Essay Komunikasi Pembangunan.docx

  • Uploaded by: Isma Ardayanii
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Essay Komunikasi Pembangunan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 625
  • Pages: 2
Nama : Isma Ardayani NIM : 1601111130 Mata Kuliah : Komunikasi Pembangunan TEMA : Eksistensi Media Dalam Mengawal Pemerintahan Indonesia “Sejarah eksistensi Media di Indonesia” Menurut kamus online Merriam-Webster (2013), media sosial adalah bentuk kommunikasi elektronik dimana pengguna membangun komunitas online untuk berbagi informasi, ide, pesan-pesan personal dan konten lainnya (seperti video). Media sosial merupakan layanan yang didalamnya terdapat hiburan, layanan berkomunikasi, dan alat untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosial (Treem & Leonardi, 2012). Sebagai media yang mudah digunakan dan hemat biaya media sosial kemudian banyak digunakan oleh pemerintah untuk berinteraksi dengan masyarakat untuk menciptakan pemerintahan yang lebih terbuka, transparan, dan responsif terhadap kebituhan masyarakat. Sehingga erat sekali kaitannya antara penggunaan media sosial di masyarakat dengan perkembangan demokrasi di Indoensia Di Indonesia kebebasan pers diatur dalam undang-undang N0.40/1999 tentang pers dan UU No. 32/2004 tentang penyiaran yang menjamin kebebasan media dengan segala konsekuensinya. Selain itu, dalam koridor transparansi informasi yang mendukung kebebasan komunikasi maka UU No. 11 tentang informasi dan transaksi elektronik dan UU No. 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik dapat menjadi pedoman dalam kebebasan pers. Namun tentu kebebasan disini disyaratkan kebebasan yang bertanggungjawab. Maka Pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan harus mempraktekkan demokrasi secara nyata dalam pemerintahan yaitu adanya peran media yang bebas, indipenden dan memiliki kemandirian. Pada masa pemerintahan orde baru, pers Indonesia disebut pers pancasila yang cirinya adalah bebas dan bertanggungjawab namun dalam praktiknya, pers mendapat berbagai tekanan dari pemerintah. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintahan. Bila ada, maka media massa yang bersangkutana akan mendapat teguran keras yang mengancam penerbitannya. Segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan pemerintah melalui Departemen penerangan. Pada masa ini pers dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya. Sehingga pers tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai pendukung dan pembela masyarakat. Pada masa ini pers berada pada posisi terburuk dalam sejarahnya diindonesia. Sedangkan pada masa reformasi pers nasional bangkit dari keterpurukannya dan kran kebebasan pers dibuka lagi yang ditandai dengan berlakunya UU No.40 Tahun 1999. Berbagai kendala yang membuat pers nasional "terpasung", dilepaskan. SIUUP (surat izin usaha penerbitan pers) yang berlaku di Era Orde baru tidak diperlukan lagi, siapa pun dan kapan pun

dapat menerbitkan penerbitan pers tanpa persyaratan yang rumit. Dan juga Undang-undang No. 40 tahun 1999 plus Kode Etik Jurnalistik (KEJ), memberi kebebasan seluasnyaluasnya kepada para penulis untuk ber-krea-si melalui coretan pena wartawan, meskipun kritis, tapi tetap dalam koridor hukum dan kode etik yang telah ada. Pers dalam era reformasi tidak perlu takut kehilangan ijin penerbitan jika mengkritik pejabat, baik sipil maupun militer. Di zaman sekarang ini, media social adalah media baru yang paling sering digunakan oleh warga dizaman millenial ini. Ada berbagai jenis media sosial, seperti dunia virtual, blog, konten komunitas, dan jaringan sosial (Instagram, Facebook, Twiiter, Youtube). Orang dengan mudah mengakses informasi melalui smartphone yang dimilikinya. sehingga pengaruh globaliasi bisa sangat cepat masuk dan mempengaruhi persepsi publik. Media dalam mengawal demokrasi bisa menjadi sesuatu yang memiliki dua mata pisau, bisa sebagai pegawal demokrasi namun bisa juga mencedarai demokrasi karena adanya keraguan kredibilitas dari media. Terakhir media dianggap tidak punya tanggung jawab kepada publik yang dianalogikan seperti “kekuasaan tanpa tanggung jawab”, kritik yang terakhrir adalah independensi media kadang dipertanyakan karena adanya kondisi saling menguntungkan terjalin antara para professional media dan para aktor politik yang akhirnya pandangan-pandangan politik dan media massa dibatasi untuk bertindak megawasi demokrasi. Media bertransformasi menjadi anarki dan berpengaruh terhadap pembangunan demokrasi, 5 seperti yang terjadi pada saat pesta demokrasi di tahun 2014, mayoritas media menjadi kehilangan kenetralan dalam penyampaian informasi dalam kontestasi pemilu karena media dijadikan senjata oleh elit untuk kepentingan pemenangan calon tertentu sehingga terjadi pembohongan publik lewat data yang telah dimanipulasi. (Slamet, 2016). Media yang dianggap sebagai alat penguat demokrasi sering kali menghasilkan Bias politik yang terjadi melalui media massa sehingga menimbulkan keprihatinan yang semakin meningkat terkait hubungan media dan pemerintahan.

Related Documents

Komunikasi
May 2020 43
Komunikasi
June 2020 38
Komunikasi
May 2020 39
Komunikasi
August 2019 54
Komunikasi
July 2020 30

More Documents from ""