1 tablet
1 tablet
10 – 14
2 tablet
2 tablet
15 – 19
3 tablet
3 tablet
20 – 32
4 tablet
4 tablet
8. Jika BB ≥33 kg, dosis disesuaikan dengan tabel 1 diatas. 9. Jika BB < 5kg, sebaiknya rujuk ke RS 10. Tidak boleh memberi obat setengah dosis tablet 11. Perhitungan pemberian tablet diatas sudah memperhatikan kesesuaian dosis per kgBB. Pasien dikatakan putus obat bila berhenti menjalani pengobatan selama ≥2 minggu.Sikap selanjutnya untuk penanganan bergantung pada hasil evaluasi klinis saat pasien datang kembali, sudah berapa lama menjalani pengobatan, dan berapa lama obat telah terputus. Pasien tersebut perlu dirujuk untuk penanganan selanjutnya. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respons pengobatan pasien harus dievaluasi.Respons pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, BB meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang.Apabila respons pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai 6 bulan, sedangkan apabila respons pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan. Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleurra TB, pericarditis TB, TB endobronchial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednison adalah 60 mg/hari.
24
Lama pemberian 2-4 minggu dengan dosispenuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroiduntuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadinya pelekatan jaringan. Komplikasi pada TB paru adalah terjadinya tuberculosis ekstra paru seperti infeksi pada tulang atau sendi yang cenderung akan menyerang vertebra. Manifestasi klasik spondylitis tuberkulosa berkembang menjadi penyakit Pott, dimana penghancuran korpus vertebra menyebabkan deformitas gibbus dan kifosis. Tuberkulosis skeleton adalah komplikasi tuberculosis lambat dan menjadi perwujudan yang jarang sejak terapi anti tuberculosis tersedia. Prognosis untuk TB pada anak yaitu: 1. Jika bakteri sensitif dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak akan sembuh total dengan sekuel minimal. 2. Pengobatan ulang lebih sulit dan kurang berhasil. 3. Dengan kemoterapi tuberculosis (khususnya isoniazid), pemulihan pada TB milier hampir 100%. Tanpa pengobatan, angka kematian pada TB milier dan meningitis TB hampir 100%. Jika pengobatan terlambat, insidensi kelainan neurologis cukup tinggi. 4. Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun diantaranya akan meninggal (50%), sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi (25%), serta menjadi kasus kronis yang tetap menular (25%).
Pada kasus ini didapatkan Anak tampak kurus, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, dan berdasarkan gejala klinik tersebut dimana terdapat gejala klinik marasmus, maka pasien ini termasuk dalam jenis kekurangan energi protein tipe marasmus. 5 Menurut WHO, terjadinya kekurangan gizi dalam hal ini gizi kurang dan gizi buruk dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, penyakit infeksi dan asupan makanan yang secara langsung berpengaruh terhadap kejadian kekurangan gizi, pola asuh serta pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kekurangan gizi. 3 Gizi buruk dikalsifikasikan berdasarkan gambaran klinisnya sebagai berikut : 1. Marasmus (Atrofi infantile, kelemahan, insufisiensi nutrisi bayi (athrepesia)) 2. Malnutrisi protein (Malnutrisi protein-kalori (PCM), kwashiorkor)
25
3. Marasmik-kwashiorkor
Tanda-Tanda
Kondisi I
Kondisi II
Kondisi III
Kondisi IV
Renjatan/Syok
+
-
-
-
-
Letargi/tidak sadar
+
+
-
+
-
Muntah/diare/dehidrasi +
+
+
-
-
Pada kasus ini penyebab langsung timbulnya kurang gizi pada adalah makanan tidak seimbang dan penyakit yang di derita anak. Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Pada kasus ini juga terdapat penyakit tuberculosis paru. Jadi, anak ini masuk dalam kelompok gizi buruk dengan komplikasi yang merupakan indikasi dirawat di rumah sakit. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja bersama-sama akan memberikan dampak yang lebih buruk dibandingkan bila kedua faktor tersebut masing-masing bekerja sendiri-sendiri. Infeksi memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi penyakit infeksi. Mikroorganisme yang tidak terlalu berbahaya pada anak-anak dengan gizi baik, akan bisa menyebabkan kematian pada anakanak dengan gizi buruk. Hal ini terjadi karena pada gizi buruk protein kurang karena asupan yang tidak adekuat menyebabkan sistem imun terganggu. Langkah penatalaksanaan gizi buruk
26
a. Fase Stabilisasi Fase stabilisasi energi yang dibutuhkan adalah 80-100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 gr/kgBB/hari, dan cairan 130 ml/kgBB/hari atau 100 ml/kgBB/hari bila ada edema berat. Terapi yang diberikan pada fase ini adalah: -
Mengatasi hipoglikemia Cara mengatasi hipoglikemia: 1. Jika pasien masih sadar: berikan cairan glukosa 10% atau glukosa oral 10% atau NGT 50 ml. 2. Jika pasien tidak sadar: berikan cairan glukosa 10% (IV) dan bolus sebanyak 5 mL/kgBB. Selanjutnya larutan glukosa 10% atau gula pasir 10 % secara oral atau NGT bolus 50 mL. 3. Jika pasien syok: Berikan cairan IV berupa RL dan dekstrose/glukosa 10% dengan
perbandingan 1:1 (= RL D 5%) sebanyak 15 mL/kgBB selama1 jam pertama atau 5 tetes/menit/kgBB. -
Mengatasi dehidrasi
27
-
Pada pasien ini tidak terjadi hipotermia
-
Mengobati infeksi Infeksi ditangani pada fase stabilisasi dan transisi. Pada kasus ini karena terdapat penyakit penyerta yaitu diare maka anak diberikan antibiotik.
-
Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro Dosis vitamin A
Asam folat diberikan pada fase stabilisasi dan transisi dengan dosis 5 mg/hari pada hari pertama, selanjutnya 1 mg/hari. Vitamin B kompleks 1 tablet/hari selama fase stabilisasi dan transisi. Vitamin C 2 tablet/hari untuk BB ≥ 5 kg. b. Fase transisi (hari 3-7) Fase transisi energi yang dibutuhkan adalah 100-150 kkal/kgBB/hari, protein 2-3 gr/kgBB/hari, dan cairan 150 ml/kgBB/hari. Pada fase transisi F-75 diubah menjadi F-100. Sebelum diganti ke F-100, diberikan dulu 1 hari F-100 dengan volume seperti F-75. Dosisnya dimulai dari dosis rendah, kemudian 4 jam dosisnya dinaikkan 10 ml sampai dosis maksimal. F-100 diberikan dari hari ke 3-7. c. Fase rehabilitasi Kebutuhan energi pada fase ini adalah 150-220 kkal/kgBB/hari, protein 4-6 gr/kg, dan cairan 150-200 ml/kgBB/hari. Pada fase rehabilitasi tetap diberikan F-100 sesuai dengan dosis pada fase transisi, tapi harus perhatikan kondisi anak. Pada fase ini F-100 diberikan bersama dengan makanan padat sesuai dengan BB anak. Pemberian F-100 pada fase ini diberikan selama minggu 2-6. Kurangi pemberian F-100 bila ada tanda bahaya sebagai berikut:[6]
Denyut nadi dan frekuensi nafas meningkat
Vena jugularis terbendung
Edema meningkat
28
d. Fase tindak lanjut Dimulai pada minggu 7-26 minggu. Memberikan makanan dengan porsi kecil dan sering, sesuai dengan umur anak. Anak pada fase tindak lanjutnya seharusnya diberikan makanan seperti dibawah ini: Berikan ASI sesuai keinginan anak - Berikan nasi lembek yang ditambah telur/ ayam/ ikan/ tempe/ tahu/daging sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak. - Berikan makanan tersebut 3 x sehari - Berikan juga makanan selingan 2 x sehari diantara waktu makan seperti: bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.
Prognosis pada pasien ini dubia at malam, karena pasien meminta untuk pulang dalam kondisi gizi yang belum membaik dan suhu tubuh yang belum stabil. Disamping itu pasien juga sedang dalam pengobata tuberculosis.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2013. 2. Nastiti N. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. 3. Supariasa, 2012. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta. 4. Kementrerian kesehatan republik Indonesia. Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB anak. 2016
30