Gmp Putri Permatasari (3fa3).docx

  • Uploaded by: Putri Permatasari
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gmp Putri Permatasari (3fa3).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,584
  • Pages: 10
TUGAS MAKALAH “GOOD MANUFACTURING PRATICE”

DISUSUN OLEH PUTRI PERMATASARI 3 FA 3 / 11161101

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG TAHUN AJARAN 2018-2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 1 November 2018

Penulis

DAFTAR ISI I.

BAB 1 a. Latar belakang ......................................................................... 4 b. Rumusan masalah ................................................................... 5 c. Tujuan ...................................................................................... 5

II.

BAB 2 (ISI) .................................................................................... 6

III.

BAB 3 (KESIMPULAN) .............................................................. 9 DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 10

BAB I PENDAHULUAN I.

LATAR BELAKANG Globalisasi, perdagagangan bebas dan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) dewasa ini berdampak meningkatnya peredaran produk makanan dan minuman baik lokal maupun impor di masyarakat. Produk makanan dan minuman yang beredar dimasyarakat belum tentu memberi rasa aman, nyaman, tenteram dan layak dikonsumsi oleh konsumen muslim, karena syariat Islam mewajibkan kepada umat Islam untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal sesuai syariat Islam. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 29 ayat (2) mengamanatkan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing

dan

untuk

beribadah

menurut

agamanya

dan

kepercayaannya itu. Untuk menjamin setiap pemeluk agama beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, Negara berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan konsumen muslim. Jaminan mengenai produk halal dilakukan sesuai dengan asas perlindungan, keadilan, kepastian hukum, akuntabilitas dan trasparansi, efektifitas dan efisiensi, serta profesionalitas. Jaminan penyelenggaraan produk halal bertujuan memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat

dalam

mengkonsumsi

dan

menggunakan

produk

halal,

serta

meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.1 Jaminan Produk Halal menjadi penting mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, obat-obatan, dan kosmetik berkembang pesat. Hal ini berpengaruh secara nyata pada pergeseran pengolahan dan pemanfaataan bahan baku untuk makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, serta Produk lainnya dari yang semula bersifat sederhana dan alamiah menjadi pengolahan dan pemanfaatan bahan baku hasil rekayasa ilmu pengetahuan.

Pengolahan produk dengan pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan percampuran antara yang halal dan yang haram baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu, untuk mengetahui kehalalan dan kesucian suatu Produk, diperlukan suatu kajian khusus yang membutuhkan pengetahuan multidisiplin, seperti pengetahuan dibidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi dan pemahaman tentang syariat.2 Salah satu sisi kehidupan masyarakat diatur oleh dogma Hukum Islam adalah berlakunya Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan produk halal (UU JPH). Undang –Undang Nomor 33 Tahun 2014 sebagai landasan hukum memberi perlindungan hukum konsumen muslim terhadap ketidakpastian penggunaan pelbagai produk makanan dan minumam halal baik dalam bentuk barang dan jasa sesuai dengan kewajiban hukum Islam. Walaupun sudah diberlakukan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) belum sepenuhnya memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Muslim terhadap produk makanan dan minuman halal, karena undang-undang ini belum fektif berlakunya dan efektifnya berlakunya 5 tahun setelah pengesahan yaitu tahun 2019, Berdasarkan Pasa 66 Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal menyatakan, Undang-undang yang berlaku sebelum berlakunya undangundang ini tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014.

II.

RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana mekanisme sertifikasi halal kedepan, utamanya setelah terbentuk BPJPH? 2. Apakah LPPOM MUI masih tetap eksis? 3. Bagaimana sertifikasi sediaan farmasi?

III.

TUJUAN 1. Untuk mengetahui sertifikasi halal kedepan setelah terbentuknya BPJPH 2. Untuk mengetahui bagaimana sertifikasi sediaan farmasi

BAB II ISI Mekanisme sertifikasi halal kedepan akan semakin baik setelah terbentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) karena sertifikasi halal dari BPJPH bisa diakui secara internasional karena dibawah naungan pemerintah dan diatur di dalam UndangUndang agar dapat bekerjasama dengan lembaga di luar negri. Berbeda dengan LPPOM MUI yang dimiliki oleh swasta. Diakuinya sertifikasi secara internasional ini tentu membantu UKM dan pengusaha untuk menghemat biaya karena tidak perlu melakukan sertifikasi ulang jika produknya sudah dipasarkan sampai luar negri. Sedangkan untuk produk luar negri yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dari lembaga sertifikasi yang diakui di luar negri, hanya cukup melakukan registrasi saja tanpa perlu dilakukan pemeriksaan produk. Kebijakan ini juga berlaku untuk produk-produk Indonesia.Selain kelebihan tersebut, menurut undang-undang no. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal telah diatur kapan sertifikat harus keluar setelah dari proses pengajuan ke MUI. Selain itu, hal lain yang membedakan BPJPH dengan LPPOM MUI adalah sertifikat halal. Sertifikat yang dihasilkan dari BPJPH memiliki masa waktu yang lebih lama, yakni empat tahun. Berbeda dengan sebelumnya yang hanya memiliki masa waktu dua tahun. Setelah sertifikasi halal dipegang oleh BPJPH, LPPOM tetap akan eksis (berjalan), karena UU mewajibkan seluruh produk yang diproduksi dan diedarkan di NKRI bersertifkat halal. Karenanya, negara menjamin proses produksi halal. BPJPH yaitu suatu lembaga yang diberi mandat untuk penyelenggaraan jaminan produk halal. Penetapan kehalalan produk tetap di MUI.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI walau sudah terbentuk BPJPH, tetap mempunyai 3 kewenangan, yakni : 1. Mengeluarkan fatwa kehalalan suatu produk. Sebelum BPJPH mengeluarkan label halal, terlebih dahulu harus mendapatkan fatwa kehalalan dari MUI. Artinya, fatwa halal tetap menjadi domain MUI. 2. Melakukan sertifikasi terhadap Lembaga Pemeriksa Halal. Menjadi kewenangan dan keputusan MUI, apakah sebuah lembaga lolos sebagai Lembaga Pemeriksa Halal atau tidak. 3. Auditor-auditor yang bergerak dalam industri halal harus dapat persetujuan MUI. Sementara BPJH bertugas menerbitkan sertifikat halal, setelah mendapat fatwa dari MUI. Sertifikat halal memang belum menjadi standar yang perlu dipenuhi setiap produsen, terutama bidang farmasi. Namun, sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam, sertifikasi halal tentu dapat menjadi sebuah kebutuhan demi terjaminnya keamanan umat muslim dalam mengonsumsi suatu makanan atau obat-obatan.

Meski begitu, sejatinya pemerintah telah mencanangkan sertifikasi halal ini sejak 2014 silam dengan merumuskan undang undang jaminan produk halal (UU JPH). Selain itu, pemerintah juga tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah Jaminan Produk Halal (RPP JPH), dengan mengerahkan pihak dari MUI, kementrian agama, dan kementrian kesehatan. Besar kemungkin produsen farmasi tidak terdorong membuat produk halal dan mengajukan permohonan sertifikasi halal atas produknya karena selama ini masyarakat belum begitu peduli dengan kehalalan produk obat.

Kebanyakan masyarakat masih

menganggap obat sebagai produk yang hanya digunakan dalam keadaan darurat, sehingga kehalalan materi dan proses pembuatannya tidak dianggap sebagai masalah. Padahal seharusnya tidak seperti itu.

Padahal seharusnya sediaan farmasi diwajibkan ada logo halal, karena Obat merupakan campuran bahan-bahan yang dimungkinkan berasal dari bahan yang haram atau najis. Atau pada saar pembuatannya terkontaminasi dan tercampur dengan bahan haram atau najis. Dan sesuai dengan FATWA MUI 30 Tahun 2013 tentang Obat dan Pengobatan, mengatakan bahwa : 1. Dalam ikhtiar mencari kesembuhan, wajib menggunakan metode yang

tidak melanggar Syariat. 2. Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan, wajib menggunakan

bahan yang suci dan halal 3. Penggunaan bahan najis dan haram dalam obat-obatan, hukumnya haram

Sertifikat halal tidak hanya memberi manfaat perlindungan hukum hak-hak konsumen muslim terhadap produk yang tidak halal, tapi juga meningkatkan nilai jual produk pelaku usaha, karena konsumen tidak akan ragu lagi untuk membeli produk yang diperdagangkan pelaku usaha. Logo sertifikat halal memberikan kepastian hukum kepada konsumen muslim bahwa produk tersebut halal sesuai syariat Islam.. Beberapa alasan keberatan sertifikasi halal untuk obat : 1. Karena sekitar 96% bahan baku obat diimport dari luar negeri (Tiongkok, Korea, India dan USA), maka akan mendapatkan kesulitan dalam mendapatkan Sertifikat Halal. 2. Penekanan pada kriteria untuk obat yang aman, berkhasiat dan bermutu sudah menjamin keefektifan dalam pengobatan. 3. Penambahan kriteria kehalalan tidak akan meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu obat. 4. Penambahan kriteria kehalalan, akan meningkatkan biaya produksi yang akhirnya akan meningkatkan harga obat.

BAB III PENUTUP I.

KESIMPULAN UU mewajibkan seluruh produk yang diproduksi dan diedarkan di NKRI bersertifkat

halal. Karenanya, negara menjamin proses produksi halal. BPJPH yaitu suatu lembaga yang diberi mandat untuk penyelenggaraan jaminan produk halal. Penetapan kehalalan produk tetap di MUI. Mekanisme sertifikasi halal kedepan akan semakin baik setelah terbentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) karena sertifikasi halal dari BPJPH bisa diakui secara internasional karena dibawah naungan pemerintah dan diatur di dalam UndangUndang agar dapat bekerjasama dengan lembaga di luar negri. Berbeda dengan LPPOM MUI yang dimiliki oleh swasta. Diakuinya sertifikasi secara internasional ini tentu membantu UKM dan pengusaha untuk menghemat biaya karena tidak perlu melakukan sertifikasi ulang jika produknya sudah dipasarkan sampai luar negri. Sertifikat halal tidak hanya memberi manfaat perlindungan hukum hak-hak konsumen muslim terhadap produk yang tidak halal, tapi juga meningkatkan nilai jual produk pelaku usaha, karena konsumen tidak akan ragu lagi untuk membeli produk yang diperdagangkan pelaku usaha. Logo sertifikat halal memberikan kepastian hukum kepada konsumen muslim bahwa produk tersebut halal sesuai syariat Islam.. Sampai saat ini belum ada sediaan farmasi yang beredar di Indonesia memiliki sertifikat halal. Padahal banyak peluang bisnis yang akan di dapatkan oleh produsen sediaan farmasi jika ada sertifikasi halal, salah satunya adalah Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim yang besar telah muncul sebagai new emerging pharmaceutical market dengan pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan negara Islam lainnya.

DAFTAR PUSTAKA Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Pedoman Untuk Memperoleh Sertifikat Halal. Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji Departemen Agama, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, Jakarta, 2003. LP POM MUI Jateng, Panduan Auditor Halal LP POM MUI. LP POM MUI, pedoman untuk memperoleh sertifikat halal, Semarang, 2003. Muhammad Yusuf Qardhawi,1993, Halal dan Haram Dalam Islam, Jakarta, PT Bina Ilmu.

Related Documents

Gmp
November 2019 28
Gmp
November 2019 23
Gmp
August 2019 24
Gmp
June 2020 17

More Documents from "api-19785443"