BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tergolong masih cukup tinggi yaitu mencapai 200 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian maternatal telah lama digunakan sebagai indikator penting yang memberikan petunjuk mengenai tingkat kesehatan wanita yang berhubungan dengan perilaku reproduksi. Diperkirakan setiap tahunnya terjadi 500.000 kematian maternal 99% diantaranya terjadi di negara sedang berkembang (Hakimi, 2010). Di negara maju hanya terjadi 5-30 kematian maternal setiap 100.000 kelahiran hidup, di negara berkembang angkanya berkaisar antara 50 sampai 800 atau lebih (Hakimi, 2010). Pemeriksaan dan pengawasan terhadap ibu hamil sangat perlu dilakukan secara teratur. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak yang sehat. Selain itu juga biasanya dialami oleh ibu hamil sehingga hal tersebut dapat dicegah ataupun diobati. Dengan demikian maka angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi dapat berkurang (Sujono, 2011). Salah satu faktor yang penting dalam tingginya tingkat kematian maternal negara berkembang adalah faktor-faktor pelayanan kesehatan. Penanganan yang kurang tepat atau memadai terutama dalam kasus patologi ibu bersalin dengan ketuban pecah dini, seperti terkenanya virus atau infeksi air ketuban. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan cara penanganan dan peningkatan kinerja yang memadai (Hakimi, 2010).
1
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan atau sebelum inpartu pada pembukaan < 4 cm (Fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan (Joseph, 2010). KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan Respiration Dystress Syndrome (RDS) (Nugroho, 2010). Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelolah ketuban pecah dini akan membawa akibat meningkatnya angka morbilditas dan mortalitas ibu maupun bayi. Penatalaksanaan ketuban pecah dini masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan. Kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah cesar dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikan insidensi chorioamnionitis (Nugroho, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dapat diketahui bahwa jumlah persalinan selama 1 tahun yaitu dari bulan Januari 2011 – Desember 2011 ada 960 persalinan, terdapat 505 (52,7%) persalinan patologi dan 455 (47,7%) persalinan normal. Penyebab dari persalinan patologi, antara lain prematur berjumlah 218 (48%) kasus, ketuban pecah dini berjumlah 120 (26,3%) kasus, sectio caesarea berjumlah 62 (13,6%) dan infeksi berjumlah 55 (12,1%) kasus. Dari kasus tersebut di atas menunjukkan bahwa ketuban pecah dini merupakan penyebab persalinan nomor dua tertinggi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berdasarkan data di atas jumlah dari kasus ketuban pecah dini sebagian besar penatalaksaannya adalah insidensi bedah caesar. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menyusun proposal karya tulis ilmiah ini dengan judul:” Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Ny. S G1P0A0 dengan Ketuban Pecah Dini di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. 2
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah yaitu “Bagaimana penerapan asuhan kebidanan ibu bersalin pada Ny. S G1P0A0 dengan ketuban pecah dini di RSUD Dr. Moewardi Surakarta?”. C. Tujuan Studi Kasus 1. Tujuan Umum
Agar bisa memperoleh pengalaman nyata dan mampu menangani asuhan kebidanan pada ibu bersalin Ny. S G1P0A0 dengan ketuban pecah dini menggunakan 7 langkah Varney. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu: 1) Mengkaji masalah yang dialami pada ibu bersalin Ny. S
G1P0A0 dengan ketuban pecah dini. 2) Menginterprestasikan
data
yang
terdapat
diagnosa
kebidanan, masalah, kebutuhan yang dialami pada ibu bersalin Ny. S G1P0A0 dengan ketuban pecah dini. 3) Merumuskan diagnosa potensial yang dialami
oleh ibu
bersalin Ny. S G1P0A0 dengan ketuban pecah dini. 4) Melaksanakan antisipasi atau tindakan segera
pada ibu
bersalin Ny. S G1P0A0 dengan ketuban pecah dini. 5) Merencanakan asuhan kebidanan yang diberikan pada ibu
bersalin Ny. S G1P0A0 dengan ketuban pecah dini. 6) Melaksanakan
asuhan
kebidanan
sesuai
yang
telah
direncanakan pada ibu bersalin Ny. S G1P0A0 dengan ketuban pecah dini. 7) Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan pada
ibu bersalin Ny. S G1P0A0 dengan ketuban pecah dini. b. Penulis mampu menganalisa adanya perbedaan antara teori
dan kasus nyata di lapangan praktek. c. Penulis mampu memberikan solusi dalam memecahkan
suatu permasalahan jika terdapat perbedaan pada asuhan kebidanan ibu bersalin dengan ketuban pecah dini.
3
BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori
1. Persalinan a. Pengertian 1) Persalinan adalah proses untuk mendorong keluar
(ekspulsi) hasil lewat pembuahan (janin yang viabel, plasenta dalam ketuban) dari dalam uterus lewat vagina ke dunia luar (Farrer, 2003). 2) Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi
(janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain (Manuaba, 2007). 3) Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya
serviks
dan
janin
turun
ke
dalam
jalan
lahir
(Wiknjosastro, 2008). b. Tanda Persalinan
Menurut Depkes (2004), ada beberapa tanda persalinan diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Penipisan dan pembukaan serviks 2) Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks
(frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit). 3) Keluarnya lendir bercampur darah (show) melalui vagina.
Menurut Manuaba (2007), ada beberapa faktor yang penting harus diperhatikan dalam proses persalinan, yaitu: a) Power (1) His (kontraksi otot rahim) (2) Kontraksi otot dinding rahim (3) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan (4) Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum b) Pasanger terdiri dari janin dan plasenta c) Passage terdiri dari jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang
4
c. Tahap persalinan
Menurut Oxorn & Forte (2010), dalam proses persalinan, ibu akan melewati empat tahapan. Mulai dari kontraksi dan leher rahim yang terbuka bertahap, hingga proses pengeluaran plasenta atau ari-ari setelah bayi keluar. Ada baiknya para calon ibu mengetahui proses atau tahapan persalinan seperti apa, sehingga para calon ibu dapat mempersiapkan segala halnya guna menghadapi proses persalinan ini. Proses persalinan terbagi ke dalam empat tahap, yaitu: 1) Tahap pertama (kala I)
Kala I adalah tahap terlama, berlangsung 12-14 jam untuk kehamilan pertama dan 6-10 jam untuk kehamilan berikutnya. Pada tahap ini mulut rahim akan menjadi tipis dan terbuka karena adanya kontraksi rahim secara berkala untuk mendorong bayi ke jalan lahir. Pada setiap kontraksi rahim, bayi akan semakin terdorong ke bawah sehingga menyebabkan pembukaan jalan lahir. Kala I persalinan di sebut lengkap ketika pembukaan jalan lahir menjadi 10 cm, yang berarti pembukaan sempurna dan bayi siap keluar dari rahim. Masa transisi ini menjadi masa yang paling sangat sulit bagi ibu. Menjelang berakhirnya kala I, pembukaan jalan lahir sudah hampir sempurna. Kontraksi yang terjadi akan semakin sering dan semakin kuat. Anda mungkin mengalami rasa sakit yang hebat, kebanyakan wanita yang pernah mengalami masa inilah yang merasakan
masa
yang
paling
berat.
Anda
akan
merasakan datangnya rasa mulas yang sangat hebat dan terasa seperti ada tekanan yang sangat besar ke arah bawah, seperti ingin buang air besar. Menjelang akhir kala pertama, kontraksi semakin sering dan kuat, dan bila pembukaan jalan lahir sudah 10 cm berarti bayi siap dilahirkan dan proses persalinan memasuki kala II.
5
2) Tahap kedua (kala II)
Pada
kala
pengeluaran
janin,
rasa
mulas
terkordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Anda merasa seperti mau buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waku mengedan, kepala janin mulai kelihatan, vulva (bagian luar vagina) membuka dan perineum (daerah antara anus-vagina) meregang. Dengan mengedan terpimpin, akan lahirlah kepala diikuti oleh seluruh badan janin. Ibu akan merasakan tekanan yang kuat di daerah perineum. Daerah perineum bersifat elastis, tapi bila dokter/bidan memperkirakan perlu dilakukan
pengguntingan
di
daerah
perineum
(episiotomi), maka tindakan ini akan dilakukan dengan tujuan mencegah perobekan paksa daerah perineum akibat tekanan bayi. 3) Tahap ketiga (kala III)
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implementasi plasenta, maka plasenta akan menekuk, menebal, kemudian dilepaskan dari dinding uterus. Setelah lepas plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau bagian atas vagina. Waktu yang paling kritis untuk mencegah perdarahan post partum adalah ketika plasenta lahir dan segera setelah lahir. Kontraksi pada otot uterus merupakan mekanisme fisiologis yang menghentikan perdarahan. Manajemen aktif pada kala III persalinan mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi 6
perdarahan post partum. Adapun langkah manajemen aktif kala III diantaranya pemberian suntikan oksitosin, melakukan penegangan tali pusat terkendali, rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri (masase). 4) Tahap keempat (kala IV)
Kala IV persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir dua jam setelah itu. Kala IV disebut juga dengan masa post partum merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian ibu, terutama kematian disebabkan karena perdarahan. Selama kala IV, petugas harus memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. 2. Ketuban Pecah Dini a. Pengertian
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan/ sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan
manapun
jauh
sebelum
waktunya
melahirkan. Ketuban pecah dini merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan
Respiration
Dystress Syndrome (RDS) (Nugroho, 2010).
b. Etiologi
Menurut Nugroho (2010), penyebab ketuban pecah dini masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor
mana
yang
lebih
berperan
sulit
diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya adalah: 1) Infeksi yang terjadi secara berlangsung pada selaput 7
ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. 2) Serviks yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang
selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage). 3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat
secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gamelli. 4) Trauma yang didapat, misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan
dalam,
maupun
amniosintesis
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya disertai infeksi. 5) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada
bagian terendah yang menutupi Pintu Atas Panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. Menurut Nugroho (2010), beberapa faktor resiko dari ketuban pecah dini adalah: 1) Inkompetensi serviks (leher rahim) 2) Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) 3) Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya 4) Kelainan atau kerusakan selaput ketuban 5) Kehamilan kembar 6) Trauma 7) Serviks (leher rahim) yang pendek (< 25 mm) pada usia
kehamilan 23 minggu 8) Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis. c. Tanda dan Gejala
Menurut Mochtar (2003), tanda dan gejala ketuban pecah dini adalah sebagai berikut: 1) Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban
merembes melalui vagina. 2) Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau
amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. 8
3) Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus
diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya ”mengganjal” atau ”menyumbat” kebocoran untuk sementara. 4) Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut
jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. d. Diagnosa
Menegakkan diagnosa ketuban pecah dini secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio sesaria yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat
dan
tepat
(Manuaba, 2008). Diagnosa ketuban pecah dini ditegakkan dengan cara melakukan
pemeriksaan
spekulum, inspeksi
dalam,
pemeriksaan
dan anamnesa
dengan
(Nugroho, 2010).
Diagnosa potensial pada kasus ketuban pecah dini yaitu dapat mengakibatkan pengeluaran cairan dalam jumlah besar dan terus menerus (Varney, 2009). e. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Saifuddin (2006), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus ketuban pecah dini adalah: 1) Pemeriksaan laboratorium a) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa
warna, konsentrasi, bau dan pH-nya. Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban, urine atau sekret vagina. b) Sekret vagina ibu hamil pH: 4 – 5, dengan kertas
nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. c) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah
berubah menjadi biru menunjukkan adanya air 9
ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif. d) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air
ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis. 2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) a) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah
cairan ketuban dalam kavum uteri. b) Kada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. f. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ketuban pecah dini antara lain sebagai berikut: Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS = Respiratory Distress Syndrome), yang terjadi pada 10 – 40% bayi baru lahir. 1) Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini. 2) Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur
sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya chrioamnionitis (radang pada korion dan amnion). 3) Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar
dapat terjadi pada ketuban pecah dini. 4) Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada
ketuban pecah dini preterm. 5) Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi
pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu. g. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola ketuban pecah dini akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas 10
dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan ketuban pecah dini masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan. Kasus ketuban pecah dini yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah cesar dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insiden chrioamnionitis (Manuaba, 2008).
Kasus ketuban pecah dini yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi sindrom distress pernapasan (RDS) dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru harus memantau keadaan janin dan infeksi
yang
akan
memperjelek
prognosis
janin.
Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin (Manuaba, 2008). Resiko yang lebih sering pada kasus ketuban pecah dini dengan janin kurang bulan adalah sindrom distress pernapasan (RDS) dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paruparu sudah matang, chrioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin (Nugroho, 2010). Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya
periode
laten.
Kebanyakan
penulis
sepakat
mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita ketuban pecah dini yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tandatanda
infeksi
pada
ibu
(Nugroho,
2010)
11
Adapun penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Varney (2009), adalah sebagai berikut: 1) Ukur suhu dan nadi ibu setiap empat jam. 2) Setelah pemantau janin elektronik, cek DJJ setiap empat
jam ketika sudah di rumah sakit. 3) Hitung sel darah putih dengan hitung jenis setiap hari
atau setiap dua hari. 4) Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur. 5) Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan pada
selang waktu 6 jam sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan. 6) Pada usia kehamilan 24 sampai 32 minggu saat berat
janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan. Jika persalinan menuju ke prematur maka dilakukan seksio sesaria. 7) Pemeriksaan USG untuk mengukur distansia biparietal
dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan
pemeriksaan
kematangan
paru
melalui
perbandingan. B. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah. Penemuanpenemuan, keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2004). Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan, dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi, langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap sehingga dapat diaplikasikan dalam semua situasi, akan tetapi setiap langkah tersebut bisa dipecahpecah sehingga sesuai dengan kondisi pasien (Varney, 2004). 2. Manajemen Kebidanan Tujuh Langkah Menurut Hellen Varney a. Pengkajian 12
Pengkajian adalah pengumpulan data dasar untuk mengevaluasi keadaan pasien. Data ini termasuk riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan meliputi data subyektif dan data obyektif serta data penunjang (Varney, 2004). 1) Data Subyektif
Data subyektif menurut Nursalam (2003), adalah data yang didapat dari klien sebagai suatu pendapat terhadap situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak dapat
ditentukan
oleh
tenaga
kesehatan
secara
independent tetapi melalui suatu sistem interaksi atau komunikasi, data yang diperoleh yaitu sebagai berikut:. a) Biodata 1) Nama
: Untuk mengenal dan mengetahui pasien. Nama harus jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan pelayanan.
2) Umur
: Umur dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang
dari
20
tahun,
alat-alat
reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. 3) Agama : Untuk memberikan motivasi dorongan
moril sesuai dengan agama yang dianut. 4) Suku
: Untuk mengetahui faktor bawaan atau ras serta pengaruh adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
5) Pendidikan : Perlu dinyatakan karena tingkat
pendidikan
berpengaruh
pada
pengetahuan, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya. 6) Alamat : Untuk mengetahui tempat tinggal serta
mempermudah
pemantauan
bila 13
diperlukan. 7) Pekerjaan : Untuk mengetahui status ekonomi
keluarga,
karena
mempengaruhi
dapat
pemenuhan
gizi
pasien tersebut. b) Alasan datang atau keluhan utama
Keluhan utama adalah mengetahui keluhan yang dirasakan saat pemeriksaan (Varney, 2004). Keluhan-keluhan yang dirasakan ibu bersalin dengan ketuban pecah dini adalah ibu mengatakan mengeluarkan cairan yang merembes melalui vagina, ada bercak yang banyak di vagina, nyeri perut dan demam (Mochtar, 2003). c) Riwayat haid/ menstruasi
Untuk
mengetahui
menarche,
siklus,
lama,
banyaknya, haid teratur atau tidak, sifat darah, disminorhoe atau tidak (Wheeler, 2004). d) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui setatus perkawinan klien dan lamanya perkawinan (Wheeler, 2004). e) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu (1) Kehamilan : Untuk mengetahui berapa umur
kehamilan ibu dan hasil pemeriksaan kehamilan (Winkjosastro, 2007). (2) Persalinan : Spontan atau buatan lahir aterm atau
prematur ada perdarahan atau tidak, waktu persalinan ditolong oleh siapa, dimana
tempat
melahirkan
(Winkjosastro, 2007). (3) Nifas
: Untuk mengetahui hasil akhir persalinan
(abortus,
lahir
hidup,
apakah dalam kesehatan yang baik) apakah terdapat komplikasi intervensi apakah
pada ibu
masa
tersebut
atau
nifas dan mengetahui
penyebabnya (Sujiyatini, 2009). f) Riwayat kehamilan sekarang 14
Riwayat kehamilan sekarang perlu dikaji untuk mengetahui apakah ibu resti atau tidak, meliputi: (1) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
Digunakan
untuk
mengetahui
umur
kehamilan (Winkjosastro, 2007). (2) Hari Perkiraan Lahir (HPL)
Untuk mengetahui perkiraan lahir (Winkjosastro, 2007). (3) Keluhan-keluhan
Untuk mengetahui apakah ada keluhan-keluhan pada trimester I, II, dan III (Winkjosastro, 2007). (4) Ante Natal Care (ANC)
Mengetahui riwayat ANC, teratur/ tidak, tempat ANC, dan saat kehamilan berapa (Sujiyatini, 2009). g) Riwayat keluarga berencana
Ibu pernah atau belum pernah menjadi akseptor KB, bila pernah disebutkan alat kontrasepsi apa yang pernah dipakai dan lamanya penggunaan, sehingga dapat diketahui jarak kehamilannya (Nursalam, 2003). h) Riwayat penyakit (1) Riwayat penyakit sekarang
Untuk mengetahui penyakit yang diderita saat ini (Sujiyatini, 2009). (2) Riwayat penyakit sistemik
Untuk mengetahui apakah pasien menderita penyakit seperti jantung, ginjal, asma, hipatitis, DM, hipertensi dan epilepsi atau penyakit lainnya (Sujiyatini, 2009). (3) Riwayat penyakit keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit menular seperti TBC dan hepatitis, menurun seperti jantung dan DM (Sujiyatini, 2009). (4) Riwayat keturunan kembar
Untuk mengetahui ada tidaknya keturunan kembar 15
dalam keluarga (Sujiyatini, 2009). (5) Riwayat operasi
Untuk mengetahui riwayat operasi yang pernah dijalani (Sujiyatini, 2009). i) Data kebiasaan sehari-hari (1) Nutrisi
Dikaji untuk menanyakan ibu hamil apakah menjalani
diet
khusus,
bagaimana
nafsu
makannya, jumlah makanan, minuman, atau cairan yang masuk (Alimul, 2006).
(2) Personal Hygiene
Untuk mengetahui berapa kali pasien mandi, gosok gigi, keramas, ganti pakaian (Wiknjosastro, 2007). (3) Eliminasi
Hal ini dikaji untuk mengetahui kebiasaan BAK dan BAB yang meliputi frekuensi dan kosistensi (Alimul, 2006). (4) Aktivitas
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu dapat istirahat atau tidur sesuai kebutuhannya. Berapa jam ibu tidur dalam sehari dan kesulitan selama ibu melakukan istirahat. Kebutuhan tidur + 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari. Pola istirahat dan aktivitas ibu selama masa persalinan yang kurang dapat menyebabkan kelelahan dan berdampak pada timbulnya anemia (Henderson, 2006). (5) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui berapa jam ibu tidur malam, dan berapa jam ibu istirahat atau tidur siang (Saifuddin, 2006). Ibu bersalin diharapkan istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan, tidur siang selama 1 – 2 jam dan tidur malam selama 8 jam (Saifuddin, 2006). 16
(6) Data psikososial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya, misal wanita mengalami banyak perubahan
emosi/
psikologis
selama
masa
bersalin, sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu (Ambarwati, 2008). (7) Kebiasaan sosial budaya
Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat istiadat yang akan menguntungkan atau merugikan pasien khususnya pada masa bersalin, misalnya pada kebiasaan pantangan makanan (Ambarwati, 2008). (8) Penggunaan obat-obatan dan jamu atau rokok
Merokok, minum alkohol dan minum obat-obatan tanpa
indikasi
perlu
untuk
diketahui
(Wiknjosastro, 2007). 2) Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat oleh tenaga kesehatan (Nursalam, 2003). Data obyektif meliputi: a) Status generalis (1) Keadaan umum : Untukmengetahui keadaan umum
apakah baik,
sedang,
jelek
(Prihardjo, 2007). Pada kasus ketuban pecah dini keadaan umum pasien baik (Nugroho, 2010). (2) Kesadaran
: Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien apakah composmentis, apatis,
somnolen,
delirium,
semi korna dan koma. Pada kasus ibu bersalin dengan
ketuban
kesadarannya
pecah
dini
composmentis
(Varney, 2009). (3) Tekanan darah : Untuk
mengetahui faktor resiko 17
hipertensi dan hipotensi. Batas normalnya 120/ 80
mmHg
(Saifuddin, 2006). (4) Suhu
: Untuk mengetahui suhu tubuh klien, memungkinkan dengan
febris/
infeksi
menggunakan
skala
derajat celcius. Suhu wanita saat bersalin tidak lebih dari 380 C (Wiknjosastro, 2008). Suhu tubuh pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini > 380 C (Varney, 2009). (5) Nadi
: Untuk
mengetahui
nadi
pasien yang dihitung dalam menit (Saifuddin, 2006). Batas normalnya 69- 100 x/ menit (Perry, 2005). (6) Respirasi
: Untuk
mengetahui
frekuensi
pernafasan pasien yang dihitung dalam 1
menit
(Saifuddin,
Batas normalnya
12
2006). –
22x/
menit (Perry, 2005). (7) Tinggi badan
: Untuk mengetahui tinggi badan ibu (Nursalam, 2003).
(8) Berat badan
: Untuk mengetahui berat badan ibu (Nursalam, 2003).
(9) LILA
: Untuk mengetahui lingkar lengan ibu 23,5 cm atau tidak, termasuk resti atau tidak (Alimul, 2006).
b) Pemeriksaan Sistematis
Pemeriksaan sistematis yaitu pemeriksaan dengan melihat klien dari ujung rambut sampai ujung kaki meliputi: (1) Kepala (a) Rambut
: Meliputi warna mudah rontok atau tidak dan kebersihannya 18
(Nursalam, 2003). (b) Muka
: Keadaan muka pucat atau tidak adakah
kelainan,
adakah
oedema. Pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini muka
tampak
pucat
(Winkjosastro, 2007). (c) Mata
: Untuk mengetahui apakah konjungtiva
warna
merah
muda dan sklera warna putih. Pada wanita dengan ketuban pecah dini konjungtiva pucat (Alimul, 2004). (d) Hidung
: Bagaimana kebersihannya, ada polip atau tidak (Nursalam, 2003).
(e) Telinga
: Bagaimana kebersihannya, ada serumen
atau
tidak
(Nursalam, 2003). (f) Mulut/ gigi/ gusi : Ada stomatitis atau tidak, keadaan
gigi, gusi berdarah atau tidak (Nursalam, 2003). (2) Leher
: Adalah pembesaran kelenjar thyroid, ada benjolan atau tidak, kelenjar
adakah limfe
pembesaran (Nursalam,
2003). (3) Dada dan axilla
: Untuk
mengetahui
keadaan
payudara, simetris atau tidak, ada benjolan atau tidak, ada nyeri
atau
tidak
dan
kolostrum/ ASI sudah keluar atau belum (Nursalam, 2003). (4) Ekstremitas atas dan bawah
Ada cacat atau tidak oedema atau tidak terdapat varices atau tidak (Wiknjosastro, 2006). c) Pemeriksaan khusus obstetri (lokalis) 19
(1) Abdomen (a) Inspeksi
Perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada pembesaran, ada luka bekas operasi atau tidak, striae gravidarum, linea nigra, atau alba, ada luka bekas operasi atau tidak, ada strie atau tidak (Manuaba, 2007). (b) Palpasi
Kontraksi : Pada kasus ibu bersalin dengan ketuban
pecah
dini
gangguan rasa nyaman
terjadi yang
berhubungan dengan kontraksi uterus yang ditandai dengan rasa nyeri di bagian perut, ekspresi wajah meringis, ibu menahan sakit dan keadaan umum lemah (Elzahra, 2012). Leopold I : Untuk menentukan tinggi fundus uteri sehingga dapat diketahui berat janin, umur kehamilan dan bagian janin apa yang terjadi di fundus uteri seperti membujur atau akan kosong jika posisi janin melintang. Kepala: Bulat padat mempunyai gerakan pasif (ballotement). Bokong: Tidak padat, lunak, tidak mempunyai gerak pasif (bantuan atau gerak ballotement) (Manuaba, 2007). Leopold
II
:
Untuk
menentukan
letak
punggung janin dapat digunakan untuk mendengar detak jantung janin pada puctum maximum dengan teknik kedua telapak tangan melakukan palpasi pada 20
sisi kanan dan kiri, bersamasama bila punggung janin rata, sedikit melengkung,
mungkin
teraba tulang iganya tidak terasa gerak ekstremitas, bila bagian abdomen
teraba
gerakan
ekstremitas (Manuaba, 2007). Leopold III : Untuk menentukan bagian terendah janin, bila teraba bulat, padat (kepala) dan bila bokong teraba tidak bulat, tidak keras (Manuaba, 2007). Leopold IV : Pemeriksaan dengan menghadap ke
arah
kaki
ibu.
Untuk
mengetahui apa yang menjadi bagian
bawah
dan
seberapa
masuknya bagian bawah tersebut ke
dalam
rongga
panggul
(Manuaba, 2007). TBJ
: Menurut Mansjoer (2005) TBJ (Tafsiran
Berat
Janin)
dapat
ditentukan berdasarkan Johnson Toschack yang berguna untuk mengetahui persalinan
pertimbangan secara
spontan
pervaginam. (c) Auskultasi
DJJ (Denyut Jantung Janin): Terdengarnya detak jantung janin menunjukkan bahwa janin hidup dan tanda pasti kehamilan. Punctum maximum janin tergantung presentasi, posisi, dan kehamilan kembar, biasanya pada daerah punggung janin. Frekuensi di atas 120 – 160 x/ menit
keteraturan
denyut
jantung
janin
menunjukkan keseimbangan asam basa atau kurang O2 pada janin (Manuaba, 2007). Pada 21
kasus ibu bersalin dengan ketuban pecah dini dapat dilakukan auskultasi dengan stetoskop, laenec atau stetoskop ultrasonik (Dopler), untuk penentuan tekanan darah dan DJJ. (2) Pemeriksaan panggul (a) Kesan panggul
Dapat diketahui melalui pelviometri rontgen atau melalui pengukuran panggul penting untuk diketahui kesan panggul ini untuk perencanaan persalinan pervaginam ada 4 kesan
panggul
ginekoid,
platipeloid,
antropoid, dan android, tapi paling
baik
untuk wanita ginekoid agar dapat persalinan pervaginam (Farrer, 2004). (b) Distantia spinarum
Jarak antara kedua spina iliaka anterior superior sinistra dan dekstra. Ukuran + 24 cm – 26 cm (Farrer, 2004). (c) Distantia kristarum
Jarak yang terpanjang antara dua tempat yang simetris pada krista iliaka sinistra dan dekstra. Ukuran + 28 cm – 30 cm (Farrer, 2004). (d) Conjugata eksterna (boudeloque)
Jarak antara bagian atas simfisis ke prosessus spinosus lumbal 5. Ukuran + 18 cm (Farrer, 2004). (e) Lingkar panggul
Jarak antara tepi atas simfisis pubis superior kemudian ke lumbal ke lima kembali ke sisi sebelahnya sampai kembali ke tepi atas simpisis
pubis
diukur
dengan
metlin
normalnya 80 – 90 cm (Sumarah, 2008). (3) Anogenital (a) Vulva vagina
Varices
: Ada varices atau tidak, oedema atau tidak. 22
Luka
: Ada luka bekas operasi atau tidak.
Kemerahan
: Ada kemerahan atau tidak.
Nyeri
: Ada nyeri tekan atau tidak.
Pengeluaran pervaginam : Terjadi
pengeluaran
pervaginam
atau
tidak. Pada kasus ibu bersalin
dengan
ketuban pecah dini keluar cairan ketuban merembes
melalui
vagina. (b) Perinium
Bekas luka
: Ada
bekas
luka
di perinium atau tidak. Lain-lain
: Ada bekas luka lain atau tidak.
(c) Anus
Haemorhoid
: Terjadi haemorhoid atau tidak.
Lain-lain
: Terdapat kelainan lain pada anus atau tidak.
(d) Inspekulo
Vagina
: Ada benjolan atau tidak, ada kemerahan serta
infeksi
atau
tidak. Portio
: Ada erosi atau tidak.
(e) Vaginal Toucher
Presentasi
:Untuk presentasi
mengetahui janin
adalah kepala atau bokong. 23
Posisi
: Untuk mengetahui posisi memanjang
janin atau
melintang. Kesan panggul
: Untuk mengetahui kesan panggul normal atau tidak.
d) Pemeriksaan Penunjang
Data penunjang diperlukan sebagai pendukung diagnosa, apabila diperlukan. Misalnya pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan Hb dan Papsmear. Dalam kasus ini pemeriksaan penunjang dilakukan, yaitu dengan melakukan pemeriksaan laboratorium meliputi tes lakmus, tes pakis dan pemeriksaan USG (Nugroho, 2010). b. Interpretasi Data
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumus dan diagnosa tujuannya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan (Varney, 2004). 1) Diagnosa
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan (Varney, 2004). Diagnosa: Ny. X, G ….. P ….. A ….. umur ibu ….. tahun, umur hamil ….. minggu, janin tunggal/ kembar, hidup/ mati, intrauterin/ ekstrauterin, letak memanjang/ melintang, punggung kanan/ kiri, presentasi kepala/ bokong, UUK jam ….., inpartu kala ….. fase ….. dengan ketuban pecah dini. Data Subyektif: Ibu mengatakan mengeluarkan lendir kecoklatan dan air ketuban sudah tidak pecah (Varney, 2004). Data Obyektif: Menurut Varney (2004), data obyektif meliputi: a) Keadaan umum ibu bersalin dengan ketuban pecah dini baik 24
b) Kesadaran ibu
bersalin dengan ketuban pecah
dini composmentis c) TTV:
Tekanan darah
: 120/ 80
mmHg Nadi
: 69-100
x/menit Respirasi
: 12 – 22x/ menit
Suhu
: > 380 C
Muka
: Tampak
pucat Konjungtiva
: Merah
muda d) PPV
: Keluar cairan ketuban merembes melalui vagina
2) Masalah
Masalah yang berkaitan dengan pengalaman pasien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa sesuai dengan keadaan pasien. Masalah yang sering muncul pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini yaitu ibu tampak gelisah dan cemas menghadapi persalinan (Nursalam, 2003). 3) Kebutuhan
Kebutuhan merupakan hal-hal yang dibutuhkan pasien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan analisa data (Varney, 2004). Menurut Manuaba (2007), kebutuhan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini adalah: a) Informasi tentang keadaan ibu b) Informasi tentang makanan bergizi dan cukup kalori
Support mental dari keluarga dan tenaga kesehatan. c. Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan
dilakukan
pencegahan,
sambil 25
mengamati klien. Bidan diharapkan dapat bersiap- siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi (Varney, 2004). Diagnosa potensial yang terjadi pada kasus ketuban pecah dini adalah terjadinya resiko infeksi dan komplikasi yang mengancam kehidupan ibu dan bayinya serta pengeluaran cairan dalam berlebihan dalam jumlah besar yang terus menerus (Varney, 2009). d. Antisipasi/ Intervensi
Menunjukkan
bahwa
bidan
dalam
melakukan
tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah atau kebutuhan dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/ masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/ segera. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, secara kolaborasi atau bersifat rujukan (Varney, 2004). Antisipasi yang dilakukan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini yaitu dengan menaikkan insidensi bedah cesar dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis (Manuaba, 2008). e. Rencana Tindakan
Tahap ini merupakan tahap penyusunan rencana asuhan kebidanan secara menyeluruh dengan tepat dan berdasarkan
keputusan
yang
dibuat
pada
langkah
sebelumnya. Rencana tindakan yang dapat dilakukan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini adalah sebagai berikut: 1) Memantau suhu, nadi dan DJJ setiap 4 jam (Varney, 2009). 2) Evaluasi nyeri tekan uterus setiap hari (Varney, 2009). 3) Hitung sel darah putih dengan hitung jenis setiap hari
atau setiap dua hari (Varney, 2009). 4) Apabila muncul tanda atau gejala koriamnionitis
segera berkonsultasi dengan dokter (Varney, 2009). 5) Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur. 26
6) Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan pada
selang waktu 6 jam sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan. 7) Pada usia kehamilan 24 sampai 32 minggu saat berat
janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan. Jika persalinan menuju ke prematur maka dilakukan seksio sesaria. 8) Pemeriksaan USG untuk mengukur distansia biparietal
dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan
pemeriksaan
kematangan
paru
melalui
perbandingan. f. Pelaksanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang
telah
diuraikan
pada
langkah
kelima
dilaksanakan secara efisien dan aman. Yang bidan dilaksanakan oleh semua bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya (Varney, 2004). Pelaksanaan dikerjakan sesuai dengan rencana asuhan yang telah dibuat. g. Evaluasi
Pada langkah ini keefektifan dari asuhan yang telah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan di dalam diagnosa dan masalah (Varney, 2004). Evaluasi pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini yaitu: 1) Infeksi tidak terjadi dan tanda-tanda vital sign dalam
batas normal (Saifuddin, 2002). 2) Ibu dan bayinya selamat (Ida Ayu, 2010). 3) Persalinan dapat berjalan dan berhasil dengan baik
(Ida Ayu, 2010). Data Perkembangan (SOAP) Menurut Varney (2004), pendokumentasian data perkembangan asuhan kebidanan yang telah dilaksanakan menggunakan SOAP yaitu: 27
S : Subyektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa. O : Obyektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment. A : Assessment Menggambarkan
pendokumentasian
interpretasi
subyektif
data
dan
hasil
obyektif
analisa dalam
dan suatu
identifikasi meliputi diagnosa/ masalah serta antisipasi masalah potensial. P : Planning Menggunakan
pendokumentasian
dari
perencanaan
dan
evaluasi berdasarkan assesment.
C. Landasan Hukum
Sebagai seorang bidan dalam memberikan asuhan harus berdasarkan
aturan
atau
hukum
yang
berlaku,
sehingga
penyimpangan terhadap hukum (mal praktik) dapat dihindarkan dalam memberikan asuhan kebidanan dengan ketuban pecah dini, landasan hukum yang digunakan di antaranya: 1. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
(Permenkes)
Nomor 1464/ Menkes/ Per/ X/ 2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi: a. Kewenangan normal: 1) Pelayanan kesehatan ibu 2) Pelayanan kesehatan anak 3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana b. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah c. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah
yang tidak memiliki dokter. 2. Standar Pelayanan Kebidanan – Standar No. 16 28
Sebagai seorang bidan harus bisa mengenali cara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, tujuan dari dilakukannya standar ini adalah mengenali dan melakukan tindakan secara tepat dan cepat perdarahan, serta melakukan pertolongan pertama dan melakukan rujukan secara dini ke tempat yang memadai (RS atau Puskesmas) (IBI, 2005). 3. Kompetensi Bidan Indonesia, Tahun 2003 Selain itu sebagai seorang bidan juga harus mempunyai kompetensi dalam memberikan asuhan kebidanan. Kompetensi bidan yang sesuai dengan kasus ini adalah kompetensi bidan ke-3, yaitu bidan memberikan asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama hamil yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari kasus tertentu (Sofyan, 2006).
29
30
BAB 3 PENUTUP A. Kesimpulan
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan atau sebelum inpartu pada pembukaan < 4 cm (Fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan (Joseph, 2010). KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan Respiration Dystress Syndrome (RDS) (Nugroho, 2010). Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelolah ketuban pecah dini akan membawa akibat meningkatnya angka morbilditas dan mortalitas ibu maupun bayi. Penatalaksanaan ketuban pecah dini masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan. Kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah cesar dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikan insidensi chorioamnionitis (Nugroho, 2010). B. Saran 1. Bagi Bidan
Bidan dapat lebih mengindentifikasi tanda-tanda ketuban pecah dini sehingga dapat melakukan antisipasi atau tindakan segera, merencanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas degan ketuban pecah dini. 2. Bagi RSUD
Disarankan agar Rumah sakit dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini secara optimal melalui penanganan yang cepat dan tepat 3. Pendidikan
Diharapkan dengan mengetahui permasalahan yang timbul 42
pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini ini ,dapat lebih meningkatkan ilmu pengetahuan, dalam menangani khususnya Ibu bersalin dengan ketuban pecah dini 4. Bagi Pasien a.
Perlu pemahaman tentang tanda bahaya ketuban pecah dini
b.
Ibu diharapkan segera memeriksakan diri ke tempat
pelayanan kesehatan setempat jika ibu mengalami tanda dan gejala ketuban pecah dini.
43
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, H. S. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Media. Ambarwati, E. R. 2008. Asuhan Kebidanan Nifas.Yogyakarta: Nuha Medika. Budiarto, E. 2003. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. hlm. 309.
Elzahra, A. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ketuban Pecah
Dini.
Available
online
at:
http://thynha.blogspot.com/2012/12/asuhan- keperawatan-padanys-dengan.html. Diakses tanggal 6 Maret 2013.
Farrer, H. 2003. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Hakimi, 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia Medica: Yogyakarta.
Henderson, C. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
Ida Ayu, C. M. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.
Joseph, H. K. 2010. Catatan Kuliah: Ginekologi & Obstetri (Obsgyn). Suha Medica: Yogyakarta.
Kusmiyati, Y. 2008. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya. Mansjoer, A. dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Manuaba, 2007. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
. 2008. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar, R. 2003. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. 44
Notoatmodjo, S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, T. 2010. Buku Ajar: Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Suha Medica: Yogyakarta
45
46