BAB I keberadaan Desa di Indonesia Negara Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945 yaitu negara kesatuan berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Indonesia terdiri atas beberapa daerah/wilayah provinsi dan setiap daerah/wilayah provinsi terdiri atas beberapa daerah kabupaten/kota. Desa dan kelurahan adalah satuan pemerintahan terendah dibawah pemerintah kabupaten/kota. Desa adalah dua satuan pemerintahan yang diberi hak otonomi adat sehingga merupakan badan hukum sedangkan kelurahan adalah satuan pemerintahan administrasi yang hanya merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah kabupaten/kota. Kelurahan bukan badan hukum melainkan hanya sebagai tempat beroperasinya pelayanan pemerintahan dari pemerintah kabupaten/kota wilayah kelurahan setempat. Sedangkan desa adalah wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai kesatuan masyarakat hukum (alat) yang berhak mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal usulnya. Kedudukan desa sangat penting baik sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan nasional ataupun sebagai lembaga yang memperkuat struktur pemerintahan negara Indonesia. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, desa merupakan agen pemenrintah terdepan yang dapat menjangkau kelompok sasaran riil yang hendak disejahterakan, sebagai lembaga pemerintahan, desa merupakan lembaga yang dapat memperkuat lembaga pemerintahan nasional karena sebagai kesatuan masyarakat hukum adat desa telah terbukti memiliki daya tahan luar biasa sepanjang keberadaannya. Sebagai lembaga pemerintahan, desa merupakan ujung tombak pemberian layanan kepada masyarakat. Sedangkan sebagai entitas kesatuan masyarakat hukum, desa merupakan basis sistem kemasyarakatan bangsa Indonesia yang sangat kokoh sehingga dapat menjadi landasan yang kuat bagi pengembangan sistem politik, ekonomi, sosial-budaya dan bahkan yang stabil dan dinamis. Desa adalah suatu wilayah yang ditinggali sejumlah orang yang saling mengenal, hidup gotong royong, memiliki adat istiadatnya yang relatif sama, dan mempunyai tata cara sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. Desa dihuni oleh masyarakat yang hidup dalam satu budaya yang relatif homogen. Mereka bermasyarakat secara rukun dan guyub. Karena itu disebut masyarakat paguyuban (grmeninschaft). Dalam konteks UU No 32 tahun 2004 tentang Pemda, desa dibedakan dengan kelurahan. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat yang diakui negara, sedangkan kelurahan adalah satuan administrasi pemerintahan dibawah kecamatan yang merupakan wilayah pelayanan administrasi dari kabupaten/kota.
1
Penduduk desa umumnya berasal dari satu keturunan (geneologi) sehingga mempunyai sistem kekerabatan yang erat. Mata pencaharian penduduknya umumnya pertanian dan perikanan. Wilayah perkotaan adalah wilayah yang berada di pusat ibukota kecamatan. Penduduknya umumnya imigran, mata pencaharian penduduknya umumnya diluar bidang pertanian: pedagang, PNS, profesional. Masyarakat desa yang dicirikan seperti itu disebut sebagai masyarakat yang bersifat komunal, hidup dalam kebersamaan. Masyarakat dengan ciri-ciri demikian disebut sebagai masyarakat, community. Maksudnya adalah kesatuan masyarakat yang terikat oleh tata cara tertentu yang mengatur perikehidupannya sendiri. Berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat kelurahan relatif mandiri dalam arti tidak terlalu terikat dengan adat istiadat yang berlaku sebagaimana diikuti oleh masyarakat desa pada umumnya. Mereka hidup secara otonom atau sendiri. Tidak seperti orang desa yang merasa satu ikatan persaudaraan dengan orang sedesa. Mereka pun memiliki mobilitas yang tinggi, suka pergi kemana-mana. Kehidupan bermasyarakat seperti itu disebut masyarakat patembayan (gesellschaft) (Bayu Surianingrat; 1992). Desa yang didalamnya terdapat kesatuan masyarakat tersebut kemudian dilegalkan melalui UU No. 32/2004 yang disebut sebagai masyarakat hukum (adat). Adapun kelurahan bukan merupakan kesatuan masyarakat hukum karena UU No.32/2004 tidak melegalkannya kesatuan masyarakat hukum. Keluarahan hanya wilayah pelayanan yaitu lurah, yang diberi tugas oleh Bupati/wali kota di bawah koordinasi camat. Para pakar mendefinisikan desa sebagai berikut : 1. Desa adalah suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis sosial ekonomis, politis, dan kultural yang terdapat disitu dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain. ( R. Bintarto 1968: 95 ). 2. Desa adalah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal, kebanyakan yang termasuk didalamnya hidup dari pertanian, dan sebagainya usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, kataat, dan kaidah-kaidah sosial. ( PJ. Bournen 1971: 19 ). 3. Desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu “badan hukum” adalah pula “Badan Pemerintahan” yang merupakan bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang melingkunginya. ( I. Nyoman Beratha 1982: 27 ). 4. Desa adalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya, memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat baik karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan keamanan, memiliki susunan pengurus yang terpilih bersama, memiliki dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. ( R.H Unang Soenardjo 1984; 11 ).
2
Berdasarkan penjelasan keempat penulis tersebut dapat ditarik suatu pemahaman desa adalah suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah penduduk yang saling mengenal atas dasar hubungan kekerabatan dan kepentingan politik, sosial, ekonomi dan keamanan yang dalam pertumbuhannya menjadi kesatuan masyarakat hukum berdasarkan adat sehingga atercipta ikatan lahir batin antara warganya. Desa sudah dikenal sejak zaman kerajaan Nusantara sebelum kedatanagan Belanda. Desa adalah wilayah yang mandiri di bawah taklukan kerajaan pusat. Tulisan pada prasasti Himad-Walandit menunjukkan bahwa desa pada zaman kerajaan Kediri-Jenggala memiliki status swatantera (otonomi). Berdasarkan prasasti dan piagam yang dikemukakan kemudian pada 1880 di Penanjangan Tengger, Jawa Timur; Bayu Surianingrat (1992: 18) menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Desa sebagai lembaga pemerintahan terendah telah ada sejak dahulu kala dan bukan impor dari luar indonesi, murni bersifat Indonesia. 2. Desa adalah tingkat yang berada langsung di bawah kerajaan. 3. Masyarakat indonesia sejak dahulu telah mengenal sistem-sistem pemerintahan di daerah dan sekarang menjadi hakekat dari asas-asas penyelenggaraan pemerintahan. 4. Terdapat jenis-jenis desa antara lain desa keramat, desa perdikan dengan hak-hak khusus.
Menurut Kern dan Van Den Berg, desa-desa di jawa dibentuk atas pengaruh orang Hindu, karena mempunyai kesamaan dengan desa-desa yang ditemukan di India. Artinya, sejak kedatangan orang Hindulah desa mulai ada. Dilihat dari asal usulnya desa dapat dilihat dari empat kategori: 1. Desa yang lahir, tumbuh, dan berkembang berdasarkan hubungan kekerabatan sehingga membentuk persekutuan hukum geneologis atau seketurunan. 2. Desa yang muncul karena adanya hubungan tinggal dekat sehingga membentuk persekutuan hukum teritorial. 3. Desa yang muncul karena adanya tujuan khusus seperti kebutuhan yang ditentukan oleh faktor-faktor ekologis. 4. Desa yang muncul karena adanya kebijakan dari atas seperti titah raja.
Bedasarkan letak topografinya, desa dapat diklasifikas menjadi tiga kelompok, desadesa pesisir khususnya yang mempunyai pelabuhan mempunyai fungsi politik dan ekonomi yang penting. Secara ekonomi kelompok desa ini menjadi tempat ekspor-impor barangbarang paerdagangan sedengkan politik merupakan tempat rawan yang sewaktu-waktu bisa dipakai musuh untuk menyerang kerajaan dari arah laut. Desa-desa dataran rendah merupakan gudang pangan untuk kebutuhan kerajaan maupun untuk di ekspor. Sementara itu, desa-desa pegunungan merupakan wilayah yang digunakan untuk pertahanan terakhir ketika kerajaan terdesak oleh musuh.
3
Desa-desa yang mempunyai perlakuan khusus dari raja yaitu : 1. Desa Perdikan Perdikan berasal dari kata merdeka, mahardika, artinya bebas, tidak terbelenggu. Desa perdikan dibebaskan dari membayar upeti kepada kerajaan karena tokoh pendirinya dinilai berjasa kepada kerajaan misalnya ikut mendirikan kerajaan. 2. Desa Mutihan Mutihan berasal dari kata putih. Diambil dari kain putuh yang biasa dipaki oleh warga desa sebagai serban, tutup kepala atau baju. Warga desa ini taat menjalankan agama yang disimbolkan dengan pakaian serba putih. 3. Desa Pakuncen Pakuncen berasal dari kata kunci, kuncen. Kuncen adalah pemegang kunci makam keramat/leluhur. Desa pakuncen terdapat makam keramat yang harus dihormati oleh raja dan masyarakat lainnya. 4. Desa Mijen Mijen berasal dari kata siji, ijen, atau satu. Desa ini awalnya tinggal seorang diri tokoh besar/ulama yang akhirnya menajadi guru atau penasihat raja.
BAB II Dari Self-Governing Community Menjadi Hukum Berbasis Asal-usul dan Adat Istiadat Sejarah perkembangan desa dimulai dari adanya seseorang yang mempunyai pengaruh besar sehingga dapat menggerakkan banyak orang untuk menjadi pengikut "orang besar" kemudian mengajak "para pengikutnya" membuka lautan atau jalan kosong untuk menjadikan pemukiman baru.mereka lali tinggal di wilayah tersebut yang kemudian disebut desa.kegiatan membuka lahan baru tersebut disebut bubak alas atau bubak yasa. umumnya,lahan yang di pilih untk dijadikan desa telah mempunyai syarat sebagai tempat yang bisa mendukung kehidupan warga desa yang akan menepatinya tersebut yaitu: jalan nya mencukupi untuk menjadikam tempat pemukiman,pusat pemerintah atau kerajaan,tanahnya relatif subur,ada sumber mata air,lahan atau potensi nya bisa menghasilkan mata pencaharian penduduk nya dan sumber pembiayaan pemerintahan desa. Setelah terbentuknya sang tokoh lali membentuk pemerintahan nya biasanya dia menjadi kepala desa pertama yang dibantu oleh keluarga nya. Umum nya susunan lembaga pemerintahannya terdiri dari kepala desa yang di bantu oleh petugas yang diperlukan yaitu petugas yang bertugas sebagai perairan,perkebunan, kerohanian,hubungan masyarakat, keamanan dan pelaksanaan tugas wilayah,di samping itu,juga di bentuk lembaga sesepi desa 4
yang waktu bubak Yasa yang merupakan orang orang tua desa dan penduduk spiritual. Sesepuh desa ini berfungsi sebagai penasehat kepala desa dan sumber legitimasi atas kebijakan yang di buat nya.mereka inilah orang orang pertama desa tersebut yang disebut sebagai dayang desa,yaitu orang orang desa yang memiliki kekuatan lebih dari orang orang biasa. Pada umumnya pengaturan sistem kemasyarakatan dibagi atas 3 pilar: 1.kerajaan perintahan
2.lahan
untuk
kepemilikan
pribadi
3.lahan
kepemilikan
komunal.
Kerajaan,pemerintah adalah pusat pemerintahan dimana elit desa di akui dan diberi hak hak istimewa oleh warga desa untuk mengatur hak hak desanya. Kerajaan diberi wewenang menciptakan hukum dan menegakkan demi keamanan,ketertiban dan ketentraman warga desa. Pengurus desa mendapatkan tanah
jabatan dan lungguh sebagai honor untuk
pengabdiannya.dalam mengatur dan mengurus masyarakat desa. Magang tani adalah proses yang dilakukan oleh seorang kepala keluarga untuk mendapatkan tanah komunal dengan cara membuktikan diri kepada desa melalui kerja bakti dan gotong royong membersihkan saluran air,membendung sungai,memperbaiki jalan dan tanggul,merawat masjid,merawat makam keramat, dan lain-lain.magang tani ini sangat menentukan bagi masyarakat yang bersangkutan untuk dapat atau tidak menerima giliran untuk mengarap tanah komunal yang telah kembali ke desa tadi,sebab kepala desa dan tani melebih jumlah petak tanah komunal yang tersedia. Model pengaturan sistem kemasyarakatan seperti dilukiskan tersebut disebut "selfgoverning community", masyarakat merupakan inisiatif sendiri tanpa campur tangan pihak manapun mengatur dan mengurus dirinya sendiri dengan mengembangkan sistem kelembagaan sendiri sehingga mampu mangatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi.komunitas seperti ini menjelma menjadi organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas wilayah,dihuni oleh sejumlah penduduk,dan mempunyai adat istiadat,untuk mengelola dirinya sendiri. Inilah yang disebut self-governing community. Dalam perkembangan selanjutnya, status masyarakat desa sebagai self-governing community tersebut oleh pemerintah oleh komunitas kolonial Belanda,di formalkan sebagai masyarakat hukum, melalui
"regeeringsreglement "1854
pasal 71 desa berkedudukan
sebagai "inladsnce gemeteen" yang berhak memilih kepala daerah (residen),kepala desa juga diberi hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya dengan memperhatikan peraturan peraturan yang keluar dari gubernur jendral atau dari kepala daerah (residen) . Yang dimaksud dengan pernyataan "desa merupakan suatu sistem sosial dengan lembaga sendiri" adalah bahwa desa memiliki lembaga politik,ekonomi,peradilan, lembaga 5
ekonomi,lembaga pendidikan,dan sosial budaya yang di kembangkan oleh masyarakatnya sendiri. Misalnya dalam lembaga politik masyarakat mempunyai kepala desa dan perangkat desa yang tata cara dan pengaturan tugas pokok serta fungsinya dikembangkan sendiri oleh masyarakatnya berdasarkan inisiatif mereka ,bukan merupakan instruksi dari pemerintahan atas nya. Pada lembaga ekonomi, desa memiliki sistem tanah komunal/ulayat yang pangaturannya dibuat sendiri. Kelembagaan masyarakat desa yang terus menerus dan Ajeng tersebut akhirnya menjadi adat istiadat, oleh karna itu para pakar menyebutkan bahwa desa telat menjadi satu kesatuan hukum adat karna lembaga yang dibuat dan di lakukan terus menerus dan akhirnya menjadi adat istiadat bagi masyarakat desa yang bersangkutan. Dengan memahami apa yang di uraikan oleh Van vollenhoven dan terr haar, maka yang di maksud dengan satu kesatuan hukum adat adalah suatu etintas masyarakat yang tertib dan teratur yang berdasarkan pada nilai-nilai komunal yang mengembangkan sendiri lembaga politik,ekonomi,peradilan,dan sosial budaya untuk mempertahankannya dan mengatur perikehidupannya. selanjutnya menurut teer haar bahwa masyarakat itu terdapat 3 faktor: 1. Masyarakat Teritorial. Masyarakat
hukum
terbentuk
karena
adanya
keterkaitan
Antara orang-orang yang ada di sana dengan tempat tinggalnya,artinya orang-orang yang berada di suatu
tempat berada adanya suatu ikatan dengan tempat yang di
tempatinya unsur-unsur yang menyatukan mereka yaitu unsur teritorial/wilayah yang di tempatinya. Masyarakat memiliki 3 bentuk :
Masyarakat Dusun Yaitu masyarakat yang merupakan himpunan orang-orang pada suatu daerah kecil biasanya meliputi perkampungan (pendukuhan) yang di dukung oleh seluruh pemuka masyarakat serta pusat kedudukan nua berada di daerah tersebut contohnya desa di Jawa, Bali, Aceh Gampong.
Masyarakat Wilayah Masyarakat wilayah adalah pengembangan dari beberapa dusun yang membentuk suatu masyarakat hukum yang lebih besar.
Masyarakat Federasi Atau Gabungan Dusun-Dusun Yaitu beberapa masyarakat dusun yang berdampingan membentuk suatu persekutuan yang membentuk untuk mengatur dan mengurus kepentingan secara bersama-sama.
6
2. Faktor Geologis Masyarakat hukum terbentuk karna adanya rasa merasa berasal dari suatu keturunan/trah. Dalam masyarakat hukum ini merupakan orang-orang komponen nya yang berasal dari keturunan/trah.
3. Faktor Campuran Masyarakat itu terbentuk karena adanya faktor teritorial dan geologisnya
Dalam penelitian nya di seluruh Nusantara Van vollenhoven menemukan bahwa penduduk Indonesia hidup dalam berbagai masyarakat hukum adat yang memiliki beberapa aspek khusus dengan struktur sosial yang berlainan, Van vollenhoven membagai masyarakat Indonesia dalam 19 bagian: 1. Aceh yang terdiri dari Aceh Besar, Aceh Barat, Sinkel dan Simeuluen 2. Gayo, Alasa, dan Batak yang meliputi a. Tapanuli Utara
Batak Pakpak
Batak Karo
Batak Simalungun
Batak Toba yang meliputi Samosir,Balige,Laguboti Lambun
b. Tapanuli Selatan
Padang Lawas
Angkola
Mandailing
Nias
c. Minang Kabau yang terdiri atas Padang, Agam, Tanah Datar, Lima Puluh Kota, Tanah Kampar, Kerinci, dan Mentawai. d. Sumatra Selatan yang meliputi e. Bengkulu f. Lampung yang terdiri atas Abang, Paminggir, Pubian. g. Palembang yang terdiri atas anak Lakitan, Jelma Daya. h. jambi yang terdiri atas daerah Batin Dan Penghulu. 7
i. Melayu yang terdiri dari Langga Riau, Indragiri, Sumatra Timur Dan Banjar. j. Bangka dan Belitung k. Kalimantan
yang
terdiri
atas
Dayak,
Kapuas
Hilir,
Kalimantan
Tenggara,Mahakam Hilir, Pasir, Dayak Kenyah, Dayak Klemanten, Dayak Landak Dan Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timai, Long Glatt, Dayak Manyanan Patai, Dayak Mayanan Siung l. Minahasa m. Gorontalo yang terdiri dari Bolang, Mingodou, Boeloang. n. Toraja yang terdiri atas Bare, Toraja Barat, Sivi, Kail, Tawali, Torajasa dan,To Mori,To Lainang. o. Sulawesi terdiri atas Bugis, Bone, Gowa, Laikang, Ponre, Mandar ,Makasar, Sealir dan Muna. p. Kepulauam Ternate terdiri atas Ternate, Todote, Halmahera, Tidore, dan kepulauan Sula. q. Maluku yang terdiri atas Ambon,Hire,Banda,Kepulauan Ulasar. r. Irian s. Kepulauan Timur yang terdiri atas pulau Timor-Timor,Timur Tengah dan Mollo,Sumbu Tengah Dan Sumbu Timur,Flores,Ngada,Rote. t. Bali dan Lombok yang terdiri atas tendangan pagrisingan, Kastala ,Karang Asem, Buleleng, Jembrangan, dan Sumbawa. u. Jawa Tengah terdiri atas Purworejo, Tulung Agung, Jawa timur,dan Madura. v. Solo dan Yogyakarta w. Jawa Barat yang terdiri atas Priangan, Sunda, Jakarta, Banten.
Menurut Teer Haar, desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum adat.masyrakat hukum adat dinyatakan sebagai kelompok kelompok teratur yang bersifat ajeg dengan pemerintah sendiri yang memiliki benda benda material maupun immaterial.ciri-ciri kesatuan masyarakat hukum adat adalah 1. Masyarakat merupakan kelompok kelompok teratur yang memiliki sifat ajeg dan normal tertentu yang terus menerus di jalan kan dan di kembangkan 2.
Masyarakat desa memiliki pemerintahan sendiri,yang pemerintahan dibentuk dan di pertahankan oleh Masyarakat sendiri 3.memiliki benda-benda baik yang berwujud maupun tidak.
8
Winarno mengatakan bahwa masyarakat masyarakat hukum adat yang berada di Jawa,marga di Sumatra Nagari di Minang kabau kuria di Tapanuli tengah,wanua di Sulawesi Selatan adalah kesatuan kesatuan bermasyarakat yang mempunyai kelengkapan kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri,yaitu mempunyai kesatuan hukum,kesatuam penguasa,dan kesatuan lingkungan hidup bersama atas tanah dan air bagi anggota nya.masyarakat hukum adat mempunyai hukum kekeluargaan dan sistem pemerintahan. Para ahli hukum adat (Surjono jatiaman,1995) menyebutkan ciri ciri masyarakat hukum adat atau persekutuan hukum adat Sebagi berikut: 1. Adanya ikatan atas persamaan ikatan daerah/wilayah tempat tinggal atau kesamaan nenek moyang/hubungan darah atau ikatan tempat atau hubungan darah 2. Mempunyai tata susunan pemerintahan yang tepat 3. Mempunyai harta benda baik material maupun imaterial 4. Mempunyai teritori atau wilayah yang berbatas batas diketahui oleh warga masyarakat setempat dan hukum adat yang ada di sana.
BAB III Otonomi Desa A. Periode Sebelum dan Sesudah IGO/IGOB Sebagai kesatuan masyarakat hukum adat desa memiliki lembaga-lembaga politik, ekonomi, peradilan, sosial-budaya, dan hankam yang dikembangkan sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik lahir maupun batin. Dan untuk menunjang kelangsungan hidup kesatuan masyarakat hukum tersebut desa mempunyai rumah tangga sendiri. Desa yang mempunyai kekayaan yang diatur sesuai dengan sistem kelembagaan yang dikembangkan sendiri. Desa mempunyai keadaan seperti itu disebut mempunyai rumah tangga sendiri, yaitu mempunyai wilayah yang hanya masyarakat desa bersangkutan boleh mengatur dan mengurus urusannya. Sebagai masyarakat hukum ( adat ) yang memiliki otonom maka desa merupakan subyek hukum. Taliziduhu Ndraga ( 1991:7-8) menjelaskan bahwa desa yang otonom adalah desa yang merupakan subyek hukum, artinya dapat melakukan tindakan-tindakan hukum. Tindakan-tindakan hukum yang dapat dilakukan antara lain:
9
1.
mengambil keputusan atau membuat peraturan yang dapat mengikat segenap warga desa atau pihak tertentu sepanjang menyangkut rumah tangganya
2.
Menjalankan pemerintahan desa
3.
Memilih kepala desa
4.
Memiliki harta benda dari kekayaan sendiri
5.
Memiliki tanah sendiri
6.
menggali dan menetapkan sumber-sumber keuangan sendiri
7.
menyusun APPKD ( anggaran pendapatan dan pengeluaran keuangan Desa )
8.
menyelenggarakan gotong royong
9.
Menyelenggarakan peradilan desa
10. Menyelenggarakan usaha lain demi kesejahteraan masyarakat desa Soetardjo telah menginventarisir dan menguraikan bentuk dan isi otonomi desa ini. Pertama, ontonomi dibidang ketentraman dan ketertiban masyarakat. Desa secara otonom mengatur sistem keamanan menyeluruh yang mencakup membuat dan memelihara gardu desa, penjagaan kelililng desa, penjagaan dirumah kepala desa, penjagaan atas keselamatan yayasan dan pengairan dan pembagian air, penjagaan di pelabuhan dan penyebrangan desa, dab penjagaan lumbung desa. Kedua, otonomi dilapangan pertanian/perternakan/perikanan. Desa memikul tanggung jawab atas tersedianya pangan bagi warganya. Untuk itu, Desa mengatur tanah komunal, menetapkan hak dan kewajiban kepada warganya yang mendapat giliran memakai tanah komunal tersebut, memelihara tanah pangonan, pengembalaan, memelihara dan mengatur sistem pengairan, memelihara pelabuhan air. Ketiga, otonomi dibidang kegamaan, bagi warga desa menciptakan harmoni antara mikrokosmos dan makrokosmos. Keempat, otonomi dibidang kesehatan rakyat. Desa mempunyai kewajiban menjaga kebersihan rumah dan lingkungan warganya dan lingkungan desa lainnya. Kelima, otonomi dibidang pengajaran. Pemerintah desa erkewajban mendata anak usia sekolah dan menyuruh orang tuanya memasukkan anaknya ke sekolah desa/sekolah rakyat.
Keenam,otonomi
dibidang
perkreditan.
Desa
mempunyai
hak
untuk
menyelenggarakan usaha perkreditan bagi arga desanya. Ketujuh, otonomi dibidang pasar desa, desa mempunyai hak untuk menyelenggarakan pasar desa. Aasar desa dikelola oleh desa sendiri. penghasilan dari pasar desa masuk ke kas desa yang selanjutnya dipakai untuk kesejahteraan dan pembangunan desa. Seduai dengan kondisi desa yang bersangkutan. 10
Disuatu desa bisa terdapat salah satu atau gabungan dari pasar-pasar desa pasar umum. Kedelapan, otonomi atas ha katas tanah, dsa mempunyai dua hak atas tanah: 1) hak yasan 2) hak komunal. Hak yasan adalah hak yang diberikan kepada seorang warganya untuk dmiliki secara perorangan. Antar hak ini yang bersangkutan bisa menjual atau memberikannya kepada orang lain, jadi hakyasan ini sama dengan hak milik. Hak ini desa untuk memiliki tanah desa secara tetap. Warga yang menerima hak ini hanya mempunyai hak menggarap, warga tiidak boleh menjualnya. Kepemilikannya sepenuhnya tetap ada pada desa. Setiap desa mempunyai tanah komunal yang pengaturannyasepenuhnya menjadi wewenang pemerintah desa yang bersangkutan. Kesembilan,otonomi dibidang gugur/gunung/kerja wajib/kerja bakti/gotong royong. Pemerintah desa mempunya hak untk mengarahkan warganya bekerja bakti utuk kepentingan desanya. Ini berkaitan dengan hak dan kewajiban system tanah komunal tersebut. Warga diberi hak untuk menggarap tanah milik desa yang hasilnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan diri dan keluarganya. Bersamaan dengan itu dengan itu ia mempunyai kewajiban terhadap desanya untuk berbakti dalam bentuk kerja wajib/ gotong royong. Oleh karena itu lembaga morawito menjadi instrument yang efektif bagi tegaknya otonomi desa. kesepuluh otonomi dibidang sinoman, biodo, atau arisan. Adalah suat perkumpulan warga desa yang bertujuan menyelesaikan pekerjaan salah satu anggotanya . kesebelas, adalah otonomi dibidang pengadilan desa .pengadilan desa adalah lembaga hukum asli yang dimiliki oleh hampir semua desa di Indonesia dalam asasnya pengadilan desa hanya menalankan hukum pendidikan berdasarkan prinsip
bahwa hukum itu ada bukan untuk dilanggar
melainkan untuk dihormati dan ditaati. Orang yang melanggar hukum akan merasakan suatu keberatan batin. Oleh karena itu, jangan sekali-kali melanggarnya. System social dan politik desa mulai zaman kerajaan-kerajaan nusantara sampai dengan datangnya VOC pada akhir abad ke-16 dan dilanjutkan oleh pemerintahan langsung oleh negeri Belanda sejak 1800 masih tetap sebagaimana aslinya. Sejak bangkrutnya VOC pada akhir abad ke-18 sampai sebelum dikuasai inggris, pemeritah belanda yang mengambil alih kekuasaan VOC melakukan kebijakan terhadap jajahannya dengan berpijak pada tiga prinsip yaitu : 1. Pemerintahan secara tidak langsung 2. Mengendalikan penduduk melalui penindasan 3. Hak pemilikan tanah tetap ditangan pribumi. 11
Gejala berkurangnya otonomi desa dimulai metoka desa desa di.asukkan kedalam wilayah negorogung. Wilayah inti wilayahkerajaan. Kemudian sejalan dengan perkembanga kota yang memerlukan wilayah baru untuk dijadikan bagian dari wilayahdesa- desa yang berada dipinggiran kota dimasukkan menjadi bagia wilayahNya. Desa-desa yang telah masuk menjadi bagian daro wilayah perkotaan juga kehilangan otonominya. Pada akhirabad ke-18 VOC bangkrut dan dibubarkan daerah jajahannya lalu diserahka pada pemerintah belanda. Pemerintah hindia belanda yang mengambil alih pemerintahan dari tangan VOC , sampai dengan pengambilan rafres pada 1811 juga belum melakukan peribahan apapun terhadap sistem pemerintahan pribumi. Sistem pemerintahan pribumi beserta kelembagaannya masih seperti sedia kala, dengan demikian, sistem sosial budaya didesa dengan sistem otonominya masih tidak mengalami perubahan apa-apa. Pada 1811 terjadi perubahan politik yang sangat mendasar. Daerah hindia belanda dikuasai rafles, wakil pemerintah inggris yang berkedudukan dikepala pemerintah singapura, oleh karena itu daerah jajahan hindia belanda lalu diserahkan pada pemerintahan inggris. Melalui gubernur jendral rafles memperkenalkan kebijakan baru yaitu menerapkan pajak perkepala penduduk dengan memperalat kepala desa sebagai agennya. Dalam refenyu instruktion 11 februari1811 pada pasal 20 disebutkan bahwa, kepala desa ditetapkan sebagai tengkulak pemerintah dalam hal pemungutan pajak. Pasal 11 disebutkan bahwa kepala desa diserahi kewajiban mengurus hal-hal yang berkenaan dengan pendapatan atau penerimaan dalam desa. Dan kewajiban yang dapat ia kerjakan lebih baik dari siapapun juga, berhubungan dengan pengaruh pribadinya dan pengertiannya tentang keadaan khusus daripenduduk desanya. Kepala desa ditaruh dibawah pemerintahan. Sistem tersebut mempunyai dua tujuan yang hendak dicapai terutama rakyat akan diperkenalkan dengan sistem ekonomi ruang sehingga kewajibannya terhadap penguasa tradisional yang selama ini berupa upeti akan dengan uang. Kedua, dengan dihapusnya sistem upeti dominasi bupati atas penduduknya dapat dikurangi karena dengan sistem ini bupati akan digaji langsung oleh pemerintah. Seandainya bisa berjalan sistem ini bupati tentu akan memberi perubahan yang cukup penting bagi tatanan budaya masyarakat. Namun , sebelum sistem ini dilaksanakan secara sempurna, inggris dipakasa kembali menyerahkan kembali kekuasaannya kepada pemerintah belanda sebagai akibat perjanjian perdamaian belanda inggris. Setelah indonesia di perintah oleh belanda kembali.maka pada 1854 pekerintah kolonial belanda mengeluarkan reggeringsregiemens yang merupakan cikl bakal pengaturqn
12
tentang daerah dan desa dalam pasal 71 (pasal 128.I.S) desa di atur sebagai berikut (dalam suehartoni) 2001.16-17) : 1) desa.disebut “inland schegeementen” yang merupakan kesatuan masyarakat hukum pribumi disahkan oleh kepala daerah (presiden.berhal untuk mrmilih kepalany dn oemerintah drsanya sendiri. 2) Kepala desa diberi keleluasan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan memperhatikan perarutursn-peraturan yang dikeluarkan oleh gubernur jendral atau kepala daerah (residen). 3) Kepala desa dan anggota pemerintah desa diangkat oleh penguasa yang ditunjuk untuk itu. Kepala desa berwenang untuk : a). Memungut pajak dibawah pengawasan tertentu dan b). Didalan batas-batas tertentu menetapkan hukuman terhadap pelanggaran atas aturan yang diadakan oleh desa. Gubernur jenderal menjaga hak tersebut terhadap segala pelanggarannya.
Dalam penjelasan, Bijblad
5687 dijelaskan bahwa ketetapan-ketetapan dalam
ordonnantie secara konkriet mengatur bentuk, kewajiban dan hak kekuasaan pemerintah desa baik berdasarkan hukum ketataprajaan maupun berdasarkan hukum perdata. Dengan ordonasi tersebut kedudukan desa menjadi jelas yaitu sebagai badan hukum, tidak sekedar keaatuan komunal masyarakat. Peraturan tersebut juga telah berhasil mengembangkan kemajuan kedudukan hukum desa sebagai pemilik harta benda ( soetardjo kartohadikoesoemo, 1984). Menurut ordinasi ini hak dan kewajiban kepala desa adalah : a) Mengurus rumah tangga desa b) Setelah berunding dengan warga desa mengambil keputusan desa c) Mengurus dan memelihara pekerjaan umum seperti jalan umum, jembatan, bangunan, tanah lapang, pasar, saluran-saluran air, dan peresapan air d) Mengurus dan memelihara segala harta benda milik desa seperti gedung, lumbung, balai desa , langgar/mesjid, dam, dan tanah desa. e) Dalam menjalankan kewajiban tadi kepala desa berhak mengundang warga desa untuk menjalankan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam peraturan desa. f) Mengurus dan memelihara yayasan desa yang seperti pasar, pemandian, tambangan dam sekolah desa. g) Melakukan pengawasan atas segala ha mengenai kepentingan desa. h) Bertanggung jawab atas kerugian yang diderita desa yang disebabkan kesalahannya baik yang disengaja maupun tidak. 13
oleh
Dalam kaitannya dengan otonomi desa/hak mengatur rumah tangganya sendiri tersebut IGO tidak menggunakan istilah otonomi desa untuk desa melainkan huisboulfelijke belangen ( kepentingan rumah tangga). Hal ini disesuaikan dengan RR ( Regerings Reglement) pasal 128 (s) yang menyebutkan: “kepala desa diserahkan pengaturan dan pengurusan rumah tangga dengan memperhatikan verodering yang dikeluarkan oleh gubernur jenderal , oleh pemerintah wilayah, atau pemerintah kesatuan hukum yang berdiri sendiri yang ditunjuk dengan verordering. Kata diserahkan bukan berarti diberikan melainkan “ terserah” atau dibiarkan kepada” dengan kata lain , pengaturan dan pengurusan rumah tangga desa terserah kepada desa sendiri. ( Bayu Surianingrat; 1976:41). Namun IGO memberi rambu-rambu dalam menyelenggarakan rumah tangga desa sebagaimana tersebug dibawah ini : Pasal 5 : Kepala desa menjaga supaya pemegang pembuktian, uang, dan hak-hak milik kepunyaan desa lainnya dijalankan dengan sepatutnya, menurut peraturan tentang hal itu yang telah ditetapkan oleh kepala kepresidenan, dan dalam hal apa juga diwajibkan ia mengganti kerugian yang jatuh pada desa karena kejahatan atau kealpahannya.
Pasal 7 : Pemerintah desa harus menjaga baik-baik mengenai pemakaian dan pemeliharaan pekerjaan desa menurut peraturan yang ditentukan untuk itu, seperti jalan-jalan , jembatan dan saluran air, bangunan, tanah lapang, pasar-pasar dan tempat penyimpan air.
Menurut UU Desentrslisasi 1908, yang ditunjuk sebagai daerah otonom adalah resor lokal yang merupakan gemeente ( kesatuan masyarakat hukum), gemeente tersebut terdiri atas dua bentuk : 1). Yang diatur dan diurus oleh orang eropa disebut staadgemeente, dan 2) yang diatur dan diurus oleh orang pribumi disebut regency ( kabupaten ) . Inilah daerah yang diberikan hak otonomi.
Oleh karena itu, di daerah tersebut dibentuk dewan (raad) , semacam DPRD, sedangkan desa, yang dalam IGO disebut Indlansche gementhe atau kesatuan masyarakat hukum pribumi, diletakan dibawah kecamatan adalah wilayah administrasi ( local state government) , maka baik di ke amatan maupun didesa tidak dibentuk dewan, oleh karena itu , dalam menetapkan pendapatan dan belanja serta pengangkatan pamong, desa tidak bisa membuat keputusan sendiri sebagaimana daerah otonom melainkan harus mendapat 14
persetujuan dewan kabupaten. Berdasarkan peraturan demikian, sebenarnya desa lebih cenderung sebagai kesatuan administrasi pemerintahan berdasarkan asas dekonsentrasitapi diberi hak otonom, akan tetapi otonomonya bukanlah otonomi sebagaimana dimiliki daerah otonom (stategemente dan regensi ) . Otonominya adalah otonomi yang sudah melekat sejak keberadaan deaa tersebut. Pada tahun 1941 pemerintah kolonial mempertinggi status desa dengan mengeluarkan sebuah ordonatie yang terkenal dengan sebutan desa ordo nantie ( S. 19:1) ( nitinigoro, 1994 dalam suhartono, 2001:48). Substansi desa ordonantie baru ini berbeda dengan ordonangie sebelumnya. Prinsipnya ialah desa diberi keleluasaan untuk berkembang menurut potensi dan kondisinya swndiri untuk mencapainya, desa tidak lagi dikekang dengan aturan-aturan yang mengikat dan instutif. Desa ordonantie membedakan antara desa yang sudah maju dan desa yang belum maju. Untuk desa yang sudah maju pemerintahan dilakukan oleh sebuah dewan desa, sedangkan desa yang belum maju pemerintahan disusun seperti sedia kala yaitu oleh rapat desa yang dipimpin oleh kepala desa yang dibantu
oleh parentah desa. Dalam desa
ordonantie baru itu pemerintah hendaknya jangan terlalu banyak mencampuri urusan desa dengan peraturan-peeaturan yang mengikat. Bahkan disarankan agar penyelenggaraan pemerintahan desa lebih banya menggunakan hukum adat. Akan tetapi desa ordonantie ini belum bisa dijalankan karena pemerintah kolonial belanda harus menyerahkan kekuasaannya kepada pasukan jepang pada 1942. Jadi sampai dengan akhir kekuasaan hindia belanda diindonesia tahun 1942, otonomi desa relatif masih diselenggarakan sebagai mana adanya baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya. pemerintah atas hanya mengendalikan kegiatan-kegiatan ekonomi sosial budaya. Namun desa sebagai kesatuan masyarakat terus berkembang sesuai dengan dinamika internalnya.
B. Periode awal kemerdekaan sampai akhir zaman orde lama Sebenarnya 3 tahun setelah proklamasi kemerdekaan diundangkan UU No 22 tahun 1948 tentang pemerintah daerah , menurut undang-undang ini , desa ditetapkan sebagai salah satu bentuk pemerintahan daerah. Pada pasal 1 ayat 1 ditetapkan bahwa negara republik indonesia tersusun dalam 3 tingkatan : provinsi, kabupaten, dan desa, sebagaimana yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Menurut UU ini desa diposisikan sebagai daerah otonomi tingkat 3. Disini terdapat perubahan dalam hal otonomi. Jika dalam UU hindia belanda otonomi deaa adalah otonomi asli yang kemudian diakui. Tapi menurut 15
UU no 22, otonomi desa menjadi otonomi formal karena diatur dalam undang-undang. Adapun isi otonominya akan ditemukan berdasarkan UU pembentukannya yang ditetapkan kemudian akan tetapi karena kondisi negara kita masih menghdapi ancaman belanda dan belum stabil, UU ini tidak bisa dilaksanakan. Oleh karena itu, kondisi desa sampai dengan tahun 1950 masij tetap seperti sedia kala. Pada 1965 diundangkan UU No 19 1965 tentang desa praja. Pada pasal 1 undangundang ini dijelaskan apa yang dimaksud dengan desa praja, yaitu kesatuan masyarkat hukum yang tertentu batasan-batasan daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya dan mempunyai harta bendanya sendiri. Sebagaimana UU no 22 tahun 1948, istilah desa praja tidak menunggu pada desa desa sebagai masyarakat hukum adat yang sudah ada. Desa praja menurut undang-undang ini menunjuk pada suatu kesatuan masyarakat hukum yang sengaja, kaan dibentulk kemudian akan untuk dipersiapkan menjadi daerah tingkat tiga. Kedua UU tersebut berbeda dengan IGO dan IGOB zaman hindia belanda. IGO dan IGOB hanya memberi landasan hukum atas keberadaan desa. Desa tetap dibiarkan sebagaimana adanya. IGO dan IGOB tidak merubah dan mengatur kelembagaan desa yang sudah ada. Adapun kedua undang-undang no 2 tahun 1948 dan undang-undang no 19 tahun 1965 mengatur kembali kelembagaan desa sebagai kelembagaan baru yang ditentukan dalam undang-undang, dengan demikian menurut kedua undang-undang tersebut desa menjadi otonomi formal bukan otonomi adat. Sebagaimana diatur dalam IGO dan IGOB. Nasib UU no 19 tahun 1965 juga sama dengan UU no 22 tahun 1948. Belum pernah dilaksanakan oleh katena itu, isi , bentuk, dan mekanisme penyelenggaraan rumah tangga desa praja juga belum pernah dilaksanakan . Dengan demikian, sampai pada periode ini sistem administrasi pemerintahan desa tradisional tidak mengalami perubahan secara mendasar. Namun sejalan dengan birokratis yang telah dimulai sejak zaman kolonial dan makin intensif pada zaman kemerdekaan. Pelaksanaan otonomi desa tidak lagi bebas seperti sebelumnya tetapi semakin diawasi dan diatur oleh suprastruktur hanya isi dan bentuknya secara substantif tidak diubah., kecuali tanah norowito. Untuk kasus tanah norowito , status berubah dari tanah komonial menjadi tanah hak milik perorangan berdasarkan undang-undang pokok agrariah pada tahun 1960. Menurut UU PA 1960 ini semua tanah norowito dikonfersi menjadi hak milik dan diberikan kepada penggarapnya. Dengan ganti rugi kepada negara sejak saat itu, desa sudah tidak memiliki tanah narowito, desa tinggal mempunyai tanah bangga desa dan tanah dengkok. 16
Perubahan status ini ternyata membawa dampak yang luas pada sistem sosial masyarakat desa, didepan telah disinggung bahwa tanah komunal desa merupakan salah satu instrumen yang penting untuk menyelenggarakan rumah tangga desa. Melalui tanah komunal desa bisa mengarahkan dan mengontrol prilaku warganya dengan hak dan kewajiban yang dilembagakan secara adat. Pemilik tanah komunal adalah desa dalam arti sebagai lembaga pengelola masyarkat hukum. Pada desa-desa kuno pengaturan sistem kemasyarakatan berbasiskan sistem tanah komunal ini. Pranata-pranata sosial berikut kelembagaannya yang dibuat untuk mendukung terselenggaranya sistem sosial masyarakat desa dikaitkan dengan penempatan tanah komunal karena dari sinilah hak dan kewajiban warga desa diatur dan diawas oleh desa dan sistem sossial yang terbentuk. Dalam hal ini ada 3 pihak yang mempunyai hubungan resiflokal : 1. Kepala desa 2. Warga desa 3. Lembaga desa.
C. Periode Undang-undang no 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa UU no 19 tahun 1965 tidak dilaksanakan karena terjadi perubahan politik yang sangat mendasar, setelah adanya upaya kudeta G30spki, setelah TNI angkatan darat perlahan tapi pasti mengambil alih kekuasaan pada tangan ir.soekarno. Maka semua tokoh hukum dibawah rezim soekarno dijalankan ulang. Salah satu tokoh hukum yang harus ditinjau ulang adalah, UU no 19 tahun 1965, dengan ditundanya pemberlakuan undang-undang no 19 tahun 1965 tersebut, bemtuk landasan yuridis tentang desa kembali berada dalam status kuok. Baru Pada 1979 dikeluarkan UU no 3 tahun 1979 tentang pemerintahan desa. UU no 6 tahun 1979 tentang pemerintahan desa secara formal mendefenisikan desa sebagai satuan masyrakat hukum yang mempunyai hak penyelenggaraan rumah tangganya sendiri dan berada dibawah kecamatan. Namun apa isi, bentuk, dan cara menyelenggarakan rumah tangga itu tidak ada penjelasan yang gamblang dalam UU ini. bayu suryaningrat mengajukan teori sisa untuk mengemukakan hak prnyelrngaaraan rumah tangga sendiri atau otonomi desa tersebut. Menurut teori ini, yang menjadi urusan rumah tangga desa adalah segala urusan didesa yang bukan urusan pemerintah pusat. Peran pemerntah daerah tingkat 1 dan pemerintah daerah tingkat 2 yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum . Untuk itu desa dalam kedudukannya sebagai bagian daro negara kesatuan republik indonesia tidak mungkin mempunyai otonomi seluas jaman kerajaan.
17
Bayu suryaningrat menjelaskan bahwa otonomi desa dirujukan oleh pasal 21 UU no 5 tahun 1979 yaitu pada bagian sumber pendapatan kekayaan dan anggaran pemerintah dan pengeluaran anggaran desa yaitu meliputi : a. Pendapatan asli desa sendiri yang terdiri atas :
Hasil tanah khas desa
Hasil swadaya dan partisipasi masyarkaat
Hasil gotong royong
Hasil lain dari usaha desa yang saha
b. Pendapatan yang berasal dari pembetian pemerintah dan pemerintah daerah terdiri atas:
Sumbangan dan bantuan pemerintah
Sumbangan dan bantuan penetintah daera
Sebagian dari pajak dan retribusi daerah yang dibetikan kepada desa.
Lain-lain pendapatan yang sah, adanya pemiharaan sumber sumber pendapatan desa , baik yang berasal dari sumber pendaptan asli desa maupun pemerintah daerah seperti itu berarti desa akan dapat menyelenggarakan rumah tangganya sendiri alias otonominya .
BAB IV Pertumbuhan Pemerintahan Desa A. Zaman Kerajaan-Kerajaan Nusantara Keberadaan desa telah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Sangat sedikit informasi tertulis mengenai masalah ini. Salah satunya adalah dari seorang ahli purbakala bangsa
Belanda
yang
menemukan
prasasti
dari
abad
ke-14.
Prasasti
tersebut
menginformasikan adanya desa. Bayu Surianingrat menjelaskan bahwa pada tahun 1939 , A.Gall mengirimkan prasasti Himad Walandit ke Dinas Purbakala Jakarta. Prasasti tersebut menginformasikan adanya Desa Walandit dan Desa Himad. Dimana kesua desa tersebut terlibat perselisihan soal wilayah, yang kemudian diselesaikan melalui pengadilan Kerajaan Jenggala-Kediri. Pada tahun 1880 juga ditemukan sebuah piagam tentang desa walandit di daerah Penanjangan, Tengger, Jawa Timur. Piagam tersebut menginformasikan bahwa warga desa walandit dikenakan pungutan untuk upacara menghormati Berahma (Gunung Bromo) oleh perintah raja.
18
Prasasti dan Piagam membuktikan bahwa pada abad ke-14 di Indonesia sudah terdapat desa dengan status swatantra, otonom. Mengenai hirarkinya, tampaknya susunan pemerintahan desa pada waktu itu langsung dibawah kerajaan, tidak ada wilayah semacam kabupaten/kota di atas desa. Untuk mengetahui tentang kehidupan masyarakat desa pada zaman tersebut, kita dapat mengambil contoh pada Masyarakat Suku Baduy. Masyarakat baduy di Banten adalah contoh kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat geneologis, terdiri atas satu keturunan. Diduga kuat mereka adalah pelarian pasukan Kerajaan Padjajaran yang melarikan diri ke hutan, yang kemudian membentuk komunitas tertutup. Masyarakat Baduy dipimpin oleh seorang kepala yang disebut Puun. Puun adalah kepala adat, kepala pemerintahan, dan pemimpin kepercayaan. Di bawah Puun terdapat Girang Seurat atau juru tulis dan pejabat-pejabat yang berfungsi mengurusi bidang keamanan, pengadilan, pengairan, dan kepala-kepala kampung. Snouck Hurgronje (1983:67-90) menginformasikan tentang sistem pemerintahan desa asli Aceh sebelum pemerintah Hindia Belanda secara efektif menguasai Aceh. Unit pemerintahan terendah di Aceh adalah Gampong, yang terdiri atas :
1.
Keuchi. Adalah pemimpin atau bapak gampong yang menerima wewenang dari uleebalang dari wilayah yang membawahi gampong itu. Ia memiliki wewenang untuk menjaga ketertiban, keamanan, dan menciptakan kesejahteraan warganya.
2.
Teungku, menurut orang Aceh adalah “ibu” warga gampong. Gelar ini diberikan kepada seseorang yang berhubungan dengan agama. Teungku mempunyai berbagai tugas yang berkaitan dengan bidang agama Islam.
3.
Ureueng Tuha adalah kelompok sesepuh desa. Mereka adalah orang-orang yang dianggap mempunyai mempunyai pengalaman, kebijaksanaan, sopan santun, dan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang adat. Mereka mempunyai pengaruh yang cukup kuat dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan masalah gampong.
Di Demak, Jawa Tengah pemerintahan desa diselenggarakan oleh kepala desa yang dipilih oleh semua penduduk dewasa di desa. Kepala desa dibantu oleh pamong desa, carik sebagai pejabat yang mengurusi administrasi/tata usaha desa, kamituwa yang merupakan seorang sesepuh, bayan yang merupakan petugas pengantar surat/pemberi informasi kepada penduduk tentang kebijakan pemerintah seperti pajak, upacara, maupun undangan di kelurahan. Pemerintah desa mengurus sekolah desa, pasar, kesehatan, dan masalah-masalah lainnya. 19
B. Zaman Hindia Belanda Pada akhir abad ke-16 bangsa Belanda tiba di Banten dan terus ke Makasar. Belanda dengan armada dagangnya yang disebut VOC kemudian menundukan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Oleh karena itu, secara politik desa juga berada di bawah kekuasaaan Belanda. Namun demikian, hingga akhir kekuasaan VOC desa tetap dibiarkan seperti sedia kala. Baru setelah wilayah Indonesia diurus langsung oleh Pemerintah Hindia Belanda yang kemudian menerapkan organisasi pemerintahan yang modern, desa mendapatkan pengaturan yang formal. Pada tahun 1854, berdasarkan ketatanegaraan Hindia Belanda sebagaimana tersurat dalam
Indische
Staatsregeling,
pemerintah
colonial
memberikan
hak
untuk
menyelenggarakan pemerintahan sendiri kepada desa. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa : 1. Desa-desa bumiputera dibiarkan memilih anggota-anggota pemerintahannya sendiri, dengan persetujuan penguasa yang ditunjuk untuk itu menurut ordonansi . 2. Dengan ordonansi dapat ditentukan keadaan kepala desa dan anggota pemerintah desa diangkat oleh penguasa yang ditunjuk untuk itu. 3. Kepala desa bumiputera diberikan hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya dengan memperhatikan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, pemerintah wilayah atau residen atau pemerintah otonom yang ditunjuk oleh ordonansi 4. Dengan ordonansi dapat diatur wewenang dari desa bumiputera untuk memungut pajak dibawah pengawasan tertentu dan dalam batasan tertentu menetapkan hukuman terhadap pelanggaran atas aturan yang diadakan oleh desa.
Pada tahun 1906, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Inlandse Gemeente Ordonantie (IGO) yaitu aturan dasar mengenai desa yang berlaku hanya di daerah Jawa dan Madura. Menurut aturan tersebut, Penguasaan Desa dijalankan oleh beberapa orang yang ditunjuk. Ketentuan tersebut adalah yang pertama berlaku di Indonesia menyangkut kelembagaan pemerintahan desa, dimana kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat. Untuk desa-desa diluar Jawa dan Madura diberlakukan peraturan yang bernama Inlandse Gemeente aoardonantie Buitengewesteen (IGOB) tentang pemerintahan desa. Aturan dasarnya antara lain :
20
1. Adanya kewajiban pemerintahan desa untuk membuat anggaran belanja setiap triwulan. Aturan ini tidak dijumpai dalam IGO.. 2. Ketentuan mengenai kerja bakti bagi warga desa. Dalam IGOB, warga yang tidak melaksanakan kerja bakti tersebut diwajibkan membayar sejumlah uang yang disetor ke kas desa. 3. Mengenai “Tanah Bengkok” di dalam IGOB tidak dijumpai. Hal ini disebabkan karena di luar Jawa dan Madura tersedia banyak tanah yang bisa diusahakan siapa saja.
C. Zaman Pendudukan Jepang Setelah Belanda menyerah kepada Jepang dalam Perang Dunia area Asia Timur Raya, maka sejak 1942 kekuasaan beralih ke tanangan tentara pendudukan Jepang. Bala tentara Jepang yang memerintah Indonesia selama 3,5 tahun tidak sempat mengeluarkan kebijakan baru. Peraturan peninggalan Belanda, yaitu IGO dan IGOB tetap berlaku. Hanya sebutan kepala desa (kuchoo), masa jabatan (dari tak terbatas menjadi 4 tahun), dan cara pemilihan serta pemberhentiannya diatur lebih lanjut. Pemerintahan desa pada zaman pendudukan Jepang terdiri dari 9 pejabat, yaitu : Lurah, Carik, 5 orang Mandor, Polisi Desa, dan Amir yang mengerjakan urusan agama. Menurut Suhartono (2001:49), pada masa pendudukan Jepang, desa ditempatkan di atas Aza (kampung, dusun) yang merupakan institusi terbawah. Pada masa ini, otonomi desa juga kembali dibatasi, bahkan desa dibawah pengaturan dan pengendalian yang sangat ketat. Dalam waktu ini, desa tak lagi dipandang sebagai milik pribumi yang otonom, malainkan ditempatkan di atas aza. Desa dibagi-bagi atas beberapa kampung. Kampung-kampung tersebut diorganisir ke dalam RK (Rukun Kampung) dan keompok rumah tangga diorganisir ke dalam RT (Rukun Tetangga). Mulai saat itulah RK dan RT dipakai bangsa Indonesia, yang saat ini berubah menjadi RW dan RT. Dengan demikian, pemerintahan desa pada zaman pendudukan Jepang lebih menekankan pada fungsi pengawasan, pengendalian, dan pengarahan
rakyat untuk
kepentingan pemerintahan atasnya (Jepang).
D. Zaman Kemerdekaan 1. Desa dalam Konsepsi Founding Father dan Konstitusi Menjelang kemerdekaan, pada sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 21
(PPKI) antara 28 Mei sampai 22 Agustus 1945, Muhammad Ymin salah satu peserta sidang, menyampaikan pokok pikirannya tentang susunan negara. Muhammad Yamin dalam pidatonya pada 29 Mei 1945 menyampaikan susunan negara : a. Negari, desa, dan segala persekutuan hukum adat yang dibarui dengan jalan rasionalisme dan pembaruan zaman, dijadikan kaki susunan negara sebagai bagian bawah. b. Pemerintah pusat dibentuk disekeliling kepala negara, terdiri atas : Wakil kepala negara Satu kementerian sekeliling seorang pemimpin kementerian Pusat parlemen balai perwakilan, yang terdiri atas Majelis dan Balai Perwakilan Rakyat. c. Antara bagian atas dan bagian bawah dibentuk bagian tengah berupa pemerintah daerah untuk menjalankan pemerintah urusan dalam, Pangreh Praja. Dalam usulan ini status desa berada dalam pemerintah daerah. Kemudian proses penyusunan pemerintah daerah harus memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Daerah-daerah yang bersifat istimewa itu adalah daerah kerajaan baik di jawa maupun luar jawa, kedua daerah-daerah yang mempunyai susunan asli seperti desa di Jawa, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, huta dan kuria di Tapanuli, gampong di Aceh. Pada 18 Agustus 1945 sidang PPKI mengesahkan Undang-Undang Dasar. Dalam UUD ini, desa masuk dalam ketentuan pasal 18 tentang Pemerintah Daerah. Pasal 18 ini berbunyi : “Pembagian daerah Indonesia atas dasar daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asalusul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”. Pemerintah kemudian mengeluarkan UU No. 1 Tahun 1945. UU ini mengatur kedudukan desa dan kekuasaan Komite Nasional Daerah, sebagai badan legislative yang dipimpin oleh seorang kepala daerah. Di dalamnya terlihat bahwa letak otonomi terbawah bukanlah kecamatan, melainkan desa sebagai kesatuan masyarakat yang berhak mengatur rumah tangga pemerintahannya sendiri.
22
2. Pemerintahan Desa pada Zaman Orde Lama dan Orde Baru Pada 1965 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 1965 tentang desapraja sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat terbentuknya Daerah Tingkat III diseluruh Indonesia. Pada pasal 1 dijelaskan tentang desapraja yaitu “Kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri , memilih penguasanya, dan mempunyai harta benda sendiri”. Secara organisasi desapraja didukung oleh alat-alat kelengkapan yang diatur dalam pasal 7. Menurut pasal ini, alat kelengkapan desapraja terdiri atas Kepala Desapraja, Badan Musyawarah Desapraja, Petugas Desapraja, Pamong Desapraja, Panitera Desapraja, Petugas Desapraja, dan Badan Pertimbangan Desapraja. Fungsi dan tugas alat-alat kelengkapan tersebut adalah : a. Kepala desapraja adalah penyelenggara utama urusan rumah tangga desapraja dan merupakan alat pemerintah pusat. b. Badan musyawarah desapraja adalah perwakilan dari masyarakat desapraja c. Pamong desapraja adalah pembantu kepala desapraja yang mengepalai suatu dukuh dalam lingkungan daerah desapraja d. Panitera desapraja adalah pegawai desapraja yang memimpin penyelenggaraan tata usaha desapraja dan tata usaha kepala desapraja di bawah pimpinan langsung kepala desapraja e. Petugas deparaja adalah pembbantu-pembantu kepala desapraja dan pamong desapraja dalam penyelenggaraan urusan rumah tangga desapraja f. Setiap desapraja memiliki badan pertimbangan desapraja. Badan ini bertugas meberikan nasehat yang diminta atau yang tidak diminta oleh kepala desapraja.
Undang-Undang Nomor 19 tahun 1965 ini tidak sempat dilaksanakan karena terjadinya peristiwa G-30S/PKI. Akibat peristiwa tersebut terjadi pergantian rezim dari Orde Lama dibawah Soekarno menjadi Orde Baru dibawah Soeharto. Orde baru yang fokus pada pembangunan menata ulang sistem ketatanegaraan untuk disesuaikan dengan tujuan pembangunan. Orde Baru memandang UU No 19 Tahun 1965 tidak sesuai dengan pembangunan yang dijalankan, sehingga melalui UU No 6 Tahun 1969, UU No 19 Tahun 1965 dinyatakan tidak lagi berlaku. Akibatnya dasar hukum desa menjadi tidak jelas. Untuk mengatasi kekosongan landasan hukum tentang desa tersebut, dikeluarkanlah surat edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 5/I/1969, tentang pokok-pokok pembangunan desa. 23
Setelah 10 tahun, akhirnya dikeluarkanlah UU No 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Undang-undang ini mengatur hal0hal sebagai berikut : a. Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan NKRI. b. Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan Lembaga Musyawarah Desa. c. Dalam menjalankan tugasnya, kepala desa dibantu oleh perangkat desa yang terdiri atas unsur staf dan kepala dusun sebagai unsur pelaksana. d. Sekretaris desa memimpin sekretariat desa yang terdiri atas kepala-kepala urusan. e. Desa bukanlah daerah otonom sebagaimana daerah otonom dalam pengertian Daerah Tingkat I/ Daerah Tingkat II. f. Desa bukanlah suatu satuan wilayah. Desa hanya bagian dari wilayah kecamatan. g. Desa adalah satuan ketatanegaraan yang berkedudukan langsung dibawah kecamatan.
1. Pemerintahan Desa pada Masa Reformasi Setelah
terjadinya
reformasi
terjadilah
perubahan-perubahan
paradigma
penyelenggaraan pemerintahan, dari pemerintahan yang bercorak sentralistik-militeristik menjadi pemerintahan reformasi yang demokratis. Setelah tejadinya Amandemen UUD 1945, pada pasal 18 diubah menjadi pasal 18, 18 A, dan 18 B yang berbunyi : a. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. b. Negara mengakui kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan Pasal 18 B ayat 2, kedudukan desa masuk sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Menurut pasal tersebut, keberadaan desa yang masih eksis sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak-hak tradisionalnyadiakui oleh konstitusi dan diatur dengan undang-undang. Setelah UUD 1945 di amandemen, dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Selanjutnya pada tahun 2004, UU No 22 Tahun 1999 diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang 24
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 diganti dengan UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemrintah Pusat dan Daerah. Baik UU No 22/1999 maupun UU No 32/2004 menganut prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat, pemerataan dan keadilan, dan keanekaragaman. Berdasarkan prinsip tersebut, desa diatur sebagai berikut : status desa dikembalikan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang berwenang mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkanasal usul dan adat istiadat, nomenklatur desa bisa menggunakan nama lain sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat setempat, selain itu di desa juga dibentuk lembaga perwakilan rakyat yang berfungsi sebagai pengayom adat istiadat, egislasi, dan pengawasan.
2. Empat Tipe Desa a. Desa Adat, merupakan bentuk desa asli dan tertua di Indonesia. Desa adat mengatur dan mengelola dirinya sendiridengan kekayaan yang dimiliki tanpa campur tangan negara. Desa adat tidak menjalankan tugas-tugas administrative yang diberikan negara. Contoh : Desa Adat Pakraman di Bali. b. Desa Administrasi, merupakan satuan wilayah administrasi, yaitu satuan pemerintahan terendah untuk memberikan pelayanan administrasi dari pemerintah pusat. Desa administrasi secara substansi tidak memiliki otonomi dan demokrasi. Contoh : semua desa yang berubah menjadi keluarahan. c. Desa Otonom, adalah desa yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dengan undang-undang. Desa otonom memiliki kewenangan yang jelas karena diatur dalam undang-undang pembentuknya. Karena itu, desa otonom memiliki kewenangan penuh dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Contoh : Desa Praja dibawah UU No 19/1965 d. Desa Campuran (Adat dan Semiotonom), merupakan tipe desa yang memiliki kewenangan campuran antara otonomi asli dan semi otonomi formal. Disebut campuran karena otonomi aslinya diakui undang-undang dan juga diberi kewenangan dari kabupaten/kota. Disebut semiotonom karena model penyerahan urusan pemerintahan dibawahnya ini tidak dikenal dalam teori desentralisasi.
25
BAB V Pemerintah Desa Dalam Pengaturan UU N0. 32 Tahun 2004 A. Nomenklatur dan Status Desa Dalam UU No.5 / 1979 Tentang pemerintahan desa, satuan pemerintahan terendah dibawah kecamatan disebut dengan nomenklatur desa. Di seluruh Indonesia nomenklatur, struktur
organisasinya dan mekanisme kerjanya disamakan agar tercipta pemerintahan desa yang efesien sehingga dapat menerima tugas-tugas pembangunan yang menjadi prioritas pemerintah saat itu. Penyeragaman nomenklatur dan organisasi desa tersebut kemudian menciptakan perasaan kurang senang dalam masyarakat luar Jawa karena merasa dipaksa untuk menerima konsep desa Jawa. Bahkan banyak kelompok masyarakat yang menyebut jawanisasi desa luar Jawa tersebut sebagai penjajahan kultural oleh penguasa Jawa kepada masyarakat luar Jawa. Masyarakat luar Jawa kurang senang karena secara kelembagaan, sosial budaya, dan tata kerjanya “desa” di luar Jawa tidak sama dengan desa di Jawa. Dalam kenyataannya desa di luar Jawa mempunyai kelembagaan, struktur organisasi, dan mekanisme kerja yang sangat beragam. Oleh karena itu dibuatlah UU No 32 / 2004 masalah nomenklatur diserahkan kepada masing-masing daerah. Artinya, setiap daerah bisa menyebut satuan pemerintahan terendah tersebut dengan istilah yang sudah hidup sejak zaman dulu, tidak harus dengan istilah desa. Dengan demikian, di daerah luar Jawa sebutan untuk desa menjadi beragam. Di Sumatera Barat disebut nagari, di Sumatera Selatan disebut marga, di Aceh disebut gampong, dan seterusnya. Berdasarkan UU No 32 / 2004 Status desa adalah satuan pemerintahan di bawah kabupaten/kota. Desa tidak sama dengan kelurahan yang statusnya di bawah camat. Kelurahan hanyalah wilayah kerja lurah di bawah camat yang tidak mempunyai hak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Sedangkan desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
26
Kecamatan bukan lagi sebagai wilayah administrasi yang membawahi desa-desa, melainkan hanyalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten. Camat sendiri bukan kepala wilayah dan penguasa tunggal di wilayahnya (sesuai UU No.5/1974), melainkan hanya sebagai pejabat pemerintah kabupaten yang mengepalai kecamatan. Atau dengan kata lain, camat adalah tangan panjang bupati di wilayah kerja tertentu yaitu kecamatan yang salah satu tugasnya adalah melakukan koordinasi, sinkronisasi, pengawasan dan pembinaan terhadap desa-desa. camat adalah perangkat daerah di bawah bupati/wali kota yang mengkoordinir desa-desa. Desa Iangsung berada di bawah bupati/wali kota. Camat tidak di bawah hirarki wilayah administrasi kabupaten/kota madya, provinsi, dan departemen dalam negeri seperti pada zaman Orde Baru. B. Kewenangan Desa 1. Kewenangan yang Sudah Ada Berdasarkan Hak Asal Usul Desa \ Desa tumbuh dari komunitas yang menyelenggarakan urusannya sendiri, selfgoberning community, kemudian diakui oleh pemerintah kolonial sebagai kesatuan masyarakat hukum. dan akhirnya berkembang menjadi kesatuan masyarakat hukum adat. Sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, desa telah memiliki lembaga yang mapan dan ajeg yang mengatur perikehidupan masyarakat desa yang bersangkutan. Berdasarkan pendapat Teer Haar, masyarakat hukum adat mempunyai tiga komponen yaitu: a. Sekumpulan orang yang teratur Di desa tinggal orang-orang yang membentuk sistem kemasyarakatan yang teratur. Sistem kemasyarakatan yang teratur menunjuk pada adanya pola tata tindak sekumpulan orang tersebut berdasarkan peran, status, dan fungsi masing-masing yang mengacu pada nilai dan norma yang disepakati bersama. Orang-orang yang tinggal di desa mengatur diri dengan cara memposisikan diri dalam status, peran, dan fungsi tertentu dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
b. Mempunyai lembaga yang bersifat tetap dan ajeg Masyarakat desa mempunyai lembaga sosial yang mapan. Lembaga berasal dari kebiasaan, tata kelakukan, dan adat istiadat. Lembaga ini menjadi pola perilaku masyarakat yang fungsional dalam rangka memenuhi kehidupannya. Masyarakat Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum adat mempunyai lembaga-lembaga sosial yang melekat dalam dirinya. Pola perilaku itu berjalan begitu adanya, berjalan dengan 27
sendirinya, tanpa ada yang mengatur atau memaksa, dan jika tidak dilakukan akan mengganggu keteraturan masyarakat. Seperti, masyarakat desa mempunyai lembaga pemerintahan yang berbentuk organisasi
pemerintahan desa untuk memenuhi
Kebutuhan dibidang Pemerintahan, lembaga ekonomi berupa sistem kepemilikan tanah yang berbentuk organisasi Kelompok Tani dan KUD untuk memenuhi kebutuhannya di bidang ekonomi, dan lain-lain. Semua lembaga tersebut begitu teratur, mapan, dan fungsional dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat desa yang bersangkutan.
c. Memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengurus harta benda Desa mempunyai harta benda sendiri yang diatur dan diurus oleh masyarakat desa sendiri. Harta benda milik desa tersebut tidak diatur dan ditentukan oleh pemerintah atasnya (Kabupaten, Provinsi, Pusat). Di Jawa Tengah dan Jawa Timur hampir semua desa mempunyai harta benda berupa tanah komunal milik masyarakat desa yang diperuntukkan untuk membiayai pembangunan dan pemeliharaan desa (Tanah banda desa) dan tanah komunal milik masyarakat desa yang diperuntukkan sebagai honor/gaji pada pengurus desa selama menjabat (tanah bengkok). Di samping memiliki tanah ada juga desa yang mempunyai pasar desa, tempat wisata, tempat pemandian, dermaga, pelabuhan, dan lain-lain. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan kewenangan yang sudah ada berdasarkan asal usulnya adalah kewenangan yang mengacu pada pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum adat tersebut. 2. Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Kabupaten/ Kota yang Diserahkan Pengaturannya kepada Desa Dalam UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan ada yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, ada yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi, dan ada yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota. Pengaturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan PP No 38/2007 tersebut urusan pemerintahan yang pengaturan dan pengurusannya diserahkan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota sangat jelas dan rinci. Dalam rangka memperkuat desa, pemerintah mengehiarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tatacara Penyerahan Urusan 28
Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Desa. Dalam Peraturan ini dijelaskan bahwa terdapat 31 bidang urusan pemerintahan kabupaten/kota yang dapat diserahkan kepada desa. Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyerahan urusan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota kepada Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 3. Tugas
Pembantuan
dari
Pemerintah,
Pemerintah
Provinsi,
Pemerintah
Kabupaten/Kota Menurut UU No. 32/2004, pemerintah pusat menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang luar negeri, keamanan, pertahanan, keuangan dan moneter nasional, justisi, dan agama. Sedangkan pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/ kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sisanya yang mencakup 31 urusan pemerintahan baik berupa urusan wajib maupun urusan pilihan; Pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota tersebut diatur dalam PP No. 38/ 2007. Tugas pembantuan merupakan sebuah model dimana pemerintah atasan meminta kepada pemerintah bawahan untuk melaksanakan sebagian atau seluruh kewenangannya bisa berasal dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, bisa berasal dari provinsi saja, atau bisa berasal dari kabupaten/kota saja. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota kepada desa wajib disertai dengan dukungan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Penyelenggaraan tugas pembantuan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Jika tugas pembantuan tidak disertai dengan pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia, desa berhak menolak. 4. Urusan
pemerintah
lainnya
yang
oleh
peraturan
perundangan-undangan
diserahkan kepada desa Di samping mempunyai kewenangan asli, kewenangan yang diserahkan dari kabupaten/kota, dan tugas pembantuan, desa juga dapat menerima urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepadanya. Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa berdasarkan undang-undang sampai saat ini belum ada.
29
C. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa 1. Pemerintah Desa Penyelenggaran pemerintahan desa dilakukan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintah desa adalah organisasi pemerintahan desa yang terdiri atas: a. Unsur pimpinan, yaitu kepala desa; b. Unsur pembantu kepala desa yang terdiri atas:
Sekretariat desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh sekretaris desa;
Unsur pelaksana teknis, yaitu unsur pembantu kepah desa yang melaksanakan urusan teknis di lapangan seperti urusan pengairan, keagamaan, dan Iain-Iain;
Unsur kewilayahan, yaitu pembantu Impala desa di wilayah kerjanya seperti kepala dusun.
Kepala
desa
mempunyai
tugas
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa mempunyai wewenang; a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD; b. Mengajukan rancangan peraturan desa; c. Menetapkan peraturari desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD; d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBDesa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD; e. Membina kehidupan masyarakat desa; f. Membina perekonomian desa; g. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif; h. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk . i. Kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan j. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
30
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya kepala desa mempunyai kewajiban: a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat; c. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; d. Melaksanakan kehidupan demokrasi; . e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme; f. menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa; g. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan; h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik; i. Melaksanakan dan mempertanggungiawabkan pengelolaan keuangan desa; j. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa; k. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa; l. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa; m. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat; n. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; dan o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup. Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah berdasarkan peraturan pemerintah. Agar fokus pada pelayanan kepada masyarakat, kepala desa dilarang: a. Menjadi pengurus partai politik; b. Merangkap
jabatan
sebagai
ketua
dan/atau
anggota
BPD,
dan
lembaga
kemasyarakatan di desa bersangkutan; c. Merangkap jabatan sebagai anggota DPRD; d. Terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden, dan e. Pemilihan kepala daerah; merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat, dan f. Mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;
31
g. Melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/ atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; h. Menyalahgunakan wewenang; dan i. Melanggar sumpah/janji jabatan. Kepala desa berhenti karena, (l) meninggal dunia; (2) permintaan sendiri; atau (3) diberhentikan. Kepala desa diberhentikan karena: a. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru; b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa; d. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan; e. Tidak melaksanakan kewajiban kepala desa; dan/atau f. Melanggar larangan bagi kepala desa. Masa jabatan kepala desa adalah enam tahun, yang dihitung sejak yang bersangkutan dilantik. Kepala desa yang sudah menduduki jabatan kepala desa hanya boleh menduduki jabatan kepala desa lagi untuk satu kali masa jabatan. Sebagaimana disinggung di depan, kepala desa dibantu oleh perangkat desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perangkat desa bertanggung jawab kepada kepala desa. Perangkat desa terdiri atas sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sekretaris desa diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan, yaitu: a. Berpendidikan paling rendah lulusan SMA atau sederajat; b. Mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan; c. Mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran; d. Mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan; , e. Memahami sosial budaya masyarakat setempat; dan f. Bersedia tinggal di desa yang bersangkutan. Sekretaris desa diangkat oleh sekretaris daerah kabupaten/kota atas nama bupati/wali kota. Adapun perangkat desa lainnya diangkat oleh kepala desa dari penduduk desa yang bersangkutan. Pengangkatan perangkat desa ditetapkan dengan keputusan kepala desa. Untuk bisa diangkat sebagai perangkat desa calon harus berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun
32
dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun. Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat desa lainnya diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang sekurang-kurangnya memuat: a. Persyaratan calon; b. Mekanisme pengangkatan; c. Masa jabatan; d. Kedudukan keuangan; e. Uraian tugas; f. Larangan; dan g. Mekanisme pemberhentian. Jumlah perangkat desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan dengan peraturan desa. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota. peraturan daerah kabupaten/kota sekurang-kurangnya memuat: a. Tata cara penyusunan struktur organisasi; b. Perangkat; c. Tugas dan fungsi; d. Hubungan kerja. Kepala desa dan perangkat desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa yang ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa. Penghasilan tetap tersebut paling sedikit sama dengan upah minimum regional kabupaten/kota. Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan keuangan kepala desa dan perangkat desa diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang sekurangkurangnya memuat: a. Rincian jenis penghasilan; b. Rincian jenis tunjangan; c. Penentuan besarnya dan pembebanan pemberian; d. Penghasilan dan/atau tunjangan. 2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
33
Pemerintah berfungsi menyelenggarakan kebijakan pemerintah atas nya dan kebijakan desa, sedangkan BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Atas fungsi tersebut BPD mempunyai wewenang: a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan Peraturan Kepala Desa c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat f. Menyusun tata tertib BPD Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri atas Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat atau diusulkan kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil paling sedikit 5 orang dan paling banyak 11 orang dengan memperhatikan luas wilayah, Jumlah penduduk dan kemampuan keuangan desa. Pimpinan BPD terdiri dari 1 orang ketua, 1 orang wakil ketua dan 1 orang sekretaris. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus. Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda. BPD mempunyai hak: a. Meminta keterangan kepada pemerintah Desa b. Menyatakan pendapat c. Anggota BPD mempunyai hak: d. Mengajukan rancangan peraturan desa e. Mengajukan pertanyaan f. Menyampaikan usul dan pendapat g. Memilih dan dipilih 34
h. Memperoleh tunjangan i. Anggota BPD mempunyai kewajiban: j. Mengamalkan Pancasila melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan. k. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. l. Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. m. Menyerap, menampung, menghimpun, menindaklanjuti aspirasi masyarakat. n. Memproses pemilihan kepala desa. o. Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. p. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat. q. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan. Pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan menjadi kepala desa dan perangkat desa. Pimpinan dan anggota BPD dilarang: a. Menjadi pelaksana proyek desa. b. Merugikan
kepentingan
umum,
meresahkan
sekelompok
masyarakat
dan
mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain. c. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya. d. Menyalahgunakan wewenang e. Melanggar sumpah atau janji jabatan.
BAB VI Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintah Desa A. Keuangan Desa Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah desa yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Keuangan desa bersal dari pendapatan asli desa, APBD, dan APBN. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari ABPDesa, bantuan pemerintah pusat, dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diselenggarakan
35
oleh pemerintah desa didanai oleh APBD, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintah pusat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBN.
B. Anggaran belanja dan pendapatan desa (APBDesa) 1. APBDesa Anggaran belanja dan pendapatan desa adalah rencana keuangan desa dalam satu tahun yang memuat perkiraan pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan, dan rencana pembiayaan yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa. 2. Struktur APBDesa Terdiri atas: Pendapatan desa Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa terdiri atas: 1. Pendapatan asli desa 2. Bagi hasil pajak kabupaten/kota 3. Bagian dari retribusi kabupaten/kota 4. Alokasi dana desa 5. Bantuan keuangan dari pemerinah, pemerintah proinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan desa lainnya 6. Hibah 7. Sumbangan pihah ketiga Belanja desa. Terdiri atas: Belanja langsung yang terdiri atas: a. Belanja pegawai b. Belanja barang dan jasa c. Belanja modal 36
Belanja yang tidak langssung terdiri atas: a. Belanja pegawai/penghasilan tetap b. Belanja subsidi c. Belanja hibah (pembatasan hibah) d. Belanja bantuan sosial e. Belanja bantuan keuangan f. Belanja tak terduga Pembiayaan desa Terdiri atas: 1. Penerimaan pembiayaan, yang mencakup: Sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya Pencairan dana cadangan Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan Penerimaan pinjaman 2. Pengeluaran pembiayaan yan mencakup:
Pembentukan dana cadangan
Penyertaan modal desa
Pembayaran utang
3. Penyusunan Rancangan APBDesa Program pembangunan tahunan desa diturunkan dari program pembangunan jangka menengah desa (lima tahun), yang disebut rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDesa). RPJMDesa merupakan penjabaran visi dan misi dari kepala desa terpilih. Perlu diketahui bawa seseorang yang mencalonkan diri sebagai kepala desa harus menyusun visi dan misi yang disampaikan saat kampanye pemilihan kepala desa. Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa berdasarkan RKPDesa. Sekretaris desa menyampaikan rancangan peraturan desa tentang APBDesa kepada kepala desa untuk memperoleh persetujuan. Kemudian kepala desa menyampaikan rancangan peraturan desa kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Penyampaian rancangan peraturan desa paling lambbat minggu pertama bulan november tahun anggaran sebelumnya. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan oleh desa paling lambat 1 bulan setelah APBD kabupaten/kota ditetapkan. Dengan ditetapkannya APBDesa, 37
pemerintah desa menyelenggarakan pemerintahan desa dan pembangunan desa berdasarkan APBDesa tersebut. 4. Pelaksanaan APBDesa Semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya, pengaturannya diserahkan kepada daerah. Program dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber penerimaan desa dan pendapatan desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah. Setiap pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Bukti harus mendapat pengesahan oleh sekretaris desa atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud. Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa. Pengeluaran kas desa tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat mengikat dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya wajibb menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipengutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Sisa lebih perhitungan anggaran taun sebelumnya merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk: 1. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih keil dari pada realisasi belanja. 2. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung . 3. Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atau disimpan pada kas desa tersendiri atas nama dana cadangan pemerintah desa. Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain di luar tyang telah ditetapkan dalam peraturan desa tentang pembentukan dana cadangan. 5. Perubahan APBDesa Perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi:
38
a. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja. b. Keadaan yang menyebabkan sisa lebi perhitungan anggaran tahun sebelmnya harus digunakan dalam tahun berjalan. c. Keadaan darurat d. Keadaan luar biasa
6. Penatausahaan dan Pertanggungjawaban keuangan Desa Kepala desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa haris menetapkan bendahara desa. Penetapan bendahara desa harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kepala desa. Penatausahaan penerimaan wajib dilaksanakan oleh bendahara desa dengan menggunakan: 1. Buku kas umum 2. Buku kas pembantu perincian objek penerimaan 3. Buku kas harian pembantu Dokumen yang digunakan bendahara desa dalam melaksanakan penatausahaan pengeluaran meliputi: 1. Buku kas umum 2. Buku kas pembantu perincian objek pengeluaran 3. Buku kas pembantu 7. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa Jangka waktu penyampaian pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa paling lambat 1 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan keputusan kepala desa tentang keterangan pertanggungjawaban kepala desa disampaikan kepada bupati/wali kota melalui camt. Waktu penyampaian paling lambat 7 hari kerja setelah peraturan desa ditetapkan. 8. Alokasi dana desa Tujuan alokasi dana desa 1. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan 2. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat 3. Meningkatkan pembangunan infrakstruktur perdesaan
39
4. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial 5. Meningkatkan ketrentraman dan ketertiban masyrakat 6. Meningkatkan pelayanan pada masysrakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. 7. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat 8. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui badan usaha milik desa Mekanisme pencairan alokasi dana desa dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/kota. Pelaksanaan kegaiatn-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD dalam ABPDesa sepenuhnya dilaksanakan oleh tim pelaksana desa dengan mengacu pada peraturan bupati/wali kota. Penggunaan anggaran alokasi dana desa adalah sebesar 30% untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa, sebesar 70% untuk biaya pemberdayaan masyarakat. 9. Pertanggungjawaban daan pelaporan ADD Penyampaian laporan pertanggungjawaban dilaksanakan melalui jalur struktural, yaitu dari tim pelaksana tingkat desa dan diketahui kepala desa ke tim pendamping tingkat kecamatan secara bertahap. Tim pendamping tingkat kecamatan membuat laporan/rekap dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah dan secara bertahap melaporkannya kepada bupati cq tim fasilitasi tingkat kabupaten/kota. Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan tim pendamping dibebankan pada APBD kabupaten/kota diluar dana alokasi dana desa. 10. Pembinaan dan pengawasan ADD Pemerintah provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran alokasi dana desa dari kabupaten/kota kepada desa. Pemerintah kabupaten/kota dan camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Pembinaan dan pengawasan pemerintah kabupaten/kota meliputi: Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan ADD Memberikan bimbingan dan pelatihan dan penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup
perencanaan
dan
penyusunan
APBDesa,
pelaksanaan
dan
perttanggungjawaban APBDesa Membinan dan mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa 40
Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan adminstrasi keuangan desa
C. Kekayaan Desa Salah satu perbedaan desa dengan kelurahan adalah dimilikinya kekayaan desa. Desa sebagai badan hukum mempunyai kekayaan. Jenis kekayaan desa terdir atas: Tanah kas desa Pasar desa Pasar hewan Tambatan perahu Bangunan desa Pelelangan ikan yang dikelola oleh desa Pengelolaan kekayaan desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efesiensi, akuntabilitas dan kepstian nilai. Pengelola kekayaan desa harus berdayagunaa dan berhasil guna untuk meningkatkan pendapatn desa. Pengelolaan kekayaan desa harus mendapatkan pesetujuan BPD. D. Laporan pertanggungjawaban 1. Laporan kepala desa Dalam rangka pertanggungjawaban atas penyelenggaraab pemerintah desa tersebut, kepala desa harus membuat: 1. Laporan penyelenggaraan pemerintah desa, yang meliputi: a. LPPD akhir tahun anggaran dan b. LPPD akhir masa jabatan 2. Laporan keterangan pertanggungjawaban yang meliputi: a. LKPJ akhir tahun anggararan b. LKPJ akhir masa jabatan c. Informasi LPPD kepada masyarat Ruang lingkup LPPD, meliputi:
Urusan pemerintahan berdasarkan hak asal usul desa
Urusan pemerintahan yang diserahkan kebupaten/kota
Tugas pembantuan
Urusan pemerintahan
lainnya
yang oleh
diserahkan kepada desa 41
peraturan perundang-undangan
LPPD kepala desa akhir tahun disampaikan kepala dea kepada bupati/wali kota melalui camat, paling lambat 3 bulan setelah tahun anggarran berakhir. LPPD akhir masa jabatan kepala desa disampaikan kepala desa kepada buapati/wali kota melalui camat paling lambat 3 bulan sebelum masa jabatan kepala desa berakhir. Buapti/wali kota melakukan evaluasi terhadap LPPD kepala desa. LPPD akhir masa jabatan kepala desa meliputi: a. Ringkasan laporan tahun tahun sebelumnya b. LPPD sisa masa jabatan yang belum dilaporkan c. Hasil yang dicapai dan yang belum dilaksanakan d. Hal-hal yang dianggap perlu untuk perrbaikan 2. Laporan Keuangan BPD BPD juga wajib menyampaikan administrasi keuangan BPD yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja desa kepada kepala desa selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. BPD wajib menyampaikan laporan kareba BPD juga menggunakan dana
dari APBDesa. Oleh karena itu, dalam rangka akuntabilitas BPD juga
membuat laporan penggunaan keuangannya. Laporan adminstrasi keuangan BPD disampaikan secara tertulis.
BAB VII Pelayanan, Pembangunan, dan Kerjasama Desa A. Pelayanan Pemerintahan Desa Fungsi pemerintahan adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa pelayanan publik, pelayanan pembangunan, dan pelayanan perlindungan, baik itu di pusat, kota maupun tingkat desa. Pemberian pelayanan ditujukan agar menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada publik, yaitu sejumlah orang yang mempunyai kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap, dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai dan norma yang mereka miliki. Adapaun pada konteks pemerintahan desa, publik di sini maksudnya adalah sejumlah penduduk atau rakyat yang tinggal dalam wilayah/ desa yang mempunyai pikiran, perasaan, 42
dan kepentingan yang sama terhadap keberadaan pemerintah desa berdasarkan nilai-nilai yang mereka pegang. Masyarakat desa sangat berkepentingan agar pemerintah desa menyediakan barang-barang publik (public goods) dan layanan publik (public services). Barang-barang publik yang dimaksudkan adalah barang-barang yang dapat digunakan secara bersama oleh semua orang tanpa seorang pun dikecualikan dalam menggunakannya (nonexcludable), ciri ciri nya yaitu tidak adanya persaingan (nonrivalary) dalam penyediannya, contoh nya lapangan sepak bola, pemakaman umum, sumur artetis untuk air minum, dan gardu-gardu untuk pos keamanan. Sedangkan layanan publik merupakan pelayanan yang diterima oleh semua orang tanpa pengecualian dalam pelayanannya, seperti pemberian surat keterangan untuk pembuatan KTP/SlM/SKCK/sertifikat tanah, surat keterangan miskin, surat pengantar untuk mendapatkan pengobatan gratis, dan lain-lain. Pelayanan pembangunan adalah pelayanan pemerintah desa dalam bentuk melakukan pembangunan yang berdampak kepada peningkatan pendapatan warga desa baik langsung maupun tidak langsung. Pembangunan yang berdampak langsung kepada peningkatan kesejahteraan warga desa contohnya seperti pembangunan jalan dan jembatan yang menghubungkan desa dengan ibu kota kecamatan, ibu kota kabupaten, dan pasar. Adapun pembangunan yang dampaknya tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa misalnya pembangunan TK dan SD, dampaknya akan terlihat setelah para murid tersebut dewasa. Anak desa yang terdidik akan bisa lebih sejahtera daripada anak desa yang tidak terdidik. Pelayanan pemerintah desa yaitu dengan memberikan perlindungan kepada warga desa yang berupa upaya pemerintah desa memberikan rasa aman dan tenteram kepada warga desa. Pemerintah desa harus dapat menciptakan rasa aman kepada warganya dari tindak kejahatan, kerusuhan, dan bencana alam seperti pencurian, perampokan, perjudian, pelacuran, kekerasan warga yang jahat, konflik antarwarga dan antarkampung, kebakaran, dan banjir. 43
Pemerintah desa bekerja sama dengan Polsek dan Koramil di bawah koordinasi camat harus melakukan upaya untuk menciptakan rasa aman dan tenteram tersebut kepada warganya sehingga warga desa melakukan kehidupan dengan aman dan tenteram. Pelayan pemerintahan desa tersebut berhubungan dengan tiga fungsi yang dimiliki pemerintahan desa yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat (publik services function), melakukan pembangunan (development function), dan menciptakan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan masyarakat (protective function). Fungsi pertama bisa diberikan kepada perorangan dan bisa juga kepada kelompok, misalnya untuk perorangan yaitu memberi surat pengantar pembuatan KTP warga, memberi surat pengantar surat kelakuan baik, membuatkan surat keterangan miskin bagi warga yang miskin untuk macam-macam keperluan, memberi surat keterangan tentang orang yang akan nikah, rujuk, dan talak, dan lain-lain. Sedangkan yang disediakan kepada kelompok misalnya menyediakan pos jaga, lapangan olah raga. taman desa, kuburan, dan lain-lain. Pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah desa tersebut antara lain memberikan pelayanan bidang pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar, memberikan pelayanan bidang kepemudaan dan olah raga, memberikan pelayanan di bidang keagrariaan, melakukan bimbingan dan pelayanan di bidang perkoperasian dan pengusaha ekonomi lemah, melakukan bimbingan dan pelayanan di bidang kesehatan dan keluarga berencana, melakukan pelayanan di bidang kependudukan, melakukan bimbingan dan pelayanan di bidang keagamaan (talak, rujuk. nikah, urusan kematian, zakat, infaq, dan sadakah), memberikan pelayanan di bidang bantuan kemanusiaan akibat bencana alam dan lain-lain, melakukan bimbingan dan pelayanan di bidang pengairan, melakukan pelayanan di bidang perpajakan dan retribusi, melakukan pelayanan kepada organisasi kemasyarakatan/keagamaan/kepemudaan/perempuan, dan lainnya, membantu pelaksanaan dan pengawasan pemilihan umum (pemilu).
44
Fungsi kedua diwujudkan dengan melakukan pembangunan (development) sarana dan prasarana yang dapat menciptakan kegiatan dan kegairahan ekonomi masyarakat yang pada gilirannya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Contohnya adalah membangun jalan, jembatan. irigasi, pintu air, dam, lampu penerangan, sumur artetis, pos jaga, dan lain-lain. Jalan dan jembatan yang baik akan memperlancar pengangkutan hasil pertanian dan hasil bumi lainnya untuk dipasarkan di kota dan juga memperlancar pengangkutan sarana dan prasarana pertanian ke desa. Dengan adanya irigasi, pintu air, dan dam yang baik maka akan tercipta sistem pengairan yang baik dan lancar sehingga usaha pertanian terjamin, yang pada gilirannya akan meningkatkan kemakmuran rakyat. Dengan adanya sumur artetis maka kebutuhan warga desa akan aur bersih dapat terpenuhi sehingga kesehatannya pun terjaga. Dengan pos jaga yang difungsikan sebagai ronda untuk sistem keamanan lingkungan. warga desa akan mendapatkan rasa tenteram, aman. dan tertib sehingga dapat tenang bekerja, berusaha, dan menikmati kehidupan sebagai orang yang berbudaya. Dalam melaksanakan pembangunan di desa, perencanaan pembangunan harus menghitung bahwa hasilnya benar-benar membawa manfaat,
yaitu meningkatkan
kesejahteraan warga desa. Pembangunan jalan, penerangan jalan, jembatan, saluran irigasi, pintu air, dam, serta saluran tersier dan sekunder adalah contoh pembangunan yang berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Demikian pula pembangunan pasar desa; pembangunan lembaga pendidikan seperti TPA, TK, SD, SMP, SMA, SMK: pembangunan gedung pertemuan warga: dan pembangunan tempat ibadah. Pembangunan yang tidak membawa manfaat bagi peningkatan kesejahteraan warga desa secara langsung hendaknya tidak dijadikan prioritas. Fungsi ketiga yaitu menciptakan kondisi yang tenteram, aman, dan tertib dilakukan dengan cara bekerja sama dengan pihak Kepolisian Sektor dan KORAMIL, membina dan 45
memberdayakan semua unsur keamanan rakyat yang mencakup perangkat desa bidang keamanan (misalnya jogoboyo/bayan polisi), HANSIP (Pertahanan Sipil), HANRA (Pertahanan Rakyat), KAMRA (Keamanan Rakyat); dan semua rakyat desa menciptakan kondisi yang aman dan tertib di desa. Secara operasional pemerintah desa bekerja sama dengan RT dan RW membentuk sistem keamanan lingkungan (Siskamling) dengan cara membuat satuan-satuan pos penjaga keamanan di setiap RT atau dukuh/ dusun. Dalam sistem keamanan lingkungan tersebut pemerintah desa mengatur sistem ronda malam bagi setiap kepala keluarga, tata cara bermalam bagi tamu yang berasal dari luar desa, tata cara pertunjukan seni di malam hari, tata cara penggunaan pengeras suara di malam hari, dan sanksi bagi pelanggar keamanan dan ketertiban desa. Pemerintah desa juga membina kerukunan masyarakat melalui pembinaan sosial budaya seperti mengadakan upacara sedekah bumi/ bersih desa, mengadakan pesta seni pada peringatan HUT kemerdekaan, menggiatkan dan mendukung kegiatan olah raga, membina dan memupuk lembaga gotong royong, seni budaya, olah raga. keagamaan. dan adat. Melalui semua itu, masyarakat desa diarahkan untuk membangun suasana yang rukun, aman, dan damai dalam sistem sosial budaya masyarakat desa. Disamping itu, pemerintah desa dalam rangka menciptakan suasana yang tenteram, aman, dan tertib di wilayahnya, diberi wewenang melakukan peradilan desa dalam rangka penciptaan perdamaian. Maksudnya, pemerintah desa dapat berperan sebagai lembaga judikatif atas sengketa antarwarga demi perdamaian. Pemerintah desa yang diwakili oleh kepala desa bersama dengan sesepuh desa, kepala adat/suku, dan pemuka agama, bertindak sebagai juru damai atas warga desa yang berselisih atau bersengketa. Juru damai tersebut mendamaikan para pihak yang berselisih/bersengketa tersebut dalam suatu sidang peradilan yang khusus diadakan untuk itu. Keputusan juru damai mengikat semua pihak dan harus dijalankan.
46
Dengan demikian, pemerintah desa wajib melaksanakan ketiga fungsi tersebut. Wujud konkret pelaksanaan ketiga fungsi tersebut adalah kegiatan memberikan pelayaan kepada masyarakat dalam lingkup tiga fungsi tersebut. Jika dilaksanakan dengan baik dan prima (excellent), ketiga fungsi tersebut akan berdampak nyata pada penciptaan kesejahteraan masyarakat desa. Dampak yang paling dirasakan pertama adalah kepuasan masyarakat terhadap keberadaan pemerintahnya. Masyarakat desa puas karena masalah bersama yang mereka hadapi dapat terpecahkan berkat pelayanan yang mudah, cepat, murah, dan baik dari pemerintah desa. Selanjutnya, jika semua urusan mendapatkan pelayanan prima, maka segala sesuatunya akan berjalan lancar yang pada gilirannya pula akan berdampak baik langsung maupun tidak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. B. Perencanaan Desa Dalam
rangka
penyelenggaraan
pemerintahan
desa
disusun
perencanaan
pembangungan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pem bangunan daerah kabupaten/kota. Perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif, yaitu melibatkan semua unsur masyarakat desa yang terdiri atas ketua RT/RW, tokoh masyarakat, pemangku adat, ketua organisasi kemasyarakatan, ketua organisasi perempuan, LSM, dan lain-lain. Perencanaan pembangunan desa terdiri atas : a. Rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDesa) RPJMDesa adalah suatu dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum, dan program, dan program perangkat desa, dan program prioritas kewilayahan, disertai dengan rencana kerja b. Rencana kerja pembangunan desa (RKPDesa) RKP-Desa adalah dokumen perencanaan untuk periode l (satu) tahun, merupakan penjabaran RPJM-Desa yang memuat 47
rancangan kerangka ekonomi desa., dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan RPJM-Desa. RPJMD Desa ditetapkan dengan peraturan desa dan RKP Desa dan ditetapkan dalam keputusan kepala desa dengan berpedoman pada peraturan daerah.
Penyusunan perencanaan pembangunan desa harus didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan perencanaan pembangunan mencakup penyelenggaraan pemerintahan desa, organisasi dan tata laksana pemerintahan desa, keuangan desa, profil desa, informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat. Perencanaan desa disusun oleh kepala desa dan perangkatnya. Kepala desa bertanggung jawab dalam penyusunan RPJM-Desa dan RKP-Desa. Setelah Kepala desa membuat rancangan pembangunan desa, rancangan ini dibawa dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa). Dalam forum inilah rencana pembangunan desa dimatangkan sehingga menjadi Rencana Pembangunan Desa. Adapun peserta forum Musrenbang desa terdiri atas : a. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPM-Desa) membantu pemerintah desa dalam menyusun RPJM-Desa dan RKP-Desa; b. Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama sebagai narasumber;
48
c. Rukun Warga/Rukun Tetangga, Kepala Dusun, Kepala Kampung, dan lain-lain sebagai anggota; dan d. Warga masyarakat sebagai anggota. Perencanaan desa yang sudah disepakati ditetapkan dalam peraturan desa untuk RPJMDesa dan dalam peraturan kepala desa untuk RKPDesa. Kepala desa melaporkan RPJM-Desa dan RKP-Desa kepada bupati/wali kota melalui camat. Laporan RPJM-Desa dan RKP-Desa disampaikan paling lambat l (satu) bulan sejak ditetapkan. Setelah dinyatakan resmi oleh bupati/wali kota, RPMDesa dan RKPDesa dilaksanakan oleh kepala desa. C. Kerja Sama Desa Dengan melakukan kerja sama dengan desa-desa di sekelilingnya, potensi konflik antarwarga desa, ketimpangan pertumbuhan akibat akses transportasi yang tidak sama, dan potensi alam yang tidak sama dapat dicarikan jalan keluar yang menguntungkan kedua belah pihak. Kerja sama desa dimaksudkan untuk kepentingan desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan kerja sama desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antardesa. Kerja sama desa harus berorientasi pada kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Ruang lingkup kerja sama antardesa meliputi bidang pemerintahan, pembangunan. dan kemasyarakatan. Kerja sama meliputi bidang peningkatan perekonomian masyarakat desa, peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial budaya, ketentraman dan ketertiban, pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Kerja sama antardesa dapat dilakukan antara: 1. Desa dengan desa dalam l (satu) kecamatan 2. Desa dengan desa di lain kecamatan dalam satu kabupaten/kota. 49
Apabila desa dengan desa di lain kabupaten dalam 1 (satu) provinsi mengadakan kerja sama, ketentuan kerja sama antardaerah harus diikuti, selain itu desa juga dapat melakukan kerja sama dengan pihak ketiga, yaitu semua pihak di luar pemerintah desa baik dalam bentuk badan hukum maupun bukan badan hukum. Kerja sama desa dengan pihak ketiga dapat dilakukan dengan instansi pemerintah atau swasta maupun perorangan sesuai dengan obyek yang dikerjasamakan seperti dalam bidang peningkatan perekonomian masyarakat desa, peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial budaya, ketenteraman dan ketertiban, pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, tenaga kerja, pekerjaan umum, batas desa dan lain-lain kerja sama yang menjadi kewenangan desa. Kerja sama antardesa ditetapkan dengan keputusan bersama, antara lain ruang lingkup kerja sama, bidang kerja sama, tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama, jangka waktu, hak dan kewajiban, pembiayaan, tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan, penyelesaian perselisihan dan lain-lain ketentuan yang diperlukan. Dalam rangka pelaksanaan kerja sama desa perlu dibentuk pengurus badan kerja sama desa. Pengurus badan kerja sama desa terdiri atas unsur pemerintah desa, anggota badan permusyawaratan desa, lembaga kemasyarakatan, lembaga lainnya yang ada di desa, dan tokoh masyarakat. Pembentukan badan kerja sama desa adalah dengan keputusan bersama. Mekanisme dan tata kerja badan kerja sama desa ditetapkan dengan peraturan desa. Badan kerja sama desa bertanggung jawab kepada kepala desa. Rencana kerja sama desa dibahas dalam rapat musyawarah desa dan dipimpin langsung oleh kepala desa yaitu membahas tentang ruang lingkup kerja sama, bidang kerja sama, tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama, jangka waktu, hak dan kewajiban, pembiayaan, penyelesaian perselisihan dan lain-lain ketentuan yang diperlukan. Hasil kesepakatan pembahasan kerja sama desa ditetapkan dalam keputusan bersama atau perjanjian bersama kerja sama desa. Perubahan dan 50
pembatalan kerja sama desa harus dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat dengan melibatkan berbagai pihak yang terikat dalam kerja sama desa. Perubahan kerja sama desa dapat dilakukan apabila : a. Terjadi situasi force majeur; b. Atas permintaan salah satu pihak dan atau kedua belah pihak; c. Atas hasil pengawasan dan evaluasi badan permusyawaratan desa; d. kerja sama desa telah habis masa berlakunya. Pembatalan kerja sama desa dapat dilakukan apabila salah satu pihak dan atau kedua belah pihak melanggar kesepakatan dan kerja sama desa bertentangan dengan ketentuan di atasnya atau merugikan kepentingan masyarakat. Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama desa harus diselesaikan secara musyawarah dan mufakat serta dilandasi dengan semangat kekeluargaan. Perselisihan kerja sama desa dalam satu kecamatan difasilitasi dan diselesaikan oleh camat. Perselisihan kerja sama desa lain kecamatan pada satu kabupaten/ kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/wali kota. Perselisihan kerja sama desa lain kabupaten/ kota dalam satu provinsi difasilitasi dan diselesaikan oleh gubernur. Kepala desa selaku pemimpin penyelenggaraan pemerintahan desa mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kerja sama desa. Kepala desa mempunyai tugas mengkoordinasikan penyelenggaraan kerja sama desa secara partisipatif. Kepala desa wajib memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban pelaksanaan kerja sama desa kepada masyarakat melalui BPD.
51
BAB VIII Administrasi Pemerintahan Kota dan Desa Desa berwewenang mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan adat istiadatnya. Dalam menjalankan wewenangnya Desa berhak membuat Peraturan Desa ditetapkan oleh kepala Desa bersama BPD dan bentuk regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah desa sebagaimana kabupaten membuat peraturan daerah yang memperhatikan kondisi budaya masyarakat desa setempat. Isi dari peraturan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, serta norma kesusilaan masyarakat. Yang harus dipenuhi dalam pembuatan peraturan Perundang-undangan yaitu: 1. Kejelasan tujuan; 2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; 3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; 4. Dapat dilaksanakan; 5. Kedayagunaan dan keberhasilan; 6. Kejelasan rumusan, dan; 7. Keterbukaan
Kepala Desa dan BPD dalam penyusunan dan perencanaan peraturan desa membagi tugas dan saling bekerja sama dalam penyusunan tersebut dan masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis maupun lisan. Dan untuk rancangan peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa, pungutan dan penataan ruangan yang telah di setujui bersama dengan BPD, diberikan waktu selama 3 hari sebelum di tetapkan oleh kepala desa untuk dievaluasi kepada Kepala Desa/Bupati/Walikota, dan diberikan waktu 20 hari untuk penyampaian hasil evaluasi tersebut. Selain dari peraturan desa dan peraturan kepala desa ada juga produk hukum lainnya yaitu keputusan kepala desa, dimana keputusan kepala desa yang dibuat oleh kepala desa untuk mengesahkan sebuah perbuatan pemerintah misalnya SK tentang pengangkatan perangkat desa, SK tentang pembentukan tim penaggulangan banjir, SK tentang panitia pembangunan balai desa dan lain lain. Dalam prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, desa diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat 52
istiadat setempat yang diakui. Dalam penyusunan peraturan desa, peraturan kepala desan keputusan kepala desa harus disusun dan dibuat sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dan teknik penyusunannya sesuai dengan pedomannya. Dalam penyusunan peraturan desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa terdapat kerangka struktur yang terdiri dari: 1. Penamaan/judul Memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau keputusan yang diatur dan dibuat singkat dan mencerminkan isi peraturan ditulis dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda baca. 2. Pembukaan Dibuka dengan frasa “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”, jabatan pembentuk peraturan desa, konsiderans, dasar hukum, frasa”Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa” memutuskan, dan menetapkan. 3. Batang tubuh Batang tubuh memuat semua materi yang dirumuskan dalam pasal-pasal atau diktumdiktum. Batang tubuh yang dirumuskan dalam pasal-pasal adalah jenis Peraturan dan Peraturan Kepala Desa yang bersifat mengatur (Regelling), sedangkan jenis Keputusan Kepala Desa yang bersifat penetapan (bersehikking), batang tubuhnya dirumuskan dalam diktum-diktum. a. Batang tubuh Peraturan Desa Ketetapan umum Materi yang di atur Ketentuan peralihan (kalauada); dan Ketentuan Penutup Pengelompokan materi dalam bab, bagian, dan paragraf tidak merupakan keharusan Jika Peraturan Desa mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal, maka pasal-pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi bab, bagian dan paragraph. Pengelompokan materi-materi dalam bab, bagian dan paragraph dilakukan atas dasar kesamaan katefori atau kesatuan lingkup isi materi yang diatur. 4. Penutup
53
Penutup suatu Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau keputusan Kepala Desa memuat hal-hal sebagai berikut: a. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan disebelah kanan b. Nama jabatan ditulis dengan huruf capital dan pada akhir kata di beri tanda baca koma c. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf capital tanpa gelar dan pangkat. d. Penetapan peraturan desa, peraturan kepala desa atau keputusan kepala desa di tandatangani oleh kepala desa e. Lampiran (bila diperlukan)
Perubahan Peraturan Desa, Peraturan Depala Desa, Atau Keputusan Kepala Desa 1. Menambah atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau menghapus ketentuan yang sudah ada, baik yang berbentuk bab, bagian paragraph, pasal, ayat maupun perkataan angka, huruf, tanda baca, lampiran diktum dan lain-lainnya 2. Mengganti suatu ketentuan dengan ketentuan lain, baik yang berbentuk bab, bagian, paragraph, pasal, ayat maupaun perkataan angka, huruf, tanda baca, lampiran diktum dan lain lain. Yang harus diperhatikan adalah: a. Dilakukan oleh pejabat yang berwenang membentuknya b. Peraturan desa dan peraturan kepala desa diubah dengan peraturan kepala desa, sedangkan keputusan kepala desa diubah dengan keputusan kepala desa c. Perubahan peraturan desa, peraturan kepala desa, atau keputusan kepala desa dilakukan tanpa mengubah sistematika yang diubah d. Dalam penanaman disebutkan peraturan desa, peraturan kepala desa, keputusan kepala desa mana yang diubah, dan perubahan yang diadakan itu adalah perubahan yang keberapa kali. e. Dalam konsiderans menimbang peraturan desa, peraturan kepala desa, atau keputusan kepala desa yang diubah harus dikemukakan alasaan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan mengapa peraturan yang lama perlu diadakan perubahan f.
Batang tubuh peraturan desa, peraturan kepala desa atau keputusan kepala desa yang diubah hanya ditulis dengan angka romawi
54
g. Apabila peraturan desa, peraturan kepala desa atau keputusan kepala desa sudah mengalami perubahan berulang kali, sebaiknya peraturan desa, peraturan tersebut dicabut dan diganti dengan peraturan yang baru. h. Apabila pembuat peraturan tersebut berniat mengubah secara besar-besaran demi kepentingan pemakai, lebih baik apabila dibentuk peraturan yang baru.
Pencabutan Peraturan Desa, Peraturan Kepala desa atau Peraturan kepala Desa 1. Pencabutan dengan penggantian Terjadi apabila peraturan tersebut yang ada digantiakn dengan peraturan yang baru. Bentuk luar peraturan yang baru ini sama seperti lazimnya peraturan lainnya. 2. Pencabutan tanpa penggantian Bentuk luar peraturan memunyai kesamaan dengan perubahan peraturan yaitu bahwa batang tubuh peraturan tersebut akan terdiri atas dua pasal yang diberi angka arab
BAB IX Administrasi Pemerintahan Desa A. Administrasi Desa Demi efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan desa, pemerintah desa harus didukung dengan tata usaha yang besar. Tata usaha adalah kegiatan mencatat semua proses penyelenggaraan pemrintahan desa yang disebut administrasi desa. Jadi, administrasi desa adalah keseluruhan proses kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai penyelnggaraan pemerintahan desa pada buku administrasi desa. Administrasi desa sangat penting bagi kegiatan penyelanggaraan pemerintahan desa. Pemerintahan desa akan berjalan dengan lancarmanakala didukung oleh sistem tata uasaha/administrasi yang benar , rapih, dan tertib. Sistem administrasi yang benar, rai,dan tertib akan memberikan data dan informasi yang mudah dan sistematis yang sangat berguna untuk pengambilan keputusan pembuatan rencana, kontrol kegiatan, evaluasi, dankomunikasi dan informasi baikke dalam maupun keluar organisasi. Administrasi desa terdiri atas : 1. Administrasi Umum
55
adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai kegiatan pemerintahan desa pada buku administrasi umum. 2. Administrasi Pendudukan adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai penduduk dan mutasi penduduk pada buku administrasi penduduk. 3. Administrasi Keuangan adalah kegiatan pencatatan data dan informasi pengelolaan keuangan desa pada buku admnistrasi keuangan. 4. Administrasi Pembangunan adalah kegiatan pencatatan data dan informasi pembangunan yang akan sedang dan telah dilaksanakan pada buku admnistrasi pembangunan. 5. Administrasi Badan Permusyawaratan Desa atau BPD adalah kegiatan pencatatan data dan informasi menganai BPD. 6. Administrasi lainnya adalah administrasi selain kelima administrasi tersebut yang dianggap penting oleh desa. Model buku administrasi desa sebagai berikut : 1. Buku Administrasi Umum a. Model A.1 : Buku Data Peraturan Desa b. Model A.2 : Buku Data Keputusan Kepala Desa c. Model A.3 : Buku Data Inventaris Desa d. Model A.4 : Buku Data Aparat Pemerintahan Desa e. Model A.5 : Buku Data Tanah Milik Desa/Tanah Kas Desa f. Model A.6 : Buku Data Tanah Di Desa g. Model A.7 : Buku Agenda h. Model A.8 : Buku Ekspedisi 2. Buku Administrasi Penduukan a. Model B.1 : Buku Data Induk Penduduk Desa b. Model B.2 : Buku Data Mutasi Penduduk Desa c. Model B.3 : Buku Data Rekapitulasijumlah Penduduk Akhir Bulan d. Model B.4 : Buku Data Penduduk Sementara 3. Buku Administrasi Keuangan Desa a. Model C.1.a
: Buku Anggaran Penerimaan
b. Model C.1.b
: Buku Anggaran Pengeluaran Rutin
c. Model C.1.c
: Buku Anggaran Pengeluaran Pembangunan
56
d. Model C.2 : Buku Kas Umum e. Model C.3.a
: Buku Kas Pembantu Penerimaan
f. Model C.3.b
: Buku Kas Pembantu Pengeluaran Rutin
g. Model C.3.c
: Buku Kas Pembantu Pengeluaran Pembangunan
4. Buku Admnistrasi Pembangunan a. Model D.1 : Buku Rencana Pembangunan b. Model D.2 : Buku Kegiatan Pembangunan c. Model D.3 : Buku Investaris Proyek d. Model D.4 : Buku Kader-Kader Pembangunan 5. Buku Administrasi BPD a. Model E.1 : Buku Data Anggota BPD b. Model E.2 : Buku Data Keputusan BPD c. Model E.3 : Buku Data Kegiatan BPD d. Model E.4 : Buku Agenda BPD e. Model E.5 : Buku Ekspedisi 6. Buku Administrasi Lainnya a. Model F.1 : Buku Data Pengurus dan Anggota Kemasyarakatan b. Model F.2 : Buku Register c. Model F.3 : Buku Profil Desa B. Pembangunan desa Pembangunan adalah merupakan proses perubanan yang disengaja dan direncanakan lebih lengkap lagi, pembangunan berarti perubahan yang disengaja atau Direncanakan dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehandaki ke arah yang dikehendaki. Istilah pembangunan umum- nya dipadamkan dengan istilah developmen, sekalipun istilah developmen sebenarnya berarti perkembangan tanpa perencanaan. Maka pcmbangunan masyarakat desa juga disebut rurar development. Demikian pula istilah modemisasi juga sering diartikan identik dengan pembangunan, yakni mengingat artinya sebagai proses penerapan pungetahnan dan teknologi modem pada berbagai segi atau bidang kchidupan masyarakat. Sehingga, ada pula yang mendefinisikan pcm- bnngunan sebagai usaha yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan. perubahan sosial melalui modemisasi. Di negaranegara berkembang, proses perubahan dan perkem- bangan yang terjadi padu ntasyarakat -termasuk masyarakat desa-- tidak lepas dari campur tangan Pemerintah. Dengan demikian jelas bahwa yang merencanakan dan merekayasa prubahan adalah Negara (cq. pemerintah), Campur tangan Negara ini dilakukan dengan tujuan untnk mempercepat akselerasi pembangunan agar bangsanya tidak tertinggal dari dunia Barat. Istilah dan pengertian pembangunan tersebut di atas tidak lazim bagi negara-negara industri Barat yang telah maju dan modern. Hal ini dapat dimengerti karena proses modemisasi di Barat merupakan peroses perkembangan (developmen) intemal dan wajar lewat industri dungan sistem kapitalisasinya. 57
Proses ini bersifat wajar dalam arti tidak ada perencanaan, pengendalian, atau kesengajaan terhadap jalannya proses tcrsebut. Peran Pemerintah bersifat pasif. Kalaulah ada yang dapat diperhitungkan sebagai kekuatan pengendali yang aktif, adalah kekuatan pasar. Modernisasi ini, dengan industri dan system. Kapitalisme yang melandasainya, telah mengantarkan negara- ncgara. Barat tersebut ke tingkat kemajuan yang telah dicapainya sejauh ini. Bagaimana dengan dunia Ke tiga, terasuk Indonesia? Mengapa pembangunan diperlukan? Hal ini mudah dimengerti. Sebab, Negara negara berkembang (dunia ke tiga) semenjak memperoleh kemerdekaannya; merasa bebas untuk menentukan-nasibnya sendiri. Hal yang segera dirasakan adalah keterbelakangan dan ketertinggalan- nya dari dunia Barat. Maka untuk memajukan Negara dan sekaligus untuk mengejar ketertinggalan itu; proses modemisasi (dengan atau tanpa industrialisasi) yang biasa tidaklah cukup. Moderenisasi itu harus direncanakan, dipacu, dan diakselerasikan, sedemikian rupa sehingga ibarat kendaraan segcra bisa mengantar negara-negara berkembang_tersebut menjadi negara yang maju dan sejahtera setara dengan dunia`Barat. Pembangunan secara umum mengandung penger- tian secaman ini. Bagaimana kegiatan pembangunan nasional di Indonesia? Scbagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa pembangunan adalah mcrupakan kegiatan yang direncanakan. Oleh negara atau khususnya pemerintahu Di Indonesia kegiatan pernbangunan nasiona1 secara berencana telah dilancarkan semenjak tahun 1950-an, khususnya lewat pcran Dewan Perancang Nasional (DEPPERNAS) yang memprioritas- kan pembangunan di bidang ekonomi. Dengan diemikian, pemba~ nggunan nasional telah dilancarkan semenjak jaman Orda, Orba, hingga sekarang. Bagaimana rumusan pengertian pembangungm nasional kita? Diawali dengana penugasan Deppernas oleh Presiden untuk "meran- cangkan pola masyarakat 'adil' dan makmur sebagaimana dimaksudkan oleh Pembukaan_UUD 1945”, maka Undang-undang Nomor ;85,Tabun 1958 menyiratkan pengcrtian pembangunan nasional kita sebagai usaha untuk mempertinggi tingkat kehidupan bangsa Indonesia dengan jalan peningkatan produksi dan pengubahm: struktur perekonomian yang ada-menjadi struktur perekonomian nasional. Rurnusan semacam ini ditegaskan kembali dalam Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 Lentang-Garis-garis Besar Pola Pembanggunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969. Rencana ini tidak berjalan seperti yang diharapkan. karena pecahnya pemberontakan G30S PKI tahun l965. Kemudian, tahun.1966 Badan Perancang Pembangunan Naaional (BAPPENAS) yang dibentuk tahun l967 mulai mengambil peran dalam rancangan pembangunan nasional. Program-program pembangunan memperoleh landasannya lewat pelbagai keputusan politik seperti tertera dalam Kepres Nomor 319 Tahun 1968 tentang Repelita I, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang GBHN 1973, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GBHN 1978, dan lainnya. Tap MPR Nomor II/MPR/1983 menegas- kan hakekat pembnngunan nasional sebagai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indo- nesia. Bagaimana dengan pembangunan masyarakat desa? Dalam rumusan pembangunan nasional tersebut ditetapkan bahwa pembangunan masyarakat desa merupakan bagian integral dari pemba- ngangunan nasional. Secara lebih khusus pembangunan masyarakat dcsa memiliki beberapa pengertian, antara lain: 1. Pembangunan "masyarakat delsa berarti pembangunan masyarakat tradisional rnenjadi manusia modern (Horton dan Hunt, 1976, Alex Inkeles, 1765) 2. Pembangunan masyarakat desa berarti membangun swadaya masyarakat dan rasa percaya pada diri sendiri (Mukerjee dalam Bhattacharyya, 1972). Pembangunan pcdesaan tidak lain dari pembangunan usaha tani atau membangun pertanian (Mosher, 1974, Bertrand, 1958).
58
Di samping batasan-batasan tersebut, pembangunan desa di Indonesia memiliki arti: pembangunan nasional yang ditujukan pada usaha peningkamn taraf hidup masyarakat pedesaan, menumbuhkan partisipasi aktif setiap anggota masyarakat terhadap pembangunan, dan menciptakan hubungan yang selaras antara masyarakat dengan lingkungannya (berdasarkan GBHN dan Repelita-repelita). * Dalam pada itu, istilah asing untuk pcmbangunan desa bukan hanya rural development (RD), rnelainkan juga community development (CD).`Dua istilah ini sering muncul dalam berbagai wacama tentang pembangunan masyarakat desa. Sekalipun ada yang Cenda- rung tidak memperlihatkan perbedaannya, namun sebcnamya tcrdapat perbedaan antara dua konsep itu. CD merupakan pendekatan pemba- ngunan yang mengutamakan panisipasi aktif masyarakat. CD berlaku baik di desa maupun di perkotaan. RD di lain pihak hanya berlaku di pedesaan, dan mengutamakan keserasian masyarakat dengan Iing- kungannya. Sejak tahun 1977 Indonesia mengembangkan konsep Integrated Rural Development (IRD). IRD menekankan keterpaduan program-program pembangunan yang ada di desa, yang kalau tidak dipadukan akan bersifat fragmentaristik, terikat pada berbagai depanernen yang ada (Penanian, Sosial, Perindustrian, dan lainnya) Berlandaskan Undang-undang'Nomor 5 'Tahun 1974, pemba- ngunan desa yang diIaksanakan oleh Pemerintah terutama bertumpu pada Departemen Dalam Negeri. Pasal 80 Undang-undang itu menyai takan bahwa Kepala Wilayah (Gubernur, Bupatit,.Camat) adalah pcnguasa tunggal di bidang pemerintahan dan berkewajiban untuk mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyara- kat di segala bidang. Departemen Dalam Negeri rnemiliki program program pembangunan jangka pendek dan panjang. Progranm-program jangka pendek bertujuan untuk mensukseskan sector-sektor yang diprioritaskan dalam skala nasional seperti: menggerakkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalarn pembangunan, penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan, pening- katan produksi pangan (pertanian); perluasan .kesempatan kerja, pemerataan pendapatan dan kegiatan pembangunan, menggcrakan dan meningkatkan kegiatan perkoperasian, menggalakkan dan meningkatkan Keluarga Berencana, Serta meningkatkan kesehatan' masyarakat. Program-program jangka panjang dalam' garis besamya bertujuan untuk memajukan dan mengembangkan selumh dcsa di Indonesia. Ukuran kemajuan didasarkan atas tipologi desa yang dikembangkan oleh Departemen Dalam Negeri; khususnya Ditjen Pembangunan Desa (BANGDES), yakni tipe desa swadaya, swakarya, dan swasembada. Péngembangan ini tidak terlepas dari kerangka Pembangunan Regional dan Nasional. Langkah-langkah yang ditempuh Departemen Dalam Negeri dalam kaitannya dengan program-program jangka pendek dan panjang tersebut rantara lain adalah memperluas dan menyernpurnakan jaringan prasarana desa, meningkatkan pengetahuan dan kcterampilan masyarakat desa, memper1uas fasilitas serta pelayanan keehatan dan perbaikan sanitasi, pengembangan dan perbaikan pernukiman, perlu- asan lapamgan kerja, pengembangan dan pcningkatan perkoperasian, perbaikan dalam penggunaan dan peruntukan tanah, dam lainnya. PERUBAHANPERUBAHAN KHUSUS Yang dimaksud dengan perubahan-perubahan khusus adalah perubahan-perubahan yang menyangkut aspek-aspek tenentu yang diperkirakan sangat penting dalam memahami kehidupan masyarakat desa. Dengan demikian, analisa terhadap perubahan tentang atau yang berkait dengan aspek-aspek ini akan dapat memperdalam pemahaman kita tentang dinamika kehidupan masyarakat desa. Aspek-aspek yang akan dibahas dalam bab ini adalah: urbanisasi, kultur, struktur,1ern- baga, dan pertanian. ‘ I. Urhanisasi dan perkembangan masyarakat desa Urbanisasi, terlebih dalam artinya sebagi proses pengkotaan, adalah suatu 59
bentuk khusus proses modemisasi. Dengan kata lain, konsep modemisasi yang sangat Iuas cakupan pengeniannya itu men- dapatkan bentuknya yang khusus di pedesaan dalam konsep urbami- sasi. Sebagaimana diketahui, urbanisasi kecuali berarti (1) 'proses péngkotaan (proscs mengkotanya suatu daerah/desa) juga berarti: (2) proporsi penduduk yang tinggal di kota dibanding dengan yang tinggal di desa, dan (3) perpindahan utau pergeseran penduduk dari desa ke Kota (urbanward migration). " Pengertian pertama dan ke dua umunya dinilai sebagai bersifat posltip, karena proses' ini menunjukkan perkernbangan dan kemajuan desa. Dengan demikian, proses ini sesuai dengan perspektif evolusioner. Dalam beberapa model khusus teori evolusi diwacanakan bahwa desa yang masih terbelakang dan bersifat tradisional menjadi berkcmbang dan maju setelah mendapatkan pengaruh kota. Model teori ini lazim disebut teori dfusi kultural, ' Urbanisasi dalam arti proses pengkotaan hakekatnya menggam- barkan proses perubahan dan suatu wilayah dengan masyarakatnya yang semula adalah desa atau bersifat pedesaan kemudian berubah dan berkembang menjadi kota atau bersifat kekotaan. Dalam kenyataannya secara urnum desa memang se1a1u mengalami perubahan dan perkembangan. Cepat-1ambatnya atau besarkecilnya perubahan dan perkembangan yang terjadi tergantung pada banyak; faktor, antaralain tergantung kepada potensi wilayah yang bersangkutatan.) Perubahan itu secara umum cenderung mengarah ke sifat-sifai perkotaa namun, tidak semua pembahan dan perkernbangan yang terjadi di desa itu dapat disimpulkan sebagai proses pengkotaan (proses perubahan desa menjadi kota). Proses perubahan itu seringkali hanya merupakan proses perubahan. biasa-saja, yang hakekatnya secara umum, terjadi-di semua kelompok masyarakat. Mcnurut Ro1and L Warren, proses perubahan yang menunjukkan terjadinya rnetamorpose, dari; desa rnenjadi kota hanya dapat disimak lewat adanya gejala yang Olehnya disebut great change. Indikator dan adanya great change ini adalah: 1. division of labor, yakni bila desa itu telah menunjukkan tumbuh dan.berkernbangnya kelompok-kelompok kerja yang berbeda-beda tetapi saling ada ketergantungan atau jalinan; 2. munculnya diferensiasi kepentingan dan asosiasi; 3. semakin bertambahnya hubungana yang sistemik déngan masyarakat yang lebih luas; 4. muncul dan berkembangnya fenomena birokratisasi dan impersonali- sasi dalam kegiatan usaha; 5. pengalihan fungsi-fungsi ke lembaga pémerintahan dan ke bidang-bidang usaha yang menguntungkan; 6. adanya proses penyerapan gaya hidup perkotaan dan 7. adanya proses perubahan nilai-ni1ai.(RoIand L Warren, 1963: 54). Yang sering, diu1as, da1am berbagai pembahasan; pembahasan adalah konsep urbanasasi dalam artian pergeseran penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi dalam artian ini banyak diulas berkaitan dengan kerugian- Kerugian yang dialarni desa. Dari sekian banyak penelitian yang ada' di Amerika Serikat misalnya, kebanyakan mengungkapkan betapa besar kerugian yang diderita desa; akibat adanya urbanisasi ini. Beberapa penelitian itu berkesimpulamsani, yakni bahwa urbanisasi mengakibatkan desa-desa kehilangan tenaga-tenaga terbaik' (kaum muda) dan terpandainya. C. Perencanaan Pembangunan Administrasi Desa Di Indonesia kegiatan pernbangunan nasiona1 secara berencana telah dilancarkan semenjak tahun 1950-an, khususnya lewat pcran Dewan Perancang Nasional (DEPPERNAS) yang memprioritas- kan pembangunan di bidang ekonomi. Dengan diemikian, pemba~ nggunan nasional telah dilancarkan semenjak jaman Orda, Orba, hingga sekarang. 60
Bagaimana rumusan pengertian pembangungm nasional kita? Diawali dengana penugasan Deppernas oleh Presiden untuk "meran- cangkan pola masyarakat 'adil' dan makmur sebagaimana dfnuaksudkan o1ch Pembukaan_UUD 1945”, maka Undang-undang Nomor ;85,Tabun 1958 menyiratkan pengcrtian pembangunan nasional kita sebagaiusaha untuk mempertinggi tingkat kehidupan bangsa Indonesia dengan jalan peningkatan produksi dan pengubahm: struktur pereko- nomian yang ada-menjadi struktur perekonomian nasional. Rurnusan semacam ini ditegaskan kembali dalam Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 Lentang-Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969. Rencana ini tidak berjalan seperti yang diharapkan. karena pecahnya pemberontakan G30S PKI tahun l965. Kemudian, tahun.1966 Badan Perancang Pembangunan Naaional (BAPPENAS) yang dibentuk tahun l967 mulai mengambil peran dalam rancangan pembangunan nasional. Program-program pembangunan memperoleh landasannya lewat pelbagai keputusan politik seperti tertera dalam Kepres Nomor 319 Tahun 1968 tentang Repelita I, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang GBHN 1973, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GBHN 1978, dan lainnya. Tap MPR Nomor II/MPR/1983 menegas- kan hakekat pembnngunan nasional sebagai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indo- nesia. Bagaimana dengan pembangunan masyarakat desa? Dalam rumusan pembangunan nasional tersebut ditetapkan bahwa pembangunan masyarakat desa merupakan bagian integral dari pemba- ngangunan nasional. Secara lebih khusus pembangunan masyarakat dcsa memiliki beberapa pengertian, antara lain: 1. Pembangunan "masyarakat delsa berarti pembangunan masyarakat tradisional rnenjadi manusia modern (Horton dan Hunt, 1976, Alex Inkeles, 1765) 2. Pembangunan masyarakat desa berarti membangun swadaya masyarakat dan rasa percaya pada diri sendiri (Mukerjee dalam Bhattacharyya, 1972). 3. Pembangunan pcdesaan tidak lain dari pembangunan usaha tani atau membangun pertanian (Mosher, 1974, Bertrand, 1958). Di samping batasan-batasan tersebut, pembangunan desa di Indonesia memiliki arti: pembangunan nasional yang ditujukan pada usaha peningkamn taraf hidup masyarakat pedesaan, menumbuhkan partisipasi aktif setiap anggota masyarakat terhadap pembangunan, dan menciptakan hubungan yang selaras antara masyarakat dengan lingkungannya (berdasarkan GBHN dan Repelita-repelita). * Dalam pada itu, istilah asing untuk pcmbangunan desa bukan hanya rural development (RD), rnelainkan juga community development (CD).`Dua istilah ini sering muncul dalam berbagai wacama tentang pembangunan masyarakat desa. Sekalipun ada yang Cenda- rung tidak memperlihatkan perbedaannya, namun sebcnamya tcrdapat perbedaan antara dua konsep itu. CD merupakan pendekatan pemba- ngunan yang mengutamakan panisipasi aktif masyarakat. CD berlaku baik di desa maupun di perkotaan. RD di lain pihak hanya berlaku di pedesaan, dan mengutamakan keserasian masyarakat dengan Iing- kungannya. Sejak tahun 1977 Indonesia mengembangkan konsep Integrated Rural Development (IRD). IRD menekankan keterpaduan program-program pembangunan yang ada di desa, yang kalau tidak dipadukan akan bersifat fragmentaristik, terikat pada berbagai depanernen yang ada (Penanian, Sosial, Perindustrian, dan lainnya) Berlandaskan Undang-undang'Nomor 5 'Tahun 61
1974, pemba- ngunan desa yang diIaksanakan oleh Pemerintah terutama bertumpu pada Departemen Dalam Negeri. Pasal 80 Undang-undang itu menyai takan bahwa Kepala Wilayah (Gubernur, Bupatit,.Camat) adalah pcnguasa tunggal di bidang pemerintahan dan berkewajiban untuk mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang. Departemen Dalam Negeri rnemiliki program program pembangunan jangka pendek dan panjang. Perencanaan pembangunan desa disusun dalam periode 5 (lima) tahun. Perencanaan pembangunan 5 (lima) tahun tersebut merupakan RPJM-Desa yang memuat arah kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan desa, dan program kerja desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa. kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. RKP-Desa memuat: 1. kerangka ekonomi desa, 2. prioritas pembangunan desa, 3. rencana kerja, dan 4. pendanaan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu pada RPJMDesa. Rencana pembangunan desa didasarkan pada: 1. pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; 2. partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan; 3. berpihak pada masyarakat, yaitu seluruh proses pembangunan di pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin; 4. terbuka, yaitu setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat dilihat dan diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat desa; 5. akuntabel, yaitu setiap proses dan tahapan-tahapan kegiatan pembangunan dapat dipertanggungjawabkan dengan benar, bailc pada pemerintah di desa maupun pada masyarakat; 6. elektif, yaitu sernua masalah terseleksi dengan baik untuk mencapai hasil yang optimal; 7. efisien dan efektif, yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tersedia; 8. keberlanjutan, yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan harus berjalan secara berkelanjutan; 9. cermat, yaitu data yang diperoleh cukup obyektif, teliti, dapat dipercaya, dan menampung aspirasi masyarakat; 10. proses berulang, yaitu pengkajian terhadap suatu masalah/hal dilakukan secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik; dan penggalian informasi,yaitu di dalam menemukan masalah dilakukan penggalian informasi melalui alat kajian keadaan desa dengan sumber informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan.
62
RPJM-Desa bertujuan untuk: 1. mewujudkan perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan keadaan setempat; 2. menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat terhadap program pembangunan di desa; 3. memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan di desa; dan menumbuhkembangkan dan mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan di desa.
BAB X Lembaga Kemasyarakatan Desa Lembaga-lembaga maasyarakat terdiri atas lembaga formal dan lembaga nonformal. Lembaga masyarakat yang bersifat formal ialah lembaga yang didirikan atau disponsori oleh pemerintah, dan mungkin dibiayai oleh pemerintah. Sedangkan lembaga nonformal ialah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat berdasakan inisiatif masyarakat itu sendiri atau kelompok warga tertentu dan pembiayaan atau dananya diperoleh melalui hasil swadaya masyarakat bersangkutan. Lembaga formal yang di bentuk pemerintah ialah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lembaga politik Lembaga pendidikan Lembaga ekonomi Lembaga pengaturan air Lembaga keamanan Lembaga kependudukan Lembaga kesehatan Lembaga kepemudaan
Lembaga nonformal yang di bentuk oleh masyarakat ialah : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lembaga kekeluargaan Lembaga sosial Lembaga pendidikan (pondok pesantren dan taman pendidikan al-qur’an) Lembaga olah raga Lembaga seni dan budaya Lembaga adat
Dalam UU No.32/2004 “di desa dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan dan di tetapkan dengan peraturan desa”. Di zaman orde baru bahwa didesa banyak dibentuk lembaga-lembaga formal yang tentu sesuai yang tentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Lembaga semacam RT,RW,LKMD,LMD,PPK, karang taruna dll. Pada zaman dahulu masalah keamanan diurus oleh khusus bidang keamanan. Di bidang ekonomi perlu direvitalisasi lembaga lumungdesa karna desa membutuhkan padi dan 63
modal pada saat musim tanam padi. Sebelum pemberlakuan UU No. 5 tahun 1979 desa di jawa tengah mempunyai petugas khusus bidang keamanan yang di sebut sebagai bayan polisi atau jagabaya. Lembaga kemasyarakatan mempunyai tugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Tugas masyarakat sebagaimana dimaksud dengan peraturan meliputi: 1. Menyusun rencana pembangunan secara partisipatif 2. Melaksanakan,mengadalikan,memanfaatkan dan memelihara dan mengembangkan pembangunan secara parisipatif 3. Mengembangkan dan mengerakan partisipasi 4. Menumbuhkembangkan kondisi dinamis dimasyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat Lembaga masyarakat memiliki fungsi : a. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan b. Menanam dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam rangka pengokohan NKRI c. Mengikat kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat d. Pemberdayaan hak politik masyarakat kegiatan kelembagaan kemasyarakatan ditunjukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui : a. b. c. d. e.
Peningkatan pelayanan masyarakat Peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan Pengembangan kemitraan Pemberdayaan masyarakat Pengembangan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat
Pengurusan lembaga kemasyarakatan dipilih secara musyawarah dari anggota masyarakat yang mempunyai kemauan, kemampuan dan kepedulian dalam pemberdayaan masyarakat. disusunan dan jumlah pengurus lembaga kemasyarakatan disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan pemerintahan desa bersifat kemitraan, konsultatif, dan koordinatif. Dana kegiatan lembaga kemasyarakatan dapat bersumber dari : a. Swadaya masyarakat b. Anggaran pendapatan dan belanja desa c. Anggaran pendapatan dan belanja daerah kebupaten/kota dan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi d. Bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota e. Bantuan lain yang sah dan tidak mengikat
64
Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga kemasyarakatan diatur dengan peraturan daerah kabupaten dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat. Peraturan daerah kabupaten sekurang-kurangnya memuat : a. b. c. d. e. f. g.
Tata cara pembentukan Maksud dan tujuan Tugas,fungsi dan kewajiban Kepengurusan Tata kerja Hubungan kerja Sumber dana
BAB XI Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Pemerintahan Desa A. Pembinaan dan Pengawasan Atasan Pembinaan atas penyelengaraan pemerintahan desa adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten atau kot kepada desa agar penyelengaraaan pemerintah desa berjalan sesuai dengan tujuanya. Yaitu menciptakan kesejahteraan warganya. Pengawasan atas penyelengaraan pemerintahan desa adalah proses kegiatan yang dilakukan oeleh pemerintahan pusat. Pemerintahan provinsi, pemerintahan kabupaten atau kota. Pers dan masyarakat sipil kepada pemerintahan desa yang ditunjukan untuk menjamin agar pemerintahan desa berjalan secara efesien dan efektif sesuai rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembinaan pemerintahan provinsi kepada desa meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Memberikan pedoman pelaksanaan tugas pembantuan dari provinsi; Menetapkan bantuan keuangan dari pemerintahan provinsi; Memfasilitasi penyusunan peraturan daerah kabupaten kota; Melakukan pengawasan peraturan daerah kabupaten kota; Memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa; Melaksanakan pendidikan dan pelatihan tertentu skala ekonomi; Melakukan penelitian tentang penyelengaraan pemerintah desa pada desa-desa tertentu; Memberikan pengharagaan atas prestasi penyelengaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan tingkat provinsi; dan Melakukan upaya-upaya percpatan atau akselerasi pembangunan perdesaan skala provinsi.
65
Pembinaan pemerintahan kabupaten atau kota kepada desa meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Menetapkan pengaturan kewenangan kabupaten atau kota yang diserahkan pengaturanya kepada desa; Memberikan pedoaman pelaksanaan tugas pembentuan dari kabupaten atau kota ke desa; Memberikan pedoman penyusanan peraturan desa dan peraturan kepada kepala desa; Memberikan pedoman penyusunan teknis pelaksanaan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan; Memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; Melakukan penelitian tentang penyelengaraan pemerintahan desa; Melakukan evaluasi dan pengawasan peraturan desa; Menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk desa; Mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa; Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelengaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan; Memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lemabaga adat beserta halk-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa; Menyelengaraakan pendidikan dan pelatihan bagi pemerintahan desa dan lembaga masyarakat; Menetapkan pakaian dan atribut lainya bagi kepala desa, perangkata desa dan BPD sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat; Memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelengaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan; Memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh kepala desa sebagaimana diatur dalam peratiran perundang-undangan; Melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan.pembinaan camat sebagai tangan panjang bupati atau wali kota meliputi: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Memfasilitasi penyusunan peraturan desa dan peraturan kepala desa; Memfasilitasi admnisitrasi tata pemerintah pemerintahan desa Memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa Memfasilitasi pelaksanaan urusan otonomi Memfasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; Memfasilitasi pelaksanaan tugas kepala desa dan perangkat desa; Memfasilitasi upaya penyelengaraan ketentaman dan ketertiban umum; Memfaslitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan; Memfasilitasi penyususnan perencanaan pembangunan partisipasif; Memfasilitasi kerjasama antar dsa dan kerja sama densa dengan pihak ketiga; Mefasilitasi pelaksanaan pemebrdayaan desa; Memfasilitasi kerja sama antar lembaga kemasyrakatan dan kerja sama lembaga kemasyarakatan dengan pihak ketiga; m. Memfasilitasi bantuan teknis dan pendampingan kepada lembaga kemasyarakatan; dan 66
n. Memfasilitasi oordinasi unti kerja pemerintahan dalam pengembangan lembaga kemasyarakatan. Bukan hanya pembinaan, tentunya pemerintah juga melakukan pengawasan kepada PemDa. Pengawasan nya sebagai berikut: 1. Administrasi pemerintahan desa yang mencakup; a. Kebijakan desa; b. Kelembagaan desa; c. Keuangan desa dan d. Kekayaan desa 2. Urusan pemerintahan sebagai berikut; a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa; b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewewengana kabupaten atau kota yang disrahkan pengaturanya kepada desa; c. Tusag pembantuan dari pemerintahan, pemerintahan provinsi, dan pemerintah kabupaten kota dan d. Urusan pemerintahan lainya yang diperoleh peraturan Pengawasan terhadap penyelengaraan pemerintahan desa dilaksanakan oleh pejabat pengawas pemerintahan pada inspektorat kabupaten atau kota yang dikoordinasikan oleh inpekstur kabupaten atau kota. Pejabat pengawas pemerintahan membuat program kerja pengawasan atas penyelengaraan pemerintahan desa. Berkoordinasi dengan camat setempat. B. Pengawasan oleh warga sendiri. Dalam pengwasana pemerintahan desa oelh warga desa sendiri terkait dengan sisitem demokrasi yang berlaku di negara kita. Dalam sistem demokrasi yang diartikan “pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.’ Semua kebijkan dan tindakan pemerintahan harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat karena rakyat adalah pemilki kedaulatan. Kepala desa dipilih oleh warga desa setelah itu dengan tugas utama mengurusi urusan warganya maka dia harus membuat kebijakan desa yang berat ke arah warga, bukan nya kepada pemilik modal atau yang lebih parah ke arah camat atau bupati atau walikota. Kebijakan desa dituangkan dalam peraturan desa. Peraturan desa yang paling utama adalahh peraturan desa tentang APBD Desa. Dalam APBD desa penyususnan program pelayanan dan pembangunan desa disertai pembiyaan dalam satu tahun. Kepala desa bersama dengan BPD harus menyusun APBD Desa. Warga desa sangat berhak melakukan pengawasan atas kebijakan desa yang dirancang oleh kepala desa dan BPD tersebut. Jika kebijakan desa tidak pro rakyat, maka warga desa dengan baik-baik agar diperbaiki. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah salah satu tugas atau fungsi Pemda adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Seperti yang dijelaskan dalam UU No. 25/2009 tentang pelayanan publik, pelayanan publik harus: 67
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Kepentingan umum Kepastian hukum Kesamaan hak Keseimbangan hak dan keajiban Keprofessionalisme Partisipatif Persamaan perlakuan atau tindakan diskrimatif Keterbukaan Kuntabilitas Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan Ketepatan waktu dan Kecepatan, kumudahan, dan keterjangkauan
Jadi pada dasarnya itu merupakan kewajiban pemerintahan desa dalam melakukan pelayanan publik. Dan berikut merupakan hak-hak yang ada di masyarakat 1. 2. 3. 4. 5.
Mengetahui kbenaran isi standar isi pelayanan Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan Mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan Mendapat advokasi,perlindungan dan atau pemenuhan pelayanan Memberitahukan kepada pimpinan penyelengaraa untuk memberbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan 6. Memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidka sesua dengan standar pelayanan; 7. Mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina penyelengara dan ombudsman dan 8. Mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asa dan tujuan pelayanan. Banyak temuan yang dimana pemerintahan desa melanggar kewajiban mereka dala melakukan pelayanan kepada masyarakat, jika ditemukan maka warga yang dilayani berhak melakukan pengaduan ke ombudsman. Tentunya pengaduan ini tertulis oleh warga masyarakat. Penyelengara wajib memutuskan hasil pemeriksaan pengadaan lambat dari 60 hari yang telah ditentukan keputusan hasil pemeriksaan wajib disampaikan kepada pihak pengadu paling lambat 14 hari. C. Pengawasan oleh lembaga peradilan Bukan hanya ombudsma yang melakukan pengawasan ataupu masyarakat sendiri akan tetapi ada lagi yang melakukan pengawasan kepada pemerintahan desa yaitu dari lembaga peradilan, pengadilan negri, peradilan tinggi, dan mahkamah agung lembaga peradilan melakukan pengawasan kipeda pemerintahan esa dalam hal ketaatanya terhadap peraturan perundang-undangan yang sah. Kewajiban kepala desa dan BPD dalam melakukan penyelengaraan pemerintahan desa harus sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
68
Jika pelangaraan hak dan wewenang dilanggar yang mengarah kepada tindakan kriminal maka akan di adili lewat jalur aparat penegak hukum. Anggota polisi akan melakukan tugas nya dan menyelidiki kasus tersebut. Jika terkait korupsi seperti melakukan pengelapan uang APBD dang uang negara makan dihukum dengan tindakan sesuai dengan yang dilakukan. D. Pengawasan oleh Lembaga Ombudsman Agar penyelenggara layanan publik tidak menyalahgunakan wewenangnya maka negara mendirikan Ombudsman. Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Desa serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan atau ancrgaran pendapatan dan belanja daerah. Ombudsman bertugas: 1. Meneritna laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelavanan publik: 2. Melakukan petneriksaan substansi atas laporan: 3. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan ombudsrnan: 4. Melakukan investitçasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; 5. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pernerintahan lainnva serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan; 6. Membangun jaringan kerja; 7. Melakukan upaya pencegahan Inaladlninistrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan 8. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang. Warga desa dapat tnengvadukan penyelenggara layanan publik di desa kepada Ombudstnan .iika penyelenggara tnelakukan tindakan rnaladminstrasi. Nlaladtninistrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang Inenimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. Ombudsman wajib menerima dan berwenang memproses pengaduan dari masyarakat mengenai penyelenggaraan pelayanan publik. Ombudsman wajib menyelesaikan pengaduan masyarakat dengan cara melakukan pemeriksaan materi laporan pengaduan. Ombudsman membuat rekomendasi setelah melakukan pemeriksaan dan menvampaikan rekomendasi tersebut kepada atasan penyelenggara. Terlapor dan atasan terlapor wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman. Atasan terlapor wqiib menyampaikan laporan kepada Ombudsman tentang pelaksanaan rekomendasi yang telah dilakukannya disertai hasil 69
pemeriksaannya dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya rekomendasi. Ombudsman dapat rnerninta keterangan terlapor dan/atau atasannya dan melakukan pemeriksaan lapangan untuk Inemastikan pelaksanaan rekomendasi. Dalmn hal terlapor dan atasan Terlapor tidak melaksanakan rekomendasi atau hanya rnelaksanakan sebagian rekomendasi dengan alasan vang tidak dapat diterirna oleh Ombudsman, Ombudsman dapat Inernpublikasikan atasan terlapor vang tidak rnelaksanakan rekotnendasi itu dan menvampaikan laporannva kepada Perwakilan Rakvat dan presiden.
BAB XIII Pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan desa A.Pembinaan Dan Pengawasan Oleh Pemerintahan Atasan Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, desa adalah subsistem pemerintahan daerah dibawah susbsistem pemerintahan nasional. Desa adalah satuan administrasi pemerintahan terendah dengan hak otonom berbasis asal-usul dan adat istiadatnya. Oleh karena itu, penyelenggaraan pemerintahan desa harus tetap terintegrasi dalam subsistem administrasi daerah dan sistem dan sistem administrasi negara kesatuan republik Indonesia. Untuk menjaga agar penyelenggaraan pemerintahan desa tetap terintegrasi dalam dalam subsistem administrasi daerah dan sistem pemerintahan nasional maka perlu dilakukakn pembinaasn dan pengawasan terhadap pemerintah desa. Pembinan atas penyelenggaraan pemerintahan desa berjalan sesuai dengan tujuannya yaitu menciptakan kesejahteraan warganya. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa adalah proses kegiatan yang dilakukakn oleh pemerintah puasat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pers, dan masyarakat sipil kepada pemerintahan desa berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundangundangan. Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa di lakukan oleh pemerintah atasan : pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi,, dan pemerintah pusat. Di samping oleh pemerintahan atasan,pemerintah desa juga mendapat pengawasan dari lembaga di luar pemerintah, yaitu dari warga desa, pers, LSM, dan dari lembaga peradilan. Pengawasan dari warga sendiri terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan desa berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan desa yang dituangkan dalam peraturan desa.
70
Pengawasan dari pers dan LSM menyangkut semua kegiatan pemerintahan desa, kepala desa, perangkat desa, dan anggota BPD terhadap peraturan perundang-undangan yang sah. Pengawasan peradilan terhadap kepala desa, perangkat desa, dan anggota BPD difokuskan pada ada tidaknya tindak pidana korupsi. Terhadap kepala desa sebagai pejabat negara juga dilakukan pengawasan oleh peradilan tata usaha negara dari adanya tidaknya praktik maladministrasi. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan camat selaku tangan panjang bupati/walikota wajib membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan desa.pembinaan pemerintah pusat meliputi : a) Memberikan pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan. b) Memberikan pedoman tentang bantuan pembiayaan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten /kota kepada desa. c) Memberikan pedoman pendidikan dan pelatihan. d) Memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembanguan partisipatif ; e) Memberikan pedoman dan standar tanda jabatan, pakaian dinas dan atribut bagi kepala desa serta perangakat desa; f) Memberikan bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan. g) Memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan; h) Menetapakan bantuan keuangan langsung kepada desa. i) Melakukan pendidikan dan pelatihan tertentu kepada aparatur pemerintah daerah yang bertugas membina pemerintahan desa; j) Melakuakan penelitian tentang peneyelenggaraan pemerintahan desa pada desa-desa tertentu; k) Melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan dan l) Pembinaan-pembinaan lainya yang diperlukan. Pembinaan pemerintah provinsi kepada desa meliputi a. Memberikan pedoman pelaksanaan tugas pemabantuan dari provinsi; b. Menetapkan bantuan keuangan dari pemerintahan provinsi; c. Memfasilitasi penyusunan peraturan daerah kabupaten/kota; d. Melakukan pengawasan peraturan daerah kabupaten/kota;
71
e. Memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa. f. Melaksanaan pendidikan dan pelatihan tertentu skala prioritas; g. Melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pemerintahan desa pada desa-desa tertentu; h. Memberikan penghargaan atas prestasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan tingkat provinsi; dan i. Melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan skala provinsi.
Pembinaan pemerintah kabupaten /kota kepada desa meliputi : 1. Menetapkan pengaturan kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa; 2. Memberikan pedoman pelaksanaan tugas pembantuan dari kabupaten/kota ke desa; 3. Memberikan pedoman penyusunan peraturan desa dan peraturan desa dan peraturan kepala desa; 4. Memberikan
pedoman
teknis
pelaksanaan
dan
pengembangan
lembaga
kemasyarakatan; 5. Memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; 6. Melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pemerintahan desa ; 7. Melakukan evaluasi dan pengawasan peraturan desa; 8. Menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk desa; 9. Mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa; 10. Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan; 11. Memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat, beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa; 12. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi pemerintah desa dan lembaga kemasyarakatan; 13. Menetapkan pakaian dan atribut lainnya bagi kepala desa, perangkat desa, dan BPD sesuai dengan kondisi dan sosial budaya masyarakat setempat; 14. Memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam menyelenggarakan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan;
72
15. Memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh kepala desa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; 16. Melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan. Pembinaan camat sebagai tangan panjang bupati/wali kota meliputi: a. Memfasilitasi penyusunan peraturan desa dan peraturan kepala desa; b. Memfasilitasi administrasi tata pemerintahan desa; c. Memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan peraturan kepala desa; d. Memfasilitasi
pelaksanaan urusan otonomi
daerah kabupaten/kota
yang
diserahkan kepada desa; e. Memfasilitasi penerapan dan penegakkan peraturan perundang-undangan; f. Memfasilitasi pelaksaaan tugas kepala desa dan perangkat desa; g. Memfasilitasi upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; h. Memfasilitasi pelaksaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarkatan; i. Memfasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; j. Memfasilitasi kerja sama antar desa dan kerja sama desa dengan pihak ketiga; k. Memfasilitasi pelaksaan pemberdayaan masyarakat desa; l. Memfasilitasi kerja sama antar lembaga kemasyarakatan dan kerja sama lembaga kemasyarakatan dengan pihak ketiga; m. Memfasilitasi bantuan teknis dan pendampingan kepada lembaga kemasyarakatan; dan n. Memfasilitasi koordinasi unit kerja pemerintahan dalam pengembangan lembaga kemasyarakatan. Di samping melakukan pembinaan, pemerintah atasan juga melakukan pengawasan kepada pemerintah desa. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa meliputi: a. Administrasi pemerintahan desa, yang mencakup: 1. Kebijakan desa; 2. Kelembagaan desa; 3. Keuangan desa; dan 4. Kekayaan desa. b. Urusan pemerintahan desa, yang mencakup: 1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; 2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
73
3. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota; dan 4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa dilaksanakan oleh pejabat pengawas pemerintah pada inspektorat kabupaten/kota yang dikoordinasikan oleh inspektur kabupaten/kota. Pejabat pengawas pemerintah membuat program kerja pengawasan tahunan (PKPT) yang di sahkan dengan keputusan bupati/wali kota. Berdasarkan PKPT tersebut pejabat pengawas pemerintah pada inspektorat kabupaten/kota melaksanakan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa, berkoordinasi dengan camat setempat. B. Pengawasan oleh Warga Desa Sendiri Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa oleh warga desa sendiri terkait dengan sistem demokrasi yang di artikan “pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat”, semua kebijakan dan tindakan pemerintah harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat karena rakyat adalah pemilik kedaulautan. Pemerintah berasal dari rakyat, bukan dari langit atau restu dewa-dewa seperti yang di doktrinkan oleh pemerintah model raja-raja zaman dulu. Kepala desa adalah rakyat biasa yang dipercaya oleh warga desa untuk mengurus desanya, bukan orang istimewa yang datang dari langit atau keturunan dewa. Karena ia dipilih warga desa dengan tugas utama mengurusi urusan warganya, maka kebijakan yang dibuat harus diperuntukkan kepada warga yang memilihnya, bukan diperuntukkan kepada atasannya: camat, bupati/wali kota, gubernur, dan presiden. Karena kepala desa dipilih oleh warga dengan tugas utama mengurusi urusan warganya maka dia harus membuat kebijakan desa yang pro warga, bukan pro pemilik modal atau pro camat/bupati/wali kota. Kebijakan desa dituangkan dalam peraturan desa. Peraturan desa yang paling utama adalah peraturan desa tentang APBD Desa. Dalam APBD Desa yang outputnya adalah memberi nilai tambah bagi kesejahteraan warga desa. Yang dimaksud memberi nilai tambah kesejahteraan adalah peningkatan nilai manfaat dan dampak dari barang dan jasa yang dilaksanakan. Misal, jalan, jembatan, saluran air, gorong-gorong, damdam, jaringan imigrasi, TK dan SD, pos siskamling, lapangan dan sarana olah raga, dan penerangan jalan menjadi lebih baik; pelayanan surat keterangan dari desa seperti KTP, SIM, sertifikat tanah, pajak, keterangan sehat, jamkesmas, keterangan miskin, dan lain-lain menjadi lebih mudah dan cepat; kondisi keamanan dan ketentraman masyarakat menjadi lebih aman, tentram, dan tertib karena tidak terjadi pencurian, perampokan, perjudian, 74
perbuatan mabuk akibat minum-minuman keras, prostitusi, pemerasan, penipuan, konflik antar warga yang menyebabkan luka dan/atau kematian, kebakaran rumah, dan perukasana harta benda. Warga desa berhak melakukan pengawasan atas kebijakan desa yang dibuat oleh kepala desa dan BPD tersebut. Jika kebijakan desa tidak pro rakyat, maka warga desa dengan baik-baik melalui BPD dan tokoh-tokoh masyarakat minta agar kebijakan desa yang dibuat sudah pro rakyat, tapi jika tidak mendapat pengawasan pelaksanaannya bias menyimpang. Oleh karena itu, warga desa juga berharap melakukan pengawasan atas pelaksaan kebijakan desa. Jika dalam melaksakan kebijakan desa, kepala desa melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang, warga desa daoat menyampaikannya kepada BPD secara baikbaik. BPD lalu segera melakukan rapat pleno untuk membahas masukan warga desa tersebut dan kemudian menyampaikan rekomendasi kepada kepala desa agar melaksanakan kebijakan desa sebagaimana mestinya. Jika kepala desa tidak memperhatikan masukan dan rekomendasi BPD, BPD dapat menyampaikannya kepada bupati/wali kota melalui camat untuk rekomendasi yang berkenaan dengan penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan kepada penegak hukum untuk rekomendasi yang berkenaan dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Di depan telah dijelaskan bahwa salah satu fungsi pemerintahan desa adalah memberikan pelayanan publik. Dalam UU No.25/2009 tentang pelayanan publik, penyelenggaraan pelayanan publik harus berasaskan: 1.
Kepentingan umum;
2.
Kepastian hukum;
3.
Kesamaan hak;
4.
Keseimbangan hak dan kewajiban;
5.
Keprofesionalan;
6.
Partisipatif;
7.
Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
8.
Keterbukaan;
9.
Akuntabilitas;
10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; 11. Ketepatan waktu; dan 12. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
75
Hal ini berarti bahwa pemerintah desa sebagai penyelenggara pelayanan publik harus memberikan pelayanan kepada warganya dengan berdasarkan asas-asas tersebut. Masyarakat berhak: a. Mengetahui kebenaran isi standar pelayanan; b. Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan; c. Mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang di ajukan; d. Mendapat advokasi, perlidungan, dan/atau pemenuhan pelayanan: e. Memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai degan standar pelayanan; f. Memberitahukan kepada pelaksana untuk memprbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standard pelayanan; g. Mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman; h. Mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki
pelayanan kepada pembina penyelenggara dan
ombudsman; dan i. Mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.
Jika pemerintah desa tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan dan memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar layanan, warga desa berhak mengadukan perangkat desa yang menangani pelayanan kepada kepala desa, ombudsman, dan DPRD kabupaten/kota. Pengaduan dilakukan secara tertulis oleh warga desa yang dirugikan. Kepala desa sebagai atasan perangkat desa tersebut berwenang menjatuhkan sanksi kepada perangkat desa yang tidak memberikan pelayanan sebagaimana mwstinya. Penyelenggaraan layanan publik wajib menanggapi pengaduan masyarakat paling lambat 14 hari sejak pengaduan diterima, yang sekurang-kurangnya berisi informasi lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan. Penyelenggara wajib memutuskan hasil pemeriksaan paling lambat 60 hari sejak berkas pengaduan dinyatakan lengkap. Keputusan hasil pemeriksaan wajib disampaikan kepada pihak pengadu paling lambat 14 hari sejak diputuskan. Dalam hal pengadu menuntut ganti rugi, keputusan tersebut memuat jumlah ganti rugi dan batas waktu pembayarannya. Atas keputusan yang juga memuat ganti, penyelenggara wajib menyediakan anggaran guna membayar ganti rugi. 76
C. Pengawasan oleh Lembaga Peradilan Penyelenggaraan pemerindesa juga mendapatkan pengawasan dari lembaga peradilan: pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Lembaga peradilan melakukan pengawasan kepada pemerintah desa dalam hal ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan yang sah. Kepala desa dan BPD wajib menyelennggarakan pemerintahan desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang sah. Kepala desa dan BPD tidak boleh menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Kepala desa dan anggota BPD tidak boleh melakukan korupsi uang dan/atau kekayaan desa dan uang negara yang dikuasai desa. Jika kepala desa, BPD, dan anggota BPD menyelahgunakan wewenang dan melakukan korupsi maka mereka akan berhadapan dengan lembaga peradilan. Penyalahgunaan wewenang yang berindikasikan kejahatan akan ditangani oleh aparat penegak hukum. Polisi akan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Jika terdapat bukti permulaan yang cukup polisi akan meneruskan kasusnya ke kejaksaan. Selanjutnya kejaksanaan akan mengajukan tuntutan ke pengadilan negeri. Dalam siding pengedilan, jika hakim yakin adanya tindakan kejahatan maka si pelaku akan dijatuhi hukuman penjara dan/atau denda. Demikian juga jika kepala desa, perangkat desa, dan anggota BPD melakukan tindak pidana korupsi atas uang APBDesa dan/ uang negara yang dikuasai desa, polisi dan/atau kejaksaan akan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Langkah berikutnya, si pelaku akan di siding di pengadilan negeri atau dipengadilan tindak pidana korupsi di provinsi di mana si pelaku tinggal. Masyarakat dapat menggugat penyelenggara atau pelaksana melalui peradilan tata negara apabila pelyanan yang diberikan menimbulkan kerugian di bidang tata usaha negara.
D. Pengawasan oleh Lembaga Ombudsman Agar penyelenggara layanan publik tidak menyalahgunakan wewenangnya maka negara mendirikan ombudsman. Ombudsman dalah lembaga negara yang mempunyai kewenanangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, badan usaha milik daerah, dan badan hukum milik desa serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Ombudsman bertugas: 77
a. Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; b. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan; c. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan ombudsman; d. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; e. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan; f. Membangun jaringan kerja; g. Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan h. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.
Warga desa dapat mengadukan penyelenggara layanan publik di desa kepada ombudsman jika penyelenggara melakukan tindakan maladministrasi. Maladministrasi adalah prilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang,
Bab XIV Desa Dalam Konsepsi Founding Fathers dan Penataan Masa Depan Visi dari founding fathers tentang desa adalah terwujudnya desa yang makmur, aman, tertib, guyup, modern dan demokratis. Sedangkan misinya adalah menarik desa ke dalam system sebagaimana pemerintahan formal.
Unsur-unsur demokratis dalam kehidupan
masyarakat desa adalah, 1) adanya rapat, 2) adanya mufakat untuk kebijakan bersama, 3) adanya gotong royong untuk mengerjakan pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama, 4) warga desa mempunyai hak protes bersama dan menyingkir dari kekuasaan raja jika tidak setuju dengan kebijakan raja. Unsur-unsur tersebut dapat diperbaharui dan dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi modern untuk membangun Indonesia baru. 1. Konsepsi Muhammad Yamin tentang desa disampaikan pada siding pertama BPUPKI rapat besar pada 29 Mei 1945 ( secretariat Negara RI, 1993;22). a. V.Negeri, desa dan segala persekutuan adat yang dibaharui dengan jalan rasionalisme dan pembaharan zaman dijadikan kaki susunan Negara sebagai bagian bawah;. 2. VI. Pemerintah pusat dibentuk di sekeliling kepala Negara, terbagi atas: 78
3. Wakil kepala Negara 4. Satu kementerian sekeliling seorang pemimpin kementrian 5. Pusat parlemen balai perwakilan, yang terbagi atas majelis dan balai perwakilan rakyat. a. VII. Antara bagian atas dan bagian bawah dibentuk bagian tengah sebagai pemerintah daerah untuk menjalankan pemerintah urusan dalam, pangreh praja; b. VIII. Negara rakyat Indonesia yang menjalankan pembagian pekejaan Negara atas jalan desentralisasi dan dekonsentrasi. Dalam sidang kedua BPUPKI rapat besar yang diselenggarakan pada 11 juli 1945, Muhammad Yamin memperjelas kosepsinya yang tertuju
ke sebelah dalam yang akan
tersusun dari badan-badan masyarakat seperti desa. Desa merupakan susunan pemerintah yang paling bawah. Sedangkan untuk pemerintah pusat akan terbentuk ibukota Negara dan ini dinamai dengan pemerintah atas. Kemudian, Soepomo menyampaikan konsepsinya dalam sidang kedua BPUPKI pada 15 juli 1945 dengan acara pembahasan rancangan undang-undang dasar lanjutan. Jadi, rancangan UUD mmeberikan kemungkinan untuk mengadakan pembagian daerah Indonesia dalam daerah-daerah besar dan untuk membagi daerah-daerah besar tersebut atas daerah-daerah kecil. Dengan memandang dang mengingat “ dasar permusyawaratan”, artinya bagaiamanpun terbentuknya pemerintahan daerah maka pemerintahan tersebut harus berdasar tas permusyawaratan. Dari maket sederhana yang disampaikan soepomo pada sidang pengesahan UUD 1945 tersebut tampak jelas bahwa desa diletakkan di bawah pemerintahan daerah sejajar dengan kooti:
daerah swapraja bekas kerajaan pribumi tradisional. Maket tersebut
menunjukkan bahwa desa dijadikan pemerintah bawahan dan pemerintah daerah dijadikan pemerintah tengah ( konsepsi Yamin) sekaligus sebagai daerah yang memiliki susunan asli sebagaimana kooti ( Konsepsi Soepomo ). Desa akan dipertahankan sebagai self governing community atau kesatuan masyarakat hukum adat sebagaimana desa pada masa lampau (UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004). Sebagai daerah otonom yang berbasiskan kesatuan masyarakat hukum dan sangat jelas bahwa startegi pembangunan kelembagaan desa ke depan serta sesuai dengan konsepsi bapak pendiri bangsa Indonesia sampai dengan masa akhir pemerintahan Soekarno tidak berubah. Desa yang memiliki unsur-unsur demokrasinya, kelembagaannya, amupun adat istiadatnya dijadikan daerah otonom (local self governing) sebagai pemerintahan bawah 79
dengan cara dibaharui jalan rasionalisme dan pembaharuan zaman serta ditaruh dalam lingkungan pemerintahan yang modern dan tidak ditaruh di luarnya sebagaiaman masa lampau serta dipertahankan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Rezim orde baru mengembalikan desa sebagaimana desa di zaman colonial Belanda dan pendudukan Jepang. Desa tidak jadi ditarik ke dalam system pemerintahan formal yang modern tapi tetap dipertahankan sebagai lembaga tradisional sebagaimana zaman Belanda. Untuk struktur organisasinya diubah sesuai dengan struktur birokrasi modern. Kemudian, desa kendalikan dari mobilisasi untuk kepentingan politik dan ekonomi penguasa. Desa juga dijadikan sebagai wilayah adminsitrasi kecamatan yang berhak mengatur rumah tangganya, tetapi isi rumah tangganya pernah didefinisikan dengan struktur organisasinya diubah tapi status kepegawaiannya tetap dengan aslinya. Desa tidak mendapatkan anggaran yang dialokasikan dari Negara, tapi hanya diberikan bantuan desa. Model pemerintahannya bukan pemerintahan rakyat melainkan pemerintahan subordinat dekonsentrasi di bawah wilayah administrasi kabupaten, kecamatan, provinsi dan departemen dalam negeri. Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 tidak mempercerah masa depan desa melainkan menggelapkan masa depannya. Di bawah UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah bahwasanya desa dikembalikan keadaannya sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul serta adat istiadat setempat. Perumusan UU No. 22/1999 khususnya pasal-pasal pengaturan desa dipengaruhi terutama oleh penjelasan pasal 18 ayat 2 UUD 1945. Pengaturan desa berdasarkan UUD tersebut adalah pengaturan desa yang setback, mundur. Pemahaman mengenai desa dalam struktur modern tidak bisa semata-mata melalui penjelasan UUD 1945 angka II buatan Soepomo tersebut, tetapi harus memahami wacana dan perdebatan dalam sidang-sidang BPUPKI dan jiwa serta semangat UU No. 1/1945, UU No. 22/1948, UU No. 1/1957 , UU No. 18/1965 dan UU No. 19/1965. Jika desa dipahami melalui jalan ini maka terdapat konsistensi antara kosnepsi Hatta, Yamin, dan Soepomo. Dalam pembahasan pengaturan tentang desa selalu terjadi perdebatan seru antara penganut sakralisasi desa adat/tradisional yang berjiwa romantisme masa lalu keluar sebagai pemenang karena mendapat dukungan penuh dari birokrat didikan orde baru yang kolot dan sosiologi konservatif. Pengikut founding fathers dan konseptor visional yang kalah, akhirnya megkonservasi desa sebagai peninggalan masa lalu yang antic dan disakralkan. Pengaturan
80
desa berdasarkan UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004 mirip dengan pengaturan desa di bawah IGO dan IGOB zaman belanda. Pemerintah melalui camat sebagai fasilitator dalam mempersiapkan desa-desa yang sudah maju dalam satu kecamatan menjadi daerah otonom kabupaten dan desa-desa tersebut sudah termasuk urban/metropolis. Tidak hanya masyarakat urban saja yang difasilitasi dalam membentuk daerah otonom baru melalui pengubahan beberapa kecamatan dalam kabupaten menjadi beberapa daerah otonom kota, tetapi masyarakat pendesaan juga harus difasilitasi dalam membentuk daerah otonom baru melalui pengubahan beberapa kecamatan yang bersifat pendesaan menjadi daerah otonom baru kabupaten. Dalam pembentukan daerah otonom baru yang berasal dari desa-desa adat tersebut pemerintah membuat kebijakan pengaturan sebagai berikut: a. Melakukan rekognisi atas urusan-urusan pemerintahan yang masih hidup dan berasal dari desa adat tersebut. b. Melakukan desentralisasi secara rinsi (ultra vires doctrine) c. Menentukan skema anggaran dalam undang-undang perimbangan keuangan secara proporsional d. Membuat tugas pembantuan e. Mengatur kelembagaan, keuangan, kepegawaian, dan pengawasannya. Administrasi buatan rezim orde baru disamping tidak sesuai dengan system desentralisasi modern juga tidak mempunyai akar sejarah ketatanegaraan bangsa Indonesia. Dan penempatan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum menurut UU No. 32/2004 tidak dapat menciptakan penguatan desa sebagai basis penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat desa karena dinamika dan tenaga progresif dan terkunci sehingga kelembagaan desa yang sangat
sederhana dan
sumer keuangannya
menyelenggarakan urusan pemerintahan formal
81
sangat
minim
tidak pernah mampu