SGD 2 BU HETI ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN KEGAWATAN PSIKIATRI TINDAK KEKERASAN
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psikiatri dipenuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental. Dokter psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan penjelasan yang mengungkapkan keterampilan termasuk belajar bahasa baru. Bagian bahasa didalam psikiatri termasuk pengenalan dan definisi tanda dan gejala perilaku dan emosional. Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut. Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau
2
perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawat daruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawat daruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep kegawat daruratan psikiatri? 2. Dasar Hukum Pelayanan Kedaruratan Psikiatri ? 3. Bagaimana pengertian dari perilaku kekerasan? 4. Bagaimana konsep Asuhan keperawatan kegawat daruratan psikiatri pada Tindak Kekerasan? 1.3 Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui pengertian kegawatdaruratan psikiatri 2. Untuk mengetahui dasar hukum Pelayanan Kedaruratan Psikiatri 3. Untuk mengetahui pengertian daru perilaku kekerasan 4. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan perilaku kekerasan
BAB II
3
PEMBAHASAN 2.1 Pengertian 2.1.1 Pengertian Kedaruratan Rangkaian kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. Keperawatan Kegawat Daruratan (emergency Nursing) Adalah bagian dari keperawatan dimana perawat memberikan asuhan kepada klien yang sedang mengalami keadaan yang mengancam kehidupan karena sakit atau kecelakaan. Keperawatan Gawat Darurat adalah pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen , akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana. 2.1.2 Pengertian Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang memerlukan intervensi psikiatrik. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain: (Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto, 2010) a. Kondisi gaduh gelisah b. Tindak kekerasan atau perilaku kekerasan(violence) c. Tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri d. Gejala ekstra piramidal akibat penggunaan obat e. Delirium 2.2 Dasar Hukum Pelayanan Kedaruratan Psikiatri
4
Pengaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit. Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat. Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase prarumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari 2.3 Pengertian Tindak Kekerasan Atau Perilaku Kekerasan Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis dalam Yosep, 2009). Sedangakan dari kasus kedaruratan psikiatrik, data yang paling banyak ditemukan adalah bunuh diri dan perilaku kekerasan (Yosep, 2009). Perilaku adalah tingkah laku atau sikap seseorang yang dicerminkan seseorang sebagai kebiasaannya. Kekerasan yaitu sering juga disebut gaduhgaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman-ancaman,melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/ merusak secara serius. Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
5
Jadi, Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membayangkan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan. 2.4 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perilaku Kekerasan 2.4.1 Faktor Predisposisi Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah: 1. Teori Biologik Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku: a. Neurobiologik Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif. b. Biokimia Berbagai dopamine,
neurotransmitter
asetikolin,
dan
(epinephrine,
serotonin)
sangat
norepinefrine, berperan
dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadapstress.
6
c. Genetik Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY. d. Gangguan Otak Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan. 2.
Teori Psikologik a. Teori Psikoanalitik Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri. b. Teori Pembelajaran Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan
7
anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa. 3.
Teori Sosiokultural Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu. 2.4.2 Faktor Presipitasi Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitandengan (Yosep, 2009): 1.
Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2.
Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4.
Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5.
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6.
Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
8
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : Rentang Respon Marah 2.5 Rentang Respon dari Perilaku Kekerasan Responadaptif
Asertif 1.
ResponMaladaptif
Frustasi
Pasif
Agresif
Amuk
ResponAdaptif. a.
Asertif, adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan
rasa tidak senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara. b.
Frustasi, adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya
seseorang dalam mencapai keinginan nya. Individu tersebut tidak dapat menerima atau menunda sementara sambil menunggu kesempatan yang memungkinkan. Selanjutnya individu merasa tidak mampu dalam mengungkapkan perannya dan terlihat pasif. 2.
Respontransisi Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya. Klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa kurang mampu, rendah diri atau kurang menghargai dirinya. 3.
Respon maladaptive a.
Agresif, adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah, merupakan dorongan mental untuk bertindak (dapat secara konstruksi/destruksi) dan masih terkontrol. Perilaku agresif dapat dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu pasif agresif dan aktif agresif.
b.
Pasifagresif, adalah perilaku yang tampak dapat berupa pendendam, bermuka asam, keras kepala, suka menghambat dan bermalas-malasan.
c.
Aktif agresif, adalah sikap menentang, suka membantah, bicara keras, cenderung menuntut secara terus menerus, bertingkah laku kasar disertai kekerasan.
9
d.
Amuk, adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai kehilangan control diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain atau lingkungan. (Stuart and Sudeen, 1998).
2.5 Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan Gambaran klinis menurut Stuart dan Sundeen (1995) adalah sebagai berikut: a.
Muka merah
b.
Pandangan tajam
c.
Otot tegang
d.
Nada suara tinggi
e.
Berdebat
f.
Kadang memaksakan kehendak
Gejala yang muncul : a.
Stress
b.
Mengungkapkan secara verbal
c.
Menentang
Gambaran klinis menurut Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (1994) adalah sebagai berikut : a.
b.
Pasif agresif 1)
Sikap suka menghambat
2)
Bermalas-malasan
3)
Bermuka masam
4)
Keras kepala dan pendendam
Gejala agresif yang terbuka (tingkah laku agresif) 1)
Suka membantah
2)
Menolak sikap penjelasan
3)
Bicara kasar
4)
Cenderung menuntut secara terus-menerus
5)
Hiperaktivitas
6)
Bertingkah laku kasar disertai kekerasan
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
10
1.
Fisik a. Muka merah dan tegang b. Mata melotot/ pandangan tajam c. Tangan mengepal d. Rahang mengatup e. Postur tubuh kaku f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal a. Bicara kasar b. Suara tinggi, membentak atau berteriak c. Mengancam secara verbal atau fisik d. Mengumpat dengan kata-kata kotor e. Suara keras f. Ketus 3. Perilaku a. Melempar atau memukul benda/orang lain b. Menyerang orang lain c. Melukai diri sendiri/orang lain d. Merusak lingkungan e. Amuk/agresif 4. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,
tidak
berdaya,
bermusuhan,
mengamuk,
ingin
berkelahi,
menyalahkan dan menuntut. 5. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme. 6. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar. 7. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran. 8. Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
11
2.6 Mekanisme Koping Perawat perlu mengidentifikasi mekanime koping pasien, sehingga dapat membantu pasien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan masalahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement (dapat menggungkapkan kemarahan pada objek yang salah, misalnya pada saat marah pada dosen, mahasiswa mengungkapkan kemarahan dengan memukul tembok). Proyeksi yaitu kemarahan dimana secara verbal mengalihkan kesalahan diri sendiri pada orang lain yang dianggap berkaitan, misalnya pada saat nilai buruk seorang mahasiswa menyalahkan dosennya atau menyalahkan sarana kampus atau menyalahkan administrasi yang tidak becus mengurus nilai. Mekanisme koping yang lainnya adalah represi, dimana individu merasa seolah-olah tidak marah atau tidak kesal, ia tidak mencoba menyampaikannnya kepada orang terdekat atau ekpress feeling, sehingga rasa marahnya tidak terungkap dan ditekan sampai ia melupakannya. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri rendah sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik untuk menghadapi keadaan pasien mempengaruhi perkembangan pasien (koping keluarga tidak efektif), hal ini tentunya menyebabkan pasien akan sering keluar masuk rumah sakit dan timbulnya kekambuhan pasien karena dukungan keluarga tidak maksimal (Fitria, 2009) 2.7 Penatalaksanaan dari perilaku kekerasan 1. Farmakoterapi
12
a. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP) b. Obat anti depresi, amitriptyline c. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam d. Obat anti insomnia, phneobarbital 2. Terapi modalitas a. Terapi keluarga Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian: 1) BHSP 2) Jangan memancing emosi klien 3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga 4) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan pendapat 5) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami 6) Mendengarkan keluhan klien 7) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien 8) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien 9) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis Jika terjadi PK yang dilakukan adalah: 1) Bawa klien ketempat yang tenang dan aman 2) Hindari benda tajam 3) Lakukan fiksasi sementara 4) Rujuk ke pelayanan kesehatan b. Terapi kelompok : Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan social atau aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran
klien
karena masalah
sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain. c. Terapi musik : Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan.
13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI TINDAKAN KEKERASAN 3.1 Asuhan keperawatan kegawatdaruratan psikiatri Tindakan Kekerasan 3.1.1. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data,
14
analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan. a. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. a) Aspek biologis Respons bisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah. b) Aspek emosional Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut. c) Aspek intelektual Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d) Aspek social Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi
marah
sering
merangsang
kemarahan
orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
15
e) Aspek spiritual Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut : Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor. 3.1.2 Data pasien
Data pasien merupakan identitas pasien yang meliputi Nama Usia, jenis kelamin Kebangsaan/suku Berat badan, tinggi badan Tingkat pendidikan Pekerjaan Status perkawinan Anggota keluarga Agama Kondisi medis, prosedur pembedahan Masalah emosional Dirawat di RS sebelumnya Pengobatan sebelumnya Alergi Review sistem tubuh (pada sistem utama yang mengalami gangguan)
Pengkajian dilanjutkan dengan mengkaji keluhan utama, keluhan tambahan serta aspek psikologis dari klien dengan melukai orang lain. 3.1.3 RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN 1. Keluhan utama Keluhan utama pasien saat datang ,pasien gaduh gelisah biasanya 2.
mengeluh bingung dan gelisah Riwayat penyakit :
16
Pernah mengalami masalah penyakit tertentu ? Ya/Tidak Riwayat Pengobatan sebelumnyadan keberhasilannya 3.
Riwayat penyakit keluarga :
Tanyakan riwayat kesehatan keluarga, riwayat gangguan jiwa). Apakah ada anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa, apabila ada bagaimana hubungan dengan pasien dan anggota keluarga yang lain?
Bagaimana riwayat pengobatannya ?
3.1.4 ANAMNESA STATUS MENTAL a). APPEARANCE (Penampilan) -
Postur :
kaji cara berjalan dari pasien Tindakan Kekerasan,berjalan dengan membungkuk,merunduk tegap dan lain sebagainya.
-
Kaji adanya ketegangan pada postur tubuh pasien Tindakan Kekerasan
Kerapian :
kaji kondisi Rambut, kuku, kulit, gigi dan cara berpakaian pada pasien Tindakan Kekerasan , Tidak rapi Rambut kotor dan kusam.
-
Cara berpakaian :
kaji cara berpakaian pada pasien Tindakan Kekerasan , Penggunaan pakaian tidak sesuai ,Cara berpakaian tidak seperti biasanya dan baju yang dikenakan kotor.
-
Status nutrisi :
kaji status nutrisi pasien intake dan output ,pada pasien Tindakan Kekerasan mengalami kurang asupan di karenakan kondisi yang ada menyebabkan pasien kurang memperhatikan asupan nutrisinya.
-
Tanda penggunaan obat/ alcohol:
kaji pasien apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat obatan ataupun alkohol.
Kaji cara bicara pada pasien, seseorang yang mengonsumsi penggunaan obat dan alcohol akan berbicara melantur.
17
-
Selalu bawa senjata:
Kaji apakah pasien membawa senjata tajam atau tidak ,yang dapat melukai dirinya sendiri atau orang lain di sekitarnya.
b). BEHAVIOUR (Perilaku) -
Motorik
:
kaji perilaku dari pasien Tindakan Kekerasan , Agitasi (kegelisahan motorik, mondar-mandir)
kaji adanya gerakan isyarat yang menandakan
kegelisahan seperti
kedutan, meremas-remas tangan. -
Pergerakan abnormal:
Tegang, gelisah, tidak bisa tenang (hipermotorik)
TIK (gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang tidak terkontrol)
Grimasen (gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol pasien)
Tremor (Jari-jari yang tampak gemetar ketika klien menjulurkan tangannya dan merentangkan jari-jari)
Kompulsif ( kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, seperti berulang kali mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan)
-
Respon pada situasi tertentu:
Resiko mencederai diri sendiri atau orang lain
Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung
Curiga Defensif Kontak mata tidak ada
Kotak mata mudah beralih
c). KOGNITIF -
Orientasi pasien terhadap:
18
Orang: kaji apakah pasien tahu siapa pemeriksa dan peranan orangorang
yang berhubungan dengannya disekitarnya
Waktu
: kaji apakah pasien mampu mengidentifikasi hari, waktu,
lamanya pasien telah berada di rumah sakit, apakah perilakunya sesuai dengan orientasi waktu.
Tempat : kaji apakah pasien tahu dimana dia berada Orientasi pasien terhadap waktu, tempat dan orang diperoleh melalui wawancara
-
Interaksi selama wawancara:
Interaksi selama wawancara apakah bermusuhan, tidak kooperatif atau mudah tersinggung
Kontak mata selama wawancara (tidak ada kontak mata, mudah beralih dan dapat mempertahankan kontak mata)
Defensif (selama wawancara pasien selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenarannya dirinya)
Curiga (selama wawancara menunjukkan sikap perasaan tidak percaya pada orang lain
-
Dikaji selama proses wawancara dengan perawat Memory:
Data diperoleh melalui wawancara
Gangguan daya ingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan
Gangguan daya ingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi dalam minggu terakhir
Gangguan daya ingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi
Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya
19
d). SPEECH (Pembicaraan) -
Pembicaraan :
Kaji kondisi pasien gaduh gelisah itu sendiri biasanya pasien bicara cepat tidak bisa disela dan membisu,apatis atau lambat.
-
Nada :
Kodisi nada pasien gaduh gelisah nada keras dan berbisik dan kadang diam seketika.
- Kualitas :
Tidak dapat memulai pembicaraan
e). THOUGHT (Pola Pikir) - Data diperoleh melalui observasi selama wawancara dengan pasien
Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan
Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan yang diinginkan perawat
Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dan pasien tidak menyadarinya
Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu topic ke topic lainnya tetapi masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan, akan tetapi perawat dapat memahami kalimat yang diucapkan oleh pasien
Blocking : pembicaraan yang terhenti secara tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian dapat melanjutkan pembicaraan lagi
Reeming : pembicaraan yang secara perlahan intonasinya menurun dan kemudian berhenti dan pasien tidak sanggup melanjutan pembicaraan lagi (misalnya pada pasien depresi)
-
Perseverasi : pembicaraan yang diulang berkali-kali Isi Pikir : Dapat diketahui dari wawancara dengan pasien
20
Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha menghilangkannya
Phobia : ketakutan yang pathologis/tidak logis terhadap onjek/situasi tertentu, misalnya takut ditempat keramaian, takut gelap, takut darah dan sebagainya
Ide terkait : keyakinan pasien terhadap kejadian yang terjadi dilingkungannya yang bermakna dan terkait dengan dirinya
Depersonalisasi : perasaan pasien yang asing terhadap dirinya sendiri, orang atau lingkungannya
f). AFFECT -
Data afek didapatkan dari respon pasien selama wawancara bukan didapatkan dari status pasien
Jenis afek
Apprópiate (tepat)
Inapropiate (tidak tepat)
Datar (saat dilakukan wawancara pasien tidak menunjukkan perubahan roman muka atau ekpresi wajah, juga saat diberikan stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan
Tumpul (Pasien hanya mau bereaksi atau memberi respon jika diberikan stimulus yang kuat, misalnya ditepuk atau diberikan pertanyaan dengan intonasi yang keras)
Labil ( Emosi pasien yang cepat berubah)
Tidak sesuai (emosi yang tidak sesuai atau bertentangan dengan stimulus yang ada, misalnya ketika diajak berbicar hal-hal yang sedih, pasien malah tertawa terbahak-bahak)
g). MOOD (Suasana Hati) -
Suasana hati :
21
Pasien di kaji dengan wawancara meliputi adanya perasaan sedih, putus asa, gembira, khawatirm takut (hasil wawancara divalidasi dengan hasil observasi,apakah disforia, efori)Ditanyakan bukan dilihat.
h). PERSEPTIONS (Persepsi) -
Persepsi :
Kaji adanya pengalaman pasien tentang halusinasi dan ilusi
Bila pasien mengalami halusinasi, tanyakan jenis halusinasinya, isi halusinasinya, waktu terjadinya halusinasi, frekuensi halusinasi muncul, respon atau perasaan selama halusinasi muncul, tindakan yang sudah dilakukan pasien untuk mengontrol atau menghilangkan halusinasi serta keberhasilan dari tindakan tersebut
3.1.5. PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan psikiatrik standar meliputi: riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan status mental, pemeriksaan status fisik/neurologik dan jika perlu pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan oeh seorang dokter di unit gawat darurat adalah menilai tanda-tanda vital pasien.Tekanan ddarah, suhu, nadi adalah sesuatu yang mudah diukur dan dapat memberikan informasi bermakna.Misalnya seorang yang gaduh gelisah dan mengalami halusinasi, demam, frekuensi nadi 120 per menit dan tekanan darah meningkat, kemungkinan besar mengalami delirium dibandingkan dengan suatu gangguan psikiatrik. Lima hal yang harus ditentukan sebelum menangani pasien selanjutnya: a. Keamanan pasien Sebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa situasi di UGD, jumlah pasien di ruangan tersebut aman bagi pasien.Jika intervensi verbal tidak cukup atau kontraindikasi, perlu dipikirkan pemberian obat atau pengekangan. b. Medik atau psikiatrik?
22
Penting bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatrik atau kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda. Kondisi medik umum seperti trauma kepala,infeksi berat dengan demam inggi, kelainan metabolisme, intoksikasi atau gejala putus zat seringkali menyebabkan gangguan fungsi mental yang menyerupai gangguan psikiatrik umumnya.Dokter gawat darurat tetap harus menelusuri semua kemungkinan penyebab gangguan fungsimental yang tampak. c. Psikosis Yang penting bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan.Hal ini dapat mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita berikan serta kepatuhannya dalam berobat. d. Suicidal atau homicidal Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus dobservasi secara ketat.Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak kekerasan atau pikiran bunuh diri harus selalu ditanyakan kepada pasien. e. Kemampuan merawat diri sendiri Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien mampu
merawat
dirinya
sendir,
mampu
menjalankan
saran
yang
dianjurkan.Ketidakmampuan pasien dan atau keluarganya untuk merawat pasien di rumah merupakan salah asatu indikasi rawat inap.Adapun indikasi rawat inap antara lain adalah: a. Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain, b. Bila perawatan di rumah tidak memadai, dan c. Perlu observasi lebih lanjut. 3.2. Diagnosa Keperawatan
23
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”. (Carpenito, 2002). Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : 1)
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
2)
Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
3.3. Rencana tindakan keperawatan/intervensi Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi perawat
dalam
melakukan
intervensi
yang
tepat.
Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa : 1) Resiko
mencederai
diri
sendiri,
orang
lain
dan
lingkungan
berhubungandengan perilaku kekerasan Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan. Tujuan khusus : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab Tindakan kekerasan. c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda Tindakan kekerasan. d. Klien dapat mengidentifikasi Tindakan kekekerasan yang biasa dilakukan. e. Klien dapat mengidentifikasi akibat Tindakan kekerasan. f.
Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
g. Klien dapat mendemonstrasikan sikap Tindakan kekerasan. h. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol Tindakan kekerasan. i. Klien dapat menggunakan obat yang benar. Tindakan keperawatan : a. Bina hubungan saling percaya.Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman
24
dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati. Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya. b. Beri
kesempatan
pada
klien
untuk
mengugkapkan
perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif. c. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan. d. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel. Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula. f. Observasi
tanda
perilaku
kekerasan
pada
klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi. g. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien. Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan. h. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien. i. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya. j. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya. k. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien. Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
25
l. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan. Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah. m. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”. Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif. n. Berikan
pujian
jika
klien
mengetahui
cara
yang
sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien. o. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat. i. Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga. ii. Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal. iii. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan. iv. Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan
agar
diberi
kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien. Bantu
klien
memilih
cara
yang
paling
tepat
untuk
klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. p. Bantu
klien
mengidentifikasi
manfaat
yang
telah
dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan. q. Bantu
klien
untuk
menstimulasikan
cara
tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat. r. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut. Rasional : meningkatkan harga diri klien. s. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel
/
marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
26
t. dentifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah
dilakukan
keluarga
terhadap
klien
selama
ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien. u. Jelaskan
peran
serta
keluarga
dalam
merawat
klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien. v. Jelaskan
cara-cara
merawat
klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif. Sikap
tenang,
Bantu
bicara
keluarga
tenang
mengenal
dan
jelas.
penyebab
marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama. w. Bantu
keluarga
mendemonstrasikan
cara
merawat
klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan. x. Bantu
keluarga
mengungkapkan
perasaannya
setelah
melakukan
demonstrasi. Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien. y. Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti
:
CPZ,
haloperidol,
Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya. z. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin
dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan. 2) Perilaku
kekerasan
berhubungan
dengan
harga
diri
rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan
dengan
orang
lain
:
Tujuan khusus : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
27
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki. c. lien dapat menilai kemampuan yang digunakan. d. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki. e. Klien
dapat
melakukan
kegiatan
sesuai
kondisi
sakit
dan
kemampuannya. f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada. Tindakan keperawatan : a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik. Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya. b. Diskusikan
kemampuan
dan
aspek
positif
yang
dimiliki
klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien. c. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif. Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya. d. Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif
klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien. e. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan. Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan. g. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit. Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan. h. Berikan
pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan. i. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit. Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
28
j. Bantu
klien
melakukannya
jika
perlu
beri
contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan. k. Beri
pujian
atas
keberhasilan
klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik. l. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih. Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur. m. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan. Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif. n. Beri
pujian
atas
keberhasilan
klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien. o. Diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan
dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan. p. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan
harga
diri
rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama. q. Bantu
keluarga
memberikan
dukungan
selama
klien
dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri rendah. r. Bantu
keluarga
menyiapkan
lingkungan
di
rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.
29
3.4 Implementasi Keperawatan Melakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk mempermudah proses keperawatan
Memberikan penjelasan dan motifasi pada pasien tentang penyakitnya Melakukan pengkajian pada pasien untuk mengetahui tindakan selanjutnya Mengobservasi TTV Mengkaji pasien
3.5 Evaluasi S : pasien mengatakan keluhan-keluhan yang dirasakan saat pengkajian O : Pemeriksaan TTV A : masalah teratasi, belum teratasi, atau teratasi sebagian P : planing selanjutnya
30
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain. Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain : 1.
Menyerang atau menghindar (fight of flight)
2.
Menyatakan secara asertif (assertiveness)
3.
Memberontak (acting out)
4.
Perilaku kekerasan Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. 4.2 Saran Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam mengatasi masalahnya. Perawat
yangmempunyai
tentangkegawatdaruratan
psikiatrik
pengetahuan pada
perilaku
dan
kemampuan
kekerasan,
diharapkan
dapatmeningkatkan pelayanan kesehatan sehinggakepuasan klien dan perawat secara bersama-samadapat meningkat.
31