Efisiensi Pra-Notifikasi Merger Terhadap Suatu Perusahaan di Indonesia
Oleh: Lana Almira Luthfiana Istiqlal
BAB I
A. Latar Belakang Merger merupakan penggabungan perusahaan. Penggabungan perusahaan ini dilakukan oleh satu perusahaan atau lebih. Dalam ekonomi, merger dan akuisisi meski memiliki perbedaan pengertian namun sering digunakan untuk saling menggantikan (interchangeably). Akuisisi adalah pembelian sebagian atau keseluruhan perusahaan lain. Sedangkan merger diartikan sebagai tindakan korporasi secara legal di mana dua atau lebih perusahaan bergabung dan hanya menyisakan satu perusahaan yang terdaftar secara legal.1 Tujuan dari merger adalah efisiensi, khususnya dalam hal financial perusahaan menjadi lebih ringan, lalu bisa juga dalam hal management suatu perusahaan agar menjadi lebih baik. Walaupun begitu merger memiliki dampak negative juga terhadap perekonomian yaitu mengurangi jumlah pelaku usaha, secara ekonomi merubah struktur pasar dengan mengurangi pelaku usaha. Di dalam hukum persaingan usaha merger diatur di UU No 5 Tahun 1999 bagian keempat mengenai penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Pasal 28. Pelaku usaha yang hendak melakukan merger dilarang melakukan merger apabila dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Di Indonesia jika ingin melakukan merger masih menggunakan cara post-notification, hal ini diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU no 5 Tahun 1999 yang berbunyi “Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam
1
J. C. V. Horne & John M. Wachowicz, J. Fundamentals of Financial Management (13th ed.): Prentice Hall, 2008, hal. 604, dikutip dari Andi Fahmi Lubis, at al, Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, 2017, h. 267.
Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan tersebut”.2 Postnotification adalah pemberitahuan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) setelah merger terjadi. Post-notification di Indonesia ini bersifat wajib. Terdapat kekurangan jika menggunakan post-notification yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) baru bisa menganalisa terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ketika para pelaku usaha sudah melakukan merger, sedangkan untuk melakukan merger bukan merupakan hal mudah, banyak yang harus dikorbankan misal dalam hal financial, saham, dsb. Hal ini merupakan dampak negatif post-notification. Perlunya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengatur pranotifikasi lebih tegas dan konkrit agar kasus seperti ini dapat dihindari, paling tidak perusahaan tidak dirugikan setelah mereka melakukan merger. Pra- notification diatur di dalam Peraturan Komisi No 1 Tahun 2009 tentang Pra-notifikasi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Menurut Pasal 1 angka 6 Perkom Nomor 1 Tahun 2009 pengertian pra-notifikasi adalah “pemberitahuan yang bersifat sukarela oleh pelaku usaha yang akan melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham untuk mendapatkan pendapat Komisi mengenai dampak yang ditimbulkan dari rencana penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan.”3 Namun pra-notifikasi disini bersifat sukarela, yaitu pelaku usaha yang akan melakukan merger tidak di wajibkan untuk memberitahukan atau
2 3
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2009
konsultasi kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hal ini menjadi penting untuk menghindari terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana efisiensi penerapan pra-notifikasi terhadap persaingan usaha di Indonesia? 2.
Bagiamana penerapan pra notifikasi di negara lain?
C. Tujuan Untuk memenuhi tugas magang di Kantor Perwakilan Daerah Komisi Pengawas Persaingan Usaha Surabaya dan untuk mengetahui efisiensi penggunaan pra notifikasi jika diterapkan di Indonesia.
BAB II
Pembahasan 1. Pra-Notifikasi Merger di Indonesia Walaupun telah diatur pra-notifikasi merger di Indonesia yaitu di dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2009 namun peraturan tersebut menyebutkan dalam Pasal 1 angka 6 bahwa pra-notifikasi bersifat sukarela, yang berarti tidak mewajibkan pelaku usaha yang ingin melakukan merger untuk wajib melapor ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Namun Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih menganut post-notification hal tersebut diatur dalam Pasal 29 ayat (1). Dengan kata lain, pelaku usaha dapat memilih opsi melaporkan rencana merger atau akuisisi kepada KPPU sepanjang menghendaki namun tetap wajib meminta persetujuan pasca merger atau akuisisi 30 hari sejak berlaku efektif. Namun dalam praktik pra-notifikasi ini jarang dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang akan merger. Di Indonesia terdapat PP No 57 Tahun 2010 yang mewajibkan pelaku usaha untuk melakukan notifikasi pasca merger/akuisisi (“Pemberitahuan”) selain kewajiban notifikasi pasca merger/akuisisi, PP Nomor 57 Tahun 2010 juga memfasilitasi pelaku usaha untuk melakukan notifikasi pra merger/akuisisi yang sifatnya sukarela (“Konsultasi”) sebagaimana dahulu diatur dalam Perkom Nomor 1 Tahun 2009. PP Nomor 57 Tahun 2010 merupakan jalan tengah antara UU
Nomor 5 Tahun 1999 yang sifatnya mandatory post-merger notification dengan Perkom Nomor 1 Tahun 2009 bersifat voluntary pre-merger notification.4 Terdapat beberapa keuntungan jika menggunakan pra-notifikasi yaitu dianggap lebih efektif mencegah terjadinya transaksi merger yang dapat berdampak negatif terhadap persaingan usaha, jadi mewajibkan pelaku usaha yang hendak merger untuk memberitahukan rencana mergernya terlebih dahulu (premerger notification) kepada otoritas persaingan usaha, sehingga otoritas tersebut dapat melakukan penilaian apakah merger tersebut mengakibatkan praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat, sehingga bisa ditentukan apakah merger tersebut dapat diteruskan atau tidak.
5
Pelaku usaha juga dapat
mengantisipasi kerugian dalam hal financial karena pembatalan merger juga merugikan bagi pelaku usaha yang telah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk persiapan dan pelaksanaan merger tersebut. Pembatalan merger juga dapat berdampak kepada kondisi ketidakpastian dalam berusaha sehingga justru dapat menghambat merger yang pro kepada persaingan yang sehat6. Jika menggunakan pra-notifikasi hal ini dapat dicegah terlebih dahulu.
4
Novi Nurviani, “Gelombang Merger Melanda: Bangga atau Waspada?”, www.kppu.go.id, 2013, dikunjungi pada tanggal 17 Januari 2019 5 Andi Fahmi Lubis, at al, Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, 2017, h. 282. 6 Andi Fahmi Lubis, at al, Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, 2017, h. 283.
2. Pra Notifikasi di Negara Lain Mayoritas negara-negara di dunia menggunakan sistem pra-notifikasi karena dianggap lebih efektif mencegah terjadinya transaksi merger yang dapat berdampak negatif terhadap persaingan usaha. Misalnya saja Negara Jepang memiliki Otoritas Persaingan Usaha Jepang atau Japan Fair Trade Competition (JFTC) yang merupakan Komisi yang menangani persaingan usaha di Jepang. Dahulu Jepang menanganut post-notification namun 11 tahun yang lalu berganti menjadi pra-notifikasi karena post-notification memiliki konsekuensi yang tinggi dan cenderung rumit. Pasalnya, rezim tersebut susah untuk menggagalkan aksi penggabungan usaha yang memiliki kecenderungan curang. Sementara itu, pranotifikasi lebih kepada mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Untuk di Amerika Serikat sendiri lembaga persaingan usahanya bernama the Federal Trade Commission (FTC). Berbeda dengan KPPU, FTC mempunyai beberapa biro yaitu Biro Perlindungan Konsumen (Bureau of Consumer Protection), Biro Persaingan (the Bureau of Competition) dan Biro Ekonomi (the Bureau of Economics).7 Biro Persaingan di dalam FTC bertugas mencegah merger yang berakibat pada tidak adanya persaingan (anticompetitive mergers) dan praktik bisnis antipersaingan lainnya. Biro ini melaksanakan tugas dengan me-review usulan merger (proposed mergers) dan efek anti persaingan lainnya.8 Hal ini berarti
7
The Federal Trade Commission,”A Guide to the Federal Trade Commission” www.ftc.gov/bcp/edu/pubs/ consumer/general/gen03.shtm, diakses tanggal 12 Mei 2009 dikutip dari Andi Fahmi Lubis, at al, Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, 2017, h. 344. 8 Andi Fahmi Lubis, at al, Buku Teks Hukum Persaingan Usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, 2017, h. 344.
Amerika Serikat memberikan saran, usulan kepada pelaku usaha yang hendak melakukan merger agar mencegah adanya anti persaingan. Contoh dari kedua negara diatas yaitu negara Jepang dan Amerika Serikta cukup membuktikan bahwa dengan menggunakan cara pra-notifikasi merger akan menjadi lebih efisien dan meminimalisir dampak-dampak yang dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dengan cara memberitahukan terlelbih dahulu kepada komisi, yang nantinya komisi akan memberikan saran, pertimbangan, dan usulan kepada pelaku usaha yang hendak melakukan merger.
BAB III
KESIMPULAN Pra-notifikasi merger di Indonesia yaitu di dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2009 namun peraturan tersebut menyebutkan dalam Pasal 1 angka 6 bahwa pra-notifikasi bersifat sukarela, yang berarti tidak mewajibkan pelaku usaha yang ingin melakukan merger untuk wajib melapor ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Namun Undangundang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih menganut post-notification hal tersebut diatur dalam Pasal 29 ayat (1). Namun, PP Nomor 57 Tahun 2010 merupakan jalan tengah antara UU Nomor 5 Tahun 1999 yang sifatnya mandatory post-merger notification dengan Perkom Nomor 1 Tahun 2009 bersifat voluntary pre-merger notification. Adapun dampak positif pra notifikasi merger yaitu dianggap lebih efektif mencegah terjadinya transaksi merger yang dapat berdampak negatif terhadap persaingan usaha dan pelaku usaha juga dapat mengantisipasi kerugian dalam hal financial karena pembatalan merger juga merugikan bagi pelaku usaha yang telah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk persiapan dan pelaksanaan merger tersebut. Di Negara Jepang dan Amerika Serikat menggunakan pra-notifikasi yang dianggap lebih efektif dan efisien dalam meminimalisir dampak-dampak negatif seperti dugaan persaingan usaha tidak sehat.