Gangguan Cemas (yayu).docx

  • Uploaded by: Bee
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gangguan Cemas (yayu).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,397
  • Pages: 35
1

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Universitas Alkhairaat Rumah Sakit Daerah Madani

8 Februari 2017

REFERAT “Gangguan Cemas”

Nama

:

Sri Wahyuni Marante, S.Ked

Stambuk

:

121677714145

Pembimbing Klinik

:

dr. Nyoman Sumiati, M.Biomed, Sp.KJ

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU 2017

2

DAFTAR ISI

Halaman Daftar isi

2

BAB. I PENDAHULUAN

3

BAB. II PEMBAHASAN

4

1. Definisi

4

2. Epidemiologi

4

3. Teori – Teori Tentang Gangguan Kecemasan

4

4. Etiologi

6

5. Patogenesis

8

6. Gambaran Klinis

13

7. Klasifikasi Gangguan Cemas

13

8. Penatalaksanaan

31

9. Prognosis

33

BAB. III Penutup

34

Daftar Pustaka

35

3

BAB I PENDAHULUAN Gangguan cemas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering ditemukan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Kondisi ini terjadi sebagai akibat dari interaksi faktor-faktor biopsikososial, termasuk kerentanan genetic yang berinteraksi dengan kondisi tertentu, stress atau trauma yang menimbulkan sindroma klinis yang bermakna.1 Studi menunjukkan bahwa gangguan ini meningkatkan mordibiditas, penggunaan pelayanan kesehatan dan hendaya fungsional. Pemahaman neuro anatomi dan biomolekuler ansietas menjanjikan pengertian baru mengenai etiologi dan terapi yang lebih spesifik di masa yang akan datang.1 Prevalensi untuk gangguan cemas bervariasi, untuk gangguan cemas menyeluruh sendiri angka prevalensi mencapai 3-8% dan rasio antara laki-laki dan perempuan sekitar 2:1.1 Gejala ansietas sendiri memiliki 2 komponen gejala yang berbeda, yaitu kesadaran dan sensasi fisiologis (palpitasi dan berkeringat) serta kesadaran bahwa dirinya merasakan gugup ataupun ketakutan.1 Ansietas juga dapat mempengaruhi pikiran, persepsi dan pembelajaran seseorang. Ansietas cenderung

menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi yang dapat mengganggu

pembelajaran, menurunkan daya konsentrasi, mengurangi daya ingat dan mengganggu daya asosiasi dari seseorang.1

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan, cemas memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah. Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri.1,2

2. Epidemiologi Ganguan ansietas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang paling sering ditemukan. National Comorbidity Study melaporkan bahwa satu diantara empat orang memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan ansietas dan terdapat angka prevalensi 12 bulan sebesar 17,7%. Perempuan (Prevalensi seumur hidup 30,5%) lebih cenderung mengalami gangguan ansietas daripada laki-laki (prevalensi seumur hidup 19,2%). Prevalensi gangguan ansietas menurun dengan meningkatnya status sosioekonomik.1,2

3. Teori-Teori Tentang Gangguan Kecemasan

a. Teori Psikoanalisa Evolusi teori Freud tentang kecemasan dapat dikembalikan dari tulisannya pada tahun 1895 Obsessions and Phobias sampai bukunya di tahun 1895 Studies in Hysteria dan akhirnya pada bukunya di tahun 1926 Inhibitions, Symptoms and anxiety. Menurut Sigmund Freud, kecemasan disebabkan oleh karena id yang tidak terkontrol, ego yang tidak dapat diterima dan super ego yang terganggu. Dalam keadaan normal hal tersebut di atas akan direpresi di bawah alam sadar dalam bentuk mekanisme pertahanan. Jika represi tersebut tidak berhasil dipertahankan maka akan timbul mekanisme pertahanan lain seperti konversi, pengalihan dan regresi yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.1,3,4

5

Berdasarkan teori di atas, maka kecemasan dapat terbagi atas : 1) Id / impulse anxiety : perasaan tidak nyaman pada anak 2) Separation anxiety : pada anak yang merasa takut akan kehilangan kasih sayang orangtuanya. 3) Castration anxiety : merupakan fantasi kastrasi pada masa kanak-kanak yang berhubungan dengan pembentukan impuls seksual. 4) Super Ego anxiety : pada fase akhir pembentukan Super Ego yaitu pada masa prepubertas. b. Teori perilaku Kecemasan merupakan suatu kondisi sebagai respon terhadap stimulus / suasana lingkungan yang spesifik. Konsep perilaku pada kecemasan non-fobia terdapat perasaan bersalah, penyimpangan pemikiran yang berlawanan, maladapatasi perilaku dan gangguan emosional. Menurut salah satu model, pasien yang menderita gangguan kecemasan cenderung menilai lebih (overestimate) terhadap derajat bahaya dan kemungkinan bahaya di dalam situasi tertentu dan cenderung menilai rendah (underestimate) kemampuannya untuk mengatasi ancaman tersebut. c. Teori eksistensial Teori eksistensial tentang kecemasan memberikan model untuk gangguan kecemasan umum (generalized anxiety disorder), dimana tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik untuk suatu perasaan kecemasan yang kronis. Biasanya untuk gangguan cemas menyeluruh, seseorang merasa cemas akan hidupnya dan perasaan takut akan kematian. d. Teori Biologis Teori biologis tentang kecemasan telah dikembangkan dari penelitian praklinis dengan model kecemasan pada binatang, penelitian pasien yang faktor biologisnya dipastikan, berkembangnya pengetahuan tentang neurologi dasar dan kerja obat psikoterapeutik. Pada dasarnya berhubungan dengan : 1) Sistem Saraf Otonom Stimulasi SSO menyebabkan gejala tertentu misalnya kardiovaskular (sebagai contoh takikardi), muskular dengan gejala nyeri kepala, gastrointestinal dengan gejala diare, dan pernapasan dengan gejala takipneu.

6

2) Neurotransmitter Tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan berdasarkan penelitian pada binatang adalah norepinefrin, serotonin dan gamma-amonibutyris acid (GABA). -

Norepinferin di Locus Cereolus dan di Pons. Memberikan respons atas perasaan nyeri dan situasi yang berbahaya.

-

Serotonin berhubungan dengan perasaan cemas dan depresi.

-

GABA . Peranan GABA dalam gangguan kecemasan didukung paling kuat oleh manfaat Benzodiazepin yang meningkatkan aktivitas GABA reseptor GABAA didalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan. Data tersebut menyebabkan beberapa peneliti menghipotesiskan bahwa beberapa pasien dengan gangguan kecemasan memiliki reseptor GABA yang abnormal.

3) Penelitian Genetika Penelitian genetika telah menghasilkan data yang kuat bahwa sekurang-kurangnya suatu komponen genetika berperan terhadap perkembangan gangguan kecemasan. Hampir separuh dari semua pasien dengan gangguan panik memiliki sekurang-kurangnya satu sanak saudara yang menderita gangguan tersebut. 4. Etiologi a. Faktor Biologis

Faktor biologik yang berperan pada gangguan ini adalah ‘’neurotransmitter’’.Ada tiga neurotransmitter utama yang berperan pada gangguan ini yaitu, norepinefrin, serotonin, dan gamma amino butiric acid atau GABA. Namun neurotransmitter yang memegang peranan utama pada gangguan cemas adalah serotonin, sedangkan norepinefrin terutama berperan pada gangguan panik.1,2 Dugaan akan peranan norepinefrin pada gangguan cemas didasarkan percobaan pada hewan primata yang menunjukkan respon kecemasan pada perangsangan locus sereleus yang ditunjukan pada pemberian obat-obatan yang meningkatkan kadar norepinefrin dapat menimbulkan tandatanda kecemasan, sedangkan obat-obatan menurunkan kadar norepinefrin akan menyebabkan depresi.1,2 Peranan Gamma Amino Butiric Acid pada gangguan ini berbeda dengan norepinefrin. Norepinefrin bersifat merangsang timbulnya kecemasan, sedangkan Gamma Amino Butiric Acid

7

atau GABA bersifat menghambat terjadinya kecemasan ini. Pengaruh dari neutronstransmitter ini pada gangguan kecemasan didapatkan dari peranan benzodiazepin pada gangguan tersebut. Benzodiazepin dan GABA membentuk “GABA Benzodiazepin complex” yang akan menurunkan ansietas atau kecemasan.1,6 Satu penelitian tomografi emisi positron (PET; positron emission tomography) melaporkan suatu penurunan kecepatan metabolik di ganglia basalis dan substansia alba pada pasien gangguan cemas menyeluruh dibandingkan kontrol normal. Satu penelitian menemukan bahwa hubungan genetika mungkin terjadi antara gangguan cemas menyeluruh dan gangguan depresif berat pada wanita. Penelitian lain menemukan adanya komponen yang terpisah tetapi sulit untuk ditentukan pada gangguan cemas menyeluruh. Kira-kira 25 persen sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan cemas menyeluruh umum juga terkena gangguan. Sanak saudara laki-laki lebih sering menderita suatu gangguan penggunaan alkohol. Beberapa laporan penelitian pada anak kembar menyatakan suatu angka kesesuaian 50 persen pada kembar monozigotik dan 15 persen pada kembar dizigotik.1,3,4,5 b. Faktor Psikososial Dua bidang pikiran utama tentang faktor psikososial yang menyebabkan perkembangan gangguan cemas menyeluruh adalah bidang kognitif perilaku dan bidang psikoanalitik. Bidang kognitif perilaku menghipotesiskan bahwa pasien dengan gangguan cemas menyeluruh berespon secara tidak tepat dan tidak akurat terhadap bahaya yang dihadapi, ketidakteraturan tersebut disebabkan oleh perhatian selektif terhadap perincian negatif didalam lingkungan oleh distorsi pemprosesan informasi, dan oleh pandangan yang terlalu negatif tentang kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Bidang psikoanalitik menghipotesiskan bahwa kecemasan adalah suatu gejala konflik bawah sadar yang tidak terpecahkan.1 Suatu hierarki kecemasan adalah berhubungan dengan berbagai tingkat perkembangan. Pada tingkat yang paling primitif, kecemasan mungkin berhubungan dengan ketakutan akan penghancuran atau fusi dengan orang lain. Pada tingkat perkembangan yang lebih matur, kecemasan adalah berhubungan dengan perpisahan dari objek yang dicintai. Kecemasan kastrasi adalah berhubungan dengan fase oedipal dari perkembangan dan dianggap merupakan satu tingkat tertinggi dari kecemasan.3

8

5. Patogenesis Pada kecemasan terjadi mekanisme sebagaimana terjadi pada stress. Terjadi pengaktifan sistem saraf simpatis dan aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal. Bila sebagian besar daerah sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada saat yang bersamaan, maka dengan berbagai cara, keadaan ini akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas otot yang besar, diantaranya dengan cara : a) Peningkatan tekanan arteri b) Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan penurunan aliran darah ke organ-organ, seperti traktus gastrointestinalis dan ginjal, yang tidak diperlukan untuk aktivitas motorik cepat c) Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh d) Peningkatan konsentrasi glukosa darah e) Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot f) Peningkatan kekuatan otot g) Peningkatan aktivitas mental h) Peningkatan kecepatan koagulasi darah. Seluruh efek diatas menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan aktivitas fisik yang jauh lebih besar daripada bila tidak ada efek tersebut. Keadaan ini sering disebut sebagai respons stress simpatis. Sistem simpatis terutama teraktivasi dengan kuat pada berbagai keadaan emosi, termasuk didalamnya kecemasan dan stres.3 Jika stress menyebabkan keseimbangan terganggu, maka tubuh kita akan melalui serangkaian tindakan (respons stres) untuk membantu tubuh mendapatkan kembali keseimbangan. Perjuangan untuk mempertahankan keseimbangan ini disebut sebagai sindrom adaptasi umum. Ini adalah cara tubuh bereaksi terhadap stres dan untuk membawa kembali sistem tubuh ke keadaan yang seimbang.4 Tahapan salah satu responnya disebut fase alarm, yang dicirikan oleh aktivasi langsung dari sistem saraf dan kelenjar adrenal. Berikutnya fase resistensi, yang ditandai dengan aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) axis. HPA axis adalah sistem terkoordinasi dari tiga jaringan endokrin yang mengelola respon kita terhadap stres.3

9

HPA adalah bagian utama dari sistem neuroendokrin yang mengendalikan reaksi terhadap stres dan memiliki fungsi penting dalam mengatur berbagai proses tubuh seperti pencernaan, sistem kekebalan tubuh dan penggunaan energi. Spesies dari manusia ke organisme yang paling kuno berbagi komponen dari sumbu HPA. Ini adalah mekanisme untuk satu set interaksi di antara kelenjar, hormon dan bagian-bagian tengah otak yang menengahi sindrom adaptasi umum. Sedikit kenaikan kortisol memiliki beberapa efek positif termasuk semburan energi untuk alasan bertahan hidup, peningkatan fungsi memori, semburan lebih rendah meningkatkan kekebalan dan kepekaan terhadap rasa sakit.3,4 Masalah terjadi ketika kita meminta tubuh kita bereaksi terlalu sering atau dengan perlawanan yang berlebihan - baik dari yang dapat mengakibatkan meningkatnya kadar kortisol. Ketika stres diulangi, atau konstan, kadar kortisol meningkat dan tetap tinggi - menyebabkan fase ketiga dari sindrom adaptasi umum yang tepat disebut sebagai overload. Pada tahap overload, sistem tubuh mulai memecah dan risiko penyakit kronis meningkat secara signifikan.6 Diketahui bahwa orang-orang normal tingkat kortisol dalam aliran darah puncaknya terjadi pada pagi hari dan berkurang seiring berjalannya hari itu. Sekresi kortisol bervariasi antar individu. Satu orang dapat mengeluarkan kortisol lebih tinggi daripada yang lain dalam situasi yang sama. Penelitian juga menunjukkan bahwa orang-orang yang mengeluarkan tingkat kortisol lebih tinggi sebagai respons terhadap stres juga cenderung makan lebih banyak makanan, dan makanan yang lebih tinggi karbohidrat daripada orang yang kurang mengeluarkan kortisol.6 - Neurotransmitters Tiga neurotransmitters utama yang berhubungan dengan dasar dari penelitian binatang dan respon kepada penanganan obat adalah norepinephrine (MODA), serotonin, dan β-asam aminobutyric (GABA). Sebagian besar informasi dasar neuroscience tentang eksperimen binatang membentuk paradigma tingkah laku dan agen psikoaktif. Satu diantarnya adalah eksperimen untuk mempelajari test konflik, dimana binatang secara simultan menghadiahi stimuli yang positif (e.g., makanan) dan negatif (e.g., goncangan elektrik). Obat-obatan Anxiolytic (e.g., benzodiazepines) cenderung untuk memberikan fasilitas adaptasi pada binatang terhadap situasi ini, sedangkan obat-obatan lain (e.g., amfitamin) lebih lanjut mengganggu respon tingkah laku binatang.1

10

- Norepinephrine Gejala kronis pasien dengan gangguan cemas, seperti serangan panik, kesulitan untuk tidur, mengejutkan, dan autonomic hyperarousal, adalah karakteristik noradrenergic yang meningkat. Teori umum tentang peran dari norepinephrine dalam ketidakteraturan dimana dipengaruhi pasien, mungkin mempunyai satu sistem noradrenergic yang buruk pengaturannya sehingga terjadi ledakan sekali-kali dari aktivitas ini. Badan sel dari sistem noradrenergic terutama dilokalisir pada tempat ceruleus di rostral pons, dan fungsinya memproyeksikan akson-akson pada korteks cerebral, sistem limbic, brainstem, dan tali tulang belakang. Eksperimen dalam kardinal/primata telah mendemonstrasikan stimulasi itu sehingga dari tempat ceruleus menghasilkan suatu respon ketakutan dalam binatang dan ablasi pada area yang sama, menghalangi atau seluruhnya menghalangi kemampuan dari binatang untuk membentuk suatu respon ketakutan.1 Penelitian pada manusia telah ditemukan bahwa dalam pasien dengan gangguan panik, receptor β adrenergic agonists (e.g., isoproterenol [Isuprel]) dan sel peka terhadap rangsangan 2adrenergic antagonis (e.g., yohimbine [Yocon]) bisa membuat serangan panik bertambah parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres), sel yang peka terhadap rangsangan agonist, mengurangi gejala pada beberapa situasi eksperimental dan dapat mengobati. Sebuah temuan lain adalah pasien dengan gangguan cemas, gangguan terutama panik, telah menyebabkan cerebrospinal mengalir (CSF) atau terpresentasi dalam uruin dalam bentuk noradrenergic metabolite 3-methoxy-4hydroxyphenylglycol (MHPG).6

- Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis

Bukti tetap yang menunjukan bahwa banyak peningkatan sintesa dan pelepasan dari cortisol dapat membuat dampak psikologis. Cortisol berfungsi untuk mengerahkan dan untuk mengisi penyimpanan energi serta meningkatkan kewaspadaan, memfokuskan perhatian, dan formasi memori; pertumbuhan dan sistem reproduksi; dan respon kekebalan tubuh (imun). Pengeluaran cortisol Berlebihan dapat mempunyai efek kurang baik yang serius, mencakup hipertensi, osteoporosis, immunosuppression, resistansi hormon insulin, dyslipidemia, dyscoagulation, dan, pada akhirnya, atherosclerosis dan penyakit cardiovasculer. Perubahan pada hypothalamicpituitary-adrenal (HPA) fungsi poros masih sedang dipelajari dalam kaitannya dengan PTSD.

11

Pada pasien dengan gangguan panik, adrenocorticoid hormon (ACTH) mempengaruhi pada faktor corticotropin-releasing (CRF) masih sedang dipelajari dalam beberapa penelitian.1,3,6

- Corticotropin-Releasing Hormone (CRH) Salah satu dari penengah terpenting respon tekanan, CRH mengkoordinir perubahan tingkah laku dan fisiologis adaptip yang terjadi selama tekanan psikis. Hypothalamic tingkat CRH meningkat dengan tekanan, menghasilkan aktivasi dari poros HPA dan pelepasan dari cortisol ditingkatkan serta dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga menghalangi berbagai neurovegetative berfungsi, seperti masukan makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin untuk pertumbuhan serta reproduksi.1

- Serotonin Identifikasi dari banyak jenis reseptor serotonin telah menstimulasi pencarian dari peran serotonin pada pathogenesis gangguan cemas. Tipe berbeda dari hasil tekanan akut dalam peningkatan 5-hydroxytryptamine (5-HT) terjadi di korteks prefrontal, nukleus accumbens, amygdala, dan hypothalamus lateral. Keterikatan pada hubungan ini pada awalnya termotivasi oleh observasi dimana serotonergic antidepressants mempunyai efek terapeutik pada beberapa gangguan cemas, sebagai contoh, clomipramine (Anafranil) pada OCD. Efektivitas dari buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A reseptor agonis, dalam penanganan dari gangguan cemas juga menyarankan kemungkinan dari satu asosiasi antara serotonin dan kecemasan. Badan sel dari sebagian besar neuron serotonergic adalah terletak di raphe nuclei di rostral brainstem dan memproyeksikan ke korteks cerebral, sistem limbik (terutama, amygdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine (mCPP), satu obat dengan berbagai efek serotonergik dan nonserotonergik, dan fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan dari serotonin, juga menyebabkan peningkatan rasa cemas pada pasien dengan gangguan cemas, dan banyak laporan anekdot menunjukkan bahwa serotonergic hallucinogens serta stimulan, sebagai contoh, asam lysergic diethylamide (LSD) dan 3,4methylenedioxymethamphetamine (MDMA)

dihubungkan dengan perkembangan gangguan

cemas akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat-obatan ini. Penelitian Klinis dari 5HT berfungsi pada gangguan cemas yang mempunyai hasil campuran. Satu penelitian menemukan bahwa pasien dengan gangguan panik mempunyai tingkat yang lebih rendah dalam

12

sirkulasi 5-HT bandingkan dengan pengaturannya. Dengan begitu, tidak ada pola jelas dari kelainan dalam fungsi 5-HT pada gangguan panik yang muncul dari analisa dari unsur-unsur darah perifer.1,3,6

- GABA Sebuah peran dari GABA pada

gangguan cemas adalah sebagian besar didukung oleh

keefektifan dari benzodiazepines, yang meningkatkan aktivitas dari GABA pada reseptor GABA tipe A (GABAA), dalam penanganan dari beberapa bentuk gangguan cemas. Walaupun benzodiazepines potensi-rendah adalah paling efektif untuk gejala gangguan cemas pada umumnya, potensi-tinggi benzodiazepines, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam adalah efektif dalam penanganan dari gangguan panik. Penelitian pada primata telah ditemukan bahwa susunan saraf otonom memperlihatkan gejala gangguan cemas yang diinduksi ketika satu benzodiazepine invers agonist, asam β-carboline-3-carboxylic (BCCE) dikelola. BCCE juga dapat menyebabkan

kecemasan. Antagonis

benzodiazepine, flumazenil (Romazicon),

menyebabkan serangan panik yang sering pada pasien dengan gangguan panik. Data ini telah memimpin peneliti untuk memberikan hipotesa bahwa beberapa pasien dengan gangguan cemas mempunyai fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka, walaupun hubungan ini sudah tidak diperlihatkan secara langsung.1,3,6

- Aplysia Sebuah tipe neurotransmitter untuk gangguan cemas menjadi dasar penelitian dari Aplysia California, oleh Eric Kandel, M.D pemenang Penghargaan Nobel. Aplysia adalah suatu keong laut yang bereaksi pada bahaya dengan cara berpindah, penarikan ke dalam kulit/kerang nya, dan penurunan perilaku makanan nya. Perilaku ini mungkin menjadi secara sederhana dikondisikan, sedemikian rupa sehingga keong memberikan reaksi terhadap satu stimulus netral seolah-olah adalah satu stimulus berbahaya. Keong dapat juga dibuat peka oleh shock random, sedemikian rupa sehingga hal itu memperlihatkan suatu reaksi dan tidak adanya bahaya nyata. Secara paralel sebelumnya telah digambarkan pengaruh antara keadaan klasik dan manusia dengan kecemasan dan fobia. Yang secara sederhana Aplysia dikondisikan sebagai adanya perubahan yang terukur pada presynaptic, menghasilkan pelepasan dan peningkatan sejumlah neurotransmitter. Walaupun keong laut adalah satu binatang sederhana, pekerjaan ini

13

memperlihatkan satu pendekatan eksperimental kepada neurochemical kompleks memproses potensi yang terlibat dalam gangguan cemas pada manusia.1

6. Gambaran Klinis

a. Gejala psikologik: Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati, takut ”gila”,takut kehilangan kontrol dan sebagainya. b. Gejala fisik: Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit

bernafas,

diare,

gelisah,

rasa

gatal,

gangguan

di

lambung

dan

lain-lain.

Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien dengan gangguan anxietas kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat.1,2,3 7. Klasifikasi Gangguan Cemas Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV), gangguan cemas terdiri dari : (1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia; (2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik; (3) Fobia spesifik; (4) Fobia sosial; (5) Gangguan Obsesif-Kompulsif; (6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD );

14

(7) Gangguan Stress Akut; (8) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder). Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).

F40–F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES F40 Gangguan Anxietas Fobik F40.0 Agorafobia .00 Tanpa gangguan panik .01 Dengan gangguan panik F40.1 Fobia sosial F40.2 Fobia khas (terisolasi) F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT F41 Gangguan Anxietas Lainnya F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik) F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT F41.9 Gangguan anxietas YTT

15

F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual) F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9) F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9) F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9) F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)

16

a) Gangguan Panik Ada dua kriteria Gangguan panik : gangguan panik tanpa agorafobia dan gangguan panik dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada serangan panik.1 -

Gambaran Klinis Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan panik, walaupun

serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi harus berusaha untuk mengetahui tiap kebiasaan atau situasi yang sering mendahului serangan panik. Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung 20 sampai 30 menit.1 Agorafobia : pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana ia akan sulit mendapatkan bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap kali mereka keluar rumah. -

Gejala Penyerta

Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental. - Diagnosa Banding

Penyakit kardiovaskuler : anemia, hipertensi, infark iniokardium, dsb. Penyakit pulmonum : asma, hiperventilasi, emboli paru-paru. Penyakit neurologis : penyakit serebrovaskular, epilepsi, inigrain, tumor, dsb.

17

Penyakit endokrin : diabetes, hipertroidisme, hipoglikemi, sindroma pramestruasi, gangguan menopause, dsb. lntoksikasi obat, putus obat. Kondisi lain : anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia.

Pedoman Diagnostik Agorafobia 

Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan sulit meloloskan diri



Situasi dihindari, misal jarang bepergian



Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain, misal fobia sosial

Pedoman Diagnostik Gangguan Panik 

Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama, bila tidak ditemukan adanya gangguan ansietas fobik (F40,-)



Untuk diagnosis pasti , harus ditemukan adanya bebrapa kali serangan ansietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan

-

Pada keadaan keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidakada bahaya;

-

Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable situations)

-

Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala ansietas pada periode diantara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga ”ansietas antisipatorik”

yaitu

ansietas

yang

terjadi

setelah

membayangkan

sesuatu

yang

mengkhawatirkan akan terjadi. b) Gangguan Fobik Penelitian epidemiologis di Amerika Serikat menemukan 5-10 persen populasi menderita gangguan ini. Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.

18

Fobia

spesifik:

takut terhadap binatang,

badai,

ketinggian,

penyakit,

cedera,

dsb

Fobia sosial: takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial seperti berbicara di depan umum, dsb

Tanda dan Gejala Fobia Fobia ditandai oleh kesadaran akan kecemasan yang berat ketika pasien terpapar situasi atau objek spesifik. DSM-IV-TR menyatakan bila serangan panik dapat terjadi pada pasien dengan fobia spesifik atau fobia sosial, namun mereka sudah mengetahui kemungkinan terjadinya serangan panik tersebut. Paparan terhadap stimulan tertentu

dapat mencetuskan terjadinya

serangan panik. Seseorang yang memiliki fobia akan menghindari stimulus fobianya, bahkan sampai pada taraf yang berlebihan. Contohnya seorang pasien fobia

mungkin menggunakan bus untuk

bepergian jarak jauh daripada pesawat terbang. Seringkali, pasien dengan gangguan fobia juga memiliki masalah dengan gangguan penggunaan zat-zat terlarang sebagai upaya pelarian mereka dari rasa cemas tersebut. Selain itu, diperkirakan sepertiga dari seluruh pasien fobia juga memiliki keadaan depresif yang berat. Pada pemeriksaan status mental ditandai dengan adanya ketakutan yang irasional dan egodistonik terhadap situasi, aktifitas atau objek tertentu. Pasien umumnya menceritakan bagaimana cara mereka menghindari stimulus tersebut. Umumnya pasien dengan fobia juga memiliki gejala depresi.1,3,6

19

Pedoman Diagnosis Fobia Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR) DSM-IV-TR 300.29 FOBIA SPESIFIK

A. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan, ditandai oleh adanya atau antisipasi dari suatu obyek atau situasi spesifik (misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat suntikkan, melihat darah). B. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon kecemasan segera, dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau predisposisi oleh situasi. Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis, tantrum, diam membeku, atau melekat erat menggendong. C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan . Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan D. Situasi fobik dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas. E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia. F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan. G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik dihubungkan dengan objek atau situasi spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti Gangguan Obsesif-Kompulsif (misalnya,seseorang takut kotoran dengan obsesi tentang kontaminasi), Gangguan Stres pascatrauma (misalnya,penghindaran stimulus yang berhubungan dengan stresor yang berat0, Gangguan Cemas Perpisahan (misalnya,menghindari sekolah), Fobia Sosial (misalnya,menghindari situasi sosial karena takut merasa malu), Gangguan Panik dengan Agorafobia, atau Agorafobia Tanpa Riwayat Gangguan Panik. Sebutkan tipe : 

Tipe Binatang

20



Tipe Lingkungan Alam (misalanya, ketinggan, badai, air)



Tipe Darah, Injeksi, Cedera



Tipe Situasional (misalnya, pesawat udara, elevator, tempat tertutup)



Tipe Lainnya (misalnya, ketakutan tersedak, muntah, atau mengidap penyakit ; pada anak-anak, ketakutan pada suara keras atau karakter bertopeng).

Dalam tabel ini, kriteria A dan B telah disebutkan didalam DSM-IV-TR untuk memberikan kemungkinan jika suatu pajanan terhadap stimulus fobia dapat mencetuskan serangan panik. Kontras dengan gangguan serangan panik, serangan panik pada fobia spesifik sangat terikat dengan stimulus penyebabnya. Fobia darah-suntikan-sakit dibedakan dari fobia yang lain karena didapatkan respon yang berbeda dari fobia tersebut, yaitu hipotensi yang disusul dengan bradikardi. Penegakan diagnosa fobia spesifik juga harus difokuskan pada benda yang menjadi stimulus fobia. Berikut di bawah ini adalah contoh fobia spesifik yakni : Acrophobia

Takut akan ketinggian

Agoraphobia

Takut akan tempat terbuka

Ailurophobia

Takut akan kucing

Hydrophobia

Takut akan air

Claustrophobia

Takut akan tempat tertutup

Cynophobia

Takut akan anjing

Mysophobia

Takut akan kotoran dan kuman

Pyrophobia

Takut akan api

Xenophobia

Takut akan orang yang asing

Zoophobia

Takut akan hewan

21

Fobia Sosial Menurut DSM-IV-TR untuk fobia sosial dinyatakan bahwa fobia sosial dapat diikuti dengan serangan panik. DSM-IV-TR juga menyertakan untuk fobia sosial yang bersifat menyeluruh yang berguna untuk menentukan terapi, prognosis, dan respon terhadap terapi. DSM-IV-TR menyingkirkan diagnosa fobia sosial bila gejala yang timbul merupakan akibat dari penghindaran sosialisasi karena rasa malu dari kelainan mental atau non-mental.1 DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Social Phobia A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan menghinakan atau memalukan. Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan sesuai usianya untuk melakukan hubungan sosial dengan orang yang telah dikenalnya dan kecemasan hanya terjadi dalam lingkungan teman sebaya, bukan dalam interaksi dengan orang dewasa. B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan dengan situasi atai dipredisposisi oleh situasi. Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangism tantrumm diam membeku, atau bersembunyi dari situasi sosial dengan orang asing. C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia. F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan. G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain ( misalnya, Gangguan Panik Dengan atau

22

Tanpa Agorafobia, Gangguan Cemas Perpisahan, Gangguan Dismorfik Tubuh, Gangguan Perkembangan Pervasif, atau Gangguan Kepribadian Skizoid). H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental dengannya misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau memperlihatkan perilaku makan abnormal pada Anoreksia Nervosa atau Bulimia Nervosa. Sebutkan Jika : Menyeluruh : jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial (juga pertimbangkan diagnosis tambahan Gangguan Kepribadian Menghindar)

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ) Agorafobia Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :  Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder seperti waham atau pikiran obsesif.2  Ansietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya dua dari situasi berikut : •

Banyak orang



Tempat-tempat umum



Bepergian keluar rumah



Bepergian sendiri

 Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang menonjol

Fobia Khas (Terisolasi) Semua kriteria yang dibawah ini untuk diagnosis : - Gejala psikologis atau otonomik harus merupakan manifestasi primer dari anxietas, dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti waham atau pikiran obsesif. - Anxietas harus terbatas pada adanya objek situasi fobik tertentu.

23

- Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.

Fobia Sosial Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti: •

Gejala-gejala psikologis, perilaku /otonomik harus merupakan manifestasi primer dari ansietas dan bukan sekundari gejala lain seperti waham / pikiran obsesif



Ansietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu saja



Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang menonjol

Diagnosa Banding Fobia Diagnosis fobia harus dapat dibedakan dari ketakutan yang sesuai dan rasa malu yang normal. DSM-IV-TR membantu dalam pembedaan dengan mengharuskan gejala mengganggu kemampuan pasien berfungsi secara tepat. Kondisi medis non-psikiatrik yang dapat mencetuskan fobia berupa penggunaan obat-obat atau zat-zat terlarang, tumor sistem saraf pusat, dan penyakit serebrovaskuler. Skizofrenia merupakan diagnosis banding untuk fobia spesifik dan fobia sosial. Hal ini dikarenakan fobia dapat menjadi salah satu gejala psikosis mereka. Namun berbeda dengan pasien skizofrenia, pasien yang mengalami fobia menyadari ketidaklogisan dari rasa cemasnya dan tidak memiliki imajinasi yang bizar seperti pada psikosis.1 Dalam penegakan diagnosis banding, harus mempertimbangkan gangguan serangan panik, agoraphobia, dan gangguan pribadi menghindar. Pada kasus-kasus individual, penegakan diagnosisnya cukup sulit, namun secara umum pasien yang mengalami fobia akan segera merasa cemas ketika dihadapkan dengan stimulannya. Dan umumnya pada fobia sosial, pasien akan merasa cemas bila dihadapkan pada situasi yang spesifik.3 Pasien dengan agoraphobia merasa nyaman dengan adanya orang lain dalam situasi yang menimbulkan kecemasan, berbeda dengan pasien dengan fobia sosial akan semakin merasa cemas. Gejala pada fobia sosial berupa wajah yang kemerahan, kedutan otot, dan rasa cemas yang menyebabkannya ingin segera meninggalkan situasi mencemaskan tersebut. Diagnosis banding untuk fobia spesifik adalah hipokondriasis, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan kepribadian paranoid. Hipokondriasis dibedakan dimana pasien merasa sudah sakit, sedangkan fobia pasien merasa takut akan terkena penyakit. Pada pasien dengan gangguan

24

obsesif kompulsif, penegakan diagnosis lebih sulit karena untuk membedakan alasan mereka menjauhi stimulan tersebut kadang-kadang kurang jelas. Pasien dengan gangguan kepribadian paranoid akan cenderung menghindari segala macam stimuli dibandingkan dengan fobia spesifik yang akan merasa cemas hanya pada stimuli tertentu.6 Diagnosis banding untuk fobia sosial adalah gangguan depresif berat dan gangguan kepribadian schizoid. Penghindaran dari segala bentuk sosialisasi akan mengarah pada gangguan depresi berat. Pada gangguan kepribadian schizoid, pasien umumnya tidak ingin berinteraksi dibandingkan takut berinteraksi dengan sosial.7 c) Gangguan Obsesif-Kompulsif

Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum diperkirakan adalah 2-3 persen. Obsesif adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki. Kompulsif adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki. Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif

Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:  Suatu gagasan atau impuls yang memaksa dirinya secara bertubi-tubi dan terus menerus ke dalam kesadaran seseorang  Perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral dan sering kali menyebabkan orang melakukan tindakan kegagalan melawan gagasan atau impuls awal  Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien); yaitu ia dialami sebagai asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk psikologis.  Pasien mengenali obsesi dan kompulsif merupakan sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal  Individu yang tenderita obsesi kompulsif merasa adanya dorongan kuat untuk menahannya Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :

25

 Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi  Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang ikuti dengan perilaku mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci rumah).  Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai kompulsi, biasanya pikira berulang tentang seksual atau tindakan agresif.  Simetri; obsesi yang tema kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau mencukur kumis dan janggut.

Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif dan Kompulsif Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR) Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR  Salah satu obsesi atau kompulsi : Obsesi seperti yang didefinisikan oleh (1),(2),(3), dan (4) : 

Pikiran, impuls, atau layangan yang berulang dan menetap yang dialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.



Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.



Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, Impuls, atau bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain



Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)

Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2) : -

Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang dirasakannya

26

mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku. -

Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan; akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.

 Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : hal ini tidak berlaku untuk anak-anak.  Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaaan yang jelas, menghabiskan waktu (lebih dari 1 jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau kegiatan atau hubungan sosial biasanya.  Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, Isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan yang terdapat pada Gangguan Makan; mencabut rambut yang terdapat pada Trikotilomania; perhatian pada penampilan yang terdapat pada Gangguan Dismorfik Tubuh; preokupasi dengan zat yang terdapat pada suatu Gangguan Penggunaan Zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius yang terdapat pada Hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau fantasi seksual yang terdapat pada Parafilia; atau perenungan bersalah yang terdapat pada Gangguan Depresi Mayor.  Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misal, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum Sebutkan Jika : Dengan tilikan buruk : jika, selama sebagian besar waktu episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Diagnosa Banding Gangguan Obsesif Kompulsif Kondisi Medis Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis. Kondisi Psikiatrik

27

Pertimbangan utama di dalam diagnosis bading gangguan obsesif-kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan gagguan depresif Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah faktor biologik, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi dan terapi perilaku. Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-kompulsif berupa SSRI sebagai terapi lini pertama contohnya fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline, dan citalopram; antidepresan trisiklik seperti clomipramine yang terbukti paling efektif dibandingkan dengan obat-obatan trisiklik lainnya. Obat-obatan tersebut memiliki efek samping, SSRI memiliki efek samping berupa rasa mual, gangguan tidur, nyeri kepala, dan rasa gelisah yang sifatnya transient sehingga tidak terlalu mengganggu. Untuk pengobatan dengan clomipramine perlu diperhatikan pemberian dosis awal, karena memiliki efek samping gangguan sistem gastrointestinal, hipotensi ortostatik, dan efek antikolinergi serta sedasi berat. Bila terapi dengan SSRI dan clomipramine tidak efektif, dapat diberikan beberapa obat lain seperti valproat, litihium, atau carbamazepine. Venlafaxine, pindolol, dan obat-obatan MAOI (phenelzine) juga dapat digunakan sebagai tambahan. Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat berupa exposure and response prevention dimana pasien dipanjankan dengan stimulusnya namun diingatkan dan diawasi untuk menahan perasaan kompulsifnya. Desensitisasi, thought stopping, dan thought flooding, merupakan terapi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Untuk keberhasilan dari terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan obat-obatan, psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien yang tinggi. Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga yang cukup sehingga pasien dapat mempertahankan tingkat komitmennya terhadap terapi yang dijalaninya. Dalam kondisi tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu seorang pasien dalam terapinya. Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektro-konvulsi dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan kasus gangguan obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses pada 25-30 % pasien. Selain itu juga terdapat capsulotomy.Teknik bedah nonablasi dimana menanamkan elektrode-elektrode pada nukleus-nukleus ganglia basal.

28

Terapi-terapi ini dilakukan dengan bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut umumnya adalah kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin. c) Gangguan Stres Pasca-Trauma Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma, bila mereka mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir semua orang. Trauma bisa berupa trauma peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan, kecelakaan. Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan penumpulan responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan dan persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan stres pascatrauma adalah depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif (contoh pemusatan perhatian yang buruk) Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan 1 sampai 3 persen populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami bentuk gangguan yang subklinis. Walaupun gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi pada setiap usia, namun gangguan paling menonjol pada usia dewasa muda. -

Pedoman Diagnostik Stres Pascatrauma  Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati: 

mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa ancaman kematian, atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang serius,atau ancaman integritas fisik diri sendiri atau orang lain



respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya

 Keadan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih cara berikut: 

rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian



Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian



berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali



penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik



reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik

29

 Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma  Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran , seperti dua atau lebih berikut: kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan berlebihan, respon kejut yang berlebihan.  Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan.  Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

-

Reaksi Stres Akut Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa adanya

gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons terhadap stres fisik maupun mental yang luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari. Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik yang luar biasa . Kerentanan individu dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan dalam terjadinya dan keparahannya suatu reaksi stres akut. -

Pedoman Diagnostik Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman stresor luar

biasa dengan onset dan gejala. Onset biasanya setelah beberapa menit atau bahkan segera setelah kejadian. Selain itu ditemukan (a) terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubahubah; selain gejala permulaan berupa keadaan “ terpaku” , semua gejala berikut mungkin tampak: depresif, anxietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif dan penarikan diri, akan tetapi tidak satupun dan jenis gejala tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu lama. (b) pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dan stresomya, gejala-gejalanya dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam); dalam hal dimana stres tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru mulai mereda setelah 24 - 48 jam dan biasanya menghilang setelah 3 hari. e) Gangguan Ansietas Menyeluruh Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya anxietas yang menyeluruh dan menetap (bertahan lama), Gejala yang dominant sangat bervariasi, tetapi keluhan tegang yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa ringan, palpitasi, pusing

30

kepala dan keluhan epigastnik adalah keluhankeluhan yang lazim dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan menderita sakit atau akan mengalami kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang seringkali diungkapkan F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh Pedoman Diagnostik 

Penderita harus menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”



Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsure-unsur berikut

-

Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti diujung tanduk, sulit konsentrasi)

-

Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan

-

Overaktifitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb).



Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.



Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi , tidak membatalkan diagnosis utama gangguan ansietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap episode depresif (F32.-), gangguan ansietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).

31

8. Penatalaksanaan Gangguan Kecemasan a) Farmakoterapi Obat-obat antiansietas sebaiknya digunakan untuk waktu yang singkat karena ditakutkan akan terjadi ketergantungan, meskipun banyak obat yang efektif untuk meredakan ansietas. Obat antiansietas dibagi dalam dua golongan : Obat antiansietas disebut anxiolitika yaitu obat yang dapat mengurang antiansietas dan patologik, ketegangan dan agitasi obat-obat ini tidak berpengaruh pada proses kognitif dan persepsi, efek otonomik dan ekstra piramidal tetapi menurunkan ambang kejang dan berpotensi untuk ketergantungan obat.4 Ada dua golongan obat antiansietas : -

Benzodiazepin : diazepam, oxazolam, lorazepam, clobazam

-

Non Benzodiazepin : buspiron dan sulpirit Benzodiazepin merupakan obat pilihan untuk kecemasan dan ketegangan jika pasien

mengalami ansietas yang intensif. Benzodiazepin dengan paruh waktu yang lebih panjang mungkin dapat diterima. Mekanisme kerja : syndrome Acietas disebabkan oleh hiperaktifitas dari system limbik SSP yang terdiri dari “ dopaminergik, noradrenergik, serotoniergik neurons “ yang dikendalikan oleh GABA – ergic neurons. Ada beberapa efek samping obat dari golongan ini adalah : 

Sedasi : mengantuk, kewaspadaan kurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif melemah.



Relaksasi otot : rasa lemah, cepat lelah dll. Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari narkotik, potensi menimbulkan

ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosis akhir berlangsung sangat singkat.

32

Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala putus obat : pasien menjadi irirtable, bingung, gelisah, imsonia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi dll. Hal ini berkaitan dengan penurunan kadar Benzodiasepin dalam plasma. Ketergantungan lebih sering pada individu dengan riwayat peminum alkohol, penyalahgunaan obat, atau ” unstable personalities ” oleh kerena itu obat Benzodiasepin tidak dianjurkan kepada pasien – pasien tersebut. Golongan Benzodiasepin sebagai obat anti-ansietas yang mempunyai ratio terapeutik yang lebih tinggi dan kurang menimbulkan efek adiksi, toksisitas rendah. Golongan ini merupakan drug of choice dari semua obat yang mempunyai efek anti-ansietas. Lama pemberian : -

Pada syndrome ancietas yang disebabkan factor situasi eksternal, pemberian obat tidak lebih dari 1 – 3 bulan.

-

Pemberian sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila syndrome anxietas dapat diramlakan waktu datangnya dan hanya pada situasi tertentu, serta terjadinya tidak sering.

-

Penghentian selalu secara bertahap agar tidak menimbulkan gejala lepas obat.

b) Psikoterapi Psikoterapi adalah jenis pengobatan yang dilakukan oleh seorang terapis yang terlatih khusus pada seorang pasien dengan memakai cara profesional yang dilandasi hubungan therapist-pasien yang khas, sehingga keluhan pasien tersebut dapat dialihkan, diringankan, atau disembuhkan, mengembangkan pertumbuhan secara positif.4 Beberapa bentuk dasar dari psikoterapi : 1) Psikoterapi bentuk sugesti (supportive) 2) Psikoterapi jenis analisa (insight oriented) 3) Psikoterapi jenis prilaku (behaviour therapy)

33

9. Prognosis Sebenarnya dalam beberapa kasus gangguan cemas dapat diatasi dengan baik bila didapati diagnosis dini serta tatalaksana yang baik, namun sering kali gangguan ini dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak terlalu mendasar dan penting sehingga seringkali ditangguhkan oleh pasien untuk mencari pertolongan dalam menghadapi gangguan yang diderita atau dialaminya.4

34

BAB III KESIMPULAN

Keadaan stres, konflik-konflik yang kompleks menjadikan pencetus stres bagi individu maupun masyarakat sendiri. Secara subyektif kecemasan itu bagi kebanyakan orang adalah perasaan yang tidak enak, yang perlu secepat-cepatnya ditangani. Secara objektif kecemasan itu merupakan suatu pola psikobiologik dengan fungsi pemberitahu (alarm) adanya bahaya, dengan mengakibatkan suatu perencanaan tindakan yang efektif, ialah suatu usaha penyesuaian diri terhadap trauma psikis, krisis dan konflik. Apabila perencanaan dalam penyesuaian diri ini berjalan dengan baik maka kecemasan akan berkurang, tetapi apabila perencanaan ini berlangsung tidak baik kecemasan bahkan akan bertambah hebat. Untuk itu dalam menghadapi kecemasan orang dapat mengadakan reaksi sebagai berikut : secara sadar menghadapinya dan berusaha meniadakan atau memperkecil kekuatannya dengan jalan rasionalisasi. Secara tidak sadar orang dapat menghadapinya dan berusaha meniadakan atau memperkecil kekuatannya dengan jalan rasionalisasi. Secara tidak sadar orang dapat menempuh 2 jalan : -

Dengan menggunakan mekanisme pembelaan, yang kita lihat pada reaksi fobik dan rekasi obsesi.

-

Dengan menggunakan mekanisme konversi. Bentuk – bentuk gangguan anxietas sendiri berupa gangguan panik, gangguan fobik

gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca trauma, gangguan stres akut, gangguan anxietas menyeluruh. Terapi yang dianjurkan adalah manajemen krisis, farmakoterapi,dan psikoterapi.

35

DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan HI, Sadock BJ. : Anxiety Disorder, Sypnosis of Psychiatry, 7 th ed,William & Wilkins, Baltimore USA, 1994, 573-616.

2. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5.

3. American Pshyciatryc Association : Anxiety Disorder, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV), Washington , USA, 1994. 4. Stahl MS; Stahl’s Essential Psychopharmacology, ed 3, Cambridge university, 2008.

5. Ibrahim A. S. Dr. Sp.KJ : Cemas, Panik, Fobia, dan Stress Pasca Trauma Layaknya Benang Kusut, PT. Dian Ariesta, Jakarta, 1999.

6. Rowney, Jess; Hermida, Teresa; Maloney, Donald. Anxiety Disorders. Cleveland Clinic. Di unduh dari www.clinicmeded.com tanggal 1 Mei 2011.

7. Asnawi H.,Evalina Dr. Sp.KJ. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas. Diunduh dari www.idijakbar.com tanggal 1 Mei 2011.

Related Documents


More Documents from "Dwi Hardanti Nareswari"