Having Pasive, Being Active

  • Uploaded by: sabil
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Having Pasive, Being Active as PDF for free.

More details

  • Words: 992
  • Pages: 3
Republik Kuliner (section 2; having passive or being active) Oleh : Roni Basa

Cisitu-Bandung, 6 Djumadil Tsani 1430 H

“A blue glass appears to be blue when light shines through it because it absorbs all other colors and thus does not let them pass. This is to say, we call a glass "blue" precisely because it does not retain the blue waves. It is named not for what it possesses but for what it gives out”, lanjutku, mencoba tidak mengindahkan butir air mata di pelupuk mata indahmu. “What you means, please…?”,butir air mata itu kamu sembunyikan dalam bentuk tanya. Dinda, kamu masih seperti dulu. Tidak akan kamu seka air mata dengan tisu layaknya perempuan lain. Tidak akan kamu biarkan laki-laki manapun memahami kerapuhanmu. Tidak akan kamu nyatakan permintaan maaf untuk perihal yang non reasonable. Termasuk perasaan, hati dan etika. Wilayah definisinya yang luas dan berstandar variatif, membuatmu memahaminya sebagai yang abstrak. Abstraksi ialah non reasonable berdasar pemahamanmu. “Being has as its prerequisites independence, freedom, and the presence of critical reason. Its fundamental characteristic is that of being active, not in the sense of outward activity, of busyness, but of inner activity, the productive use of our human powers.....To be active means to give expression to one's faculties, talents, to the wealth of human gifts with which—though in varying degrees—every human being is endowed. It means to renew oneself, to grow, to flow out, to love, to transcend the prison of one's isolated ego, to be interested, to "list," to give”. Those I means. “In Indonesian languange please”, sergahmu. “Mencintai selayaknya bukan sesuatu hal dalam konteks kepemilikan, pemilik dan yang dimiliki. Seperti seseorang memiliki sesuatu. Mencintai tidak ditandai dengan “produk aktifitas” saling mencintai. Seseorang sangat mungkin menyatakan mencintai seseorang di waktu yang bersamaan saat ia menyatakannya kepada yang lainnya juga. Mencintai bagi seseorang dimaksud tadi, merupakan tindakan yang menghasilkan “produk” mencintai dengan menyatakan cintanya kepada seseorang lainnya. Atau melakukan hal lainnya yaitu tindakan-tindakan mewakili cintanya. Mencintai seseorang, baginya, tidak lebih dari aktifitas mencintai”. “Lantas….”, kamu menunggu pernyataan selanjutnya. Dingin sikapmu kali ini aku rasa. Pengalaman serupa yang aku mulai rasakan, seperti dejavu sewaktu kamu putuskan – hubungan- mimpi kita di pagi awal November dua tahun silam. Kali ini adrenalin ku memanas untuk menguapkan sikap nol derajat celciusmu. Belajar dari pengalaman, belajar dari ingatan masa lalu, aku tidak mengindahkan profokasi sikapmu. Seperti halnya kamu tidak mengindahkan luka yang ditorehkan bagi kehidupanku. “Teruskan, aku menunggu penjelasanmu….”. http://www.bagaskarakawuryan.wordpress.com

cakra bagaskara manjer kawuryan

“I experience myself as the subject of my activity. Oops!!, maaf. Bahkan seorang pelukispun dapat disebut pemalsu saat ia melukis lukisan yang bukan ingin ia lukis atas dasar keinginan. Dalam hal ini sang pelukis melukis lukisan yang telah dilukiskan oleh pelukis lainnya, apapun motifnya. Ia hanya perlu melukiskan kembali lukisan pelukis lain. Produk tindakannya tetap saja disebut lukisan. Apa yang membedakan tindakannya dengan pelukis lukisan aslinya?, bukankah ia juga seorang pelukis layaknya pelukis lukisan aslinya?”. “But, activity is usually defined as a quality of behavior that brings about a visible effect by expenditure of energy. For example, farmers who cultivate their lands are called active; so are workers on assembly lines, salespeople who persuade their customers to buy, clerks who sell postage stamps, bureaucrats who file papers. Isn’t it?”. “In Indonesian languange please”, balasku. “Lukisan tetap saja lukisan, siapapun dan sebab motif apapun si pelukis melukisnya”. “Yup, tepat, jika ukuran tindakan selalu berbanding lurus dengan yang dihasilkannya. ”. “Hubungannya dengan cinta?”, garis jidat luasmu bertumpuk pada satu garis lintang kening. Kamu mulai memberikan perhatian pada analogi. “Aku tidak menjadikan mencintai sebagai aktifitas. Aku tidak menjadikan yang dicintai sebagai sesuatu –seperti benda-benda. Aku tidak melakukan aktifitas hanya untuk menghasilkan produk. Aku tidak mencintai seseorang untuk dimiliki–seperti benda-benda. Aktifitas dalam pemindaianku, adalah sebuah proses memberikan kelahiran bagi sesuatu, sesuatu yang dapat melakukan hal lainnya, dan selalu terhubung dengan ingatan terhadap apa yang telah dilakukan. Aku bukanlah pelukis sekaligus pemalsu lukisan. Aku tidak perlu memalsukan lukisan apapun sebab aku pelukis”. “Maksudmu…..?”. “Aku mencintaimu tidak didasarkan atas penerimaan dan penolakanmu terhadap itu. Aku tetap mencintaimu. Aku mencintaimu tidak didasarkan atas ada atau tidak adanya hubunganmu dengan laki-laki lain. Aku tetap mencintaimu. Aku membebaskan diri untuk mencintaimu, sebab aku mencintaimu dalam kesadaran. Aku memilih untuk menjadi aktif, menjadi produktif mencintaimu. Aku menolak untuk pasif dengan melakukan tindakantindakan tidak berdasar kecintaan. Aku menjadikan aktifitasku sebagai manifestasi kekuatanku, dimana aku dan aktifitasku, dan juga hasilnya merupakan bagian yang menyatu”. Tarikan nafas panjangku mengakhiri kalimat terakhir penjelasan ini. Republik Kuliner masih bertabur cahaya bulan penuh tanggal 14 hijriah. Kini garis tepinya semakin tampak jelas melingkari horison sinarnya. Selanjutnya, membulat sempurna lingkar sinarnya. Calamary fresh salad RK terakhir dalam sendok segera berpindah tempat ke dalam perutku. Menikmati setiap detil cita rasanya. Republik Kuliner sekali lagi, bagiku, tidak sekedar kulinerasi. Kamu tertunduk. Kerling dua lilin di atas meja tetap menari lembut. Entah mengapa, mata indah itu semakin indah tertimpa pantulan cahaya. Dinda, kamu jelita. http://www.bagaskarakawuryan.wordpress.com

cakra bagaskara manjer kawuryan

Di scene romantis ini, Kang Anugerah Perdana; Presiden Republik Kuliner muncul dalam cerita. Sosok muda dan ramahnya menyapa. Sikap bersahaja dan familiar terhadap pengunjung Republik Kuliner merupakan menu yang tidak tertulis dalam katalog, tapi siapapun dapat menikmati keramahan sang Presiden. Tanpa membayar tentunya. Bagi sang Presiden “Productive activity denotes the state of inner activity; its does not necesseraly have a connection with the creation of a work of art, of science, or of something "useful". Productivennes is a character orientation all human beings are capable of, to the extent that they are not emotionally crippled. Productive person animate whatever they touch. They give birth to their own faculties and bring life to other persons and to things”. Presiden yang bijak. Sayangnya ia tidak ikut pemilu Juli mendatang. Catatan: Jika semua bagian kisah ini fiktif, maka hanya Republik Kuliner lah satu-satunya fakta nyata. Siapapun dapat meluangkan waktu untuk singgah di Republik Kuliner Jl. Merdeka No. 27 Lantai. 2 Bandung. Atau silahkan kunjungi website dan Facebook resmi Republik Kuliner. Selamat menikmati kulinerasinya.

http://www.bagaskarakawuryan.wordpress.com

cakra bagaskara manjer kawuryan

Related Documents

How Being Creates Having
November 2019 10
Active
November 2019 39
Being
July 2019 63
Active
May 2020 29

More Documents from ""

Hamukti Wiwaha
December 2019 35
Simulakra
December 2019 32
Zero Deforestation
December 2019 41
Manifesto Vagy
December 2019 29
Syair Mahabbah
December 2019 39