FROZEN SHOULDER Ade Rizky Amalia, Benny Murtaza
A. PENDAHULUAN Anggota gerak atas memiliki keterlibatan yang sangat tinggi dalam semua aktifitas. Tangan dan lengan sebagai peran utama, sehingga bila ada gangguan tentu akan mengganggu mobilitas dan kegiatan manusia. Kegiatan dasar berupa gerak adalah kebutuhan dan tuntukan manusia terutama dalam era globalisasi seperti sekarang. Seluruh aktifitas yang dilakukan sehari-hari banyak bergantung terutama pada fungsi anggota gerak atas. American Shoulder dan Elbow Surgeons mendefinisikan frozen shoulder sebagai kondisi etiologi yang ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dari gerak aktif dan pasif bahu yang terjadi karena kerusakan jaringan dalam.1 Frozen shoulder disebut juga dengan adhesiva capsulitis. Adhesiva capsulitis adalah perlengketan kapsul sendi bahu dan terjadi inflamasi yang menyebabkan keterbatasan gerak pada bahu. Frozen shoulder pertama kali dijelaskan sebagai periartritis keterlibatan jaringan lunak periartikuler bahu oleh Duplay pada tahun 1872. Codman menciptakan istilah “Frozen Shoulder” pada tahun 1934. Codman menyatakan bahwa frozen shoulder “sulit untuk didefinisikan, sulit untuk diterapi dan sulit untuk dijelaskan”. J.S. Naviaser menciptakan istilah “Adhesive Capsulitis” pada tahun 1945. Dia menemukan adanya adhesi yang tebal dan kontraktur pada kapsul sehingga menyebabkan keterbatasan gerak, nyeri intraartikuler dan ditemukan bukti mikroskopik reparasi perubahan inflamasi pada kapsul sendi glenohumeral. 2,3 Frozen shoulder menyerang 2% dari polulasi antara usia 40-60 tahun dan perbandingan jumlah kasus pada wanita lebih banyak. Prevalensi dari kasus frozen shoulder diperkirakan 2-5% dari populasi general dan resiko meningkat pada bahu yang tidak dominan. Studi mengatakan 40% pasien mengalami nyeri sedang selama kurang lebih 2-3 tahun dan 15% dari kasus tersebut memiliki disabilitas jangka panjang.1,2,3
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI Frozen Shoulder (adhesive capsulitis) adalah suatu kondisi pada sendi glenohumeral yang terbatas Range of Motion (ROM) baik aktif maupun pasif seperti gerakan eksternal rotasi dan abduksi yang paling sering terbatas jika dilakukan pada penderita frozen shoudler yang diikuti dengan keterbatasan gerak internal rotasi dan flexi sedangkan gerakan ekstensi relatif bebas.1,4 Frozen shoulder adalah istilah awam yang dalam istilah kedokteran dikenal
dengan
Adhesive
Capsulitis.
Istilah
adhesive
capsulitis
menggambarkan bahwa terjadi adhesi dan inflamasi yang menyebabkan terbatasnya gerak pada bahu. Meskipun kondisi ini sering terjadi, tetapi masih belum diketahui dengan pasti apa penyebabnya.5
B. ANATOMI Shoulder Joint (articulatio glenohumerale) Tipe articuluc ini adalah ball and socket, mempunyai gerakan yang sangat luas. Dibentuk oleh caput humeri dengan cavitas glenoidalis, dilengkapi dengan labrum glenoidale (suatu fibrocartilago yang berbentuk cincin). Capsula articularis melekat pada tepi labrum glenoidale, dan di pihak humerus pada tepi caput humeri, kecuali dibagian inferior perlekatannya berada 2-3 cm di caudalis dari tepi permukaan persendian. Capsula articularis ini longgar sehingga memungkinkan gerakan menjadi luas (tampak jelas pada posisi adduksi humerus). Bagian anterior dari capsula articularis
menebal dan
membentuk Ligamentum glenuhumeral.2,6 Caput
longum
m.biceps
brachii
berjalan
didalam
sulcus
intertubercularis, dan menembusi capsula articularis.6 Ligamentum coracohumerale suatu ligamentum extrascapularis, berjalan ke arah lateral dari prosesus coracoideus dan bercampur dengan bagian cranialis capsula articularis beserta dengan tendo m. Supraspinatus,
2
mengadakan perlekatan pada tuberculum majus et minus. Ligamentum ini menghalangi gerakan rotasi lateral dan adduksi.6
Gambar 1. Ligamentum pada shoulder7 Pada umumnya kekuatan suatu articulus ditentukan oleh bentuk tulang, ligamenta dan otot-otot; pada articulus humeri terutama tergantung dari otot.6 Otot-otot yang berada disekitar articulatio humeri terdiri dari otot-otot bertendo panjang, berperan untuk gerakan, dan yang bertendo pendek dengan fungsi utamanya mempertahankan caput articulare agar tetap berada didalam cavitas articularisnya. Keadaan ini dibantu oleh arcus coraco-acromialis yang menghalangi dislokasi humerus kearah cranialis. Arcus coraco-acromialis dibentuk oleh
prosesus coracoideus, ligamentum coraco-acromiale dan
acromion. Ligamentum coraco-acromiale berbentuk segitiga dengan apexnya melekat pada ujung acromion disebelah anterior articulatio acromioclavicularis dan basisnya melekat pada tepi lateral prosesus coracoideus.6 Diantara acrmion dan tendo
m.supraspinatus terdapat bursa
subacromiali, yang meluas ke caudal dan berada diantara m.deltoideus dan tuberculum majus humeri. Bursa ini sama-sama dengan arcus coracoacromialis menghalangi dislokasi humerus ke arah cranialis.6
3
Ada empat buah
otot yang tendo-tendonya memperkuat capsula
articularis, membentuk Rotator Cuff terdiri dari, (1) m.supraspinatus disebelah cranial, (2) m.infraspinatus, (3) m.teres minor, kedua otot terakhir ini berada dibagian dorsal, dan, (4) m.subscapularis, berada disebelah ventral.6,7
Gambar 2. Articulatio glenohumeral7
Berikut otot-otot pada shoulder; Otot
Origo
Insersio
Inervasi
Fungsi utama
Levator
Proc.
Nervus
Elevasi
scapulae
Transversus
dorsal
scapula dan
pada C1-C4
scapula dan cervical (C3 dan C4)
4
Gambar 3. Otot yang berhubungan dengan articulatio glenohumeral6
5
Inervasi Shoulder Capsula articularis dipersarafi oleh cabang-cabang dari nervus axillaries, nervus musculocutaneus dan nervus supraclavicularis, yang ketigatiganya mengikuti Hilton’ law (= suatu saraf yang melayani persendian, memberi percabangannya kepada kulit yang menutupi articulus tersebut serta memberi ramus muscularisnya kepada otot-otot yang bekerja pada articulus yang bersangkutan).6
C. EPIDEMIOLOGI Frozen shoulder primer sering terjadi pada wanita berusia 40-60 tahun. Rata-rata 2%-5% dari populasi sering terjadi pada bahu yang non-dominan, gejala akan timbul pada bahu kontralateral 20%-30% kasus. Frozen shoulder berhubungan dengan penyakit endokrin (yang tersering adalah diabetes dan penyakit tyroid), penyakit kardiovaskular dan orang yang mendapatkan terapi kanker payudara.2,8 Frozen shoulder paling sering berhubungan dengan penyakit sistemik dan non-sistemik. Sejauh ini, sering berhubungan dengan kondisi co-morbid diabetes melitus dengan insiden 10-36%. Penyakit co-morbid lainnya termasuk hipertiroid, hipotiroid, hipoadrenalis, penyakit parkinson, penyakit jantung, penyakit paru, stroke dan bahkan prosedur operasi yang tidak melibatkan bahu seperti operasi jantung, kateterisasi jantung, neurosurgery, radical neck dissection.3,9
D. ETIOLOGI Mekanisme penyebab frozen shoulder masih belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, apa yang diketahui adalah faktor risiko terbesar untuk penyakit ini. Frozen shoulder lebih sering terkena pada usia >40 tahun, perempuan dan lebih sering prevalensinya pada diabetes melitus (10-20% pada penderita diabetes) dan penderita stroke, penyakit tiroid, recent surgery atau parkinson disease.4,5 Terdapat 2 klasifikasi Frozen shoulder:4,5
6
1. Frozen shoulder primer (idiopatik) 2. Frozen shoulder sekunder. Terjadi akibat cedera, operasi dan penyakit.
E. PATOFISIOLOGI Pada frozen shoulder patofisiologinya terjadi kekakuan pada kapsul sendinya. Dimana bila terjadi gangguan pada kapsul sendinya maka keterbatasan gerak yang terjadi adalah pola kapsuler. Pola kapsuler pada bahu adalah external rotasi lebih terbatas daripada abduksi lebih terbatas dari internal rotasi. Salah satu gerakan yang terhambat adalah abduksi shoulder dimana pada gerakan abduksi tersebut terjadi gerakan atrhrokinematik berupa tranlasi ke kaudal.1,10 Pola non-kapsular keterbatasan ROM tidak hanya terjadi pada gerakangerakan tertentu pada sendi bahu. Besar kemungkinan keterbatasan sendi dalam pola non-kapsular digambarkan dengan aktualitas, dimana aktualitas merupakan derajat keluhan pada saat pemeriksaan dalam keadaan nyata yang menunjukkan aktivitas dari proses patologis terjadi.1 Pada kasus frozen shoulder kapsul artikularis glenohumeral mengalami perubahan : mengalami synovitis atau peradangan maupun degenerasi pada cairan synovium pada sekitar kapsul sendi dan mengakibatkan reaksi fibrosus, kontraktur ligamen coracohumeral, penebalan ligamen superior glenohumeral, penebalan ligamen superior glenohumeral, penebalan ligamen inferior glenohumeral, peningkatakn pada ressesus axilaris, dan pada kapsul sendi bagian posterior terjadi kontraktur sehingga yang khas pada kasus frozen shoulder adalah pola kapsuler. Perubahan patologi tersebut dikarenakan rusaknya jaringan lokal berupa inflamasi pada membran sinovial dan kapsul sendi glenohumeral yang membuat formasi adhesive sehingga menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi glenohumeral.1,8,10 Berikut beberapa kemungkinan hipotesisi Frozen Shoulder:1,9 1. Nyeri dan imobilisasi Pasien yang imobilisasi dan keterbatasan gerak karena nyeri. Terjadi proliferasi serat kolagen sehingga dapat meyebabkan penebalan dan
7
terbentuknya jaringan skar yang pendek pada bahu yang dapat mengganggu pergerakan bahu. 2. Degeneratif Hal ini sering terjadi pada pasien dengan usia lanjut, yang diduga karena proses degeneratif. Seperti yang terjadi pada wanita, terutama wanita postmenopause, terdapat beberapa faktor postmenopause yang berperan menyebabkan terjadinya frozen shoulder. 3. Insidensi periarthritis lebih sering pada pasien diabetes Frozen shoulder sekunder berkembang karena rasa nyeri atau imobilisasi diikuti dengan trauma atau operasi. Karena tidak adanya faktor penyebab yang diketahui maka digolongkan kedalam frozen shoulder primer. Frozen shoulder primer merupakan bentuk tersering dan diduga karena adanya gangguan autoimun.
Gambar xx. Gambaran arthroscopic synovitis pada shoulder11
F. GEJALA DAN TANDA KLINIS Terdapat dua klasifikasi frozen shoulder: (1) primer, yang idiopatik, atau (2) sekunder,
yang secara umum dapat terjadi karena trauma atau
imobilisasi. Frozen soulder primer umumnya memiliki gejala yang bertahap yang sulit diidentifikasi stadiumnya. Gejala-gejala ini dapat berkembang sedemikian lambat sehingga pasien tidak membutuhkan penanganan medis hingga Range of Motion pasien terbatas dan nyeri yang berlebihan menghambat aktifitas sehari-hari pasien. Bukan hal yang aneh bagi pasien untuk datang dengan keluhan nyeri pada bahu dan tidak menyadari adanya keterbatasan gerak. Ini tidak seperti pada frozen shoulder sekunder yang lebih 8
merasakan gejala-gejala pasca trauma, seperti ROM yang tidak membaik pasca trauma.9 Gejala frozen shoulder berkembang secara lambat. Secara bertahap, selama berbulan-bulan, pasien mengalami nyeri bahu. Nyeri tidak berhubungan dengan aktivitas fisik dan mungkin terjadi pada malam hari, mengganggu pola tidur normal. Keterbatasan gerak biasanya berkembang menggantikan gejala nyeri yang mengakibatkan kelumpuhan fungsional. Selama stadium frozen, pasien mengeluh kaku pada gerakan berputar. Pasien mungkin mengeluh kesulitan melakukan kebersihan rambut (seperti mencuci rambut dan merapikan rambut) atau mandi.8 Pasien dengan frozen shoulder berkembang melalui tiga fase yang tumpang tindih. Pada saat memeriksa sendi, kita dapat menggunakan kaidah dari Alan Apley yang merupakan guru dan pembicara orthopedi yang pupuler: “Look, Feel, Move”. (bmj3310) Look
: Inspeksi, dapat ditemukan atrofi ringan dari otot deltoid dan
supraspinatus. Feel
: Palpasi, nyeri tekan seluruh sendi glenohumeral.
Move
: Pada frozen shoulder hampir tidak bisa melakukan eksternal rotasi,
hal ini merupakan patognomonic dari frozen shoulder. Memastikan bahwa eksternal rotasi tidak bias digerakkan baik aktif maupun pasif itu sangat penting. Misalnya, jika eksternal rotasi mudah dibantu oleh dokter, hal ini dapat dipertimbangkan diagnosis lainnya seperti rotator cuff tear, yang mana penyakit ini membutuhkan terapi yang berbeda. Pada frozen shoulder, seluruh pergerakkan terbatas, dan adapun jika ada gerakkan, biasanya terjadi karena sendi thorakoskapular.
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan frozen shoulder terjadi keterbatasan gerak baik aktif maupun pasif. Keterbatasan gerakan berputar terjadi secara tak terduga, diikuti dengan keterbatasan gerak seluruh arah.8 Terdapat tiga fase gejala klinis Frozen Shoulder:1,5 1. Fase Freezing/Painful
9
Terjadi selama 3-9 bulan yaitu rasa nyeri dan kaku pada bahu tanpa adanya riwayat trauma, yang memburuk pada malam hari. Merupakan karakteristik dari akut sinovitis artikulatio glenohumeral. 2. Fase Frozen/tarnsisional Selama 4-12 bulan yang menyebabkan kesulitan dalam beraktifitas namun sakit mulai menurun walaupun masih terdapat kekakuan otot. 3. Fase Thawing Adalah masa pemulihan pada 12-24 bulan fungsi bahu kemabali atau mendekati normal.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan untuk menegakkan diagnosa blow-out fracture adalah CT Scan kepala dengan potongan coronal dan sagital. Hasil CT Scan dapat memperlihatkan tulang yang mengalami fraktur, ukuran fraktur dan keterlibatan otot ekstraokular. (15)
H. DIAGNOSIS BANDING Trauma orbita umumnya memiliki gejala klinis yang mirip sehingga blow
out
fracture
harus
dapat
dibedakan
dari
fraktur
lainnya.
Zygomaticomaxillary complex fracture (ZMC) dan Naso-orbito-ethmoidal fracture (NOE) merupakan fraktur orbita selain blow out fracture yang sering terjadi. Zygomaticomaxillary complex fracture (ZMC) merupakan fraktur yang melibatkan tulang zigoma dan maksila. Manifestasi klinis ZMC adalah depresi lengkungan zigoma, nyeri, hematom periorbital, epistaksis, perdarahan sub konjungtiva dan ekimosis kulit sekitarnya. (19)
I.
DIAGNOSIS Diagnosis dari blow-out fracture ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penderita memiliki riwayat mata terkena benturan benda yang biasanya berdiameter lebih besar daripada
10
lingkaran mata, misalnya bola tenis, dashboard mobil atau terkena pukulan tinju. Penderita juga mengeluh nyeri intraokular, mati rasa pada area tertentu di wajah, tidak mampu menggerakkan bola mata, melihat ganda bahkan kebutaan. (15)
J.
PENATALAKSANAAN Evaluasi ABC (airway, breathing and circulation) selalu dilakukan pada setiap kasus trauma wajah karena trauma pada daerah wajah sangat potensial menyebabkan gangguan ABC. Pengamanan ABC harus dilaksanakan segera setelah pasien datang. Pemeriksaan dan penatalaksanaan trauma awal dilaksanakan setelah ABC pasien terkendali. (20)
K. KOMPLIKASI Komplikasi dapat terjadi akibat trauma awal maupun terapi pembedahan. Komplikasi dari operasi blow-out fracture adalah penurunan tajam penglihatan atau kebutaan, diplopia, undercorrection / overcorrection dari enophtalmus, retraksi palpebra inferior, hipoesthesia nervus infraorbita, infeksi, ekstrusi implan, lymphedema dan kerusakan sistem aliran air mata. (10,15)
L. PROGNOSIS Prognosis umumnya baik, bila dilakukan penatalaksanaan yang tepat. Visus umumnya baik pasca pembedahan blow-out fracture, kecuali jika terdapat komplikasi saat pembedahan, misalnya terkenanya saraf optik. Tindakan yang dilakukan dengan hati-hati disertai pemahaman struktur anatomis yang baik akan memberikan hasil yang baik, meskipun tidak dapat mengembalikan struktur yang normal seperti sebelum trauma, namun tidak memperburuk kondisi pasien, terutama fungsi penglihatan. (19)
11
DAFTAR PUSTAKA
1.
Suharti, A., Sunandi, R., Abdullah, F. 2018. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Frozen Shoulder Sinistra Terkait Hiperintensitas Labrum Posterior Superior di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Jurnal vokasi Indonesia. 6/1 (2018). 51-65
2.
Kazemi, M. 2000. Adhesive Capsulitis: a case report. Assistant Clinical Profesor, Canadian Memorial Chiropractic College:JCCA
3.
Dias, R., Cutts, S., Massoud, S. 2005. Clinical review: Frozen Shoulder. Vol 331. Bmj.com
4.
Mohanty, PP. 20--. Adhesive Capsulitis. Departement of Physiotheraphy
5.
Morgan, WE & Potthoff, S. 20--. Managing The Frozen Shoulder. Walter Reed National Military Medical Center
6.
__________. 2013. Buku Ajar: Anatomi Biomedik I. Edisi 3. Fakultas Kedokteran: Universitas Hasanuddin
7.
Doker, RL., et al. 2010. Gray’s Atlas of Anatomy. Mouood Medicine; Kashan
8.
Bernstein, J. 2019. Adhesive Capsulitis in Musculoskleletal Medicine for Medical Students. Version 4
9.
Manske, RC & Pohaska, D. 2008. Diagnosis and Management of Adhesive Capsulitis. Open Acces; Curr Rev Musculoskelet Med 1;180-189
12
10. Yuan, X., Zhang, ZZ., Li, J. 2017. Pathophysiology of Adhesive Capsulitis of Shoulder and The Physiological Effects of Hyaluronan. European Journal of Inflammation. p239-243 11. Baratto, A. 2013. Adhesive Capsulitis; “Frozen Shoulder”. CTTC Los Angles 12. 13. Tank, PW. 2005. Giant’s Dissector. 13th Edition.
13