Morbili.docx

  • Uploaded by: Ulilta Muktadira
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Morbili.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,452
  • Pages: 14
MORBILI Fandah Hasmiati Dahlan, Hasnia Bombang

I.

Pendahuluan Penyakit infeksi sangat mudah menular diantara sesama anak-anak.

Bencana pada masa lalu seperti difteri dan polio, saat ini telah menghilang dari banyak negara. Meskipun demikian penyakit infeksi lain seperti infeksi pernafasan akut, gastroenteritis dan demam infeksius masih menjadi masalah yang berperan besar pada penyakit anak. Infeksi yang mungkin terjadi ketika anak mulai bergaul dengan anak-anak yang lain, seperti di taman kanak-kanak kelompok bermain atau sekolah dasar. Anak tersebut dapat membawa penyakit tersebut kerumah dan menularkan pada adiknya. Biasanya demam infeksius didiagnosis oleh ibu, dengan keadaan anak yang sakit ringan dan dapat dirawat dirumah.1 Campak merupakan suatu penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh virus. Campak disebut juga rubeola, morbili atau measles. Penyakit ini ditandai dengan gejala awal demam, batuk pilek dan konjungtivitis yang kemudian diikuti bercak kemerahan pada kulit (rash). Campak biasanya menyerang anak-anak dengan derajat ringan sampai sedang. Penyakit ini dapat menimbulkan gejala sisa kerusakan neurologis akibat perdarahan otak (ensefalitis).2

Di negara yang sedang berkembang campak menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Di negara tersebut campak menyerang anak-anak yang lebih muda dibandingkan dengan yang terjadi di UK. Angka kasus campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi. Skitar 3000-4000 pertahun. Penyakit ini paling banyak ditemui pada balita usia <1bulan, lalu kelompok usia 1-4 tahun, dan usia 5-14 tahun. Komplikasi yang sering timbul adalah komplikasi pernapasan terutama bronkopneumoni dan otitis media. Pada anak dengan malnutrisi dapat menimbulkan gejal campak yang lebih berat. Kelompok lain yang rentanterhadap campak berat adalah anak-anak dengan penurunan system kekebalan tubuh. Angka kematian campak berhubungan langsung dengan kondisi social ekonomi, dan ada korelasi yang erat dengan distribusi terjadinya kwasiorkor. Pada anak-anak kecil yang rentan, campak itu sendiri dapat menurunkan berat badan. Oleh karena itu, hidrasi dan nutrisi anak selama perjalanan penyakit dan masa penyembuhan penting untuk dipertahankan. 1,2 II.

Definisi Campak adalah penyakit akut yang sangat menular disebabakan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai cirri khusus. (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan lengan dan kaki ruam timbul

dnegan didahului suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.3 III.

Epidemologi Campak merupakan penyakit endemic di banyak negara terutama di negara berkembang. Angka kesakitan diseluruh dunia mencapai 5-10 kasus per 10.000 dengan jumlah kematian 1-3 kasus per 1000 orang. Di Indonesia campak masih menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit utama pada bayi dan anak balita (1-4 tahun). Angka kesakitan campak di Indonesia tercatat 30.000 kasus per tahun, meskipun kenyataannya hampir semua anak setelah usia balita pernah terserang campak. Dilaporkan 114 KLB di 21 provinsi dengan total jumlah kasus sebanyak 2.408 penderita. Terdapat pola penurunan kasus di awal Januari, kemudian meningkat pada bulan September dan terus menurun sampai Desember 2007. Provinsi Gorontalo merupakan provinsi terbanyak mengalami KLB campak dengan 22 KLB, disusul dengan provinsi Sulawesi Tengah 19 KLB Sebelum penggunaan vaksin campak, di Amerika Serikat usia tersering terknea campak adalah 9 tahun. Sednagkan pada negara berkembang 45% kasus terjadi usia sebelum 9 tahun. Penyakit ini biasanya menyerang anak yang berusia 5-10 tahun. Setelah masa imunisasi (tahun 1977) campak sering menyerang anak usai remaja dan orang dewasa muda yang tidak mendapat vaksinasi sewaktu kecil, atau mereka yang diimunisasi pada saat usianya lebih dari 15 bulan. Penelitian di rumah sakit selama tahun 1984-1988 melaporkan bahwa campak paling banyak terjadi pada usia balita dengan

kelompok tertinggi pada usia 2 tahun (20,3%) diikuti oleh bayi (17,6%) anak usia 1 tahun (15,2%), usia 3 tahun (12,3%) dan usia 4 tahun (8,2%). Angka kematian campak terus menurun dari waktu kewaktu. Keberhasilan pencegahan penyakit campak dengan cara imunisasi sudah banyak terbukti dengan menurunnya angka kesakitan dan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit ini. Cakupan imunisasi campak pada tingkat nasional sudah cukup tinggi, mencapai 90%. Menurut laporan balitbangkes di sukabumi tahun 1982, CFR tampak sebesar 0,64% dan dibanyak provinsi ditemukan CFR antara 0,76-1,4%. 4,5 IV.

Etiologi Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam secret nasofaring dan darah selam masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercakbercak. Cara penularan dengan droplet dan kontak.

V.

Pathogenesis Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secra droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejal klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Virus masuk kedalam limfatik local, bebas maupun berhubungan dengan sel mononukear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Disini virus memeprbanyak diri dengan sangat perlahan dan mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limfa. Pada hari ke 5-6 setealh infeksi awal terbentuklah focus infeksi yaitu ketika virus masuk ke pembuluh darah dan

menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung kemih dan usus. Pada hari ke 9-10, focus infeksi yang berada di saluran napas dan konjungtiva akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu smapai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sitem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk, pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada system saluran nafas diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulserasi kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik, ayng dapat menajdi tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.3 VI.

Gejala klinis Virus campak mudah menularkan penyakit. Virulensinya sangat tinggi terutama pada anak yang rentan dengan kontak keluarga sehingga 90% anak yang rentan akan tertular. Masa inkubasi campak adalah 14-21 hari. Dengan masa penularan 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari timbulnya erupsi dengan cara penularannya melalui droplet. Gejala penyakit campak dikategorikan dalam tiga stadium. a) Masa prodromal (2-4 hari). Demam tinggi terus menerus (≥38,50 C) yang disertai batuk, pilek, faring hiperemis dan nyeri menelan. Stomatitis, serta mata merah (konjungtivitis) dan fotofobia. Tanda patognomik ialah eritema mukosa pipi didepan molar tiga yang disebut sebagai bercak koplik. Kadang-kadang stadium ini disertai juga dengan diare.

b) Stadium erupsi. Pada demam hari ke-4 atau 5, muncul ruam makulopapular, didahului oleh peningkatan suhu dari sebelumnya. Ruam secara bertahap muncul dari batas rambut dibelakang telinga, lalu menyebar kewajah, dan akhirnya ke estremitas. Ruam tersebut bertahan selama 5-6 hari. c) Stadium penyembuhan. Setelah 3 hari, ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam akan menjadi kehitan (hipopigmentasi) dan mengelupas. Serta baru akan menghilang setelah 12 minggu. Penderita campak sangat infeksius sejak 1-2 hari sebelum stadium prodromal, hingga 4 hari setelah ruam menghilang.6 VII.

Diagnosis7 1. Anamnesis a. Adanya demam tinggi terus menerus 38,50C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan mata merah dan silai bila terkena cahaya (fotofobia) seringkali diikuti diare b. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit. Didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula pada saat ini dapat mengalami kejang c. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak mengalami sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan.

2. Pemeriksaan fisis a. Demam yang diikuti batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis dan konjungtivitis. Tanda patognomik yang disebut bercak koplik b. Ruam yang bertahan selama 5-6 hari, dimulai dari batas rambut belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher dan akhirnya ke ekstremitas. c. Ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu 3. Pemeriksaan penunjang a. Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri b. Pemeriksaan untuk komplikasi 

Ensefalopati dilakukan pemeriksaan cairan cerebrospinalis, kadar elektrolit darah dan analisa gas darah



Bronkopneumonia dilakukan foto dada dan analisa gas darah.

VIII. Diagnosis banding 1. German Measles. Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga. 2. Eksantema Subitum.

Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum (eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum tampak ketika demam menghilang. Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung untuk kurang mencolok daripada ruam campak, sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada banyak infeksi ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat.8

IX.

Pentalaksanaan Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifatt simtomatik, dengan pemberian

antipiretik

antitusif,

ekspektoran

dan

antikonvulsan

bila

diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit pasien perlu rawat inap. Dirumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi system pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebututan cairan dan diet yang memadai. vit min A 100.000 IU peroral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari. Apabila terdapat penyulit maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu: a. Bronkopneumonia Diberikan antibiotic ampisilin 100mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari intravena dalam

4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotic diberikan sampai tiga hari demam reda. b. Enteritis Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam keadaan dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis+dehidrasi c. Otitis media Seringkali disebabkan oleh infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotic kotrimoksazol-sulfometoksazol (TMP 4mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis) d. Ensefalopati Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk mengurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.3 X.

Komplikasi 1. Laringitis Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang 2. Bronkopneumonia Bronkopneumonia adalah komplikasi campak yang sering dijumpai (75,2%). yang sering disebabkan invasi bakteri sekunder, terutama

Pneumokokus, Stafilokokus, dan Hemophilus influenza. Pneumonia terjadi pada sekitar 6% dari kasus campak dan merupakan penyebab kematian paling sering pada penyakit campak 3. Kejang demam Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar 4. Ensefalitis Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbul ruam, dan sejumlah kecil pada periode pra-erupsi. Ensefalitis imptomatik timbul pada sekitar 1:1000. Diduga jika ensefalitis terjadi pada waktu awal penyakit maka invasi virus memainkan peranan besar, sedangkan ensefalitis yang timbul kemudian menggambarkan suatu reaksi imunologis. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi, juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan,

sedangkan

glukosa dalam batas normal. 5. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE) SSPE (Dawson’s disease) merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang disebabkan oleh infeksi oleh virus campak yang persisten,suatu penyulit lambat yang jarang terjadi. Semenjak penggunaan vaksin meluas, kejadian SSPE menjadi sangat jarang. Kemungkinan untuk

menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah campak adalah 0,62,2 per 100.000. Masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun. Sebagian besar antigen campak terdapat dalam badan inklusi dan sel otak yang terinfeksi, tetapi tidak ada partikel virus matur. Replikasi virus cacat karena kurangnya produksi satu atau lebih produk gen virus, seringkali adalah protein matrix. Keberadaan virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan SSPE menandakan kegagalan sistem imun untuk membersihkan infeksi virus. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku, iritabilitas dan penurunan intelektual yang progresif serta penurunan daya ingat, diikuti oleh inkoordinasi motorik, dan kejang yang umumnya bersifat mioklonik. Selanjutnya pasien menunjukkan gangguan mental yang lebih buruk, ketidakmampuan berjalan, kegagalan berbicara dengan komprehensi yang buruk, dysphagia, dapat juga terjadi kebutaan. Pada tahap akhir dari penyakit, pasien dapat tampak diam atau koma. Aktivitas elektrik di otak pada EEG menunjukkan perubahan yang progresif selama sakit yang khas untuk SSPE dan berhubungan dengan penurunan yang lambat dari fungsi sistem saraf pusat. Laboratorium : Peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum meningkat (1: 1280) 6. Otitis media Invasi virus ke telinga tengah umumya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri menjadi otitis media purulenta

7. Enteritis dan diare persisten Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Diare persisten bersifat protein losing enteropathy sehingga dapat memperburuk status gizi 8. Konjungtivitis Ditandai dengan mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis diperburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis yang dapat menyebabkan kebutaan. 9. Miokarditis 10. Hemorrhagic (black) measles 11. Reaktivasi atau memberatnya penyakit TB 12. Trombositopenia. XI.

Pencegahan Vaksin

hidup

campak

mencegah

terjadinya

infeksi

campak

dan

direkomendasikan sebagai vaksin MMR (measles, mumps dan rubella) untuk anak berusia 12-15 bulan dan 4-6 tahun. Vaksin MMRV (yang dikmbinasikan dengan vaksin varisella) merupakan vaksin alternative yang dapat diberikan pada anak 12 bulan-12 tahun. Dosis kedua MMR bukan merupakan dosis penguat (booster) tetapi ditujukan untuk mengurangi angka kegagalan vaksin

yang telah diberikan pertama kali, yaitu sebesar 5%. Kontraindikasi pemberian vaksin campak adalah kondisi imunokompromais akibat imunodefisiensi congenital, infeksi HIV berat, leukemia, limfoma, terapi kanker atau pemebrian terapi imunosupresif kmortikosteroid (>2mg/kghari Selma 14 hari), kehamilan, atau pernah memerima immunoglobulin (dalam jangka waktu 3-11 bulan, tergantung dosis yang diberikan). Vaksin MMR direkomendasikan

untuk

pasien

HIV

yang

tidak

memiliki

gejala

imunosupresif berat, pasien kanker anak yang sedang dalam remisi yang tidak menerima kemoterapi dalm waktu 3 bulan, anak yang tidak sedang dalam pengobatan terapi imunosupresan kortikosteroid pada bulan sebelumnya. Penderitan penyakit kronik atau penderita imunokompromais apabila di lingkungan keluarganya terdapat anggota keluarga yang terpajan campak harus menerima profilaksis pasca pajanan dengan vaksin campak, dalam waktu 72 jam setelah terjadinya pajanan, atau pemberian immunoglobulin dalm kurun waktu 6 hari setelah pajanan.9 XII.

Prognosis Pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan penyakit self limiting disease. 10

DAFTAR PUSTAKA 1

Infeksi tulang. Dalam: Peter C, editor. Mengenali pola foto-foto diagnostik. Jakarta: EGC; 2010. Hal. 139-143 1. Infeksi. Dalam: Hull D, Derek IJ, editor. Dasar-dasar pediatric.Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC; 2008. Hal. 90-93 2. Campak. Dalam: Widyono, editor. Penyakit tropis. Jakarta: Erlangga; 2011. Hal.88-91 3. Campak. Dalam: SUmarmo SPS, Herry G, Sri RSH, Hindra IS, editor. Buku ajar inferksi dan pediatric tropis. 2012 4. Measles. Dalam: Klaus W, Richard AJ, editor. Fitzpatrick color atlas and synopsis of clinical dermatology. Hal. 800-802 5. Subangkit. Kejadian luar biasa campak tahun 2007: CDK-191/ vol.39. no. 3.2012 6. Campak. Dalam: Novita S, Mulya RK, editor. Kapita selekta kedokteran. FK UI. 2014 7. Campak. Dalam: Antonius HP, Badriul H, Setyo H, et.all., editor. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter Indonesia. 2009 8. Morbili (campka, meales, Rubeola). Ilmu Kesehatan Anak. FK UI 9. Infeksi yang ditandai demam. Dalam: Karen JM, Robert MK, Hal BJ, et all., editor. Nelson ilmu kesehatan anak essensial. 10. Panduan praktis klinis bagi dokter di fassilitisa pelayanan kesehatan primer. PERMENKES NO. 5 tahun 2014

More Documents from "Ulilta Muktadira"